II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekstruder a. Bagian – bagian ekstruder Ekstruder merupakan suatu alat yang terdiri dari empat bagian utama, yaitu: ulir (screw), tabung/laras (stator/barrel), lubang berukuran relatif kecil (die), dan pisau (knife). Rasio antara panjang dan diamater dari tabung (L/D) adalah sekitar 2 – 4 (Burtea, 2002). Sebagai contoh, gambaran secara jelas dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 1 Bagian ekstruder tipe bake (Madox Metal Works Inc., Dallas, Texas) - sumber: Burtea, 2002. b. Prinsip kerja ekstruder Bahan diisikan melalui corong ke dalam laras/tabung berulir secara berkesinambungan. Putaran ulir menyebabkan bahan terdorong ke bagian die. Selama proses ini, bahan mengalami gaya tekan dan gesekan antara ulir dengan bahan. Gesekan yang dialami oleh bahan turut serta menimbulkan kalor yang memanaskan bahan tersebut. Bahan yang keluar dari die selanjutnya dipotong pada panjang tertentu oleh pisau yang berputar. Bahan 5
yang telah keluar dari ekstruder mengalami perubahan tekanan dan suhu yang jauh lebih rendah daripada di dalam ekstruder. Pada kondisi tersebut air di dalam bahan, sebelumnya dalam keadaan bersuhu tinggi (120 – 160 o
C) dan bertekanan tinggi (70 – 150 atm) di dalam ekstruder, akan mudah
menguap ke udara. Hal ini menyebabkan terciptanya rongga – rongga udara di dalam bahan sekaligus tertariknya molekul bahan. Kondisi ini menyebabkan proses pengembangan bahan. c. Tipe ekstruder Pada umumnya dalam dunia industri dikenal dua tipe ekstruder yang didasarkan pada jumlah ulir (screw) yang dimiliki, yaitu ekstruder ulir tunggal (single screw extruder) dan ekstruder ulir ganda (twin screw extruder). Baik ekstruder ulir tunggal maupun ulir ganda dikelompokkan lagi berdasarkan seberapa banyak energi mekanis yang dapat dihasilkan. Sebagai contoh, ekstruder dengan energi mekanis yang rendah dirancang untuk mencegah proses pemasakan pada adonan bahan (Pratama, 2007). Perbedaan – perbedaan utama di antara kedua tipe tersebut adalah sebagai berikut (Jowitt, 1984): Tabel 1 Perbedaan antara single screw extruder dengan twin screw extruder Perbedaan
Single Screw Extruder
Mekanisme pergerakan bahan Friksi antara logam dan
Penyedia energi utama
Twin Screw Extruder Pergerakan bahan ke arah
bahan makanan
positif (die)
Panas gerakan ulir
Panas yang dipindahkan pada barrel
Kapasitas (throughput
Tergantung kandungan air,
kg/hour)
lemak, dan tekanan
Perkiraan energi yang
900 – 1500 kJ kg-1
Tidak tergantung apapun
400 – 600 kJ kg-1
digunakan/kg produk Distribusi panas
Perbedaan
temperaturnya Perbedaan temperatur kecil
besar Biaya investasi
rendah
tinggi
6
Perbedaan
Single Screw Extruder
Twin Screw Extruder
Kandungan air minimum
10,00%
8,00%
Kandungan air maksimum
35,00%
95,00%
Pada ekstruder ulir tunggal, gaya untuk menggerakkan bahan berasal dari pengaruh dua gesekan, yang pertama adalah gesekan yang diperoleh dari ulir dan bahan sedangkan yang kedua adalah gesekan antara dinding barrel ekstruder dan bahan. Ekstruder ulir tunggal membutuhkan konfigurasi dinding barrel ekstruder tertentu untuk menghasilkan kemampuan menggerakkan bahan yang baik, maka dari itulah dinding selubung ekstruder pada ekstruder ulir tunggal memainkan peran penting dalam menentukan rancangan ekstruder (Jowitt, 1984). Jika bahan yang diolah menempel pada permukaan ulir dan tergelincir dari permukaan barrel maka tidak akan ada produk yang mengalir dalam ekstruder karena bahan ikut berputar bersama ulir tanpa terdorong ke depan. Ekstruder ulir tunggal dapat dibagai menjadi empat kategori berdasarkan kebutuhan mekanikal energi dari gesekan yang terjadi, yaitu: 1) Low-shear forming, 2) Low-shear cooking, 3) Medium-shear cooking, 4) High-shear cooking extruder (Huber dalam Rooney, 2002).
Gambar 2 Ekstruder ulir tunggal (sumber: www.uea.ac.uk/~h007/extruder/)
7
Pada ekstruder ulir ganda, dua ulir yang pararel ditempatkan dalam barrel berbentuk angka 8. Jarak ulir yang diatur rapat akan mengakibatkan bahan bergerak di antara ulir dan barrel dalam ruang yang berbentuk C. Sebagai hasilnya bahan akan terhindar dari aliran balik (negatif) ke arah bahan masuk, tetapi digerakkan pada arah positif yaitu menuju die tempat bahan keluar. Pada ekstruder tipe ini, gesekan pada dinding barrel tidak terlalu penting untuk diperhatikan walaupun sebenarnya hal ini tergantung dari proses pengolahan apa yang dilakukan (Pratama, 2007). Namun demikian, bentuk geometris ulir sangatlah penting untuk diperhatikan karena bentuk ulir ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada ruang ekstruder yang akan menyebabkan aliran bahan dari satu ruang ke ruang yang lain, baik ke arah negatif maupun ke positif (Jowitt, 1984). Secara umum, ulir pada ekstruder ulir ganda dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu ulir intermeshing dan non-intermeshing. Pada ulir ekstruder tipe non-intermeshing, jarak antara poros ulir setidaknya sama dengan diameter luar ulir. Sedangkan pada ulir tipe intermeshing, jarak antar poros ulir lebih kecil daripada diameter luar ulir, atau permukaan ulir dalam keadaan saling bersentuhan. Pada ulir tipe ini bahan yang tergelincir dari dinding barrel mungkin, tetapi tidak akan menempel pada ulir karena ulir intermeshing yang satu akan mencegah bahan pada ulir lain untuk berputar dengan bebas atau slip di ulir (Jowitt, 1984). Selain dua kategori utama tersebut, terdapat juga beberapa jenis konfigurasi ulir pada ekstruder ulir ganda berdasarkan arah putarannya. Yang pertama ialah intermeshing/non-intermeshing counter rotating, dimana pada tipe
ini
arah
putaran
ulir
saling
berlawanan.
Kedua
ialah
tipe
intermeshing/nonintermeshing co-rotating, dimana arah putaran ulir sama.
8
Gambar 3 Tipe – tipe ulir pada ekstruder ulir ganda: a)counter-rotating, intermeshing; b) co-rotating, intermeshing ;c) counter-rotating, nonintermeshing; d) co-rotating, non-intermeshing. (Sumber: Janssen dalam Pratama, 2007) d. Konfigurasi ulir Ulir terdiri dari bagian sayap yang melingkar sepanjang laras dengan pola heliks. Konfigurasi pada bagian ini mencakup sudut yang dibentuk terhadap poros/laras, ketinggian sayap terhadap laras, banyaknya sayap setiap satuan panjang tertentu dari laras/kerapatan ulir, perubahan diameter poros/laras dari feeder hingga die. Ketika berputar, semua faktor tersebut akan mempengaruhi mobilitas transportasi bahan dari feeder ke die, gesekan yang terjadi antara bahan dengan permukaan ulir, dan besarnya tekanan di dalam barrel. Pada ekstruder berulir tunggal, desain gerak maju ulir/kerapatan ulir dan ketinggian sayap dapat berubah sepanjang masuk hingga keluarnya bahan. Pada umumya, keduanya mengalami penurunan dari ujung masuk hingga ujung keluarnya bahan lewat die. Beberapa konfigurasi ulir dan kombinasinya dengan barrel dapat dilihat pada gambar 4.
Diameter poros bertambah, kerapatan ulir tetap
Diameter poros tetap, kerapatan ulir bertambah
9
Diameter poros tetap, kerapatan ulir tetap, barrel menyempit
Diameter poros tetap, kerapatan ulir bertambah, barrel tetap, penambahan halangan
Diameter poros tetap, kerapatan ulir bertambah, barrel menyempit Gambar 4 Variasi konfigurasi dari screw dan barrel untuk mendapatkan tekanan (Harper dalam Curtis, LW., University of Nebraska, 1997)
Kebanyakan bahan masuk memiliki densitas 500 g/L dalam bentuk bubuk. Seiring bahan ekstrudat tersebut meleleh dan mengalir akibat pemasakan dan pencampuran di dalam barrel , densitas ekstrudat meningkat hingga kira – kira 1800 g/L tepat sesaat sebelum keluar dari die (Huber dalam Rooney, 2002). Oleh karena itu, diperlukan konfigurasi untuk mengurangi perpindahan volume ekstrudat di dalam barrel secara bertahap agar aliran ekstrudat tidak mengalami penyumbatan. Jika terjadi penyumbatan pada aliran ekstrudat, akan terlihat pada die yaitu aliran keluar ekstrudat yang tidak seragam sehingga produk yang dihasilkan memiliki bentuk yang tidak sempurna. Sudut sayap dari ulir relatif terhadap poros berpengaruh terhadap besarnya pencampuran dan efisiensi perpindahan ekstrudat dari feeder ke die. Pada bagian pangkal (feeder) ulir, sudut ulir terhadap poros dibuat relatif miring ke kanan (gambar 5) untuk memudahkan perpindahan ekstrudat yang
10
densitasnya masih rendah. Sejalan dengan meningkatnya densitas, sudat muka ulir dibuat mendatar untuk meningkatkan pencampuran dan menurunkan kecepatan perpindahan ekstrudat. Sudut muka ulir yang relatif pipih juga berfungsi untuk meremas bahan ekstrudat.
Ulir pangkal
Ulir peremas
Ulir pemasakan
Gambar 5 Profil sayap ulir pada ekstruder ulir tunggal (Wenger Manufacturing, Inc., Kansas dalam Rooney, 2002)
Beberapa variasi konfigurasi ulir pada ekstruder ulir ganda dapat dilihat pada gambar 3. Semua konfigurasi tersebut akan menghasilkan gerak positif dari bahan tanpa harus diperlengkapi dengan mekanisme antirotasional di dinding barrel seperti pada ekstruder ulir tunggal. Namun demikian, mekanisme ini mengurangi efektifitas panas yang dihasilkan dari gesekan antara bahan dengan barrel. Permasalahan ini biasanya diatasi dengan melengkapi ulir pembalik pada bagian tertentu atau dengan menambahkan unsur peremas (kneading element) pada konfigurasi ulir (Huber dalam Rooney, 2002).
Gambar 6 Unsur peremas (kneading element) (Wenger Manufacturing, Inc., dalam Rooney, 2002) 11
e. Konfigurasi die dan pisau pemotong (knife) Bentuk dan diameter lubang pada cetakan (die) berpengaruh nyata terhadap tekanan yang dihasilkan pada die dan karakteristik produk (Esseghir dan Sernas, 1992). Diameter yang semakin kecil akan menghasilkan tekanan yang semakin besar. Barrel pada ekstruder bisa memiliki die yang terdiri dari satu atau lebih bukaan. Bukaan ini membentuk produk akhir dan menimbulkan gaya yang berlawanan arah dengan gaya tekan dari ulir. Penggunaan die dapat lebih dari satu hingga tiga untuk mendapatkan tekstur dan mouthfeel yang diinginkan (Huber dalam Rooney, 2002). Kecepatan pisau menentukan panjang dari produk yang dihasilkan oleh ekstruder. Semakin tinggi kecepatan pisau maka panjang produk semakin kecil, demikian sebaliknya.
B. Formulasi Bahan – bahan utama penyusun dalam proses ekstrusi makanan dapat berasal dari tumbuh – tumbuhan berumbi, berbiji, kacang – kacangan, ikan laut, dll. Bahan – bahan ini mempengaruhi karakteristik dari produk ekstrusi sesuai dengan kandungan kimia dan perubahan fisikokimia yang terjadi dalam selama proses ekstrusi. Hal inilah yang mendasari perlunya untuk mempelajari sifat – sifat bahan dan interaksinya dengan bahan lain selama proses ekstrusi. Dengan demikian dapat ditentukan komposisi bahan penyusun dalam suatu formulasi tertentu untuk mendapatkan karakteristik produk ekstrusi yang diinginkan.
12
Die ganda
Die tunggal
Die tripel
Die tunggal dengan ruang
Gambar 7 Beberapa tipe die (Wenger Manufacturing, Inc., dalam Rooney, 2002)
1. Tepung (flour) a. Tepung gandum Menurut Schwatz et al. (1992) produk esktrusi yang dibuat dengan tepung gandum memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi pada semua kisaran tingkat gelatinisasinya dibandingkan dengan pati jagung, grit jagung, dan pati gandum. Lebih lanjut dikatakan bahwa energi yang dibutuhkan tepung gandum lebih banyak daripada energi yang dibutuhkan pati jagung dan gandum untuk mendapatkan tingkat gelatinisai yang sama. Hal tersebut dikarenakan kandungan protein, lemak, dan komponen lain yang ikut menyerap energi panas dan air yang dibutuhkan untuk proses gelatinisasi.
Faubion
dan
Hoseney
(1982b)
menemukan
bahwa
penambahan lemak pada tepung terigu dapat menurunkan pengembangan produk dan merubah tekstur dan struktur produk ekstrusinya. Perbedaan kandungan protein dalam tepung gandum juga berpengaruh terhadap pengembangan, tekstur, dan struktur sel dari ekstrudat. Terigu dengan kadar protein tinggi (15%) berbeda dalam pengembangan dan struktur sel ekstrudat, sedangkan terigu dengan kandungan protein 11% dan 9% 13
berbeda dalam karakteristik dari ekstrudat. Sutheerawattananonda et al. (1994) mempelajari pengaruh ukuran protein setiap jenis tepung gandum terhadap pengembangan dan densitas ekstrudat, hasilnya adalah volume pengembangan lebih kecil pada tepung gandum yang mengandung protein lebih
besar,
sedangkan
densitasnya
lebih
besar.
Penjelasannya
dihubungkan dengan sifat protein yang sedikit larut air ketika terdenaturasi dan homogenitas kemampuan pati tergelatinisasi yang mengelilingi matrik protein. Vergnes et al. (1987) menganalisis bahwa pada tingkat energi yang sama, kelarutan tepung gandum jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelarutan pati jagung murni. b. Tepung Beras Tepung beras dibuat dengan cara digiling. Proses pertama pembuatan tepung beras adalah dengan pengayakan beras untuk menghilangkan kotoran seperti krikil, sekam, dan gabah. Beras kemudian dicuci terlebih dahulu sampai bersih, kemudian direndam di dalam air yang mengandung natrium bisulfit 1 ppm selama satu jam. Setelah itu beras ditiriskan sehingga dihasilkan beras lembab. Beras yang sudah bersih kemudian digiling dengan hammer mill berpenyaring 80 mesh, kemudian tepung beras yang sudah jadi perlu dikeringkan hingga mencapai kadar air di bawah 14 % (Tarwuyah, 2001). Menurut Hsieh et al. (1993), penambahan garam dan gula pada tepung beras dapat meningkatkan derajat pengembangan produk ekstrusi yang dihasilkan. Hasil amilograf menunjukkan bahwa ekstrudat tepung beras memiliki viskositas yang lebih rendah selama siklus pemasakan dibandingkan dengan tepung beras non-eskstrusi. Hal ini berhubungan dengan dekstrinasi yang terjadi pada pati selama proses ekstrusi (Harper, 1981). Karakteristik produk ekstrusi yang dihasilkan dari tepung beras biasanya berwarna putih terang (light). Menurut Marshall dan Normand (1991), kompleks amilosa-lemak di dalam tepung beras yang telah mengalami pemasakan harus diperhatikan khususnya kemudahan untuk mengalami retrogradasi. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa 14
kompleks amilosa-lemak meningkatkan retrogradasi dari rantai amilosa. Sifat reologi tepung beras sangat dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin seperti halnya pada tepung lain. Pada tepung beras, pasta terkonsentrasi memiliki sifat yang lebih dominan elastis (Reddy et al., 1994). c. Tepung Kentang (Potatoe Flake) Proses pembuatan flake kentang secara sederhana terdiri dari pencucian
kentang,
pengupasan,
pemotongan,
pemasakan
awal,
pendinginan, pemasakan akhir, pembentukan massa, dan pengeringan dengan drum dried (Hix, 2002). Beberapa zat aditif, seperti asam sitrat, sodium
pirofosfat,
sodium
bisulfat,
dan
antioksidan
terkadang
ditambahkan pada proses pemasakannya sebelum pengeringan untuk menjaga warna dan aroma kentang yang dihasilkan. Flake yang kering kemudian digiling untuk mendapatkan partikel dengan ukuran 40 mesh dan selanjutnya digunakan untuk skala industri sebagai ingredien snack kentang. Lebih lanjut dikatakan bahwa flake kentang memiliki pati bebas yang sangat sedikit akibat proses yang dialami. Penggilingan flake mengakibatkan sejumlah besar sel – selnya rusak sehingga mengalami aglomerasi yang terikat bersamaan dengan pati yang tergelatinisasi (Cheyne et al., 2005). Namun demikian, flake kentang memiliki kemampuan untuk mengikat dan memerangkap air secara homogen dengan lebih baik sehingga meningkatkan pengembangan yang seragam pada saat pemasakan snack serta menghasilkan produk dengan tektur yang lebih renyah. Sayangnya, tidak ada keseragaman mutu dalam produksi flake kentang di antara produsen. Kualitas yang dihasilkan sangat bergantung pada waktu pembuatan dan kondisi kentang yang digunakan. Masalah lain yang timbul dalam penggunaan flake kentang untuk proses produksi snack adalah tingginya level gula pereduksi yang berakibat pada reaksi pencoklatan pada produk yang dihasilkan. Pada umumnya, flake dengan kandungan gula di atas 3% tidak dapat diterima dalam pembuatan produk snack. 15
Maga dan Desroisier di dalam Harper (1981) melakukan ekstrusi flake kentang dengan menggunakan air yang mengandung kalsium karbonat dan magnesium karbonate. Hasil produk ekstrusi yang dihasilkan memiliki tingkat pengembangan tinggi yang menandakan gelatinisasi yang tinggi pula. Evaluasi sensori dari produk ini juga menghasilkan tingkat penerimaan yang tinggi. Produk ekstrusi dari flake kentang memiliki sifat yang elastis dan kuat, mampu untuk menahan beban produk itu sendiri pada panjang beberapa meter (Cheyne et al., 2005). Lebih lanjut dikatakan bahwa penampakan mikrostruktur ekstrudat dari flake mengindikasikan campuran sel – sel yang rusak dan pati bebas telah terhomogenisasi selama proses ekstrusi. Kohesitivitas yang dimiliki juga baik dengan struktur yang kompak. Hal ini berarti juga bahwa amilosa dan amilopektin tersebar merata selama mengalami ekstrusi.
2. Komponen biokimia a. Pati Pati dapat ditemukan pada bagian tanaman yang membentuk cadangan makanannya dalam bentuk umbi, biji, dan buah, seperti: singkong, ubi jalar, jenis kacang – kacangan, buah – buahan, dan padi – padian. Pemanfaatan yang banyak digunakan dalam produk ekstrusi berasal dari umbi dan padi – padian, seperti: kentang, jagung, beras, sorgum, barley, oat, dan gandum. Bentuk dan ukuran setiap jenis pati berbeda – beda. Pati kentang merupakan pati dengan bentuk tidak teratur dan ukuran yang terbesar di antara pati yang lain. Pati beras memiliki bentuk yang teratur dan ukuran yang kecil. Pati jagung dan sorgum memiliki bentuk menyerupai bola dan berukuran sedang. Pati tersusun atas molekul – molekul glukosa (homopolimer) yang berikatan α-glikosidik. Ikatan ini terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu α(1,4)-D-glukosa
dan
α-(1,6)-D-glukosa.
Ikatan
α-(1,4)-D-glukosa
membentuk rantai polimer yang digambarkan lurus dan panjang, tetapi 16
sebetulnya berbentuk heliks (Huang dan Rooney, 2002). Rantai polimer yang lurus ini disebut sebagai amilosa dan bersifat mudah berikatan dengan molekul asam lemak bebas, gliserida rantai pendek, alkohol, dan iodin (Huang dan Rooney, 2002). Ikatan α-(1,6)-D-glukosa membentuk percabangan sehingga rantai polimernya terlihat seperti percabangan pada pohon. Rantai polimer yang bercabang ini disebut sebagai amilopektin yang menyusun hampir sebagian besar dari pati, walaupun setiap cabang tersusun atas ikatan α-(1,4)-D-glukosa (tabel 1). Tabel 2 Perkiraan kandungan amilosa dan amilopektin beberapa jenis pati Amilosa (%)
Amilopektin (%)
KSG* (oC)
Jagung
25
75
62-72
Jagung lunak
<1
>99
63-72
56-70 (atau lebih
45-30 (atau lebih
tinggi)
rendah)
Kentang
20
80
50-60
Beras
19
81
68-78
Beras lunak
<1
>99
68-77
tapioka/singkong/ubi
17
83
52-61
Gandum
25
75
58-63
Sorgum
25
75
65-74
Sorgum lunak
<1
>99
64-73
Sorgum lunak sebagian
<20
>80
64-73
Tipe Pati
Jagung tinggi amilosa
70-95+
* KSG: Kisaran Suhu Gelatinisasi (Sumber: Huang dan Rooney, 2002)
Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin berpengaruh terhadap perubahan sifat – sifat fisik dan kimia dari pati selama proses. Amilosa dapat mudah mengalami retrogradasi dan membentuk struktur yang keras jika suhu proses telah turun. Dalam proses ekstrusi, sifat ini akan mengurangi pengembangan dari produk. Amilopektin lebih mudah diputus ikatannya daripada amilosa di bawah kondisi proses dengan tingkat 17
gesekan yang tinggi seperti pada ekstrusi dan mengalamai laju retrogradasi yang lebih lama daripada amilosa. Berkebalikan dengan amilosa, pengembangan produk pada proses ekstrusi meningkat dengan adanya amilopektin (Huang dan Rooney, 2002). b. Serat Serat makanan (Diatary Fiber) merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Komposisi kimia serat makanan bervariasi tergantung dari komposisi dinding sel tanaman penghasilnya. Pada dasarnya komponen komponen penyususn dinding sel tanaman terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, mucilage yang kesemuanya ini termasuk ke dalam serat makanan. Serat makanan terbagi ke dalam dua kelompok yaitu serat makanan tak larut (unsoluble dietary fiber) dan serta makanan larut (soluble dietary fiber). Serat tidak larut contohnya selulosa, hemiselulosa dan lignin yang ditemukan pada serealia, kacang - kacangan dan sayuran. Serat makanan larut contohnya gum, pektin dan mucilage (Tensiska, 2008). Penggunaan
serat
masih
terbatas
dalam
kaitannya
dengan
pengembangan produk ekstrusi. Serat buah, kedelai, dan kacang kapri biasanya dipertimbangkan untuk mengurangi sedikit pengembangan produk ekstrusi pada konsentrasi 5 % - 10 %. Penambahan serat dari beras dan oat secara normal dapat mengurangi pengembangan secara nyata (Huber dalam Rooney, 2002). d. Protein Peranan protein di dalam proses ekstrusi sangatlah sedikit. Pada proses
pengembangan
produk,
protein
hampir
dikatakan
tidak
berkontribusi, tetapi pengaruhnya kuat terhadap tekstur dan sifat flavor dari produk (Huang dan Rooney, 2002). Frazier et al (1983) yang diacu dalam Mitchell dan Areas (1992) menemukan kadar air yang optimum untuk pengembangan dan teksturisasi dari grit kedelai, di mana pada kasus sereal, pengembangan pada umumnya meningkat seiring dengan penurunan kadar 18
air. Namun, Meuser dan Wiedman (1989) di dalam Walker et al (1992) menemukan bahwa penambahan kasein pada pati gandum dapat mengurangi kepadatan produk (bulk density) karena kasein lebih mengembang daripada pati gandum. Proses teksturisasi oleh protein terhadap produk ekstrusi berbasis protein telah dipelajari selama beberapa dekade, khususnya terhadap protein dari kedelai (Doi dan Kitabatake dalam Kokini, 1992). Stanley et al (1982) yang diacu dalam Mitchell dan Areas (1992) memberikan bukti bahwa ikatan disulfida hanya memberikan sedikit pengaruh dalam pembentukan tekstur produk akhir ekstrusi dan berpendapat bahwa ikatan peptida baru, terbentuk pada suhu tinggi (± 180 o
C), bertanggung jawab terhadap tekstur produk. Jadi, sangatlah penting
untuk mengetahui kandungan bahan mentah yang digunakan untuk proses ekstrusi, apakah tinggi protein atau tinggi polisakarida (pati dan serat) untuk mendapatkan sifat fisik yang diinginkan. e. Lemak Lemak atau minyak menyebabkan pelemahan adonan, mengurangi kekerasan dari produk ekstrusi, dan meningkatakan sifat plastis dari produk (Harper, 1981 di dalam Walker et al, 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa penambahan lemak berakibat pada berkurangnya pengembangan produk ekstrusi dari tepung gandum sekaligus merubah struktur yang dihasilkan (Faubion dan Hoseney, 1982b di dalam Walker et al, 1992). Lemak mungkin dapat dijadikan suatu alternatif dalam proses ekstrusi untuk mengontrol tekstur dalam dan luar dari produk ekstrusi terkait dengan sifat – sifat di atas. Lemak juga dapat membentuk kompleks dengan pati dikarenakan kemampuan dari fraksi amilosa pati dapat berikatan dengan asam – asam lemak (Hanna dan Bhatnagar, 1994). Hal ini menyebabkan produk ekstrusi yang dihasilkan akan memiliki sifat daya serap terhadap air yang rendah (Water Absorption Index) dan kelarutan yang rendah pula (Water Solubility Index) karena terdapat perbedaan kepolaran. Gallowat et al (1989) yang diacu dalam Hanna dan Bhatnagar (1994) menemukan bahwa kompleks 19
amilosa-gliserilmonostearat yang terbentuk selama ekstrusi dari pati gandum menyebabkan juga penurunan derajat pengembangan dari produk dan daya serang enzim. Kompleks antara amilosa dengan lemak juga dapat meningkat dengan adanya penambahan tekanan dan suhu (Huber dalam Rooney, 2002). Lemak ataupun minyak biasa digunakan sebagai pelumas di dalam mesin (lubricant) karena sifatnya yang dapat mengurangi gaya gesek antar permukaan, Dalam proses ekstrusi, yang memanfaatkan gesekan untuk meningkatkan suhu, sifat ini tidaklah begitu dikehendaki. Keberadaan lemak di dalam produk makanan yang terlalu banyak dapat mengurangi gaya gesek yang terjadi antar partikel dengan ulir dan ulir dengan barrel sehingga dapat mengurangi suhu di dalam barrel. Pada proses yang menggunakan ekstruder ulir tunggal (SSE), kadar lemak hendaknya tidak lebih dari 7 %. Akan tetapi, untuk ekstruder ulir ganda (TSE) dapat digunakan formula bahan dengan kadar lemak lebih dari 25 % dikarenakan sifat konversi energi mekanik menjadi panas yang lebih baik (Huber dalam Rooney, 2002).
C. Pangan Ekstrusi Pemanfaatan prinsip ekstrusi dalam bidang pangan telah menghasilkan berbagai macam jenis produk. Penggolongan dari berbagai jenis produk tersebut adalah makanan ringan generasi kedua (second generation snacks), makanan ringan generasi ketiga (third generation snacks), co-extruded products, makanan ringan berbasis masa (masa-based snacks), dan flatbread/crispbread/crackers (Huber dalam Rooney, 2002). Setiap jenis golongan dibedakan berdasarkan konfigurasi jenis mesin ekstruder, kondisi proses ekstrusi, dan perlakuan sebelum dan sesudah ekstrusi. Makanan ringan generasi kedua memiliki nama lain direct-expanded extrusion products yang berarti bahan baku segera mengalami pengembangan tepat sesaat keluar dari mesin ekstrusi (gambar 8). Mekanisme pengembangan tersebut dan kaitannya dengan perubahan sifat fisikokimia bahan di dalam barrel merupakan hal yang paling menarik perhatian para peneliti hingga saat 20
ini. Jenis ini memiliki bulk density yang rendah akibat menguapnya banyak air selama pengembangan
sekaligus terbentuk tekstur produk yang porous.
Jagung berupa grit paling banyak digunakan sebagai bahan baku utama. Proses lanjutan yang biasa dilakukan adalah pengeringan dengan oven dan penggorengan dengan sedikit minyak. Keduanya memiliki tujuan utama, yaitu mengurangi kadar air di dalam produk. Namun, produk ini cepat mengalami kerusakan pada penyimpanan yang lama sehingga harus disimpan di dalam wadah yang tidak terkena udara secara langsung. Penambahan bumbu bisa berupa bumbu kering maupun larutan bumbu. Penambahan dengan larutan bumbu sebaiknya dilakukan sebelum produk dikeringkan dengan oven sehingga tidak membuat proses yang berulang yang berpotensi merusak tekstur dari produk.
Gambar 8 Direct-expanded snack foods (Wenger manufacturing, Inc dalam Rooney, 2002) Makanan ringan generasi ketiga disebut juga sebagai makanan ringan setengah jadi (half-product). Artinya, makanan ringan jenis ini tidak dapat secara langsung dikonsumsi. Selain itu, produk ekstrusi ini belum mengalami pengembangan seperti halnya pada makanan ringan generasi kedua. Jika akan dikonsumsi, produk ini harus terlebih dahulu digoreng atau dioven agar mengembang. Proses khusus dari pembuatan produk ini adalah dengan pengurangan suhu dan tekanan secara bertahap dan bentuk cetakan yang sedang. Akibatnya bahan tidak mengalami pengembangan, yang disebabkan karena perbedaan tekanan yang besar, saat keluar dari cetakan dan mengandung kadar air yang tinggi (20 – 25%).
21
Gambar 9 Third generation snack foods (Wenger manufacturing, Inc dalam Rooney, 2002) Co-ekstruded snacks merupakan istilah untuk hasil ekstrusi yang memiliki bagian terisikan. Dengan kata lain, produk ekstrusi ini memiliki isi tertentu, biasanya berupa pasta, untuk menambah cita rasa dari produk. Proses pengisian ini tidak dilakukan secara terpisah, tetapi bersamaan ketika ekstrudat keluar dari cetakan (die). Hal ini dapat dilakukan dengan mendesain cetakan yang dilengkapi dengan saluran tempat memasukkan bahan pengisi dan memungkinkan bahan pengisi tersebut terjepit di antara dinding produk ekstrusi (gambar 11).
22
Gambar 10 Contoh produk co-ekstruded (Wenger manufacturing, Inc dalam Rooney, 2002)
Gambar 11 Contoh die untuk pengisian pasta pada bagian tengah (Wenger manufacturing, Inc dalam Rooney, 2002)
23
Penerapan proses ekstrusi untuk makanan ringan berbasis masa (masabased snacks) terletak pada pembuatan tepung masa jagung. Proses ekstrusi digunakan sebagai pengganti proses pemasakan (cooking) pada pembuatan tepung masa jagung secara tradisional. Pembuatan dengan proses ekstrusi dapat mengurangi waktu pada tahapan steeping bahkan pada tujuan proses tertentu tahapan steeping tidak diperlukan. Kondisi proses ekstrusi yang digunakan adalah mekanikal energi yang rendah, kadar air tinggi, suhu barrel berkisar 120oC – 150oC, tekanan berkisar 10-15 atm, dan lubang cetakan yang berdiameter sedang (6-9 mm). Pasca ekstrusi, ekstrudat masa jagung dikeringkan kemudian digiling dengan ukuran 40 – 60 mesh (Huber dalam Rooney, 2002). Crispbread/cracker merupakan makanan ringan yang berasal dari Eropa dan sekarang telah dikenal di seluruh dunia. Produk ini memiliki densitas yang rendah dan porous seperti halnya pada makanan ringan generasi kedua. Kondisi proses ekstrusi yang dilakukan juga hampir sama dengan kondisi proses ekstrusi pada makanan ringan generasi kedua. Perbedaan proses ekstrusi cracker dengan proses ekstrusi makanan ringan generasi kedua adalah pada desain die dan pemotongan. Desain die untuk cracker adalah berupa celah yang lebar sehingga ekstrudat keluar dalam bentuk lembaran. Lembaran ini kemudian dipindahkan ke bagian pisau pemotong dengan konveyor kemudian dikeringkan hingga mencapai kadar air tertentu (± 4%). Bentuk produk dicetak sekaligus oleh pisau pemotong.
Gambar 12 Contoh crispbread (http://www.fotosearch.com/FDC005/965136/ )
24