II 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Domba di Indonesia Daging domba merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup
digemari oleh masyarakat Indonesia, disamping produk daging yang berasal dari ternak lain seperti kerbau, kambing, sapi, kuda, babi dan ternak unggas. Untuk produksi nasional secara proporsional 71,29 persen daging ternak ruminansia dihasilkan oleh ternak sapi, 5,5 persen dari domba, 8,6 persen dari kambing dan 11 persen dari kerbau. Data populasi ternak domba di Indonesia dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 5. Penggemukan domba adalah pemeliharaan domba yang dimulai dari masa pascasapih dalam keadaan kurus untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu relatif singkat (3-5 bulan). Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan domba adalah jenis domba. Menurut Sutama dan Budiarsana (2009) beberapa jenis domba ternakan yang umum dipelihara petani dalam usaha penggemukan domba di Indonesia adalah : 1. Domba Ekor Tipis (DET) Domba Ekor Tipis sering disebut sebagai domba lokal/ DET banyak dijumpai di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Ukuran tubuhnya relatif kecil dan warna bulu bermacam-macam. Kadang-kadang terdapat lebih dari satu warna bulu pada seekor domba. DET jantan bertanduk relative kecil, sedangkan betina tidak bertanduk. Pertumbuhan DET agak lambat. Oleh karena itu, berat badan dewasa hanya 30-50 kg untuk jantan dan 15-35 kg untuk betina pada umur yang relatif tua (1-2 tahun). Jumlah anakan setiap kelahiran cukup tinggi 1-3 ekor sehingga dimasukkan dalam kelas domba prolifik. Ukuran tubuhnya yang kecil menolong ternak ini untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang kurang baik. 2. Domba Ekor Gemuk (DEG) Domba ekor gemuk banyak tersebar di Provinsi Jawa Timur, terutama pulau Madura dan pulau-pulau kecil sekitarnya. DEG juga dijumpai di daerah Donggala, Sulawesi Tengah dan pulau Lombok dalam jumlah sedikit.
14
Ciri khas domba ekor gemk terlihat pada ekornya yang tebal dan lebar dengan wana bulu yang putih mulus. DEG jantan dan betina tidak bertanduk. Daun telinga DEG umumnya berukuran medium atau normal dengan posisi agak menggantung. Karakteristik penting dari DEG adalah tipe bulunya umumnya bebas dari wol sehingga DEG termasuk domba rambut (Hair sheep). Warna bulu putih, ekornya tebal (cadanga lemak) menyebabkan domba ini tahan terhadap kondisi lingkungan panas dan kering. Disamping itu domba DEG relative lebih jinak dibandingkan dengan Domba Garut . Pada musim hujan, ternak ini akan menyimpan kelebihan nutrisi yang diperolehnya di bagian ekor dalam bentuk lemak untuk dimanfaatkan pada musim kemarau, saat terjadi kekurangan pakan. Berat badan DEG jantan berkisar antara 50-70 kg, sedangkan DEG betina hanya 30-40 kg. 3. Domba Garut (Priangan) Domba Priangan atau yang lebih popular dengan Domba Garut tersebar luas di Kabupaten Garut. Domba ini sudah dianggap domba lokal. Padahal, domba ini merupakan campuran antara domba ekor tipis (DET), domba Kaapstad (ekor gemuk) dari Afrika Barat Daya, dan Domba Merino dari Australia. Akan tetapi, proporsi genotype masing-masing rumpun tidak diketahui secar pasti. Domba Garut semakin popular sebagai domba aduan. Domba tersebut diadukan dalam pertunjukan adu domba yang digemari oleh kalangan pecinta Domba Garut di Jawa Barat. Tradisi adu domba ini secara tidak langsung juga menjaga pelestarian plasma nutfah Domba Garut . Untuk domba aduan, petani akan melakukan seleksi dan memeliharanya dengan baik. Oleh karna itu, sangat banyak dijumpai Domba Garut jantan dengan berat badan 45-80 kg dan Domba Garut betina 25-40 kg. Ciri khas Domba Garut , diantaranya daun telinganya berukuran kecil dan berbentuk meruncing. Bahkan, ada yang daun telinganya sangat kecil (rumpung). Warna bulunya bermacam-macam, seperti putuh, hitam, cokelat atau campuran dua sampai tiga warna dengan pola campuran warna bulu yang sangat bervariasi. Bulu domba priangan merupakan wol yang kasar. Bulu tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan karpet atau barang kerajinan lainnya seperti topi dan tas.
15
Memelihara
domba
sangat
menguntungkan,
karena
tidak
hanya
menghasilkan daging, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang. Kotoran domba juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran domba dapat menjadi sumber hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur dan subur. Secara
umum,
tatalaksana
pemeliharaan
domba
antara
lain
meliputi
perkandangan, pakan, pengendalian penyakit. 2.2.
Hasil Penelitian Sebelumnya Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi domba dan meningkatkan
pendapatan petani adalah dengan melakukan perbaikan terhadap sistem pengembangan usaha domba itu sendiri. Sistem pengembangan usaha ternak domba dapat dilaksanakan dengan pola kemitraan
yang melibatkan berbagai
pihak (Eliser 2000). Model pengembangan terbaik adalah dengan pemberdayaan petani, pemerintah daerah, LSM dan investor. Model kemitraan di Sumatera Utara yang diteliti oleh Eliser (2000) menggambarkan dua kondisi wilayah yang berbeda. Daerah yang diteliti yaitu daerah Kabupaten Langkat dan daerah tempat transmigran. Pada daerah Langkat pola kemitraan memberikan pengaruh positif kepada masyarakat dan mengalami peningkatan populasi sebesar 46 persen dari populasi awal. Sedangkan untuk daerah tansmigran pola kemitraan mengalami kegagalan yang faktor utamanya disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara lembaga terkait. Pengembangan dalam skala wilayah dan pola ekstensifikasi wilayah juga dapat diterapkan untuk mengembangkan usaha dan peningkatan populasi domba dengan memperhatikan daya dukung wilayah dan prioritas pengembangan wilayah (Riwantoro 2005). Adanya otonomi daerah mendorong setiap daerah untuk memberdayakan segala potensi daerahnya dengan baik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Usaha ternak merupakan usaha yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi peternak. Kontribusi usaha ternak domba terhadap keluarga petani investasi yang dapat diuangkan oleh petani. Misalnya kontribusi ternak domba terhadap petani di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Penelitian Rahmat (2008) di lokasi tersebut menunjukkan
16
bahwasanya kontribusi pendapatan masyarakat dari beternak domba yaitu Rp 3.155.469,00/tahun untuk 12 orang peternak skala I (dengan kepemilikan ratarata ternak 9,04 Setara Domba Dewasa), Rp 3.618.378,00 per tahun untuk 22 orang peternak skala II (dengan kepemilikan rata-rata ternak 13,42 Setara Domba Dewasa) dan Rp 8.078.140,00 per tahun untuk lima orang peternak pada skala III (dengan kepemilikan rata-rata ternak 35,40 Setara Domba Dewasa). Kontribusi ini akan semakain meningkat apabila skala usaha peternak domba semakin besar. Hal ini dibuktikan dengan penghitungan kontribusi pendapatan keluarga peternak yaitu kontribusi sebesar 6,33 persen pada skala I, kontribusi sebesar 11,35 persen pada skala II dan 27,54 persen untuk skala ke III. Daerah Bogor merupakan daerah yang sesuai untuk mengembangkan potensi sumberdaya perternakan karena selain memegang peranan penting dalam perekonomian pedesaan Bogor, ketersediaan sumberdaya ternak juga sangat mendukung dalam kegiatan produksi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Yulida pada 2008 yang meneliti tentang Potensi sumberdaya peternakan di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor untuk pengembangan ternak domba. Peneliti menggambarkan
bahwa sumberdaya yang tersedia masih
mendukung dalam pembangunan ternak domba di Kecamatan Ciampea antara yang lain sumberdaya alam, manusia,modal dan kelembagaan peternakan. Jumlah ternak yang saat ini mencapai 422 ekor, dengan melihat jumlah sumberdaya pakan ternak yang masih surplus di Kecamatan Ciampea diperkirakan masih dapat dilakukan penambahan ternak hingga mencapai 102 ekor. Oktavianty (2010) melakukan penelitian mengenai analisis kelayakan unit usaha pembibitan domba ekor tipis di Peternakan Domba Tawakkal Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa secara aspek finansial dan aspek non-finansial usaha yang dijalankan Peternakan Domba Tawakkal layak. Secara Finansial usaha pembibitan domba ekor tipis memenuhi kriteria kelayakan finansial yaitu dengan NPV sebesar Rp 222.367.054,39 ; Net B/C sebesar 1,71; IRR sebesar 19,31 dan Payback Period sebesar 5,94 (5 tahun 11 bulan 9 hari). Untuk Break Even Point jantan yaitu sebesar 1.003 ekor dan untuk betina sebesaar 523 ekor sedangkan penjualan aktual hingga saat ini sudah mencapai 1.718 ekor untuk domba jantan
17
dan 733 ekor untuk domba betina. Harga Pokok produksi yaitu sebesar Rp 508.703,14 untuk jantan muda dan dijual sebesar Rp 650.000 sehingga mendapatkan marjin sebesar Rp 141.296,86. Domba dara yang dihasilkan mempunyai harga pokok produksi sebesar Rp 447.731,28 dengan harga jual sebesar Rp 500.000,00 dan mendapatkan marjin sebesar Rp 52.268,72. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh setiap aspek finansial dan non-finansial yang mendukung kegiatan operasional. Penelitian Fitriani (2010) tentang strategi bisnis pada peternakan domba Peternakan Domba Tawakkal Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Bogor menyebutkan bahwa produk yang paling prospektif untuk dikembangkan yaitu domba ekor tipis (domba lokal) karena memiliki nilai ekonomis, peluang pasar, permintaan dan kuantitas produksi merupakan faktor-faktor yang mendukung kegiatan usaha. Pada penelitian juga disebutkan bahwa kualitas domba yang dihasilkan adalah kuatitas yang berperforma bagus dan berkualitas. Ini merupakan kekuatan utama dari Peternakan Domba Tawakkal
dibandingkan dengan
peternakan lain sehingga permintaan untuk domba terusa meningkat dan didukung oleh pertumbuhan penduduk yang menjadikannya sebagai peluang utama. Kurangnya promosi produk membuat Peternakan Domba Tawakkal kurang dikenal di masyarakat dan menjadikannya sebagai kelemahan utama. Dengan pemanfaatan media sebagai tempat member dan mendapatkan informasi akan menjadikan Peternakan Domba Tawakkal semakin dikenal masyarakat seperti yang dilakukan oleh pesaing dari perusahaan sejenis yang dijadikan sebagai ancaman utama. Peneliti menggunakan analisis Qualitative Strategic Planning yang menyebutkan bahwa Membangun dan memperkuat jaringan usaha dengan lembaga kurban dan aqiqah merupakan prioritas utama karena nilai Total Attractiveness Score (TAS) merupakan nilai tertinggi yaitu 6,7736 dibandingkan dengan prioritas strategi lain. Berbagai alternativ strategi ditawarkan oleh peneliti kepada Peternakan Domba Tawakkal yang antara lain yaitu meningkatkan penjualan, memperbaiki perencanaan perusahaan, memanfaatkan teknologi informasi, membangun dan memperkuat jaringan usaha, meningkatkan citra produk dan promosi secara agresif dengan pemahaman positif tentang manfaat produk.
18
Andajani (2006) melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik peternakan domba dengan tingkat partisipasinya dalam pengembangan agribisnis peternakan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam penelitian yang dilaksanakan, populasi yang diambil adalah peternak yang berada di empat daerah di sekitar Bogor yaitu : Kecamatan Cigudeg, Mega Mendung, Caringin dan Cairu. Seluruh peternakan yang dijadikan populasi merupakan peternak yang menerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) yang diberikan oleh pemerintah untuk menunjang program pengembangan agribisnis komoditi domba. Partisipasi peternak pada penelitian ini termasuk tinggi karena mencapai 32 persen. Partisipasi yang peternak berikan yaitu kontribusi pada tenaga kerja dan partisipasi lainnya yang bersifat fisik. Dalam kegiatan non-fisik seperti perencanaan
usaha,
pengawasan
kegiatan
dan
pengawasan
kegiatan
pengembalian pinjaman partisispasi responden masih dikatakan rendah. Hal ini disebabkan karena para responden merasa tidak dilibatkan dalam kegiatan perencanaan dan penggunaan biaya belanja dari dana BPLM. Kemudahan akses terhadap modal juga akan meningkatkan partisipasi peternak dalam melaksanakan kegiatan. Dibuktikan dengan penghitungan koefisien regresi sebesar 0,75 persen untuk akses modal yang merupakan faktor yang berpengaruh nyata bagi partisipasi peternak. Penelitian terdahulu yang dikaji memiliki manfaat yang dapat diambil antara lain adalah penggunaan metode, lokasi penelitian yang digunakan oleh peneliti sebelumnya. Adapun penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaan penelitian ini dengan penelititan terdahulu adalah objek penelitian yang sama yaitu domba yang diteliti oleh Eliser (2000), Riwantoro ( 2005), Andajani (2006), Rahmat (2008), Yulida (2008), Fitriani (2010) dan Oktavianty (2010). Selain itu, persamaan lain dengan penelitian terdahulu
adalah metode yang digunakan serta analisis kelayakan usaha yaitu NPV (Net Present Value), Net B-C Ratio, IRR ( Internal Rate of Return), Payback Period dan Analisis Sensitivitas yang diteliti oleh Oktavianty (2010).
19