3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Korelasi Kanonik Menurut Gittins (1985) analisis korelasi kanonik adalah salah satu teknik analisis statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara segugus peubah Y (y 1 , y 2 , …, y q ) dengan segugus peubah X (x 1 , x 2 , …, x p ). Biasanya, hubungan antara gugus peubah X dan gugus peubah Y selalu dikaitkan dengan dengan analisis hubungan sebab akibat. Padahal hubungan antara gugus peubah X dan gugus peubah Y tidak selalu merupakan hubungan sebab akibat. Hal ini dinyatakan oleh Singarimbun dan Effendi (1989) dan lebih tegas lagi dinyatakan bahwa terdapat peubah yang saling berhubungan, tetapi peubah yang satu tidak mempengaruhi peubah yang lain. Pada penelitian ini, gugus peubah X dan gugus peubah Y yang akan dianalisis bukan merupakan hubungan sebab akibat. Analisis korelasi kanonik ini dapat mengukur tingkat keeratan hubungan antara segugus peubah tak bebas dengan segugus peubah bebas. Di samping itu, analisis korelasi kanonik juga mampu menguraikan struktur hubungan di dalam gugus peubah tak bebas maupun di dalam gugus peubah bebas. Analisis korelasi kanonik berfokus pada korelasi antara kombinasi linear dari gugus peubah Y dengan kombinasi linear dari gugus peubah X. Ide utama dari analisis ini adalah mencari pasangan dari kombinasi linear ini yang memiliki korelasi terbesar. Pasangan dari kombinasi linear ini disebut fungsi kanonik dan korelasinya disebut korelasi kanonik. Hair et al. (2006) menyatakan beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis korelasi kanonik yaitu: a. Kelinieran, yaitu keadaan di mana hubungan antara gugus peubah X dengan gugus peubah Y bersifat linear b. Tidak ada multikolinearitas, di mana antar gugus peubah X maupun antar gugus peubah Y tidak terjadi multikolinieritas. c. Kenormalan kenormalan ganda, di mana gugus peubah Y dan gugus peubah X berdistribusi normal kenormalan ganda.
4
2.1.1 Penentuan Koefisien Kanonik Misal dibuat
hubungan
antara
gugus peubah
y 1 , y 2 , …, y q yang
dinotasikan dengan vektor peubah acak Y, dengan gugus peubah x 1 , x 2 , …, x p yang dinotasikan dengan dengan vektor peubah acak X, dimana q ≤ p. Misalkan, karakteristik dari vektor peubah acak X dan Y adalah sebagai berikut : E(Y) = μ Y
Var(Y) = Σ YY
E(X) = μ X
Var(X) = Σ XX
Cov(X,Y) = Σ XY = Σ YX ’
Kombinasi linear dari kedua gugus peubah tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Sehingga
Vektor
koefisien
dan dapat diperoleh dengan cara mencari dengan k = min(p,q) yang merupakan nilai eigen dari yang berpadanan dengan vektor eigen . matriks Sedangkan vektor koefisien dapat diperoleh dengan cara mencari dengan k = min(p,q) yang juga merupakan nilai eigen dari matriks yang berpadanan dengan vektor eigen . Sehingga vektor koefisien dan diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
. . .
. . .
Korelasi kanonik diperoleh dengan memaksimumkan nilai:
dengan : i = 1, 2, …, k (Johnson dan Wichern 2002)
5
Didefinisikan pasangan pertama dari peubah kanonik adalah kombinasi linear (V 1 , W1 ) yang memiliki ragam satu dan korelasinya terbesar; pasangan kedua dari peubah kanonik adalah kombinasi linear (V 2 , W2 ) yang memiliki ragam satu dan korelasi terbesar kedua serta tidak berkorelasi dengan peubah kanonik yang pertama dan pasangan ke-k dari peubah kanonik adalah kombinasi linear (V k , Wk ) yang memiliki ragam satu dan korelasinya terbesar ke-k serta tidak berkorelasi dengan peubah kanonik 1, 2, …, k-1. Dengan demikian dapat dituliskan sebagai berikut : • Fungsi kanonik pertama : Var(V 1 ) = 1 Var(W1 ) = 1 Maksimum Corr(V 1 , W1 ) = • Fungsi kanonik kedua Var(V 2 ) = 1
Cov(V 1 ,V 2 ) = 0
Var(W2 ) = 1
Cov(W 1 ,W 2 ) = 0
Cov(V 1 ,W 2 ) = Cov(V 2 ,W 1 ) = 0 dan maksimum Corr(V 2 ,W2 ) = • Fungsi kanonik ke-k Var(V k ) = 1
Cov(V 1 ,V k ) = 0,
Var(Wk ) = 1
Cov(W 1 ,W k ) = 0,
Cov(V 1 ,W k ) = Cov(V k ,W 1 ) = 0,
dan maksimum Corr(V k ,Wk ) =
dengan k = min (p,q) (Johnson & Wichern 2002) Selain menggunakan matriks ragam peragam
, Rencher (2002) menyatakan
bahwa korelasi kanonik juga dapat diperoleh dari matriks korelasi partisi R.
Jika menggunakan matriks korelasi partisi R sebagai pengganti dari matriks ragam peragam, akan diperoleh akar ciri yang sama tetapi vektor ciri yang berbeda.
6
Hubungan antara vektor ciri
dan
dengan vektor ciri
dan
yaitu:
dan dengan : D y = diagonal (S y1 , S y2 ,…,S yq ) D x = diagonal (S x1 , S x2 ,…,S xp )
2.1.2 Uji Hipotesis Ada dua hipotesis yang akan diujikan dalam analisis korelasi kanonik yaitu uji korelasi kanonik secara bersama dan uji korelasi kanonik secara parsial (Rencher 2002). a. Uji korelasi kanonik secara bersama : Hipotesis: ( semua korelasi kanoniknya tidak nyata) (paling tidak ada satu korelasi kanonik yang nyata) dengan i = 1, 2, …, k Statistik uji:
dengan : df1 = pq
t= dengan :
n = banyak pengamatan p = banyak gugus peubah X q = banyak gugus peubah Y k = min (p,q)
Kriteria keputusan: hipotesis nol ditolak pada taraf nyata α jika
. Jika
Uji korelasi kanonik secara bersama nyata, maka terdapat minimal korelasi kanonik yang pertama nyata. b. Uji korelasi kanonik secara parsial
7
Uji ini dilakukan jika minimal korelasi kanonik yang pertama pada uji korelasi kanonik secara bersama adalah nyata. Sehingga uji individu dilakukan terhadap korelasi kanonik yang kedua, ketiga dan seterusnya sampai ke-k (Rencher 2002). Hipotesis:
Statistik uji:
dengan : df1 = (p-r+1)(q-r+1)
t= n = banyak pengamatan p = banyak gugus peubah X q = banyak gugus peubah Y Kriteria keputusan: hipotesis nol ditolak pada taraf nyata α jika
.
2.1.3 Interpretasi Fungsi Kanonik Menurut Hair et al. (2006), interpretasi yang dapat dilakukan dalam analisis korelasi kanonik yaitu terhadap bobot kanonik (canonical weight), muatan kanonik (canonical loadings) dan muatan silang kanonik (canonical cross loadings). a.
Bobot kanonik, merupakan koefisien kanonik yang telah dibakukan, dapat diinterpretasikan sebagai besarnya keeratan peubah asal terhadap peubah kanonik. Semakin besar nilai koefisien ini menyatakan semakin tinggi tingkat keeratan peubah yang bersangkutan terhadap peubah kanonik. Bila tanda dari bobot suatu peubah berlawanan dengan peubah kanoniknya maka menunjukkan hubungan yang terbalik dengan peubah yang lain. Bobot kanonik memiliki sifat tidak stabil karena pengaruh multikolinieritas,
8
sehingga dalam mengoptimalkan hasil penghitungan korelasi kanonik, lebih tepat menggunakan muatan kanonik dan muatan silang kanonik untuk menginterpretasi hasil dari analisis korelasi kanonik b.
Muatan kanonik, dapat dihitung dari korelasi sederhana antara peubah asal dengan masing-masing peubah kanoniknya. Semakin besar muatan kanoniknya mencerminkan semakin dekat hubungan peubah kanonik yang bersangkutan dengan peubah asal.
Muatan kanonik gugus peubah X
diperoleh dengan rumus sebagai berikut: R xv = R xx R xx adalah korelasi sederhana antar gugus peubah X, dan
adalah vektor
koefisien kanonik peubah V. Sedangkan muatan kanonik gugus peubah Y diperoleh dengan rumus sebagai berikut: R yw = R yy R yy adalah korelasi sederhana antar gugus peubah Y, dan
adalah vektor
koefisien kanonik peubah W c.
Muatan silang kanonik, dapat dihitung dari perkalian nilai korelasi kanonik dengan muatan kanonik. Penghitungan ini mencakup korelasi tiap gugus peubah Y dengan peubah kanonik dari gugus peubah X dan juga sebaliknya. Semakin besar muatan silang kanonik mencerminkan semakin dekat hubungan peubah kanonik yang bersangkutan dengan peubah lawan. Muatan silang kanonik gugus peubah X diperoleh dengan rumus sebagai berikut: R xw = R xv
, dengan i = 1, 2, …,k
R xw adalah muatan silang kanonik gugus peubah X dan
adalah korelasi
kanonik ke-i. Sedangkan muatan silang kanonik gugus peubah Y diperoleh dengan rumus sebagai berikut: R yv = R yw
, dengan i = 1, 2, …,k
R yv adalah muatan silang kanonik gugus peubah Y dan
adalah korelasi
kanonik ke-i. Keeratan hubungan antar dua gugus peubah dapat dikatakan baik bila semua koefisien muatan silang dari gugus data X maupun gugus data Y lebih dari atau sama dengan 0.45 (Sherry dan Henson 2005).
9
2.1.4 Redundansi Redundansi merupakan sebuah nilai
yang menunjukkan besar proporsi
keragaman yang dapat dijelaskan oleh peubah kanonik yang dipilih, baik dari gugus peubah kanonik Y maupun gugus peubah kanonik X, yaitu sebagai berikut: a. Proporsi keragaman Y yang diterangkan oleh peubah kanonik W:
b. Proporsi keragaman Y yang diterangkan oleh peubah kanonik V:
c. Proporsi keragaman X yang diterangkan oleh peubah kanonik V:
d. Proporsi keragaman X yang diterangkan oleh peubah kanonik W:
Untuk
menentukan
fungsi
kanonik
yang
dianggap
cukup
dalam
menerangkan struktur hubungan gugus peubah X dan gugus peubah Y dilihat dari koefisien R-square. Nilai ini didapat dengan mengkuadratkan korelasi kanonik atau dapat dinotasikan sebagai berikut: Besarnya nilai proporsi keragaman menunjukkan baik tidaknya jumlah peubah kanonik yang dipilih. Semakin besar nilai proporsi keragaman ini menggambarkan semakin baik peubah-peubah kanonik yang dipilih menerangkan keragaman data asal. Sedangkan batasan untuk nilai proporsi bersifat relatif, sebagai acuan yang cukup baik yaitu lebih besar dari 25% (Keramati 2007). Hal ini mengingat kemungkinan adanya peubah peubah lain yang juga berkontribusi dalam penghitungan namun belum disertakan dalam penelitian.
2.2 Definisi Belajar dan Hasil Belajar Slameto (1991), mengemukakan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar
dari
hasil
interaksinya
dengan
lingkungan.
Ratumanan
(2004),
10
mengemukakan bahwa belajar
merupakan suatu kegiatan mental yang
menghasilkan kemampuan baru yang bersifat parmanen pada diri siswa dan terjadi dalam kurun waktu tertentu. Dapat dikatakan bahwa belajar merupakan kegiatan individu, baik mental maupun fisik dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang bersifat permanen, yakni dari tidak mampu menjadi mampu. Kegiatan belajar berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar. Hasil belajar mencakup lima kemampuan, (1) Ketrampilan intelektual, (2) strategi kognitif, (3) Informasi verbal, (4) Ketrampilan motorik, dan (5) sikap (Gagne dan Leslie 1979). Bloom (1979) membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Selanjutnya Sudjana (2000) mengatakan bahwa belajar dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu belajar sebagai proses, belajar sebagai hasil dan belajar sebagai fungsi. Belajar sebagai hasil dapat dijadikan dasar teori dalam mendeskripsikan hasil belajar. Hamalik (1989)
menyatakan bahwa prestasi
belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam kegiatan belajar. Dimyati dan Mudjiono (1999) mengatakan bahwa evaluasi hasil belajar menekankan pada informasi tentang seberapa jauh siswa telah mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Dapat disimpulkan bahwa seluruh kegiatan belajar membutuhkan ketekunan yang tinggi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, dan evaluasi hasil belajar perlu dilakukan secara berkala sebagai bahan peningkatan mutu dari hasil belajar yang telah dicapai.