II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Menurut Seyhan (1990), siklus atau daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer yaitu mulai dari proses evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun tubuh air, dan evaporasi kembali. Gambaran mengenai proses lengkap siklus hidrologi ditunjukkan pada Gambar 1. Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan lan-lain) jauh ke atas vegetasi, batuan gandul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran-saluran sungai. Air yang jatuh pada vegetasi disebut intersepsi. Sebagian presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah. Sebagian dari presipitasi yang membasahi permukaan tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan membentuk cadangan lengas tanah (soil water storage) yang kapasitasnya bergantung pada tekstur, jenis tanah dan jenis tanaman. Sebagian lagi bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat jenuh di bawah muka air tanah dan menjadi air tanah (groundwater). Air ini secara perlahan berpindah melalui aktifer ke saluran-saluran sungai yang disebut limpasan air tanah (groundwater runoff). Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan (subsurface runoff atau interflow). Air yang berinfiltrasi juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen. Air yang mengalir ini disebut limpasan permukaan (surface runoff). Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi. Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir kembali ke laut dan selanjutnya berevaporasi. Selanjutnya, air ini kembali lagi ke permukaan bumi sebagai presipitasi.
Evaporasi Presipitasi
Evaporasi
Cadangan salju
Salju
Presipitasi Evaporasi
Curah hujan
Intersepsi
Transpirasi
Limpasan permukaan
Aliran sungai
Debit mata air
Aliran air tanah
Lautan dan Samudra
Evaporasi Intrusi garam
Kenaikan kapiler
Perembesan air tanah
Cadangan air tanah
Perkolasi
Cadangan lengas tanah
Infiltrasi
Detensi permukaan dan cadangan depresi
Evaporasi
Uap air di atmosfer
Presipitasi tanah
Cadangan permukaan (danau, sungai, kanal, dan lain-
Leburan Salju
Gambar 1. Bagan Alir Daur Hidrologi (Seyhan, 1990)
6
2.2 Neraca Air Menurut Mori (2006), dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu disebut neraca air. Seyhan (1990) mendefenisikan persamaan neraca air sebagai persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih cadangan. Dalam perhitungan neraca air, penentuan jenis masukan dan keluaran air disesuaikan dengan ruang lingkup dimana neraca air akan dianalisis. Menurut Thornthwaite and Mather (1957), pada suatu daerah tangkapan, perhitungan neraca air dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (1). P = ET + △St ………………………………………………………… (1) dimana : P
= presipitasi (mm/bulan)
ET
= evapotranspirasi (mm/bulan)
△St
= perubahan cadangan air (mm/bulan) Presipitasi merupakan sumber utama pemasukan air pada suatu lahan yang
masuk ke lahan dengan berbagai cara, misalnya dengan intersepsi dari tumbuhtumbuhan atau jatuh langsung ke tanah. Evapotranspirasi adalah hasil akumulasi dari semua jenis kehilangan air pada suatu lahan tertentu. Selisih antara nilai presipitasi dan evapotranspirasi pada suatu daerah tangkapan disebut cadangan air yang berarti jumlah masukan air total pada keseluruhan luas lahan yang dianalisis, yang masih tersedia dan dapat dimanfaatkan pada lahan tersebut (Parapat, 1997). Pada metode ini semua aliran masuk dan keluar air serta nilai kapasitas cadangan air tanah pada lokasi dengan kondisi tanaman tertentu digunakan untuk mendapatkan besarnya kadar air tanah, kehilangan air, surplus air, dan defisit air. Dalam proses analisis neraca air dengan persamaan Thornthwaite, diperlukan data curah hujan bulanan, suhu udara bulanan, penggunaan lahan, jenis atau tekstur tanah, serta letak lintang daerah tersebut. Perhitungan neraca air persamaan Thornthwaite dapat memberikan gambaran curah hujanlebih (CHlebih) dan defisit air pada suatu kawasan. Setelah simpan air mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity),
7
kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai CHlebih. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian CHlebih dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi dan perubahan kadar air tanah. Selanjutnya, CHlebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah. Surplus air dapat ditentukan dengan persamaan (2). S = P – ETP - △St ……………………………………………………… (2) dimana : S = Surplus/ CHlebih (mm/bulan) Jika curah hujan yang turun lebih kecil dari evapotranspirasi aktual, akan terjadi defisit air. Nilai defisit air merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan evapotrasnpirasi potensial (ETP) tanaman. Defisit air adalah selisih antara nilai evapotranspirasi potensial (ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA) yang ditunjukkan dengan persamaan (3). D = ETA - ETP ………………………………………………………….. (3) dimana : D = defisit air (mm/bulan) Menurut Thornthwaite and Mather (1957), mayoritas stasiun iklim hanya memiliki satu jenis musim, musim kering atau musim basah. Pada wilayah kering, curah hujan tidak cukup untuk mengembalikan lengas tanah pada kapasitas maksimum. Pada wilayah ini, selalu terjadi defisit air pada akhir periode. Sebaliknya, pada daerah daerah basah, nilai defisit air selalu nol pada akhir periode. 2.2.1
Presipitasi Mori (2006) mendefenisikan presipitasi sebagai uap yang mengkondensasi
dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi. Jumlah presipitasi selalu dinyatakan dalam satuan mm/bulan. Seyhan (1990) menyatakan bentukbentuk presipitasi vertikal antara lain hujan, hujan gerimis, salju, hujan es batu dan sleet (campuran hujan dan salju). Sifat-sifat hujan yang penting sehubungan dengan proses terjadinya adalah jumlah dan intensitas hujan, lama hujan, serta pola distribusi hujan. Sifat-sifat tersebut mempengaruhi debit dan volume aliran permukaan (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja dalam Parapat, 1997). Untuk mempelajari keadan suatu daerah 8
tangkapan sehubungan dengan curah hujannya, data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan daerah yang ditentukan dari beberapa stasiun di daerah tersebut. 2.2.2
Evapotranspirasi Peristiwa air atau es menjadi uap dan naik ke udara disebut penguapan.
Penguapan terjadi pada permukaan air, permukaan tanah, padang rumput persawahan, hutan, dan lain-lain pada tiap keadaan suhu, sampai udara di atas permukaan menjadi jenuh dengan uap. Kecepatan dan jumlah penguapan tergantung dari suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan tekanan atmosfer (Mori, 2006). Menurut Eagleson dalam Seyhan (1990), tidak semua presipitasi yang mencapai permukaan secara langsung berinfiltrasi ke dalam tanah atau melimpas di atas permukaan tanah. Sebagian dari total presipitasi, secara langsung atau setelah memenuhi simpanan permukaan dan bawah permukaan, hilang dalam bentuk evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan gabungan dari evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan proses dimana air menjadi uap, sedangkan transpirasi adalah proses dimana air menjadi uap melalui metabolisme tanaman (Mori, 2006). Ada
dua
istilah
evapotranspirasi
yang
umum
digunakan
yaitu
evapotranspirasi aktual dan potensial. Evapotranspirasi aktual adalah air yang dikeluarkan yang tergantung pada kelembaban udara, suhu, dan kelembaban relatif. Evapotranspirasi aktual merupakan nilai evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi pada suatu daerah. Sedangkan evapotranspirasi potensial adalah sejumlah air yang menguap di bawah kondisi optimal diantara persediaan air yang terbatas. Pendugaan besarnya evapotranspirasi dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain adalah metode Blaney Criddle, metode Thonthwaite, metode keseimbangan energi, metode Penman, metode korelasi dengan pengukuran evaporasi dan metode radiasi. Menurut Doorenbos and Pruitt (1977), untuk wilayah dimana terdapat data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyiranan matahari, disarankan untuk menggunakan metode Penman. Dibanding dengan metode yang lain, metode ini dianggap memberikan hasil yang
9
memuaskan.
Pendugaan
nilai
evapotranspirasi
dengan
metode
Penman
menggunakan persamaan (4). ETo = c [W.Rn + (1-W).f(u).(ea-ed)]………………………………………….. (4) dimana : ETo
= evapotransirasi tanaman acuan (mm/hari)
W
= suhu-berhubungan dengan faktor pembobot
Rn
= lama penyinaran matahari setara dengan evaporasi (mm/hari)
F(u)
= faktor kecepatan angin
Ea-ed = perbedaan antara tekanan jenuh dan aktual rata-rata c
= faktor penyesuaian Untuk mengetahui nilai ET tanaman tertentu, ETo dikalikan dengan nilai
Kc yakni koefisien tanaman yang tergantung pada jenis tanaman dan tahap pertumbuhan. Nilai Kc tersedia untuk setiap jenis tanaman. Perhitungan nilai ETc dapat dilihat pada persamaan (5). Nilai ETc dapat dikonversi kedalam satuan mm/ bulan dengan cara mengalikan nilai ETc (mm/hari) dengan jumlah hari tertentu dalam suatu bulan. ETc = Kc. ETo………………………………………………………………… (5) dimana : ETc
= Evapotranspirasi potensial tanaman (mm/hari)
Kc
= koefisien pertanaman
2.2.3
Simpanan Air (Water Storage) Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan
jumlah air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Bagi suatu daerah perakaran, bila dipandang sebagai ruang tempat terjadinya proses neraca air, besarnya cadangan lengas tanah maksimum adalah hasil perkalian antara jumlah air yang tersedia dengan kedalaman zona perakaran (Parapat, 1997). Menurut Thornthwaite and Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Sebagai contoh, tanah
10
berpasir hanya dapat menahan air sekitar satu sampai dua cm tiap 30 cm, sedangkan untuk tanah liat dapat menahan lebih dari 10 cm tiap 30 cm. Selain itu, perbedaan jenis tanaman juga menentukan kedalaman akar yang dapat dicapai oleh tanaman tersebut. Tanaman sayuran seperti bayam, buncis, dan lain-lain hanya dapat menyimpan air dalam jumlah kecil sesuai dengan kedalaman akar yang dangkal. Sebaliknya tanaman seperti pohon, perdu, rumput dapat menyimpan air dalam jumlah yang jauh lebih besar sesuai kedalaman akarnya dibanding tanaman sayuran. Namun, jenis tanaman yang sama pun akan menghasilkan kapasitas cadangan lengas tanah yang berbeda pula jika ditanam pada jenis tanah yang berbeda. Menurut Zelfi dalam Parapat (1997), besarnya cadangan lengas tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air oleh tanah. Perubahan ini diidentifikasikan dengan adanya perubahan kelembaban
pada zona perakaran.
Menurut
Thonthwaite and Mather (1957), kapasitas simpanan air tanah (Sto) dihitung dengan persamaan (6) STo = (KLfc – KLwp)x dZ ………………………………………………………(6) dimana : KL fc = kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm) KLwp = kadar lengas tanah titik layu permanen (mm) dZ
= kedalaman jeluk tanah (mm) Dalam estimasi cadangan lengas tanah pada suatu daerah perakaran
tertentu untuk periode tertentu, penentuan nilai daya menahan air oleh tanah adalah suatu hal yang sulit karena ditentukan oleh dua faktor yaitu klasifikasi tanaman dan tektur tanah (Thonthwaite and Mather, 1957). Untuk itu Thornthwaite and Mather (1957) telah memberikan pedoman untuk menentukan nilai kapasitas cadangan lengas tanah di daerah seperti terlihat pada Tabel 1. Analisa perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (7). △ST = STi – ST(i-1) …………………………………………………………… (7) STi
= cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan)
11
Tabel 1. Nilai kapasitas cadangan lengas tanah pada beberapa kombinasi tekstur tanah dan klasifikasi tanaman Air tersedia (mm/ m)
Daerah perakaran (m)
Cadangan lengas tanah (mm)
Pasir halus
100
0.50
50
Lempung berpasir halus
150
0.50
75
Lempung berdebu
200
0.62
100
Lempung berliat
250
0.40
100
Liat
300
0.25
75
Pasir halus
100
0.75
75
Lempung berpasir halus
150
1.00
150
Lempung berdebu
200
1.00
200
Lempung berliat
250
0.80
200
Liat
300
0.50
150
Pasir halus
100
1.00
100
Lempung berpasir halus
150
1.00
150
Lempung berdebu
200
1.25
250
Lempung berliat
250
1.00
250
Liat
300
0.67
200
Pasir halus
100
1.50
150
Lempung berpasir halus
150
1.67
250
Lempung berdebu
200
1.50
300
Lempung berliat
250
1.00
250
Liat
300
0.67
200
Pasir halus
100
2.50
250
Lempung berpasir halus
150
2.00
300
Lempung berdebu
200
2.00
400
Lempung berliat
250
1.60
400
Liat
300
1.17
350
Klasifikasi tanaman Tanaman berakar dangkal
Tanaman berakar sedang
Tanaman berakar dalam
Tanaman buahbuahan
Tanaman hutan
Tekstur tanah
Sumber : Thornthwaite and Mather, 1957
Thonthwaite and Mather (1957) telah mengembangkan suatu metode penghitungan neraca air yang lebih kompleks daripada metode aljabar sederhana terdahulu. Pada metode ini semua aliran masuk dan keluar air serta nilai kapasitas cadangan lengas tanah pada lokasi dengan kondisi tanaman tertentu digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai cadangan lengas tanah, kehilangan air, CHlebih dan defisit cadangan air, limpasan dan pertambahan muka air tanah (dangkal) pada lokasi tersebut untuk setiap bulannya. Perhitungannya memerlukan 12
keterangan mengenai jenis tanaman, tekstur tanah dan kapasitas cadangan lengas tanah. Hasil perhitungannya akan memberikan gambaran kondisi neraca air tahunan yang lengkap untuk suatu lokasi dan dapat dijadikan acuan untuk perencanaan selanjutnya. Kapasitas simpan air akan bergantung dengan laju infiltrasi yang terjadi. Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, yang umumnya melalui permukaan dan secara vertikal. Sedangkan laju infiltrasi (infiltration rate) adalah banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah, dinyatakan dalam mm/ jam. Kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada suatu saat disebut kapasitas infiltrasi (Arsyad, 2006). Menurut Lee (1988), air yang berinfiltrasi ke dalam tanah dapat mengalir secara cepat sebagai aliran dalam (interflow), berperkolasi ke lapisan batuan di bawahnya dan reservoir air tanah, atau disimpan sementara waktu sebagai lengas tanah. Lengas tanah memainkan fungsi-fungsi yang vital dalam melarutkan unsur-unsur hara dan menyokong kehidupan tanaman. Akan tetapi secara hidrologis, lengas tanah merupakan suatu reservoir simpan yang naik turun secara cepat akibat penyerapan air oleh akarakar tanaman untuk transpirasi dan evaporasi langsung dari permukaan. Setelah kapasitas pada daerah perakaran terpenuhi, air akan mengalami perkolasi dan menjadi air tanah. Menurut Schwab et al (1960), air tanah (groundwater) merupakan air yang tersedia di bawah permukaan. Air tanah dihasilkan dari presipitasi yang mencapai batas jenuh air bawah permukaan melalui infiltrasi dan perkolasi. Air tanah dipergunakan untuk banyak hal antara lain sumur, sumber mata air dan sumber penampungan air. Di banyak wilayah, air tanah merupakan sumber air utama sehingga penggunaan atau penarikan air jauh lebih cepat dibanding pengisiannya melalui infiltrasi dan perkolasi. Hal ini yang penting diperhatikan dalam konservasi air. Air yang bergerak di tanah melalui bawah perakaran tanaman menuju lapisan batuan bawah disebut perkolasi dalam. Sebagian besar air yang mengalami perkolasi akan mencapai batas jauh di bawah wilayah perakaran dan akan mengisi cadangan air tanah. Proses ini disebut pengisian air tanah. Air tanah terdiri dari kurang lebih 4% dari total air yang ada dalam siklus air (Ward and Trimble, 1995).
13
2.2.4 Limpasan Jika intensitas curah hujan maupun lelehan salju melebihi laju infiltrasi, kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan. Bila kapasitas cadangan permukaan dilampaui, limpasan permukaan mulai sebagai suatu aliran lapisan yang tipis. Seyhan (1990) mendefenisikan limpasan sebagai bagian presipitasi yang terdiri atas gerakan gravitasi air baik kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan yang nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus. Menurut Schwab, et al (1981), limpasan (run off) adalah bagian dari presipitasi yang mengalir menuju saluran saluran, sungai, danau dan laut. Dalam hal ini, limpasan pada permukaan juga termasuk ke dalamnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan terdiri dari dua hal utama yaitu presipitasi dan daerah aliran sungai (DAS). Durasi, intensitas serta sebaran curah hujan mempengaruhi laju dan volume limpasan. Faktor-faktor DAS yang mempengaruhi limpasan antara lain ukuran, bentuk, arah, topografi, geologi dan tutupan permukaan. Laju dan volume limpasan meningkat sebandingan dengan peningkatan luas DAS. DAS yang sempit akan menyebabkan laju limpasan lebih rendah dibanding pada DAS yang padat dalam luasan yang sama. Tutupan vegetasi dapat memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah terhadap air sehingga dapat mengurangi laju limpasan puncak. Karakteristik limpasan dalam sebuah DAS dalam kaitannya dengan penutupan vegetasi ditunjukkan pada Tabel 2. Mori (2006) mengklasifikasikan limpasan ke dalam tiga bentuk yaitu limpasan permukaan, limpasan bawah permukaan dan limpasan air tanah. Limpasan permukaan adalah bagian limpasan yang melintas di atas permukaan tanah menuju saluran sungai. Limpasan bawah permukaan adalah bagian dari limpasan permukaan yang disebabkan oleh presipitasi yang berinfiltrasi ke tanah permukaan dan bergerak secara lateral melalui horison-horison tanah bagian atas menuju sungai (Chow dalam Seyhan, 1990). Limpasan air tanah adalah air tanah yang bergerak sedikit demi sedikit muncul ke permukaan pada daerah yang lebih rendah.
14
Tabel 2. Karakteristik hasil limpasan Karakteristik DAS Penutupan Lahan
Limpasan yang dihasilkan 100 (ekstrim) tidak ada penutupan tanaman yang efektif ; lahan gundul, penutupan yang jarang
75 (tinggi)
50 (normal)
25 (rendah)
buruk menuju cukup; areal pertanian murni, miskin akan pentutupan vegetasi alami, kurang dari 10% dari wilayah drainase berada dalam kondisi tidak baik
Cukup menuju baik ; sekitar 50% wilayah drainase terdiri dari komposisi padang rumput yang baik, areal hutan yang baik, atau tutupan lahan sejenisnya, serta tidak lebih dari 50% areal lahan merupakan areal pertanian murni
baik menuju sangat baik ; sekitar 90% area drainase merupakan komposisi padang rumput yang baik, areal hutan yang baik, atau tutupan lahan sejenisnya.
Sumber : Schwab et al(1981)
Menurut Troeh et al (2004), limpasan DAS (meliputi limpasan permukaan dan bawah permukaan) pada penelitian di benua Amerika memiliki kisaran antara 2,4-57%. Limpasan dipengaruhi oleh intensitas hujan, sifat-sifat tanah, susunan lahan, dan tutupan vegetasi. Limpasan yang melebihi 75% dari total curah hujan merupakan limpasan karena miskinnya vegetasi. Untuk menduga besaran limpasan yang terjadi di suatu kawasan, perlu diketahui nilai koefisien aliran permukaan. Schwab et al (1981) menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan (C) didefenisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup dan intensitas hujan. Nilai C untuk daerah urban tertera pada Tabel 3. 2.3 Konservasi Tanah dan Air Menurut Arsyad (2006), konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat – syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak serta menjaga ketersediaan air agar tetap cukup pada waktu musim kemarau.
15
Tabel 3. Koefisien aliran permukaan (C ) untuk daerah urban Koefisien C
Macam Daerah 1. Daerah perdagangan : - Pertokoan (down town) - Pinggiran 2. Pemukiman : - Perumahan satu keluarga - Perumahan berkelompok, terpisah – pisah - Perumahan berkelompok, bersambungan - Suburban - Daerah apartemen 3. Industri : - Daerah industri ringan - Daerah industri berat 4. Taman, pekuburan 5. Tempat bermain 6. Daerah stasiun kereta api 7. Daerah belum diperbaiki 8. Jalan 9. Bata : - Jalan, hamparan
0.70 - 0.90 0.50 - 0.70 0.30 - 0.50 0.40 - 0.60 0.60 - 0.75 0.25 - 0.40 0.50 - 0.70 0.50 - 0.80 0.60 - 0.90 0.10 - 0.25 0.20 - 0.35 0.20 - 0.40 0.10 - 0.30 0.70 - 0.95 0.75 - 0.85
- Atap
0.75 - 0.95
Sumber : Schwab, et al (1981)
Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat hilirnya (Arsyad, 2006). Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (landuse planning). Hasil evaluasi lahan memberikan
alternatif
penggunaan
lahan
dan
batas-batas
kemungkinan
penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari (Arsyad, 2006). Menurut Suripin (2004), strategi konservasi tanah harus mengarah pada beberapa hal antara lain melindungi tanah dari hantaman air hujan dengan penutup permukaan tanah, mengurangi aliran permukaan dengan meningkatkan kapasitas infiltrasi, meningkatkan stabilitas agregat tanah dan mengurangi kecepatan aliran permukaan dengan meningkatkan kekasaran permukaan lahan. Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama yaitu secara agronomis, mekanis dan kimia.
16
Metode agronomis adalah memanfaatkan vegetasi untuk membantu menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat ditumbuhi vegetasi yang lebat dan penyiapan topografi mikro untuk mengendalikan aliran air dan angin. Sedangkan metode kimia adalah usaha konservasi yang ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi. Secara singkat dapat dikatakan metode agronomis ini merupakan usaha untuk melindungi tanah, mekanis untuk mengendalikan energi aliran permukaan yang erosif dan metode kimia untuk meningkatkan daya tahan tanah. Konservasi secara mekanis mempuyai fungsi untuk memperlambat aliran permukaan, menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak, memperbesar kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah serta menyediakan air bagi tanaman. Menurut Arsyad (2006), aliran permukaan pada tanah terbuka (tanpa tumbuhan) setelah hujan dan tanpa hujan sehari sebelumnya jauh lebih besar dari tanah yang tertutup hutan atau padang rumput. Schwab et al (1981) menyatakan bahwa tutupan vegetasi dapat memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah terhadap air pada suatu kawasan. Menurut Troeh, et al (2004), tanaman dapat menahan (intersepsi) air hujan sehingga memudahkan penyerapan air oleh tanah. Dengan begitu, air hujan akan dapat terinfiltrasi lebih banyak di tanah dibanding menjadi limpasan. Tanah sendiri bertindak sebagai penampung air dan ini bermanfaat bagi konservasi air. Berkurangnya limpasan sama artinya dengan konservasi tanah. Topografi tanah, kedalaman, permeabilitas, tekstur, struktur dan kesuburan adalah faktor penting yang mempengaruhi konservasi. Penutupan lahan dengan vegetasi yang berlimpah dapat membatasi
laju erosi. Pengolahan lahan,
penambangan, penebangan hutan, aktivitas pembangunan dan kebakaran yang mengurangi atau merusak vegetasi akan menyebabkan laju erosi meningkat. Kepadatan penutupan vegetasi merupakan salah satu jenis penutupan lahan yang penting. Zöbisch dalam Troeh et al (2004) dalam penelitiannya di Kenya menemukan titik batas penutupan vegetasi yang dapat menahan erosi yaitu 40% . Laju erosi akan meningkat seiring dengan pengurangan komposisi penutupan
17
vegatasi di bawah 40%. Duley and Kelly dalam Troeh et al (2004) membuktikan bahwa material vegetasi yang telah mati di permukaan tanah dapat meningkatkan laju infilttrasi dan menurunkan limpasan dan erosi. Kerusakan yang terjadi akibat erosi adalah kehilangan tanah, hilangnya tanah produktif, sedimentasi, polusi air dan udara dan sebagainya. Kegiatan manusia yang dapat menimbulkan erosi air maupun tanah antara lain pembangunan gedung, jalan, pengoperasian tambang dan lain-lain. Penanaman vegetasi dalam proyek-proyek tersebut dapat mengurangi erosi, sedimentasi dan masalah polusi lainnya. Salah satu rekomendasi yang dapat diberikan dalam konservasi tanah dan air khususnya untuk daerah urban adalah dengan memberikan komposisi tutupan vegetasi yang tepat. Tutupan vegetasi di kawasan perumahan dapat dimodifikasi dalam bentuk ruang terbuka hijau (RTH). Menurut Oesman (2007), ruang terbuka hijau terdiri dari taman kota, taman rekreasi, lapangan olah raga, pemakaman, cagar alam, suaka margasatwa, kebun raya, taman hutan rakyat, sempadan sungai, danau, waduk dan pantai. 2.3.1 Kondisi Ideal Daerah Aliran Sungai (DAS) Menurut Asdak (2007), dalam suatu DAS, perubahan indikator hidrologis dapat disebabkan oleh faktor input alamiah dan input artifisial atau buatan. Paramater hidrologis yang dapat dimanfaatkan untuk menelaah kondisi suatu DAS adalah data klimatologi (curah hujan, suhu, klimatologi), limpasan (run off), debit sungai, sedimentasi, potensi air tanah, koefisien regim sungai, koefisien limpasan, nisbah debit maksimum-minimum serta frekuensi dan periode banjir. Kondisi DAS dianggap normal apabila : 1.
koefisien limpasan berfluktuasi secara normal (nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan dari tahun ke tahun cenderung kurang lebih sama besarnya)
2.
angka koefisien varians (CV) debit aliran kecil (lebih kecil dari 10%)
3.
angka koefisien regim sungai (nisbah Qmax/Qmin) juga normal (tidak terus naik dari tahun ke tahun) Menurut Falkenmark and Rockström (2004), kondisi yang biasa terjadi
pada faktor curah hujan dan komponennya termasuk limpasan, pengisian air tanah
18
dan evapotrasnpirasi tergantung pada tipe daerah iklim dan zona penutupan lahan. Tipe pembagian curah hujan dalam komponen-komponennya untuk beberapa pembagian wilayah di dunia (rata-rata tahunan dalam mm) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tipe pembagian curah hujan dalam komponen-komponennya untuk beberapa pembagian wilayah di dunia (rata-rata tahunan dalam mm) Daerah iklim Subtropical dan tropical
Subartic temperate
Equatorial
Curah hujan (mm/ tahun)
Limpasan (mm/tahun)
Air tanah (mm/tahun)
Total Evapotrasnpirasi (mm/tahun)
Desert Savanna
300
18
2
280
Dry subhumid savanna
1000
100
30
870
Wet savanna
1850
360
240
1200
Tundra
370
70
40
260
Taiga
700
160
140
400
Mixed Forest Wooded
750
150
100
500
Steppes
650
90
30
530
Wet evergreen equatorial forest
2000
600
600
800
Zona
Sumber : L’vovich dalam Falkenmark and Rockström (2004)
19