II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Billboard Sebagai Obyek Reklame dan Signage 2.1.1 Pengertian Obyek Reklame dan Konsep Signage Iklan luar ruangan (reklame) adalah bentuk iklan yang paling tua (Jefkins, 1997). Dinding adalah tempat utama menulis pesan untuk masyarakat luas pada masa Yunani dan Romawi. Selanjutnya reklame berkaitan dengan bangunan atau aktivitas yang ada dalam suatu bangunan. Reklame tersebut menandakan atau menginformasikan mengenai kuil, makam, istana dan biasanya bangunan yang dianggap penting. (Natalivan, 1997). Revolusi industri di Inggris menimbulkan dampak berkembangnya sektor industri, komersial, jasa dan munculnya kota-kota baru. Kepentingan ekonomi serta semakin luasnya kota mendorong perkembangan pemakaian dan pemasangan reklame (bersifat komersial). Pemakaian dan pemasangan reklame ini adalah untuk menginformasikan barang/ jasa yg dijual maupun memberikan arah bagi warga kota. Perkembangan selanjutnya, reklame yang dipasang tidak terbatas pada reklame yang mengindentifikasi kegiatan dalam bangunan, tetapi juga pesanpesan yang tidak mempunyai keterkaitan dengan lingkungan setempat atau sifatnya tidak langsung (Natalivan,1997). Saat ini reklame telah mengalami berbagai macam inovasi. Reklame kini telah dilengkapi hiasan, efek menyolok, efek gerakan dan sinar serta elektronik/ digital. Ada berbagai ragam bentuk dan cara pemasangan serta penempatan reklame. Pemasangan reklame juga mengalami pasang surut sesuai perkembangan ekonomi dan muncul nya media baru dalam pemasangan iklan. Ketika televisi muncul sebagai media baru iklan pada tahun 1955, pemasangan iklan melalui media luar ruangan (reklame) mengalami penurunan. Popularitas reklame pulih kembali sejak penayangan iklan rokok di larang di televisi. (Jefkins,1997). Reklame mempunyai kualitas khusus, yang berbeda dengan media iklan lainnya. Kedudukan dan fungsi reklame telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu, khususnya dengan pemakaiannya. Fungsi utama sarana ini adalah sebgai media iklan untuk mengingatkan, sebgai media sekunder (suplemen) untuk mndukung kampnye iklan di media lainnya seperti media cetak atau televisi. Reklame mempunyai keistimewaaan yang unik dalam memperkuat iklan, promosi
8 dan usaha pemasanran (Russell dan Verrill, 1986). Reklame dapat bertahan selama berminggu-minggu, berbulan-bulan atau tahunan.
a. Pemahaman tentang Reklame Periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif. Pesan tersebut diarahkan pada calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya semurah-murah nya (Jefkins, 1997). Di dalam penyampaian pesan-pesan penjualan tersebut, ada berbagai macam media yang digunakan. Salah satu media tersebut adalah media luar ruangan (reklame). Periklanan juga merupakan cara yang efektif untuk menjangkau banyak konsumen yang tersebar secara geografis dengan biaya rendah untuk setiap tampilannya. Konsumen percaya bahwa suatu merek yang sering diiklankan pasti menawarkan nilai yang baik. Pemilihan media iklan merupakan suatu strategi yang dijalankan perusahaan dengan berbagai pertimbangan yang ada, semakin besar skala usaha perusahaan maka pertimbanggannya pun semakin komplek dan berhati-hati. (Kotler, 2002). Di dalam pengertian reklame, tidak ada pembatasan lokasi pemasangan rekame. Dalam pernyataan yang lebih terbatas, Russel dan Verril menyatakan bahwa iklan luar ruangan adalah iklan atau tanda indentifikasi yagn berlokasi pada ruang publik, seperti tanda-tanda lainnya dengan berbagai ukuran, bentuk dan warna yang mencirikan tempat makan, motel, bioskop dan sebagainya (Russel dan Verrill, 1986). Pemasangan reklame merupakan usaha untuk mencari keuntungan (promosi penjualan), karena dipergunakan untuk memperkenalkan, menarik perhatian umum pada suatu barang dan jasa. Upaya promosi barang dan jasa disini berkaitan ert dengan orang atau badan hukum yang menyelenggarakan reklame. Keberadaan reklame mencakup dua dimensi yang terdiri atas: 1) Dimensi informasi yang mengandung aspek ekonomi dan bersifat non fisik. Reklame adalah suatu pesan yang merupakan sarana promosi barang dan jasa dengan menyewa ruang dan waktu dari media luar ruangan.
9 2) Dimensi keruangan yang mengandung aspek tata ruang dan bersifat fisik. Reklame meruapkan suatu benda yang mengisi ruang perkotaan sehingga merupakan bagian dari assesories perkotaan.
b. Media Luar Ruang Billboard Beberapa cara dilakukan dengan mencoba memanfaatkan media ruang luar seperti billboard dengan cara seunik mungkin sehingga setiap orang yang melewatinya bisa tersenyum, tertawa, dan ingat akan pesan iklan tersebut (Kasali 2007). Menurut Kasali (2007) billboard merupakan media ruang luar yang memiliki ukuran besar dan didisain untuk dilihat o1eh orang-orang yang melakukan perjalanan dengan tingkat mobilitas cukup tinggi. Penentuan billboard didasarkan pada jenis, lokasi dan ukuran. Sedangkan panggung reklame adalah sarana atau tempat pemasangan satu atau beberapa bidang reklame yang diatur dengan baik dalam suatu komposisi yang estetis, baik dari segi kepentingan peyelenggaraan, masyarakat yang melihat maupun keserasiannya dengan pemanfaatan ruang beserta lingkungan sekitarnya Kasali (2007) menyatakan bahwa penentuan titik lokasi papan reklame (media luar ruang) yang biasa dipakai oleh penyelenggara iklan didasarkan antara lain pada: (1) Arus perjalanan; (2) Jenis produk; (3) Jangkauan; (4) Kecepatan arus lalu lintas; (5) Persepsi terhadap lokasi; dan (6) Keserasian dengan bangunan sekitar. Dalam penentuan pemasangan lokasi media luar ruang harus diperhatikan apakah akan dipasang di sebelah kiri atau kanan jalan. Hal ini berhubungan erat dengan lokasi tempat tinggal dan tempat bekerja. Dengan demikian perlu diperhatikan apakah letak lokasi berada pada arus pulang atau arus berangkat kerja (beraktifitas). Pemilihan lokasi pun harus dihubungkan dengan jenis produk dan suasana psikologis sasaran konsumen. Asumsinya arus berangkat adalah pada pagi hari sedangkan arus pulang adalah pada sore atau malam hari. Kiri jalan
10 identik dengan arus berangkat kerja, artinya pihak konsumen baru akan memulai aktifitas. Iklan pada media luar ruang mempunyai daya jangkau yang bersifat sangat lokal, yakni hanya daerah di sekitar papan reklame itu saja. Oleh karena itu, sangat penting memilih lokasi yang memiliki sudut pandang yang luas, misalnya pada ketinggian tertentu yang bebas dari halangan pandangan. Oleh karena papan reklame dipasang untuk menjangkau orang-orang yang berada di atas kendaraan, maka kecepatan arus lalu lintas disekitarnya perlu diperhatikan. Jika media dipasang di jalur bebas hambatan, maka papan reklame tersebut harus didesain sedemikian rupa agar dari kejauhan sudah terbaca dan dikenali pesannya. Apabila akan menampilkan secara detail maka lebih baik memilih jalur lalu lintas yang padat dan pada ketinggian menengah. Jalur padat ini misalnya pada lokasi sekitar pusat perbelanjaan, persimpangan jalan, jalan tiga jalur yang ada sekolah dengan sedikit tempat parkir atau juga jalan ”leher botol” yang ujungnya menyempit. Pada arus yang padat, orang dapat membaca dengan santai pada titik pandang yang dekat. Ketinggian juga diperhatikan jangan sampai orang membaca dengan kepala terlalu ke atas. Papan reklame juga bertujuan untuk membangun citra, artinya persepsi terhadap lokasi sangat penting. Jangan sampai salah menempatkan produk dengan citra yang bonafit, anggun, besar dan modern di suatu tempat yang tidak pada tempatnya dan tidak sesuai sasaran. Keserasian dengan bangunan sekitar pun harus diperhatikan. Tanpa memperhatikan keserasian, papan reklame akan menjadi sampah kota yang semakin menyebabkan calon pembeli ”sesak napas”. Papan reklame yang baik harus memperhatikan keseimbangan lingkungan yang justru dapat mempercantik kota dengan memperhatikan 7K, yakni: keindahan, kesopanan, ketertiban, keamanan, kesusilaan, keagamaan dan kesehatan. Media luar ruang reklame yang baik harus memperhatikan keseimbangan lingkungan yang akan meningkatkan kualitas estetika kota dan keindahannya. Dalam bahasa pemasaran, obyek atau media reklame merupakan bagian dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan atau perorangan untuk meningkatkan penjualan. Hill (1989) mengemukakan bahwa sign board (yang merupakan bentuk umum dari papan reklame) merupakan elemen lanskap yang
11 perlu diperhatikan dalam perancangan lanskap jalan karena dapat berpotensi merusak atau memperbaiki kualitas lingkungan. Senada dengan itu, Simonds (1983)
menyatakan
bahwa
keberadaan
sign
board
perlu
direncanakan
kesesuaiannya dengan lanskap sekitarnya.
c. Reklame sebagai Obyek Pajak Daerah Reklame merupakan salah satu obyek pajak daerah, sebagaimana yang tercantum pada Undang- Undang nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, sebagaimana yang diganti dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan retribusi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, terdapat pengertian tentang reklame, yang dipakai dalam penyusunan Perda Kabupaten Bogor no 6 tahun 2004 tentang Pengelolaan Reklame. Menurut peraturan tersebut, reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk, susunan dan atau corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah. Beberapa jenis reklame
yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
media reklame permanen atau berdurasi lama (minimal 1 tahun) dan reklame yang temporer atau berdurasi pendek (mingguan atau bulanan). Yang termasuk reklame permanen antara lain jenis Bilboard tanam maupun tempel, backlight tanam maupun tempel, frontlight tanam maupun tempel, bando jalan, prismatek, thin plat, dan rombong. Sedangkan yang termasuk reklame temporer atau berdurasi pendek antara lain spanduk, umbul-umbul, poster, banner kain, baligho, dan balon udara. Keberadaan reklame berdurasi pendek ini relatif sulit dikendalikan karena dapat dipasang sewaktu-waktu dan berpotensi mengurangi estetika visual. Pemasangan reklame pada umumnya dilakukan pada jalur jalan yang merupakan ruang pergerakan. Karena itu, salah satu kriteria untuk menentukan nilai pajak reklame adalah berdasarkan pada kelas jalan dan tingkat keramaian lalulintas yang melewati sebuah jalan. Di Kabupaten Bogor, pajak reklame tertinggi dikenakan pada Jalan Tol, kemudian jalur Ciawi Puncak, dan lain-lain.
12
a
b
Gambar 1. Jenis Reklame Bilboard tanam (a), Frontlight tanam (b) a
Jenis-jenis reklame ini mempunyai nilai pajak yang berbeda dimana yang berpengaruh terhadap nilai pajak ini misalnya lokasi pemasangan, jenis reklame yang juga dipengaruhi durasi tayang (yang berlampu lebih mahal, karena dapat dilihat 24 jam). Reklame produk rokok juga dikenakan pajak yang lebih tinggi.
a
b
d
c
e
f
Gambar 2. Jenis Reklame; (a) prismatek frontlight; (b) billboard tempel; (c) backlight tempel; (d) backlight tanam; (e) frontlight tempel; (f) backlight tanam pada PJU (neon box)
13 Selain itu terdapat juga jenis reklame yang termasuk jenis reklame yang bersifat eksklusif tetapi pada saat penelitian ini dilakukan belum diselenggarakan di Kabupaten Bogor yaitu Dynamic Wall, Megatron serta jenis reklame elektronik lainnya
a b Gambar 3. Jenis Reklame; (a) bando jalan; (b) balon udara Dalam pengertian tersebut terungkap bahwa media reklame sangat luas, meskipun dalam penelitian ini lebih dibatasi pada jenis-jenis papan reklame yang dipasang pada luar ruang.
d. Konsep Signage Dalam konteks perancangan kota (urban design), sistem tanda-tanda (signage) merupakan salah satu elemen yang secara khusus dirancang untuk memberi informasi kepada masyarakat atau warga kota. Tanda-tanda (sigange) adalah segala sesuatu yang secara fisik mengiformasikan sesuatu pesan tertentu kepada masyarakat. (Danisworo, et al, 1991). Bentuknya secara fisik merupakan sesuatu yang mudah untuk dibaca, baik berupa tulisan, gambar, lambang, maupun bendera. Sedangkan secara teknis tanda-tanda ini dapat dipasang (ditanam), ditempel, atau digambar pada stryktur bangunan atau struktur lainnya yang terpisah dari bangunan. Tanda juga dipasang pada tempat-tempat yang mudah terlihat oleh masyarakat yang berada di lingkungan karena digunakan sebagai pemberitahuan. Berdasarkan jenisnya, tanda-tanda dibedakan menjadi (Danisworo, et al. 1991):
14 a. Identitas b. Nama bangunan c. Petunjuk sirkulasi d. Komersial e. Petunjuk ke lokasi dan fasilitas lain f. Informasi. Menurut Shirvani (1985), tanda-tanda yang mengandung iklan semakin meningkat setelah Perang Dunia II. Tanda-tanda jenis ini merupakan elemen visual yang cukup dominan dan pertambahannya juga menimbulkan kontroversi. Dari sisi perancangan urban, ukuran dan kualitas rancangan dari tanda-tanda iklan harus diatur untuk menciptakan kesesuaian, mengurangi pengaruh negatif secara visual dan yang penting adalah mengurangi kompetisianatara kepentingan tertentu (pemasang iklan) dengan kepentingan umum (rambu-rambu lalu lintas dan tanda bagi umum lainnya). Dari sisi bisnis tanda-tanda memang sangat penting, tetapi suatu kualitas lingkungan fisik yang baik merupakan tanggung jawab bersama. Karena perancangan tanda yang baik akan menambah karakter fasade bangunan bersamaan dengan memeriahkan bentang jalan (streetscape) melalui informasi mengenai barang dan jasa dari tiap-tiap usaha (Danisworo, et.al 1991).
2.1.2 Pengendalian Signage Sebagai Unsur Lingkungan Hill (1995) mengemukakan bahwa sign board (yang merupakan bentuk umum dari papan reklame) merupakan elemen lanskap yang perlu diperhatikan dalam perancangan lanskap jalan karena dapat berpotensi merusak atau memperbaiki kualitas lingkungan. Senada dengan itu, Simonds (1983) menyatakan bahwa keberadaan sign board perlu direncanakan kesesuaiannya dengan lanskap sekitarnya.
a. Unsur Lingkungan Lingkungan merupakan wadah bagi manusia untuk beraktifitas dan berinteraksi dengan sesama manusia dan alam beserta isinya. Manusia selalu melakukan persepsi dan interpretasi terhadap lingkungannya. Proses persepsi dan interpretasi merupakan rangkaian tindakan manusia sebagai upaya mendapatkan
15 gambaran dari lingkungannya, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan selanjutnya terhadap lingkungan tersebut. Arah dan bentuk tindakan manusia terhadap lingkungannya dapat berupa hal-hal yang positif atau negatif, dimana pilihan tindakan tersebut sangat bergantung dari hasil persepsi dan interpretasi sebelumnya. Tindakan yang positif seperti pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dengan bijaksana merupakan hasil pemahaman yang benar terhadap lingkungannya, sebaliknya tindakan negatif seperti perusakan dan pemborosan terhadap sumber daya alam merupakan hasil pemahaman yang salah terhadap lingkungannya. Dengan demikian perlu penanaman pengetahuan tentang persepsi dan interpretasi yang benar, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan yang benar dalam mengelola lingkungannya (Foster, 1982). Estetika adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia sebagai hasil hubungan yang harmonis dari semua elemen, baik itu elemen pada suatu obyek, ruang maupun kegiatan. Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual, karena penampilan suatu obyek otomatis dinilai dari penampakkan visualnya (Simonds, 1983). Selanjutnya Asihara (1986) menambahkan bahwa manusia pada umumnya menyukai keindahan. Untuk itu manusia senantiasa menjadikan lingkungannya tetap indah. Salah satu upaya yang dilakukan manusia adalah perlindungan terhadap kualitas keindahan lingkungan.
b. Sistem Visual Menurut Cullen (1996), keberadaan papan reklame tidak dapat terlepas dari kondisi visual sebuah kota sebagai hasil perkembangan ekonomi dan merupakan bagian dari peradaban. Tetapi kehadiran papan reklame
memang berpotensi
mengurangi kualitas visual. Menurut Cullen, terdapat empat hal yang merupakan keberatan utama terhadap keberadaan reklame antara lain: 1. Keberadaan papan reklame seringkali tidak pantas dan bagaimanapun juga mengganggu atau merusak kenyamanan. 2. Mereka mengeksploitasi jalan raya umum dan masyarakat terpaksa menerimanya karena tak punya pilihan untuk tidak memandangnya. 3. Mereka membuat lingkungan umum menjadi vulagar atau kasar dan menurunkan cita rasa publik.
16 4. Mereka memecah atau mengganggu perhatian para pengendara motor maupun pemakai jalan yang lain.
c. Pengendalian Signage Yang dapat dipertimbangkan sebagai pengendali pemasangan tanda-tanda adalah sebagai berikut, menurut Danisworo, et al, 1991: 1. Letak Tanda Letak tanda dibedakan menurut jenis dan peruntukannya. Dimana tata letak tanda-tanda tersebut dibagi menurut zona-zona yaitu: a. zona pedestrian (identifikasi) Untuk tanda berebentuk kecil, orientasi bagi pedestrian supaya mudah mengenali bangunan, rancangan etalase dan lain-lain. Prioritas domain adalah untuk kepentingan umum. b. zona lalulintas Diperuntukkan bagi tanda-tanda dan informasi yang relevan sebagai kontrol dan pergerakan kendaraan. c. zona reklame Khusus diperuntukkan bagi tanda-tanda berukuran besar, dimana letaknya pun harus tidak mengganggu sirkulasi pedestrian. Pada zona ini reklame berukuran cukup besar dengan sengaja direncanakan pada zona tertentu untuk tujuan pengaturan ruang publik kota,
2. Keterkaitan Ruang dan Waktu Pengendalian tanda diatur menurut sifat komunikasi yang akan disampaikan kepada warga kota yaitu: a. Bersifat langsung Dibedakan menurut tanda-tanda yang mengandung identitas usaha, lokasi serta barang dan jasa yang ditawarkan. Tanda-atanda tersebut memepunyai keterkaiatan langsung dengan bangunan dan lingkungan setempat (keterkaitan ruang dan waktu) b. Bersifat tak langsung
17 Tanda ini berisi pean-pesan yang tidak mempunyai keterkaitan dengan kegiatan yang ada di dalam bangunan atau di lingkungan setempat. 3. Integrasi dengan bangunan dan Lanskap Maksudnya untuk mendapatkan keselarasan visual dengan cara mencari tata letak yang sesuai dengan rancangan bangunannya. Bangunan di sini tetap dominan sebagai unsur untuk berkomunikasi secara arsitektural. Tanda di sini merupakan unsur pelengkap yang mudah dibaca sehingga memudahkan pengamat. Larangan untuk memasang tanda-tanda berukuran besar di lokasi yang memilki vista yang dominan, misalnya pada jalur pedestrian utama pada square dan taman juga merupakan langkah untuk pengendalian. 4. Integrasi dengan elemen lanskap Merupakan langkah untuk memeperoleh kompromi anatara pemasang tanda dengan elemen lanskap sehingga nilai estetika tetap dapat dicapai. Caranya adalah dengan mendisain bentuk-bentuk khusus sehingga lampu jalan, kios kaki lima , lampu-lampu lalulintas sekaligus juga berfungsi sebagai tanda yang berisi identitas lingkungan, iklan, atau penunjuk jalan. 5. Kemudahan untuk dibaca Tanda-tanda yang dipasang harus mudah untuk dibaca. Untuk itu jenis huruf, ukuran huruf , spasi, jumlah kata, bahan, warna dan iluminasi kemudian cara memasang, jarak pandang, sudut pandang dan kecepatan kendaraan merupakan aspek-aspek yang perlu dikendalikan. 6. Pemakaian simbol Sekarang ini mulai banyak dikenal pemakaian simbol atau logo sebagai cara menyajikan tanda. Dengan melihat simbol atau logo, pengamat langsung dapat mengerti maksud suatu tanda tanpa harus dalam bentuk tulisan.
2.2 Lanskap Jalan dan Penempatan Reklame Sebuah media reklame dipasang agar dapat menyampaikan suatu pesan kepada masyarakat sebagai pengamat. Dapat tidaknya sebuah pesan diterima juga dipengaruhi oleh waktu yang dipakai untuk membaca pesan itu, dan hal ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengamat. Papan reklame adalah media statis, kecuali jenis Megatron dan Dynamic Wall yang relatif lebih dinamis meskipun hanya
18 pada gambarnya yang dapat berganti atau berubah. Dengan demikian jika pengamat tidak cukup lama dalam memandang papan reklame, maka pesan itu tidak akan sampai. Durasi atau lama tidaknya waktu untuk memandang ini sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya kecepatan gerak dari pengamat terhadap obyek, lurus tidaknya jalur jalan, serta datar tidaknya suatu jalur jalan. Hal itu dapat diperjelas dengan Gambar 4. Pada jalur jalan yang merangsang pengguna jalan untuk bergerak sangat cepat, misalnya pada jalan Tol, waktu memandang sebuah papan reklame yang terbatas diatasi dengan membuatnya terlihat lebih lama dengan memperbesar ukuran serta meninggikan posisinya.
Jalan lurus, durasi melihat lebih panjang
Jalan mendatar, durasi melihat lebih lama
Jalan berkelok, durasi memandang lebih pendek
Jalan berkontur, durasi melihat lebih pendek
Gambar 4. Pengaruh kondisi jalan terhadap durasi memandang suatu obyek visual Pada jalur yang cukup padat, dimana kendaraan tidak mungkin bergerak terlalu cepat, visibilitas menjadi tinggi. Pada jalan yang lurus, durasi memandang sebuah papan juga lama, sehingga visibilitas juga tinggi. Pada jalur yang datar, visibilitas papan reklame juga tinggi berkaitan dengan durasi memandang yang lebih lama.
19 Sebuah lanskap dengan bentuk memanjang membentuk koridor yang merupakan sarana pergerakan baik bagi manusia maupun barang (Simonds, 1983. Sebuah lanskap berbentuk linear ini oleh Simonds (1983) diibaratkan sebagai aliran sungai, sehingga karakternya juga sangat dipengaruhi oleh bentuk dasarnya. Bagaimana cara manusia bergerak di dalam lanskap semacam ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan elemen-elemen pembentuk lanskap ini, apakah badan jalan sendiri, pembatas jalan, maupun oleh pemandangan (scenery) di sekitar jalur yang dilaluinya.. Sebuah lanskap karena itu dapat terbentuk dari elemen-elemen alamiah maupun elemen atau struktur buatan manusia (Simonds, 1983). Karakter lanskap sangat ditentukan oleh kenampakan (feature) yang ada di dalamnya dengan sifat-sifat spesifik dan berulang (Simonds, 1983). Sebuah lanskap jalan memilki karakter khusus yang unik dari lainnya dengan adanya kenampakan khas sebagai bagian dari jalur itu sendiri, baik yang berupa ekspresi lanskap alami pada jalur yang melintasi daerah yang masih alami, maupun lanskap urban pada jalur yang melewati kawasan urban yang sangat banyak campur tangan manusia di adalamnya. Lanskap ini memiliki hubungan yang erat dengan aktivitas manusia. Bentuk dasar jalan mempunyai pengaruh terhadap perletakan reklame, dimana dalam hal ini berkaitan dengan kecepatan gerak pemakai jalan serta sudut pandang pengamat dengan papan reklame. Jalan yang berbentuk lurus memungkinkan kendaraan bergerak lebih cepat dan memandang suatu obyek lebih lama, sementara jalan yang berkelok-kelok menyebabkan kendaraan melaju lebih lambat serta menyebabkan seringnya terjadinya perubahan sudut dalam memandang suatu obyek Menurut
Simonds (1983) terdapat 5 jenis bentuk dasar jalan yaitu
Meandering, Direct, Curvilear, Erratic, dan Looping. Jika diperhatikan, bentuk dasar jalan yang ditemui pada jalur perencanaan, maka bentuk dasar yang sesuai hanya ada 3 macam yaitu Direct, Curvilinear dan Looping.
20
Meandering
Direct
Curvilinear
Erractic
Looping
Gambar 5. Beberapa bentuk dasar jalan menurut Simonds Jika diperhatikan, jalur-jalur Sukaraja-Cibinong didominasi bentuk dasar Direct, sementara jalur Ciawi-Puncak dapat ditemui yang berbentuk Curvilinear maupun Looping, sebagaimana yang dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 6. Jalur Sukaraja Cibinong yang berbentuk Direct (tanpa skala)
Gambar 7. Jalur Ciawi Puncak yang berbentuk Curvilinear maupun Looping (tanpa skala)
21 Kedua gambar tersebut diatas merupakan contoh bentuk jalur pada jalurjalur perencanaan. Bentuk dasar jalan ini juga sangat berkaitan dengan perletakan media reklame yang juga berkaitan dengan visibilitas atau keterlihatan sebuah papan reklame. Jenis media reklame juga akan dipengaruhi oleh hal itu. Misalnya saja, jenis reklame bando jalan tidak tepat diletakkan pada jalan yang berbentuk looping atau Curvilinear, karena jika ditinjau dari ketertutupan jalan oleh adanya bando jalan itu akan mengganggu pemakai jalan, atau jika ditinjau dari segi pemasang iklan, durasi memandang sebuah bando juga akan lebih pendek. Oleh karena itu bando lebih tepat ditempatkan pada jalur yang berbentuk Direct. Tetapi ada pertimbangan lain yang tidak memungkinkan semua jalur berbentuk Direct dapat dipasang bando jalan, antara lain lebar jalan yang akan mempengaruhi bentang bando jalan, yang berarti mempengaruhi besar konstruksi bando, sehingga tidak ekonomis.
2.3 Teori dan Metode Visual Visibilitas berkaitan dengan aspek dapat tidaknya sebuah media reklame dipandang atau dibaca oleh pengamat dengan jelas. Karena pemasangan reklame berkaitan dengan proses komunikasi, dimana media reklame adalah alat bagi pemasang iklan sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan (informasi produk, ajakan untuk membeli, atau sekedar membentuk imaji) kepada komunikan yaitu pengamat atau masyarakat pemakai jalan. Salah satu aspek yang penting dalam menentukan keberhasilan penyampaian pesan ini adalah dapat tidaknya gambar atau tulisan pada papan reklame dibaca masyarakat, terlepas dari dapat tidaknya isi pesan dimengerti oleh pengamat. Visibilitas sebuah media iklan billboard dipengaruhi oleh banyak aspek. Jika dianalogikan sebagai lanskap, dimana papan iklan dapat dianggap sebagai elemen lanskap buatan, maka kita dapat merujuk pada teori Higuchi (1989) tentang Visibilitas dan struktur lanskap lainnya. Dalam hal ini visibilitas merupakan aspek utama yang dipengaruhi oleh: a. Jarak pandang b. Posisi atau sudut pandang pengamat c. Durasi pandang pengamat terhadap obyek
22 d. Ukuran obyek, dalam hal ini papan reklame e. Ada tidaknya penghalang pandang (blockage), yang merupakan noise (pengganggu) dalam proses komunikasi visual.
Dari keseluruhan aspek yang mempengaruhi visibilitas sebuah media reklame, maka dapat disusun suatu kategorisasi media iklan yang memiliki nilai visibilitas tertinggi hingga yang terendah.
2.3.1 Pengaruh Jarak Pandang terhadap Visibilitas Kinerja sistim visual dipengaruhi oleh jarak. Berdasarkan sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Asihara (1986), maka dapat diketahui bagaimana jarak sangat mempengaruhi tingkat rincian (kedetailan) dari obyek yang diamati. Secara sederhana Asihara menyusun sebuah serial foto berdasarkan perubahan jarak untuk memperlihatkan bagaimana jarak yang berubah mempengaruhi kesan obyek yang dipandang.
Sudut optimal
Grs. normal
Medan visual secara vertikal
Grs. Normal
Medan visual secara horisontal
Gambar 8. Medan Visual menurut H. Martens (digambar ulang)
Pada dasarnya obyek yang dapat ditangkap dengan baik oleh mata pengamat memilki jarak tertentu, yang merupakan jarak optimal yang ini juga dipengaruhi oleh medan pandangan atau medan visual (field of vision) menurut teori Hans Martens (dalam Asihara 1986), yang mengemukakan prisip bahwa
23 kesan artistik secara total dari aspek visual berkaitan dengan area (range) dan jarak (distance) yang dapat ditangkap oleh mata manusia secara normal. Menurut teori ini medan pandangan manusia secara normal memiliki area pandang yang membentuk sudut 600 baik secara horisontal maupun vertikal yang dapat digambarkan sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 8. Dengan demikian, papan reklame yang memiliki visibilitas tinggi/ baik memiliki jarak tertentu terhadap pengamat. Tidak selalu yang lebih dekat yang terbaik, karena diperlukan jarak yang yang cukup jauh untuk menangkap image pertama untuk kemudian merangsang mata untuk membaca pesan dan mengamati rinciannya. Dan itu juga dipengaruhi oleh aspek lainnya, yaitu ukuran dan kecepatan gerak pengamat selama pengamatan.
2.3.2 Posisi atau Sudut Pandang Pengamat terhadap Visibilitas Besarnya sudut yang terjadi antara obyek dengan mata pengamat mempengaruhi tingkat visibilitas sebuah bidang. Menurut Higuchi, sudut ini (oleh Higuchi disebut sebagai Angle of Incidence /sudut kejadian) dapat terjadi pada bidang yang vertical maupun yang horizontal (misalnya bidang lantai/dasar, dan bidang langit-langit) dari mata pengamat.
A B
C
A. Sudut insiden terbesar, tegak lurus terhadap pengamat, visibilitas paling baik B. Sudut insiden cukup besar, visibilitas baik C. Sudut insiden kecil, visibilitas kurang
Gambar 9 Sudut kejadian pandangan (Angle of Incidence) dan pengaruhnya terhadap visibilitas suatu obyek visual Pada kasus media reklame berupa papan reklame, dapat kita temukan sudut kejadian yang tegak lurus terhadap pengamat, yang memiliki visibilitas tertinggi, dan sudut yang hampir sejajar dengan pengamat, yang memilki visibilitas tyerendah. Pada kasus pertama, yaitu pada sudut yang tegak lurus terhadap
24 pengamat, jenis reklame yang memiliki nilai visibilitas tertinggi misalnya adalah jenis bando jalan serta reklame yang dipasang pada jembatan penyeberangan yang melintang jalan. Sedangkan jenis reklame yang dipasang sejajar dengan arah pengamat, atau sejajar jalan nilai visibilitasnya tidak terlalu tinggi, misalnya jenis billbioard tempel pada sisi muka bangunan. Sebagai obyek visual, dapat tidaknya sebuah media reklame dibaca juga sangat ditentukan oleh ukurannya. Semakin besar ukuran, semakin mudah dibaca, serta semakin lama waktu untuk membacanya. Tetapi karena merupakan obyek visual juga, keterbacaan sebuah media juga tetap terkait dengan hukum medan Visual Martens, dimana reklame berukuran besar tidak akan terbaca pesannya jika jaraknya terlalu dekat, karena papan reklame itu sebagai keseluruhan akan berada diluar kerucut pandang. Sebaliknya, reklame berukuran kecil akan lebih mudah dibaca pada jarak yang dekat. Dengan demikian, dapat diperlihatkan analisis grafis dari aspek ukuran terhadap visibilitas seperti pada gambar berikut (Gambar 10).
Gambar 10. Aspek ukuran dan pengaruhnya terhadap visibilitas suatu obyek visual 2.3.3 Keterhalangan (blockage) terhadap Visibilitas Adanya penghalang pandangan terhadap suatu obyek visual jelas akan mempengaruhi visibilitas media iklan. Penghalang pandangan terhadap media iklan dapat berupa struktur fisik berupa bangunan buatan (jembatan, gedung), pohon atau papan reklame lainnya yang dipasang terlalu dekat, atau oleh elemen lanskap alami seperti bukit, maupun kontur tanah yang bergelombang. Dalam pertimbangan perancangan lanskap, aspek keterhalangan ini tidak selalu negatif,
25 karena dengan adanya kesan hilang timbul justru merangsang rasa ingin tahu pengamat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Asihara (1986). Visibilitas
ruang
iklan
pada
media
reklame
ruang
luar
perlu
mempertimbangkan faktor penghalangan ini sehingga tidak terlalu merugikan. Tetapi sebaliknya, keberadaan media reklame juga tidak menjadi penghalang bagi view di sekitarnya, baik bagi view alami di daerah pegunungan maupun terhadap bangunan sebagi elemen arsitektur kota yang penting.
Gambar 11. Aspek penghalangan terhadap visibilitas suatu obyek visual
Dalam penyelenggaraan reklame, keterhalangan pesan sebuah media reklame dapat dihilangkan dengan dilakukannya pengaturan jarak antara satu media dengan yang lain. Selain itu juga dengan mempertimbangkan atau mengatur jarak media reklame dengan elemen lanskap lain seperti pohon maupun bangunan lainnya. Keterhalangan sebuah pesan bagi penyelenggaraan reklame akan menjadi sangat merugikan bagi penyelenggara reklame sehingga biasanya dalam perjanjian sewa antar penyewa dan pemilik lahan terdapat klausul tidak diperkenankannya penyelenggaraan reklame lain pada radius tertentu, misalnya 50 meter.
26 2.4 Persepsi terhadap Lanskap Persepsi merupakan suatu gambaran, pengertian, serta interpretasi seseorang terhadap suatu obyek, terutama bagaimana orang menghubungkan informasi yang diperolehnya dengan diri dan lingkungan dimana dia berada. Bentuk persepsi tersebut berbeda pada setiap orang, karena pengaruh latar belakang intelektual, pengalaman emosional, pergaulan, dan sikap seseorang. Sedangkan, kedalaman persepsi akan sebanding dengan kedalaman intelektual dan semakin banyaknya pengalaman emosional yang dialami seseorang (Eckbo, 1964). Lebih lanjut Porteous (1977) menambahkan bahwa persepsi akan menentukan tindakan seseorang terhadap lingkungannya. Bentuk obyek yang diamati seseorang salah satunya adalah lanskap, dimana seseorang akan melakukan persepsi terhadap lanskap yang sudah diamatinya (Nasar, 1988). Lebih lanjut dinyatakan bahwa persepsi seseorang terhadap kualitas suatu lanskap ditentukan oleh interaksi yang kuat antara variabel lanskap dan pengetahuan seseorang terhadap lanskap tersebut. Hasilnya berupa penilaian yang bagus atau tidak bagus. Tingkat penilaian tersebut tergantung pada kepuasan perasaan seseorang terhadap lanskap tersebut. Karakteristik penting dari faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi manusia terhadap lingkungan menurut Gifford (1997) adalah: 1. Faktor karakteristik pribadi, termasuk didalamnya ciri khas individu seperti jenis kelamin, taraf pendidikan, minat dan emosionalnya. 2. Faktor latar belakang kultural 3. Faktor pengaruh fisik artinya penampilan fisik dari obyek stimulus yang terdiri dasri nilai, arti, familiaritas intensitas. Menurut Nasar (1988), persepsi ditentukan oleh interaksi yang kuat antara variabel lanskap dan pengetahuan seseorang terhadap lanskap tersebut. Persepsi manusia tidak henya dipengaruhi oleh setting fisik lanskap, pada kenyataannya persepsi manusia juga dipengarhi oleh setting kelompok misalnya kehidupan sosial, buku-buku terbaru dan modernisasi yang lebih menyita perhatian akan menyebabkan ”environmental numbness” atau ketidakpedulian lingkungan. Persepsi
lanskap
menunjukkan
kependulian
seseorang
terhadap
lingkungannya. Karena itu sangat penting adanya peningkatan kesadaran dan
27 adaptasi dari manusia yang berarti pemilihan beberapa isyarat dari lanskap untuk memperkaya pengalaman lingkungannya (Gifford, 1997). Persepsi terhadap lingkungan membutuhkan model, teori dan kerangka kerja untuk menyediakan pedoman, gambaran menyeluruh dari proses persepsi dan untuk menghasilkan hipotesis yang dapat diuji.
2.5 Estetika Lingkungan Lingkungan merupakan wadah bagi manusia untuk beraktifitas dan berinteraksi dengan sesama manusia dan alam beserta isinya. Manusia selalu melakukan persepsi dan interpretasi terhadap lingkungannya. Proses persepsi dan interpretasi merupakan rangkaian tindakan manusia sebagai upaya mendapatkan gambaran dari lingkungannya, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan selanjutnya terhadap lingkungan tersebut. Arah dan bentuk tindakan manusia terhadap lingkungannya dapat berupa hal-hal yang positif atau negatif, dimana pilihan tindakan tersebut sangat bergantung dari hasil persepsi dan interpretasi sebelumnya. Tindakan yang positif seperti pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dengan bijaksana merupakan hasil pemahaman yang benar terhadap lingkungannya, sebaliknya tindakan negatif seperti perusakan dan pemborosan terhadap sumber daya alam merupakan hasil pemahaman yang salah terhadap lingkungannya. Dengan demikian perlu penanaman pengetahuan tentang persepsi dan interpretasi yang benar, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan yang benar dalam mengelola lingkungannya (Simonds, 1983). Estetika adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia sebagai hasil hubungan yang harmonis dari semua elemen, baik itu elemen pada suatu obyek, ruang maupun kegiatan. Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual, karena penampilan suatu obyek otomatis dinilai dari penampakkan visualnya (Simonds, 1983; Nasar, 1988). Selanjutnya Heath (1988) menambahkan bahwa manusia pada umumnya menyukai keindahan. Untuk itu manusia senantiasa menjadikan lingkungannya tetap indah. Salah satu upaya yang dilakukan manusia adalah perlindungan terhadap kualitas keindahan lingkungan.
28 2.5.1 Kualitas Estetika Nilai estetik suatu tempat atau lanskap merupakan dimensi penting dalam pengamatan ekologi dan kekuatan nilai estetik telah menjadi aspek utama dalam tindakan konservasi. Perumusan kebijakan tentang estetik juga membawa pada pemahaman yang baik atas masalah lingkungan. Sebagai contoh pemandangan pegunungan yang masih alami dengan hutan yang gundul dimana tidak hanya nilai estetiknya berbeda, tetapi kondisi ekologi keduanya juga berbeda. Nilai estetik dapat menjadi salah satu alat ukur lingkungan, karena indera manusia mampu menangkap dan membedakan kondisi lingkungan di sekitarnya melalui indera penglihatan, pendengaran atau penciuman (Foster, 1982). Penilaian terhadap kualitas estetik lingkungan menjadi alat yang relevan dalam lingkup pengamatan lanskap alami maupun nonalami. Meskipun kualitas estetik merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dimakan, tetapi dapat memberikan kepuasan secara mental bagi manusia. Pemenuhan terhadap kepuasan estetik merupakan puncak dari kebutuhan manusia, karena pada dasarnya manusia tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik, tetapi yang lebih utama adalah kepuasan mental atau jiwa. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya, sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetiknya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster, 1976; Foster, 1982).
2.5.2 Elemen Pengalaman Estetik Kualitas estetik tapak akan menentukan pengalaman estetik pengguna tapak tersebut. Inti pembentuk kualitas estetik adalah integritas elemen fisik dan visual tapak. Elemen fisik tapak berupa bentuk lahan, tata guna lahan, mosaic vegetasi, badan air. Sedangkan elemen visual berupa bentuk, ruang, skala, warna, pola, komposisi dan hubungan antar elemen fisik (Gold, 1980; Foster, 1982). Dengan demikian dapat dijelaskan masing-masing elemen tapak sebagai berikut: 1. Bentuk lahan merupakan tulang punggung dalam lanskap, dan secara visual merupakan hasil gabungan dari bentuk lahan yang cembung dan cekung. Karakteristik bentuk lahan adalah kontur (skyline silhouettes), skala dan jarak pengulangan elemen, dan variasi permukaan (warna dan penutupan vegetasi).
29 Selain itu bentuk lahan yang khas seperti lembah dan ngarai mempengaruhi bentuk ruang di tapak. 2. Mosaik vegetasi menentukan pola utama dari variasi visual permukaan lanskap. Perbedaan bentuk fisik vegetasi, warna, teksur, skala, bentuk pola utama, batas tepi, dan perubahan fisik karena musim merupakan unsur dasar dari mosaik vegetasi. 3. Badan air merupakan elemen yang spesial dan langka dalam lanskap yang alami. Keberadaannya tidak hanya menambah nilai estetik tapak, tetapi juga menjadi pendukung kehidupan di sekitarnya. Dalam suatu lanskap, badan air dapat menjadi pemandangan yang berdiri sendiri atau dapat juga membentuk kesatuan pemandangan dengan vegetasi serta bentuk lahan di dekatnya. Menurut Foster (1982) pengamatan terhadap elemen tapak dapat melalui pengamatan peta atau analisis laporan tertulis atau representasi grafis berupa foto, diagram, dan sketsa. Bentuk hasil pengamatan visual terhadap elemen tapak dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: 1) Elemen yang berupa area seperti danau, petak lahan sawah, petak kebun teh, dan petak hutan pinus; 2) Elemen yang berupa koridor seperti sungai, jalan raya, dan jalan setapak. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengamatan visual dapat memberikan hasil yang baik dan relevan jika unit pengamatan mempunyai batas yang jelas dan tidak terlalu luas skalanya. Hasil pengamatan setiap unit memberikan gambaran kondisi yang berbeda. Kondisi setiap unit biasanya bergantung pada karakteristik spasial serta hubungan antara bentuk lahan, vegetasi, dan badan air di dalam unit tersebut.
2.5.3 Evaluasi Kualitas Estetik Evaluasi kualitas estetik merupakan penilaian terhadap nilai keindahan suatu lanskap. Evaluasi kualitas estetik dapat menggunakan tiga kriteria estetika, yaitu kesatuan, variasi , dan kontras. Pertama, kesatuan adalah kualitas total elemen yang terlihat menyatu dan harmonis. Dalam lanskap, kesatuan merupakan ekspresi dari tipe komposisi lanskap. Salah satu tipe komposisi lanskap adalah pemandangan yang dominan, contohnya pemandangan puncak gunung yang terlihat menonjol dari lanskap sekitarnya. Kedua, variasi adalah banyaknya jenis elemen dalam tapak dan hubungan antar elemen yang berbeda. Variasi atau
30 kekayaan sumber daya adalah dua hal yang dipandang penting oleh ahli biologi dan seniman, karena variasi yang besar sama artinya dengan kualitas tapak yang tinggi. Tetapi diperlukan juga kesatuan elemen disamping variasi elemen untuk tercapainya kualitas tapak yang tinggi. Contoh variasi elemen dalam lanskap adalah jenis pohon deciduous tumbuh di antara pohon berdaun jarum. Ketiga, kontras adalah perbedaan antar elemen yang terlihat menonjol tetapi tetap harmonis. Kontras dapat berupa perbedaan warna, tekstur, atau bentuk elemen (Foster, 1982).
2.6
Metode Pendugaan Nilai Keindahan Menurut Daniel dan Boster (1976) metode pendugaan nilai keindahan
merupakan alat pendekatan dalam penilaian kualitas estetik tapak atau lanskap tertentu. Terdapat tiga metode umum dalam pendugaan nilai keindahan, yaitu: Pertama, pengamatan deskriptif adalah bentuk metode yang digunakan secara eketensif dalam representasi dan evaluasi kualitas lanskap. Hasil penilaian kualitas keindahan digambarkan dalam karakter yang relevan dengan lanskap, seperti rasa hangat, nyaman, keanekaragaman elemen, dan harmonis. Penyajian hasil dapat berupa angka, dimana setiap karakter diberi nilai tertentu misal dalam satuan persen, kemudian nilai seluruh karakter dijumlahkan. Nilai yang diperoleh dari penjumlahan seluruh karakter merupakan gambaran kualitas lanskap yang diamati. Kedua, survei dan kuisioner adalah bentuk metode yang sudah digunakan secara luas, dan hasil penilaian kualitas lanskap berdasarkan preferensi terhadap setiap sampel. Preferensi yang tinggi terhadap sampel tertentu menunjukkan nilai keindahan sampel tersebut juga tinggi. Ketiga, evaluasi persepsi pilihan adalah metode penilaian kualias lanskap yang berdasarkan pendapat pengamat yang dipandang relevan. Penilaian dilakukan tidak secara langsung di tapak, tetapi dengan foto atau slide yang diambil dari tapak dan dianggap sesuai dengan kondisi tapak. Masing-masing metode di atas mempunyai bentuk khusus untuk penerapan secara praktis di lapangan. Salah satu metode khusus penilaian kualitas keindahan adalah metode SBE (Scenic Beauty Estimation). Konsep yang mendasari metode
31 ini adalah keindahan merupakan hasil interaksi manusia dengan alam, yaitu sebagai bentuk persepsi terhadap pemandangan lanskap melalui indera penglihatannya (Daniel dan Boster, 1976).
2.6.1 Evaluasi Lanskap dengan Menggunakan Model SBE Konsep yang mendasari metode ini adalah keindahan merupakan hasil interaksi manusia dengan alam, yaitu sebagai bentuk persepsi terhadap pemandangan lanskap melalui indera penglihatannya. Tahap pelaksanaan metode SBE adalah pengambilan foto lanskap, penyajian foto dalam bentuk slide, dan evaluasi penilaian kualitas keindahan. Tahap pertama, pengambilan foto dilakukan secara acak pada sudut pandang 10 sampai 3600, dimana pemilihan sudut pandang harus mewakili kondisi lanskap. Level pengambilan foto juga harus sama dengan level mata manusia yang berdiri pada posisi normal. Tahap kedua, foto setiap lanskap disusun sesuai kelompok lanskap, lalu dipresentasikan dalam bentuk slide. Penyusunan foto antar lanskap dibuat acak, sedangkan foto untuk lanskap yang sama disusun dalam satu kelompok. Penilaian terhadap slide dilakukan oleh pengamat. Pengamat dapat berupa individu atau kelompok. Selain itu pengamat diberi pengarahan yang cukup sebelum presentasi dimulai, tetapi pengarahan harus bersifat netral dan tidak berpengaruh pada penilaian yang akan dilakukan pengamat. Presentasi harus dilakukan sekali dan penilaian pengamat berkisar pada nilai 1 (sangat jelek) dan 10 (sangat indah). Tahap ketiga, hasil penilaian pengamat untuk setiap lanskap dikumpulkan dan diurutkan dari nilai terkecil sampai tertinggi. Selanjutnya dilakukan analisis nilai keindahan secara statistik deskriptif. Nilai keindahan yang diperoleh dapat dijadikan representasi kualitas keindahan lanskap.
2.6.2
Evaluasi Lanskap dengan metode Semantic Differential (SD) Metode Semantic Differential (SD) merupakan metode yang dikemukakan
oleh Osggod, Suci dan Tannenbaum tahun 1957. Pada dasarnya, metode ini dipakai untuk mengukur atau mengetahui persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap suatu obyek yang diteliti berdasarkan kesan menurut kata sifat yang diberikan, dimana kata sifat itu saling bertentangan atau berada pada dua
32 kutub yang berbeda. Karena itu sering disebut bipolar adjective, dimana kedua kata sifat itu saling berlawanan. Dua kata sifat yang saling berlawanan itu (misalnya: teratur – kacau) tadi diberi nilai skor (misalnya -3 sampai dengan 3). Responden diminta untuk memberi penilaian berdasarkan kesan yang timbul atas suatu obyek, yang diisikan pada lembar kuisioner yang telah disediakan. Beberapa kata sifat atau konsep (sehingga berupa frasa) yang saling bertentangan ditampilkan untuk dinilai responden. Untuk menjaga objektivitasnya, kata-kata sifat yang ditampilkan dengan konotasi negatif tidak ditempatkan pada sisi yang sama. Misalnya Pengolahan data pada uji SD adalah memberi bobot nilai pada tiap variabel kata sifat atau frasa dari obyek yang ditampilkan. Selanjutnya dihitung nilai rataan yang diberikan responden untuk setiap kriteria.