II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
BENTON IT
Bentonit adalah
nama perdagangan untuk sejenis
lempung yang
mengandung lebih dari 85 persen mineral monmorilonit (Grim, 1968). Rumus kimia penyusun monmorillonite adalah AI 20 3 .4Si0 2 .5H 20. Bentonit adalah sejenis tanah pemucat yang mempunyai sifat daya serap yang aktif baik dalam bentuk alami maupun setelah proses pengaktifan. Berdasarkan teori Davis dan Messer, keaktifan suatu tanah pemucat tergantung dari rasio Si0 2 dengan A1 2 0 3 . Bila rasio itu cukup besar maka daya serapnya semakin besar.
Selain itu tanah pemucat yang baik adalah tanah yang tidak
mengandung garam-garaman yang lamt dalam air serta mempunyai derajat keasaman sekitar pH 6.5 - 7.5. Komposisi kimia dan komposisi mineral bentonit Koleang dan Kebon Awi disajikan pada Tabel 1. Tabel I. Komposisi kimiawi dan komponen mineral bentonit Koleang dan Kebon Awi *. Jenis Bentonit
Komposisi kimiawi -(persen)
Komponen mineral
Si0 2
AI20 3
Koleang
58.55
20.30
Montmoril1onite, Kuarsa
Kebon Awi
52.7
25.15
Montmoril1onite. Kuarsa. Mika dan Kristoballite
*Wldlastutl, (1995). Komposisi monmorilonit berbeda dari bentonit yang satu dengan yang lainnya, kandungan elemennya tergantung pada proses terbentuknya di alam. Sifat-sifat bentonit dapat digambarkan sebagai berikut :
4
I.
Berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan tergantung dari j enis dan fragmen mineral yang dikandungnya.
2.
Bersifat sangat lunak, ringan, mudah pecah terasa seperti sabun, mudah menyerap air dan dapat dipakai sebagai penukar ion (ion exchange).
3.
Beratjenis bentonit berkisar antara 2.4 - 2.8 g/cm 3 (Anonim, 1987). Menurut Anwar et aI., (1983), bentonit pada umumnya dapat digolongkan
dalam dua jenis : I. lenis yang volumenya tidak mengembang di dalam air, atau disebut Ca-Mg bentonit. Bentonit ini digunakan sebagai pengisap dan zat pembawa dan zat pemisah dalam penghilangan minyak bumi, zat pemutih (penghilang warna). 2. lenis yang volumenya dapat mengembang di dalam air, atau disebut sebagai Na-bentonit yang digunakan sebagai lumpur pembilas dalam pengeboran. Jenis kalsium-magnesium bentonit mengandung relatif lebih banyak IOn Mg dan Ca dibanding ion Na, sifatnya dapat menyerap air (tidak membentuk suspensi) dan pH-nya adalah sekitar 4 - 7. Natrium bentonit mengandung relatif lebih banyak ion Na dibandingkan ion Mg dan Ca. Suspensi dari bentonit ini didalam air mempunyai kisaran pH antara 8.5 - 9.8 (Anonim, 1987). Aktivasi dilakukan terhadap bentonit untuk mengurangi kadar air, sehingga diharapkan daya serap bentonit optimal.
Kondisi suhu aktivasi dengan
pemanasan yang optimal untuk bentonit dari jenis Koleang adalah 50°C selama 4 jam, sedangkan untuk jenis yang berasal dari Kebon Awi pada suhu 200°C selama 6 jam. Proses aktivasi meningkatkan kandungan silika bentonit Koleang dari 58.55 persen menjadi 60.50 persen, dan bentonit Kebon Awi dari 52.70 persen menjadi 55.95 persen (Widiastuti, 1995). Bahan yang dapat dipakai sebagai adsorben dalam khromatografi cairanpadatan tidak banyak dan yang paling dikenal adalah silika gel (.')i0 2) dan alumina
(AllO~.
Daya adsorpsi dari bahan tergantung dari sifat kimia
permukaannya, luas relatif permukaannya, dan perlakuan pendahuluannya.
5 Aktivitas alumina dapat diatur dengan mengubah kandungan airnya. Adsorben ini dapat dikeringkan selama 5 jam pada suhu 3600 C dan membiarkan bahan kering ini menyerap sejumlah tertentu air (Nur dan Adijuwana, 1989).
B.
MELANOIDIN
Melanoidin adalah suatu senyawa organik yang terbentuk dari reaksi nonenzymatic Maillard antara gula dan asam amino.
Melanoidin sintetis dibuat
dengan melarutkan I molar glukosa, I molar glisin dan 0.5 molar Na2CO] dengan perbandingan 6: 2.2 : 1.8 dalam I liter air bebas ion dan diotoklaf selama 3 jam.
Melanoidin adalah senyawa turunan dari asam amino yang
memiliki sifat asam yang disebabkan oleh keberadaan gugus hidroksil enolie dan gugus karboksil (Davidek et aI., 1990). Pembentukan pigmen coklat dan melanoidin pertama kali ditemukan oleh ahli kimia Prancis Louis Maillard pada tahun 1912 dengan memanaskan larutan yang mengandung glukosa dan asam amino lisin. Reaksi tersebut melibatkan gugus amino dan gugus karbonil yang biasa terdapat pada bahan pangan. Secara umum reaksi pembentukan melanodin dapat dilihat pada Gambar I. (Eskin, 1990). Struktur kimia dan karakteristik melanoidin secara lengkap dan pasti belum diketahui, untuk kebutuhan anal isis digunakan melanoidin sintetis yang telah diketahui bermuatan negatif, memiliki kelarutan yang tinggi di dalam air, non volatil dan memiliki adsorpsi maksimum pada panjang gelombang 297 nm. Rumus empirik melanoidin tergantung dari komponen pembentuknya dapat tampak pada Tabel2. (Migo et aI., 1993b). Sifat secara kimiawi dan fisiologi, melanoidin merupakan senyawa yang relatif Iembam dan bersifat antioksidan dalam sistem larutan. Warna yang timbul
6
N-Substitutedl glycosylamin".J
AldosaJ
+ senyawa a~ino -H 0
Amadori
rearrangement
2
1-amino-1-
I
deoxy-2-ketos~
1-2H,o
/H,o I Schiffs base of l
fission products (acetol, diacetyl, pyruvaldehyde, etc) .
reduktones
HMF atau furfura!J
L.._ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
- senyawa amino + H20
+2 H -2 H
gula I
,
I
I
I dehydroreductones I
I
Ic-HccM-cF=-a-ta-u-L~ ! furfural...J
/
\
aldols dan polimer bebas N + senyawa
amino
+ senyawa
strecker degradation a5am alfa-amin - CO,
aldehida
+ senyaw
i
+ senyawa
amino
amino
amino
+ senyawa amino
!
melanoid ins I : brown nitogenous polymers dan copolymers ;
L ______________ .________ _
Gambar 1. Skema reaksi browning non enzimatik dalam pembentukan melanoidin (Eskin, 1991)
7
merupakan hasil dari reaksi antara gula dengan gugus karbonil yang mengandung asam amino melalui ikatan nitrogen (Davidek et aI., 1990). Tabel 2. Pendekatan formula empiris melanoidin. Struktur kimia empiris
Sumber melanoidin
C6H6402N(CH2)(C02H)05 GIukosa : Glisin = I : 10
C.
(CnHI3sN057lJO.6
I M Glukosa : I M Glisin : 0.2 M Natrium bikarbonat (6 : 3 : 1)
C I7 _IS H26_2701ON
Dialisis molases tebu
KONSEP ADSORPSI
Adsorpsi secara umum didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan bahan tedarut dalam suatu sistem larutan pada bagian interface (antar-muka) yang bersesuaian.
Antar muka tersebut dapat berupa antara cairan dan gas,
padatan atau cairan lainnya. Tahapan proses adsorpsi terdiri dari 3 tahapan ; makrotransport, mikrotransport dan sorpsi. Makrotransport melibatkan gerakan bahan organik ke lapisan antar permukaan padatan-Iarutan melalui difusi. Mikrotransport melibatkan mekanisme difusi bahan organik melewati sistem makropori ke bidang adsorpsi pada permukaan granula adsorben.
Tahapan
terakhir adalah sorpsi, apabila laju sorpsi sama dengan laju desorpsi maka kesetimbangan adsorpsi telah dicapai (Metcalf dan Eddy, 1991). Adsorpsi secara umum dapat digolongkan dalam tiga tipe, yaitu secara fisik, kimiawi dan adsorpsi pertukaran ion (exchange adsorpsion).
Adsorpsi
secara fisik disebabkan oleh gaya tarik yang lemah atau gaya Van der Walls antara kedua molekul.
Molekul yang diadsorpsi bebas bergerak di sekitar
permukaan adsorben.
Adsorpsi secara fisik umumnya bersifat reversibel,
Adsorpsi secara kimiawi dihasilkan oleh gaya yang cukup kuat, dalam keadaan
8
normal senyawa yang diadsorpsi membentuk lapisan di atas permukaan adsorben pada ketebalan tertentu.
Sifat molekul yang diadsorpsi tidak dapat bergerak
bebas dari sisi yang satu ke sisi yang lain dari permukaan adsorben, bila permukaan adsorben diselubungi oleh lapisan molekul sejenis (monomoleculer), maka kapasitas adsorben telah mencapai jenuh.
Adsorpsi kimiawi seperti ini
jarang bersifat reversibel. Exchange adsorpsion merupakan mekanisme adsorpsi yang disebabkan oleh gaya tarik listrik antara adsorbat dan adsorben. proses penukaran ion merupakan salah satu bentuk Exchange adsorpsion.
Ion dari
substansi adsorbat mengumpul pada permukaan melalui gaya elektrostatik terhadap muatan listrik yang berbeda.
Ion dengan muatan yang lebih besar
seperti halnya ion trivalen akan memiliki gaya tarik listrik yang lebih besar bi la dibanding ion yang muatannya lebih kecil terhadap muatan yang berbeda (Sawyer and McCarty, 1978). Waktu kontak untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi pertama kali harus dievaluasi. Evaluasi awal dengan menguji waktu kontak 24 jam. apabila nilai kesetimbangan setelah 2 jam waktu kontak lebih besar 90 persen dari nilai waktu kontak 24 jam, maka
waktu kontak 2 jam dapat digunakan sebagai acuan
lamanya kontak. Hubungan antara waktu kontak dan konsentrasi akhir adsorbat yang dicapai dapat dilihat pada Gambar 2. (Eckenfelder, 1989).
Konsentrasi akhir adsorbat (persen)
o '------t----i'---t-I- - t - - Waktu kontak Gambar 2. Kurva hubungan antara waktu kontak dan konsentrasi akhir yang dicapai.
9
lumlah adsorbat yang diserap oleh adsorben merupakan fungsi dari konsentrasi adsorbat dan suhu. Umumnya jumlah bahan yang diserap dihitung sebagai fungsi dari konsentrasi pada temperatur tetap. Secara matematik oleh Freundlich telah dikembangkan dan dapat dinyatakan sebagai berikut : (x/m) = Kf
. el/n
dim ana : x = jumlah zat yang diadsorpsi (gram) m = jumlah adsorben (gram)
e = konsentrasi zat yang terlarut sisa setelah proses adsorpsi pada keadaan setimbang (gram/liter) K f (l/gram) dan lin adalah konstanta empiris (Metcalf dan Eddy, 1991). N ilai Kr berhubungan dengan kapasi tas adsorpsi, dan lin merupakan indikator dari intensitas adsorpsi. Menurut Eckenfelder (1981) kegunaan isoterm Freundlich adalah memberikan informasi cukup penting, antara lain:
I. memberikan gambaran mengenai adsorbilitas atau afinitas relatif suatu komponen adsorben tertentu 2. jumlah adsorben yang dibutuhkan pada pencapaian kesetimbangan adsorpsi 3. untuk mengetahui derajat penyerapan adsorben pada saat pencapaian kesetimbangan adsorpsi. Selanjutnya dikatakan bahwa isoterm Langmuir lebih teoritis bila digunakan dalam adsorpsi pada fasa gas. kadang-kadang dipergunakan dalam aplikasi terhadap penanganan limbah. Rumusan yang paling umum digunakan untuk adsorpsi adalah isoterm Freundlich. Kapasitas adsorpsi pada saat tepat akan jenuh (x/m)b pada skala penuh dari sistem kolom adsorpsi tunggal dapat diasumsikan mendekati 25 sampai 50 persen dari kapasitas teoritis adsorpsi (x/m)".
Bila kapasitas adsorpsi pada keadaan
10 jenuh diketahui, maka waktu breakthrough (tb) dapat dihitung dengan asumsi konsentrasi influen tetap dan kenaikan konsentrasi efluen linier sampai pada konsentrasi breakthrough (C b) sebagai berikut : (Xlm)bM tb= - - - - - Q[(C i - C b I 2)]
dimana: (Xlm)b
isoterm Freundlich bagi adsorben (gIg)
Q
= laju alir influen yang masuk ke kolom (ml/menit)
tb
= waktu proses yang diperlukan sampai adsorben tepat saat akanjenuh (menit)
Ci Cb
= konsentrasi influen yang masuk ke kolom (gIl) konsentrasi efluen yang keluar dari kolom pada saat tepat akan jenuh (gIl)
M
= massa dari adsorben yang digunakan (gram) (Metcalf dan Eddy, 1991).
Breakpoint didifinisikan sebagai titik volume atau waktu dimana cairan
yang dilewatkan pada kolom adsorpsi tepat saat konsentrasi efluen akan mencapal maksimum. bila zone adsorpsi bergerak ke bagian bawah hed adsorben, konsentrasi efluen meningkat secara linier hingga breakpoint dan akhirnya konsentrasi efluen sarna dengan konsentrasi influen seperti yang disajikan pada Gambar 3. Titik kejenuhan akan semakin cepat dicapai apabila ketinggian bed diperkecil, ukuran partikel adsorben. laju alir influen dan konsentrasi limbah cair ditingkatkan (Eckenfelder. 1989).
II
Ce/Ci
1.0
0.5
Breakpoint
o
Waktu atau Volume
Gambar 3. Kurva kejenuhan kolom adsorpsifixed bed (Eckenfelder, 1981).
D. PENANGANAN LlMBAH CAlR Penanganan limbah cair secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu penanganan primer, sekunder dan tersier. Pada penanganan primer limbah cair dipersiapkan untuk memasuki penanganan biologis, terdiri dari tahap penyaringan (screening) untuk memisahkan padatan yang berukuran besar dan pasir, tahap equalisasi untuk menyeragamkan variasi konsentrasi dan laju alir, tahap netralisasi diperlukan setelah proses equalisasi untuk mencapai pH yang dikehendaki. tahap flotasi bertujuan untuk memisahkan bahan minyak dan lemak serta padatan tersuspensi, dan terakhir adalah tahap sedimentasi dan filtrasi. Penanganan sekunder adalah proses degradasi biologis melalui proses lumpur aktif. Setelah melalui proses degradasi ini mikroorganisme dan padatan yang terbawa dalam lumpur diendapkan, sebagian lumpur dikembalikan pada proses tertentu, tetapi akan dibuang pada akhir proses (Eckenfelder, \989). Selanjutnya, penanganan secara tersier diperlukan setelah penanganan biologis agar menghilangkan tipe-tipe residu tertentu, seperti logam-logam be rat dan bahan- organik yang tak terdegradasi. Sistem penanganan tersier masih
12 dirasa cukup mahal, diantara rangkaian penanganan tersier adalah adsorpsi dan oksidasi kimiawi. Adsorpsi merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk menghilangkan bahan-bahan organik yang masih tertinggal setelah melewati tahap penanganan sekunder. Adsorpsi adalah proses akumulasi materi terlarut pada antar permukaan zat dan juga merupakan proses transfer massa dimana massa yang ditransfer berasal dari fasa cairan ke permukaan fasa padatan melalui ikatan kimia atau gaya fisik (Davis and Cornwell, 1991). Limbah cair industri kebanyakan mengandung bahan organik yang sulit dihilangkan dengan penanganan biologis konvensional.
Adsorpsi dengan
menggunakan karbon aktif merupakan adsorben paling umum digunakan (Eckenfelder, 1989). Dosis karbon aktif yang digunakan umumnya berkisar pada 200 - 50.000 mg/l untuk mengadsorpsi limbah cair yang belum diketahui. sedangkan volume larutan adsorbat yang digunakan untuk penentuan isoterm Freundlich berkisar antara 100 - 500 ml (Eckenfelder, 1981).