1
Judul: Urgensi perbankan syariah mengikuti ketentuan Basel II dan Basel III dari Bank for International Settlements (BIS) Penulis: Ari Kristin P., SE, MSi
I. Abstrak Isu yang berkembang yang dibahas Biennial Conference on Risk Management and Supervision, Financial Stability Institute, Bank for International Settlements di Basel, 3-4 November 2010 adalah ditetapkannya Basel III dan semua negara anggota diwajibakan melaksanakan Basel II dan III. Basel III merupakan sebuah peraturan yang dibuat guna mengatasi kondisi ketidakpastian yang terjadi pada fundamental global saat ini. Makalah ini mencoba untuk memperkenalkan pentingnya bank syariah mengikuti ketentuan Basel II dan Basel III. Dengan demikian makalah ini menyoroti kebutuhan bank syariah dalam meangaplikasikan ketetapan Basel dari BIS. Makalah ini ditulis dengan metode telaah literature, dimana dalam penulisan makalah ini, penulis mengumpulkan literature yang terdiri dari isu-isu, teori-teori maupun kebijakan-kebijakan yang terkait dengan ketentuan Basel II, Basel III dan Perbankan syariah. Tinjauan literatur diperoleh dari publikasi baik Jurnal, buku, dokumen kebijakan perbankan, berita-berita di media maupun hasil penelusuran dari internet. Setelah mengumpulkan literature, kemudian penulis melakukan identifikasi dan analisis terhadap literatur tersebut untuk dapat membuat kesimpulan yang objektif dan valid mengenai pentingnya kebijakan basel II dan III tersebut untuk diterapkan dalam perbankan syariah. Hasil telaah literature yang diperoleh menyatakan bahwa Bank syariah mempunyai risiko kredit secara kualitatif mirip dengan bank konvensional, sehingga proses perhitungan kebutuhan modal minimum untuk eksposur risiko kredit tidak harus berbeda dari metodologi yang diusulkan bagi bank konvensional. Untuk itu bank syariah memerlukan pengendalian risiko yang sesuai. Kesepakatan Basel II dan III penting untuk diterapkanpada perbankan syariah supaya bank syariah dapat mengelola resikonya dengan baik sehingga terlindungi dari ketidakstabilan yang dapat menyebabkan kebangkrutan, dimana prinsip kehati-hatian mikro (Basel II) dan prinsip kehati-hatian makro (Basel III) yang saling terkait, diharapkan mampu meningkatkan ketahanan bank syariah sehingga dapat mengurangi risiko yang lebih luas sehingga meningkatkan daya saing bank syariah dalam dunia perbankan internasional.
2
II. Latar Belakang Perbankan internasional tengah bersiap-siap untuk melaksanakan ketentuan baru yaitu Basel III sebagai usaha untuk memperkuat sektor perbankan dunia pasca krisis ekonomi global di 2008/2009. Seperti diketahui pada pertemuan bank sentral 27 negara di Swiss, telah disepakati persiapan pelaksanaan Basel III dalam 10 tahun mendatang. Perbankan nantinya akan diwajibkan untuk memperkuat pencadangan terhadap berbagai risiko bisnisnya dengan modal yang berkualitas tinggi. Pertemuan yang dinamakan "Basel III" ini kembali menjadi sebuah momentum bagi para anggota pertemuan untuk mereview kondisi sektor perbankan saat ini sekaligus menjadikan pertemuan tersebut sebagai ajang untuk mencari solusi dalam mengatasi tantangan bagi sektor perbankan global pada tahun-tahun mendatang. Pada pertemuan di Basel kali ini, Komite Basel yang bertindak sebagai badan otoritas pengawasan sektor perbankan anggota komite yang merupakan para Gubernur Bank Sentral, menyatakan bahwa pihaknya akan meningkatkan minimum kecukupan modal bagi sektor perbankan global.1 Komite Basel dalam pernyataannya akan menentukan minimum rasio kecukupan modal menjadi 7%. Kebijakan ini sudah pasti akan mendorong sektor perbankan untuk meningkatkan proporsi modal yang harus dimiliki oleh sebuah bank. Peraturan "Basel III" tersebut merupakan penyempurnaan dari peraturan Basel II. Dimana pada "Basel II" level rasio kecukupan modal minimum sebesar 8%, dengan fokus utama kepada perhitungan permodalan berbasis resiko. Metode penyempurnaan juga terjadi dibandingkan dengan "Basel I" dimana pada "Basel II" menggunakan penghitungan risk sensitive capital allocation. Dengan proporsi tingkat modal inti atau Tier 1 minimum sebesar 4%. Oleh karena itu, di peraturan "Basel III" saat ini, sisi penghitungan resiko kredit dengan ditekankan bagi bankbank untuk dapat memiliki kecukupan modal agar aman dari resiko kredit yang dapat meningkatkan kerawanan terhadap krisis kredit. Maka dari itu, level core tier 1 untuk "Basel III" kali ini ditingkatkan sebesar minimal 4,5%.Peraturan "Basel 1
http://www.vibiznews.com/news/business/2010/09/14/publikasi-peraturan-basel-iii-suksesdilakukan-momentum-jelang-pertemuan-g20-
3
III" merupakan sebuah peraturan yang dibuat guna mengatasi kondisi ketidakpastian yang terjadi pada fundamental global saat ini. Komite Basel menilai bahwa rasio kecukupan modal yang aman akan memberikan sebuah kondisi yang dapat mencegah kerawanan di sektor kredit. Komite Pengawasan Perbankan Bank for International Settlements (Basel) menyusun mekanisme countercyclical capital buffer (modal penyangga) kepada perbankan global agar terlindung dari potensi kerugian atas peningkatan risiko sistemik. Otoritas bank sentral setiap negara bertanggung jawab untuk menetapkan tambahan buffer yang akan diberlakukan oleh bank-bank di "negara dan wilayahnya masing-masing. Sebelum Komite Basel mempresentasikan peraturan "Basel III", Bank Indonesia telah siap untuk menjalani peraturan tersebut setelah disahkan pada bulan November 2010 pada saat pertemuan G20 di Seoul, Korea Selatan. Apa yang dilakukan oleh Bank Indonesia tersebut dinilai sebuah kesiapan yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia agar dapar bersaing dengan bank-bank sentral anggota G20 lainnya. Cukup tingginya rasio kecukupan modal rata-rata yang sebesar 17,8% dan juga cukup tingginya jumlah likuiditas membuat sektor perbankan Indonesia yakin dapat menjalankan peraturan tersebut. Mengenai manajemen resiko sendiri, pada "Basel II" juga dinilai telah dijalankan di Indonesia sejak tahun 2003 sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, Indonesia akan menerapkan peraturan Basel III tersebut pada tahun 2018.2 Namun untuk perbankan syariah nampaknya belum seluruhnya menerapkan aturan Basel II yang ditetapkan oleh BI dan diberikan waktu hingga tahun 2012. Sebagian besar bank syariah masih menggunakan aturan Basel I yang menetapkan CAR minimum sebesar 8%. Dalam “Islamic Banking: Issues in Prudential Regulations and Supervision”,3 kata Luca Errico dan Mitra Farahbaksh bahwa pengawasan 2 3
ibid Luca Errico and Mitra Farahbaksh, “Islamic Banking: issues in Prudential Regulation and
4
peraturan bank syariah oleh otoritas moneter masing-masing cenderung mengikuti/menggunakan standar konvensional dan perangkat yang berlaku untuk bank konvensional meskipun bank-bank syariah berbeda dari bank konvensional pada beberapa hal. Ketetapan Basel kemungkinan akan diterapkan pada bank syariah, salah satu alasannya, prinsip perhitungan yang digunakan sama.''Basel II berisi prinsip inti dalam rangka pengawasan perbankan yang lebih efektif. Selama ini bank syariah belum punya ketetapan Basel II. Alternatif perumusannya tengah disusun Islamic Financial Services Board (IFSB). Apabila rancangannya selesai, bank syariah harus mengacu pada IFSB. Sebaliknya jika belum rampung, maka Basel II tetap digunakan untuk bank syariah. IFSB membuat rancangan sendiri tentang manajemen risiko, transparansi, supervisi terkait karakteristik bank syariah. Sekarang untuk bank syariah sedang didiskusikan penghitungannya. Apakah bank syariah yang memiliki karakteristik khusus juga memerlukan aturan sebagaimana Basel II dan Basel III? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami mencoba melakukan review literature mengenai urgensi bank syariah dalam megikuti ketentuan Basel. Makalah ini akan mencoba menganalisis apakah ketentuan Basel yang mengikat perbankan internasional juga relevan dan penting untuk diterapkan pada perbankan syariah.
III. Literatur Review A. Komite Basel Komite Basel untuk pengawasan menyediakan forum kerjasama reguler pada pengawasan perbankan. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman tentang isu-isu penting pengawasan dan meningkatkan kualitas pengawasan perbankan di seluruh dunia. Komite Basel berusaha melakukannya dengan pertukaran informasi pengawasan nasional, pendekatan isu dan teknik, dengan maksud memperkenalkan pemahaman bersama. Kadang-kadang, Komite menggunakan pengertian umum ini untuk mengembangkan pedoman dan standar pengawasan di daerah yang mereka inginkan. Dalam hal ini, Komite dikenal karena standar internasional pada
Supervision,” IMF Working Paper No. WP/98/30, 1998.
5
kecukupan modal, Prinsip Dasar Pengawasan Bank yang Efektif, dan kesepakatan pada pengawasan perbankan lintas-perbatasan. 4 Anggota Komite datang dari Argentina, Australia, Belgia, Brasil, Kanada, Cina, Perancis, Jerman, Hong Kong SAR, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea, Luxembourg, Meksiko, Belanda, Rusia, Arab Saudi, Singapura, Selatan Afrika, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris dan Amerika Serikat. Ketua Komite saat ini adalah Mr. Nout Wellink, Presiden Bank Belanda. Komite mendorong kontak dan kerjasama antara para anggotanya dan otoritas pengawas perbankan lainnya. Sirkulasi untuk supervisor di seluruh dunia kedua, paper/ makalah yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan memberikan bimbingan pada pengawasan perbankan. Kontak telah diperkuat oleh Conference of Banking Supervisors (ICBS) yang berlangsung setiap dua tahun. Sekretariat Komite ini terletak di Bank for International Settlements di Basel, Swiss, dan staf utamanya supervisor profesional yang diperbantukan sementara dari lembaga anggota. Selain melakukan pekerjaan kesekretariatan Komite dan banyak sub-komite ahlinya, siap untuk memberikan nasihat kepada otoritas pengawas di semua negara. Mr Stefan Walter adalah Sekretaris Jenderal Komite Basel. Komite kerja Basel diselenggarakan di bawah empat sub-komite utama: ·
Grup Penerapan Standar
·
Grup Pembangunan Kebijakan
·
Satuan Kerja Akuntansi
·
Grup Consultative Basel
Koordinasi dengan pembuat standar lain Saluran formal untuk berkoordinasi dengan pengawas-bank lembaga keuangan non meliputi Forum Bersama, di mana Sekretariat Komite Basel menyediakan fungsi sekretariat, dan Grup Koordinasi. Forum Bersama didirikan pada tahun 1996 untuk menangani isu-isu umum untuk perbankan, sekuritas dan sektor-sektor asuransi, termasuk peraturan konglomerasi keuangan. Grup 4
http://www.wikipedia.org/wiki/business/Basel Committee
6
Koordinasi adalah kelompok senior pembuat standar pengawasan yang terdiri dari Ketua dan Sekretaris Umum Komite, Organisasi Internasional Komisi Efek (IOSCO) dan Asosiasi Asuransi Internasional Pengawas (IAIS), serta Forum Bersama Ketua dan Sekretariat . Grup Koordinasi bertemu dua kali setiap tahun untuk bertukar pandangan mengenai prioritas dan isu-isu kunci yang menarik bagi pembuat standar pengawasan. Posisi ketua dan fungsi sekretariat untuk Grup Koordinasi memutar antara perwakilan anggota dari tiga pembuat standar setiap dua tahun.
B. Basel II Basel II adalah Persetujuan Basel yang kedua, yang merekomendasikan hukum perbankan dan peraturan yang dikeluarkan oleh Basel Committee on Banking Supervision. Tujuan dari Basel II adalah untuk menciptakan sebuah standar internasional yang bisa digunakan regulator perbankan saat membuat peraturan tentang berapa banyak bank harus menyisihkan modal untuk menjaga risiko keuangan dan operasional bank. Para pendukung Basel II percaya bahwa standar internasional dapat membantu melindungi sistem keuangan internasional dari masalah yang mungkin timbul. Dalam praktiknya, Basel II berupaya mencapai hal ini dengan menyiapkan risiko yang ketat dan persyaratan pengelolaan modal yang dirancang untuk memastikan bahwa bank memiliki cadangan modal sesuai dengan risiko bank melalui pinjaman dan praktek investasi. Secara umum, aturanaturan ini berarti bahwa risiko lebih besar untuk bank yang memiliki jumlah modal makin besar untuk menjaga solvabilitas dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.5 Tujuan: 1. Memastikan bahwa alokasi modal lebih berisiko sensitif; 2. Memisahkan risiko operasional dari risiko kredit, dan mengukur keduanya; 3. Mencoba untuk menyelaraskan modal ekonomi dan regulasi yang lebih erat untuk mengurangi ruang lingkup peraturan arbitrage. Sementara kesepakatan akhir ini sebagian besar membahas masalah 5
http://en.wikipedia.org/wiki/Basel_II
7
peraturan arbitrase, masih ada daerah dimana peraturan kebutuhan modal akan menyimpang dari ekonomi. Basel II menggunakan "tiga pilar" konsep - (1) persyaratan modal minimum (risiko menangani), (2) supervisory review dan (3) disiplin pasar. Kesepakatan Basel I hanya berurusan dengan bagian-bagian dari masing-masing pilar. Sebagai contoh: sehubungan dengan pilar Basel II pertama, hanya satu risiko, risiko kredit, dihadapi dengan cara yang sederhana sedangkan risiko pasar baru teringat, risiko operasional tidak dibahas sama sekali. Pilar pertama Kesepakatan pilar pertama dengan pemeliharaan modal peraturan dihitung untuk tiga komponen utama risiko yang dihadapi bank: risiko kredit, risiko operasional, dan risiko pasar. Risiko lainnya tidak dianggap sepenuhnya kuantitatif pada tahap ini. Komponen risiko kredit dapat dihitung dengan tiga cara yang berbeda dari berbagai tingkat kecanggihan, yaitu pendekatan standar, Foundation IRB dan Advanced IRB. BPPK singkatan dari "Internal Rating-Berbasis Pendekatan". Untuk risiko operasional, ada tiga pendekatan yang berbeda - indikator pendekatan dasar atau BIA, pendekatan standar atau TSA, dan pendekatan pengukuran internal (bentuk lanjutan dari yang pendekatan pengukuran lanjut atau AMA). Untuk risiko pasar adalah pendekatan yang lebih disukai VaR (nilai resiko).
Basel II direkomendasikan secara bertahap oleh industri perbankan.
Risiko kredit dapat dihitung dengan menggunakan salah satu dari tiga pendekatan: 1. Pendekatan Standarisasi 2. Pendekatan Foundation IRB (Internal Rating Based) 3. Pendekatan Advanced IRB Pendekatan standar menetapkan bobot risiko spesifik untuk jenis tertentu risiko kredit. Kategori-kategori risiko standar berat digunakan di Basel I dan 0% untuk obligasi pemerintah jangka pendek, 20% untuk eksposur kepada OECD Bank, 50% untuk hipotek perumahan dan bobot 100% pinjaman komersial tanpa jaminan. Sebuah rating 150% baru datang untuk peminjam dengan peringkat kredit
8
buruk. Persyaratan modal minimum (persentase aset tertimbang menurut risiko yang akan diselenggarakan sebagai modal) tetap sebesar 8%. Bagi Bank yang memutuskan untuk mengadopsi pendekatan standar peringkat mereka akan terpaksa bergantung pada peringkat yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga eksternal. Bank tertentu mengembangkan pendekatan IRB sebagai hasilnya. Pilar kedua Kesepakatan Pilar kedua dengan respon pengawas untuk pilar pertama, memberikan regulator jauh lebih baik 'alat' dari yang tersedia bagi mereka di bawah Basel I. juga menyediakan kerangka kerja untuk menangani seluruh risiko bank lain mungkin wajah, seperti risiko sistemik , pensiun, risiko konsentrasi, risiko strategik, risiko reputasi, risiko likuiditas dan risiko hukum, yang kesepakatan itu menggabungkan dengan judul risiko residual. Ini memberikan bank kekuatan untuk meninjau sistem manajemen risiko mereka. Pilar ketiga Pilar ini bertujuan untuk mempromosikan stabilitas lebih besar dalam sistem keuangan. Bagian ini membutuhkan ekspansi. Untuk konsultasi publik, serangkaian proposal untuk meningkatkan kerangka kerja Basel II diumumkan oleh Komite Basel. Dirilis paket konsultasi yang meliputi: revisi untuk kerangka risiko pasar Basel II, pedoman untuk modal komputasi untuk risiko incremental dalam trading book dan perangkat tambahan yang diusulkan untuk kerangka Basel II .6 Salah satu aspek yang paling sulit mengimplementasikan perjanjian internasional adalah kebutuhan untuk mengakomodasi perbedaan budaya, berbagai model struktural, dan kompleksitas kebijakan publik dan peraturan yang ada. Manajemen bank senior akan menentukan strategi perusahaan yang menjadi dasar jenis
usaha
tertentu,
sebagian
didasarkan
pada
bagaimana
Basel
II
diinterpretasikan oleh berbagai negara sebagai legislatif dan regulator. Regulator di kebanyakan yurisdiksi di seluruh dunia untuk melaksanakan rencana Accord baru, namun dengan batas waktu sangat beragam dan 6
http://www.basel-ii-association.com Basel ii Kepatuhan Professionals Association (BCPA).
9
menggunakan metodologi yang bervariasi namun dibatasi. 7
C. Basel III "Basel
III"
adalah
seperangkat
langkah-langkah
reformasi,
yang
dikembangkan oleh Basel Committee on Banking Supervision, untuk memperkuat peraturan, pengawasan dan manajemen risiko sektor perbankan. Langkah-langkah ini bertujuan untuk: ·
Meningkatkan kemampuan sektor perbankan untuk menyerap kejutan yang timbul dari tekanan keuangan dan ekonomi, dari sumber apapun
·
Meningkatkan risiko manajemen dan governance
·
Memperkuat transparansi dan pengungkapan bank.
Sasaran reformasi: ·
Level bank, atau microprudential, peraturan, yang akan membantu meningkatkan ketahanan lembaga perbankan individu untuk periode stres.
·
Macroprudential, sistem risiko luas yang dapat membangun seluruh sektor perbankan sebagaimana amplifikasi procyclical risiko tersebut sepanjang waktu Basel III mengacu pada update baru Basel Accord yang sedang dalam
pengembangan. Bank for International Settlements (BIS) sendiri mulai mengacu pada kerangka peraturan internasional baru bagi bank sebagai "Basel III" pada bulan September 2010. Draft peraturan Basel III meliputi: ·
"definisi Umum Ekuitas yang ketat; modal bank minimal harus 4,5% dari asset pada bulan Januari 2015,
7
8
·
Pengenalan rasio leverage,
·
kerangka kerja untuk buffer modal counter-cyclical,
·
langkah-langkah untuk membatasi risiko kredit pihak lawan,
·
dan pendek dan jangka menengah rasio likuiditas kuantitatif ". 8
http://www. federalreserve.gov/newsevents/press/bcreg/20080626b.htm
http://www.webcitation.org/5q1G9aLQI Regulators to stand their ground over Basel III, Global Risk Regulator May 2010 Volume:8 Issue:5
10
Para profesional dengan pengetahuan dan pengalaman Basel II akan diminta untuk memimpin proyek baru Basel III, dan mereka sudah mulai mempelajari perbedaan dari kerangka kerja Basel II 9 Pembaharuan pedoman peraturan modal dan perbankan oleh Basel Committee
on Banking Supervision (BCBS) menyajikan konsultasi proposal
Komite Basel untuk memperkuat modal global dan peraturan likuiditas dengan tujuan memperkenalkan sektor perbankan yang lebih tangguh. Tujuan reformasi Komite Basel adalah untuk meningkatkan kemampuan sektor perbankan dalam menyerap kejutan yang timbul dari tekanan keuangan dan ekonomi, apa pun sumbernya, sehingga mengurangi risiko spillover dari sektor keuangan ke ekonomi riil. 10 Pengembangan New Basel III Standar Ringkasan Usulan Perubahan di Basel III Ø Pertama, akan membangkitkan kualitas, konsistensi, dan transparansi dari modal. 11 ·
modal Tier 1: bentuk dominan dari Tier 1 modal harus saham biasa dan laba ditahan
·
Tier 2 instrumen modal akan diselaraskan
·
modal Tier 3 akan dihilangkan. 12
Ø Kedua, cakupan risiko kerangka modal akan diperkuat. ·
Memperkuat kebutuhan modal untuk risiko kredit pihak lawan yang timbul dari, repo derivatif bank dan transaksi keuangan surat berharga
9
·
Meningkatkan modal dukungan buffer eksposur tersebut
·
Mengurangi procyclicality dan
http://www.basel-iii-association.com The Basel iii Compliance Professionals Association (BiiiCPA) 10 http://www.bis.org/publ/bcbs164.htm BCBS Consultative Proposal: "Strengthening the resilience of the banking sector" 11 Press Release Consultative proposals to strengthen the resilience of the banking sector announced by the Basel Committee available at the BIS site. 12 "Strengthening the resilience of the banking sector" (pdf). BCBS. December 2009. p. 15. http://www.bis.org/publ/bcbs164.pdf. "Tier 3 will be abolished to ensure that market risks are met with the same quality of capital as credit and operational risks."
11
·
Memberikan insentif tambahan untuk memindahkan kontrak OTC derivatif kepada pihak pusat (mungkin kliring rumah)
·
Memberikan insentif untuk memperkuat manajemen risiko eksposur kredit pihak lawan
Ø Ketiga, Komite akan memperkenalkan rasio leverage sebagai langkah tambahan untuk kerangka Basel II berbasis risiko. · Komite itu memperkenalkan persyaratan rasio leverage yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut: 1. Meletakkan build-up leverage di sektor perbankan 2. Memperkenalkan perlindungan tambahan terhadap risiko model dan kesalahan pengukuran dengan menambah ukuran berbasis risiko dengan ukuran sederhana yang didasarkan pada eksposur kotor Ø Keempat, Komite memperkenalkan serangkaian langkah-langkah untuk mempromosikan membangun modal buffer dalam waktu yang tepat yang dapat dimanfaatkan dalam periode stres ("Mengurangi procyclicality dan mempromosikan buffer countercyclical"). ·
Komite memperkenalkan serangkaian langkah-langkah untuk mengatasi procyclicality: 1. Mengurangi setiap siklus melebihi persyaratan modal minimum; 2. Mempromosikan provisi 3. Menghemat modal untuk membangun buffer pada individual bank dan sektor perbankan yang dapat digunakan dalam stres, dan
·
Mencapai tujuan macro prudential yang lebih luas untuk melindungi sektor perbankan dari periode pertumbuhan kredit yang berlebihan.
1. Kebutuhan penggunaan data horizon jangka panjang untuk memperkirakan probabilitas default, 2. memperkirakan downturn loss-given-default [timbilnya kerugian karena default], direkomendasikan dalam Basel II, untuk menjadi wajib. 3. Peningkatan kalibrasi fungsi risiko, yang mengubah perkiraan kerugian menjadi peraturan kebutuhan modal. 4. Bank harus melakukan test stress yang mencakup penyebaran credit
12
spreads pada kenario resesi. · Mempromosikan praktek provisioning yang kuat: Advokasi perubahan dalam standar akuntansi terhadap pendekatan kerugian yang diharapkan (expected loss/EL) (biasanya, jumlah EL: = LGD * PD * EAD). 13 Ø Kelima, Komite memperkenalkan standar likuiditas global minimum untuk bank aktif internasional yang meliputi likuiditas wajib minimum 30-hari yang diperkuat dengan rasio likuiditas jangka panjang yang terstruktural. Ø Komite juga sedang mengkaji kebutuhan modal tambahan, likuiditas atau tindakan pengawasan lainnya untuk mengurangi eksternalitas yang dibuat oleh lembaga sistemik yang penting.
D. Resiko Bank syariah Dalam Manajemen Risiko Bank syariah , bank syariah tidak hanya menghadapi jenis risiko yang dihadapi bank konvensional, tetapi mereka juga dihadapkan dengan "risiko baru dan unik sebagai hasil dari aset dan struktur kewajiban mereka yang unik ", jenis risiko ini merupakan hasil langsung dari kepatuhan mereka pada persyaratan syariah. Sehingga sifat risiko yang dihadapi bank konvensional berbeda dengan yang dihadapi bank syariah. Implikasinya bank syariah perlu varian "proses identifikasi risiko" dan pendekatan manajemen risiko yang berbeda dan teknik dan memerlukan pengawasan yang berbeda pula. Dalam perbankan syariah di Indonesia yang terdiri dari BUS (Badan Usaha Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah) pengelolaan resiko diatur dalam UndangUndang Perbankan Syariah (Pasal 39), yang mewajibkan setiap BUS / UUS untuk mengelola risiko. Undang-Undang ini disetujui pada tanggal 17 Juli 2008, sehingga bank syariah akan membentuk
tim manajemen risiko di organisasi
internal BUS / UUS yang menunjukkan usaha mereka yang kuat untuk mengelola risiko. Bahkan. Oleh karena itu, hampir semua dari bank syariah (termasuk UUS) memiliki tim manajemen risiko (divisi) dalam organisasi internal mereka. 13
"Basel II Comprehensive version part 2: The First Pillar – Minimum Capital Requirements". November 2005. p. 86. http://www.bis.org/publ/bcbs128b.pdf.
13
Realitas ini menyiratkan bahwa kebijakan risiko likuiditas manajemen telah diikuti oleh mayoritas BUS / UUS, dengan tim manajemen risiko. Namun, karena UUS merupakan bagian dari organisasi bisnis induk perusahaannya, ketergantungan pada pedoman umum perusahaan induk tidak bisa diabaikan. Meskipun demikian, sebagai cikal bakal sebuah bank syariah telah menunjukkan tindakan proaktif dengan memiliki tim manajemen risiko untuk menangani berbagai isu risiko likuiditas dalam operasi bisnis Islami. Setelah mengidentifikasi tim manajemen risiko, masalah selanjutnya adalah untuk memeriksa pengelolaan risiko likuiditas dalam perbankan Islam. bank syariah (BUS dan UUS) mengatur pengelolaan likuiditas di tiga bidang: (i) sisi kewajiban, (ii) sisi aktiva dan; (iii) menyeimbangkan kedua aset dan kewajiban. Di sisi kewajiban, bank syariah likuiditas
dari
nasabah
mereka.
Untuk
mencoba untuk mencegah aliran melakukan
itu
bank
harus
mempertimbangkan perilaku likuiditas deposan sebelumnya untuk dianalisa. Sisi aktiva menangkap strategi pembiayaan perbankan syariah, tindakan untuk melindungi pembiayaan dari default dan mengoptimalkan keuntungan. Idealnya, dalam mengelola dana bank syariah juga harus mempertimbangkan investasi nasabah dan perilaku likuiditas seperti hasil yang mereka harapkan, penarikan untuk kebutuhan transaksi, seperti
yang disorot sebelumnya. Terakhir,
menyeimbangkan aktiva dan kewajiban melibatkan seluruh kebijakan dan strategi bank untuk mengelola likuiditas secara rutin dan mencegah kesulitan likuiditas.
IV. Metode Penelitian Dalam penulisan makalah ini digunakan metode tinjauan literatur (literature review). Tinjauan literatur adalah suatu kumpulan dari apa yang telah dipublikasikan sebelumnya mengenai suatu topik oleh orang-orang yang ahli dan para peneliti. Dalam penulisan makalah ini, penulis mengumpulkan literature yang terdiri dari isu-isu, teori-teori maupun kebijakan-kebijakan yang terkait dengan ketentuan Basel II, Basel III dan Perbankan syariah. Tujuannya tinjauan literatur adalah untuk menyampaikan kepada pembaca tentang pengetahuan dan ide apa yang terkait dengan urgensi diterapkannya
14
ketentuan Basel II dan Basel II pada perbankan syariah yang didukung oleh literature yang telah dikumpulkan sebelumnya. Tinjauan literatur kami penulis dapatkan dari publikasi baik Jurnal, buku, dokumen kebijakan perbankan, berita-berita di media maupun hasil penelusuran dari internet. Karena kebijakan Basel III relative masih baru (disepakati bulan September 2010), maka penulis lebih banyak mendapatkan literaturnya dari publikasi berita. Setelah mengumpulkan literature yang dibutuhkan, kemudian penulis melakukan identifikasi dan analisis terhadap literatur tersebut untuk dapat membuat kesimpulan yang objektif dan valid mengenai pentingnya kebijakan basel II dan III tersebut untuk diterapkan dalam perbankan syariah.
V. Analisa A. Peraturan Basel I, II dan III Kesepakatan Basel, baik I, II dan III, prihatin dengan kecukupan modal yang terkait dengan resiko lembaga keuangan sehingga jika modal minimum tertentu dipertahankan, lembaga keuangan dan industri keuangan terlindungi dari ketidakstabilan yang dapat menyebabkan kebangkrutan. Mengingat bahwa proposal Basel II dan Basel III berfokus pada penanganan risiko, tujuan utama mereka pada perhitungan kebutuhan modal minimum yang diperlukan untuk meningkatkan stabilitas dan solvabilitas dalam industri perbankan. Disamping itu proposal Basel juga berfokus pada prosedur pengawasan dan persyaratan pendukung yang meningkatkan disiplin pasar dalam lembaga-lembaga perbankan. Peraturan "Basel III" tersebut merupakan penyempurnaan dari peraturan "Basel II" yang diberlakukan sebelumnya. Dimana pada "Basel II" level rasio kecukupan modal minimum sebesar 8%, dengan fokus utama kepada perhitungan permodalan berbasis resiko. Metode penyempurnaan juga terjadi dibandingkan dengan "Basel I" dimana pada "Basel II" menggunakan penghitungan risk sensitive capital allocation. Dengan proporsi tingkat modal inti atau Tier 1 minimum sebesar 4%.
15
Oleh karena itu, di peraturan "Basel III" saat ini, berfokus pada sisi penghitungan resiko kredit menekankan bank-bank untuk dapat memiliki kecukupan modal agar aman dari resiko kredit yang dapat meningkatkan kerawanan terhadap krisis kredit. Maka dari itu, level core tier 1 untuk "Basel III" kali ini ditingkatkan sebesar minimal 4,5%.
B. Penerapan Basel II dan Basel III di Indonesia BI mulai menyiapkan implementasi ketentuan Basel Accord III untuk memperkuat sistem kehati-hatian makro perbankan, meski Basel II baru wajib diberlakukan pada 2012. Saat ini kelompok negara G-20 juga membahas ketentuan standardisasi modal bank yang baru. Hal itu dilakukan karena dinilai ketentuan modal yang ada belum mampu menyerap risiko yang terjadi ketika krisis keuangan 2008.14 Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menyatakan optimistis penerapan Basel II akan selesai pada 2012 sejalan dengan penyelesaian implementasi pada Pilar I. Hal itu yang mendorong bank sentral mulai mempersiapkan ketentuan Basel III. “Sesuai dengan jadwal kami sepakat Basel II pada 2012. Jadi pada tahun selanjutnya di mana pelaksanaan Basel III, karena internasional sudah memberlakukan Basel III, sementara di Indonesia Basel II sedang berjalan,” yang dikemukakan dalam konferensi pers hasil pertemuan G-20. 15 BI mulai menyiapkan implementasi ketentuan Basel Accord III untuk memperkuat sistem kehati-hatian makro perbankan, meski Basel II baru berlaku pada 2012. Saat ini kelompok negara G-20 juga membahas ketentuan standardisasi modal bank yang baru. Hal itu dilakukan karena dinilai ketentuan modal yang ada belum mampu menyerap risiko yang terjadi ketika krisis keuangan 2008. Terkait dengan penerapan Basel II, BI saat ini sedang mendorong implementasi pilar 1 yang ditargetkan pada pertengahan tahun ini selesai. Selanjutnya, akan diterapkan pilar 2 yang meliputi komponen risiko lanjutan. Pada penerapan pilar 2 ini, sambungnya, perbankan akan sedikit mengalami kesulitan 14 15
http://economy.okezone.com/read/2010/07/01/20/348435/20/bi-terapkan-basel-iii-akhir-2012 Ibid p. 3
16
karena
harus
dilakukan
perhitungan
secara
individu,
tetapi
harus
dipertanggungjawabkan berdasarkan penilaian bank sentral. Pilar 2, lebih sulit. Pilar 2 memperbolehkan bank untuk menilai risikonya. Kemudian risiko itu harus disetujui oleh regulator (BI). Ketentuan ini memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko serta memberikan insentif kepada peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko bank. Aturan ini menitikberatkan kepada tiga pilar, yakni perhitungan permodalan yang berbasis resiko, supervisory review process dan market discipline. Setelah Basel II, perlu dilanjutkan dengan penerapan Basel III karena ketentuan tersebut saling berkesinambungan yang tidak bisa dipisahkan. Bank Indonesia (BI) mengatakan bahwa perbankan Indonesia tidak akan menghadapi masalah dalam menerapkan ketentuan Basel III yang sudah disepakati regulator perbankan global di Swiss sejak senin 13 September 2010. Penerapan Basel III masih perlu masa transisi yang lama dan dilakukan bertahap. Di dunia internasional masih 2014, tetapi untuk aturan tier 1 (modal inti) minimal 4,5 % Indonesia sudah jauh di atas itu. Rata-rata tier 1 modal bank-bank di Indonesia sudah di atas 14 %. Oleh karena itu, perbankan Indonesia tidak ada masalah. Ketentuan Basel III dilakukan dalam tiga tahapan penerapannya hingga 2019, karena ada dua tujuan yang tidak boleh hilang yaitu kemampuan bank memberi kredit dan keamanan bank dari segi keuangan. Kekhawatiran itu sudah diantisipasi dengan masa transisi yang panjang agar tercapai dua tujuan itu balancing bank mendukung recovery ekonomi dan kepentingan nasabah agar bank dijaga secara sehat. Regulator perbankan global menaikkan alokasi cadangan modal atas aset berisiko tinggi dari 2% jadi 7%. Tier 1 sebesar 4,5 % dari dana pihak ketiga yang mereka galang. Aturan ini harus diterapkan pada 2015. Membentuk konservasi modal buffer 2,5 %. Kewajiban ini harus dilaksanakan pada 1 Januari 2018, jadi total modal berkualitas yang harus dihimpun bank di Januari 2019 menjadi 7%. Terkait persentase modal minimal tersebut belum akan diputuskan BI. Ketentuan tersebut akan ditentukan G-20 dan akan diadopsi oleh Basel Committee. Setelah itu baru akan diterapkan ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
17
Kendati masih banyak perbankan yang hanya menerapkan ketentuan Basel I yaitu modal minimal 8 persen, kondisi perbankan nasional sudah mulai ada perbaikan. Maraknya penerbitan obligasi subordinasi (subdebt) sebagai modal hibrida untuk menambah modal intinya. Jika Basel II ini bisa selesai sesuai roadmap Bank Indonesia pada akhir 2012, BI akan segera menerapkan Basel III.
C. Urgensi Basel Komite Basel dalam pernyataannya akan menentukan minimum rasio kecukupan modal menjadi 7%. Dalam pelaksanaannya, kebijakan tersebut memiliki tenggat waktu sampai dengan 10 tahun mendatang. Kebijakan ini sudah pasti akan mendorong sektor perbankan untuk meningkatkan proporsi modal yang harus dimiliki oleh sebuah bank. Peraturan "Basel III" merupakan sebuah peraturan yang dibuat untuk mengatasi kondisi ketidakpastian yang terjadi pada fundamental global saat ini, belum lagi ditambah oleh resiko yang ditimbulkan dari dampak krisis kredit. Komite Basel menilai bahwa rasio kecukupan modal yang aman akan memberikan sebuah kondisi yang dapat mencegah kerawanan di sektor kredit. Setelah Basel II, perlu dilanjutkan dengan penerapan Basel III karena ketentuan tersebut saling berkesinambungan yang tidak bisa dipisahkan. Penerapan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) tahap III (Basel III) dinilai penting untuk memperkuat permodalan bank serta menjaga likuiditas. Basel II itu prudential dalam hal mikro, kalau Basel III itu berdasarkan makro. Basel III memang menjadi penting bagi BI, karena ada tiga poin penting yang berlaku secara internasional. Pertama, pengaturan capital buffer, kedua pengenaan leverage ratio dan terakhir penguatan manajemen likuiditas. Regulator global, yang bertujuan untuk mencegah terulangnya krisis kredit internasional, sepakat pada hari Senin (13/09/2010) untuk memaksa bank memiliki lebih dari tiga kali lipat jumlah modal berkualitas dalam cadangan modalnya. Perubahan terbesar dengan peraturan perbankan global dalam beberapa dekade, yang dikenal sebagai "Basel III," akan mewajibkan bank untuk menahan modal berkualitas sebesar 7% dari aset berisiko yang dimiliki, naik dari hanya 2%
18
berdasarkan peraturan saat ini. Kesepakatan ini akan menjadi dasar dalam memperkuat standar modal global, yang memberikan kontribusi pada stabilitas keuangan jangka panjang dan pertumbuhan.
D. Ketetapan Basel dan implikasinya pada Bank Syariah Dalam
“Islamic
Banking:
Issues
in
Prudential
Regulations
and
Supervision”,16 kata Luca Errico dan Mitra Farahbaksh bahwa pengawasan
peraturan bank syariah oleh otoritas moneter masing-masing cenderung mengikuti / menggunakan standar konvensional dan perangkat yang berlaku untuk bank konvensional meskipun bank-bank syariah berbeda dari rekan-rekan konvensional mereka di beberapa hal.17 Meskipun mereka mengakui bahwa persyaratan modal minimum harus mempertimbangkan komposisi aset, yaitu investasi PLS versus investasi non-PLS,18 mereka berpendapat bahwa persyaratan modal minimum yang diperlukan untuk untuk cakupan risiko yang harus lebih tinggi bank syariah yang di bank konvensional karena PLS aset mereka tidak dijamin. Sehubungan dengan kriteria masing-masing aset, manajemen dan likuiditas bank-bank syariah juga memerlukan pengawasan yang lebih ketat daripada banks konvensional.19 Ketetapan Basel II kemungkinan akan diterapkan pada bank syariah. Rencana itu menyesuaikan dengan konsolidasi perbankan, yakni pada 2008 seluruh bank sudah harus menerapkannya.''Salah satu alasannya, prinsip perhitungan yang digunakan sama, sehingga kemungkinan Basel II juga diterapkan pada bank syariah.''Basel II berisi prinsip inti dalam rangka pengawasan perbankan yang lebih efektif. Maman mengatakan, bank syariah belum punya ketetapan Basel II. Alternatif perumusannya tengah disusun Islamic Financial Services Board (IFSB). Apabila rancangannya selesai, bank syariah harus mengacu pada IFSB. Sebaliknya jika belum rampung, maka Basel II tetap digunakan untuk bank syariah. IFSB membuat rancangan sendiri tentang manajemen risiko, transparansi, 16
Luca Errico and Mitra Farahbaksh, “Islamic Banking: issues in Prudential Regulation and Supervision,” IMF Working Paper No. WP/98/30, 1998. 17 Ibid., p 4. 18 Ibid., p 17. 19 Ibid., pp 20-21.
19
supervisi terkait karakteristik bank syariah. Sekarang untuk bank syariah sedang didiskusikan penghitungannya. Sebab meski prinsip perhitungannya sama, bank syariah relatif lebih aman dari bank konvensional. Karena itu perlu dikaji dengan rinci, apakah model perhitungan yang ditetapkan Basel II bisa digunakan bank syariah. Ketetapan Basel menekankan kecukupan modal, teknik manajemen risiko, pengendalian internal. Sekuritisasi dan transparansi meningkatkan kredibilitas bank syariah dalam pengelolaan risiko.20 Securitizing aset bank adalah perangkat untuk mengurangi eksposur risiko bank sebagaimana bank mengumpulkan pendapatan aktiva produktif dan menjualnya kepada investor lain, termasuk bank lain. Konsep sekuritisasi sangat penting bagi bank syariah. Struktur portofolio sekuritas kredit akan menjadi bagian dari risiko peserta. Setiap portofolio akan berisi risiko yang serupa dan aset yang melekat padanya. Nilai penurunan aset harus dipertanggungjawabkan dalam hal pengukuran risiko. Sifat dari akun laporan laba rugi bank syariah yang mengambil bagian dalam kredit dan risiko pasar aset langsung, rekening tersebut dapat dianggap sebagai sekuritisasi dalam hal eksposur risiko kredit Basel II. Karakteristik simpanan investasi syariah memerlukan pemegang rekening menerima keuntungan dan menerima kerugian. Oleh karena itu, setiap kolom aset yang dihasilkan oleh deposito dikumpulkan melalui rekening investasi sebagai diversifikasi risiko. Dalam hal kerugian atau nilai aset berkurang, kerugian tersebut langsung disampaikan kepada pemegang rekening investasi. Sekuritisasi dari kolom investasi melalui rekening investasi dan rugi laba menghilangkan risiko kredit, tapi risiko lainnya masih tetap untuk bank syariah. Konsep transparansi merupakan salah satu poin kunci untuk membangun disiplin pasar dalam rangka membantu menurunkan profil risiko bank. Dengan kata lain, isu transparansi cukup relevan untuk bank syariah. Hal ini bahkan lebih penting untuk mengungkapkan hasil keuangan yang akurat, karena perbankan syariah didasarkan pada pembagian keuntungan dan kerugian. Namun pada 20
Abul
Hassan, Adopting Basel II standard in Islamic Bank, oundation.org.uk/IslamicEconomicsPDF/Hassan_Basel_April1.pdf. p.5.
www.islamic-
20
kenyataannya, bank syariah
kurang transparan dalam hal data keuangan
dibandingkan dengan bank konvensional. Namun, bank syariah yang tercatat di pasar saham lebih transparan dari bank syariah yang tidak terdaftar. Industri perbankan syariah harus mempertimbangkan bahwa partisipasi keuangan yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih tinggi dari informasi akan meningkatkan kualitas kontrak yang dilakukan oleh bank syariah dan pelanggannya.
Hambatan bagi Bank syariah dalam Pelaksana Basel Bank syariah secara perlahan namun pasti menangani risiko dengan cara yang jauh lebih baik ketika mereka mengadopsi Basel II. Namun, sebelum bank syariah memakai fitur lanjutan dari Basel II, mereka perlu memastikan bahwa hambatan utama sedikit diatasi. Menggunakan pendekatan untuk menghitung dan menangani risiko saat ini sulit di beberapa bank syariah yang beroperasi di Timur Tengah dan negara-negara Asia karena kekurangan data. Sebagai contoh, data historis default rinci diperlukan untuk menghitung probabilitas default dan potensi kerugian mengingat perkiraan default. Namun, data ini tidak mudah tersedia di sebagian besar negara-negara Islam. Diperlukan lebih banyak hal untuk dilakukan dalam mengembangkan basis data global yang kompetitif untuk sektor perbankan syariah. Selanjutnya, untuk menggabungkan data pada tingkat multinasional, bank-bank sentral dari negaranegara Islam harus memberikan kebebasan kepada bank untuk mengungkapkan informasi. Hal ini akan memerlukan kerja sama dari bank sentral dari semua negara-negara Islam. Perusahaan-perusahaan dari negara-negara Islam harus mengadopsi kebijakan yang sama dalam pengungkapan data pada eksposurnya. Ide untuk menggunakan proxy data base untuk memulai untuk memastikan bahwa bank syariah setidaknya mulai menggunakan pelaporan dan kepatuhan Basel II. Perbankan syariah menyajikan risiko unik untuk sistem keuangan. Hal ini karena metode berbagi laba rugi pada kontrak pembiayaan dan fitur khusus dari produk-produk keuangan Islam. Pembagian laba rugi menggeser risiko dari instansi kepada investasi deposan sampai batas tertentu. Hal ini juga membuat
21
bank syariah rentan terhadap berbagai risiko, termasuk risiko yang biasanya dilakukan oleh investor ekuitas karena fitur berikut: •
Keuntungan dan mekanisme bagi hasil sangat kompleks. Hal ini membutuhkan audit yang lebih besar dari proyek untuk menjamin pemerintahan yang tepat dan penilaian yang sesuai.
•
Profit dan loss sharing tidak dapat dibuat tergantung pada agunan atau jaminan untuk mengurangi risiko kredit.
•
Standardisasi produk menjadi lebih kompleks karena banyaknya metode pembiayaan potensial, peningkatan risiko operasional, dan ketidakpastian hukum dalam menafsirkan kontrak.
•
Karena tidak adanya instrumen syariah seperti treasury bills, sulit untuk mengelola ketidaksesuaian aktiva dan kewajiban dan karenanya, risiko likuiditas adalah signifikan. 21 Dalam rangka untuk mengatasi risiko yang unik pada perbankan Islam,
maka diperlukan kecukupan modal dan cadangan. Hal ini juga memerlukan pengendalian risiko dalam rezim keterbukaan yang sesuai. Karena asimetri informasi secara luas dalam perbankan Islam, ada kebutuhan yang kuat untuk peraturan yang lebih baik dan praktek akuntansi, pengungkapan pemerintahan, dan audit. Selain itu, ada kebutuhan untuk pengembangan infrastruktur yang memfasilitasi manajemen likuiditas. Lembaga
keuangan
syariah
menghadapi
tantangan
besar
dalam
menganalisis karakteristik risiko produk keuangan Islam dan memahami bagaimana memperlakukan produk-produk di bawah Basel II. Badan perbankan syariah bekerja menuju mengklarifikasi masalah ini.
21
Monzer Khaf, Basel II:Implication for Islamic Banking, monzer.kahf.com/.../Basel_II_Implications_for_Islamic_Banking_FOR_6TH_CONFERENCE_IN _JAKARTA.pdf
22
VI. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Sistem Basel II merupakan penyempurnaan dari Basel I. Selama ini, pada acuan Basel I penghitungan risiko dan permodalan yang dilakukan sangat sederhana sehingga risiko yang sebenarnya tidak dihitung. Dengan Basel II, semua risiko yang dihadapi perbankan bisa terhitung, termasuk risiko kredit. 2. Bank syariah mempunyai risiko kredit secara kualitatif mirip dengan bank konvensional, sehingga proses perhitungan kebutuhan modal minimum untuk eksposur risiko kredit tidak harus berbeda dari metodologi yang diusulkan bagi bank konvensional. Ini berarti bahwa Bank syariah bisa menerapkan ketetapan Basel. 3. Perbankan syariah juga memerlukan kecukupan modal dan cadangan dalam rangka mengatasi resiko khusus yang mungkin timbul. Untuk itu bank syariah juga memerlukan pengendalian risiko dalam rezim keterbukaan yang sesuai. Karena asimetri informasi secara luas dalam perbankan Islam, ada kebutuhan yang kuat untuk peraturan yang lebih baik dan praktek akuntansi, pengungkapan pemerintahan, dan audit. Selain itu, ada kebutuhan untuk pengembangan infrastruktur yang memfasilitasi manajemen likuiditas. 4. Basel II merupakan prinsip kehati-hatian mikro, sedangkan Basel III merupakan prinsip kehati-hatian makro. Reformasi kehati-hatian mikro dan makro yang saling terkait, diharapkan mampu meningkatkan ketahanan bank syariah sehingga dapat menguangi risiko yang lebih luas. Danini akan meningkatkan internasional.
daya saing bank syariah
dalam
dunia perbankan
23
Daftar Pustaka
Abul
Hassan, Adopting Basel II standard in Islamic Bank, oundation.org.uk/IslamicEconomicsPDF/Hassan_Basel_April1.pdf
www.islamic-
Bankers’ ‘doomsday scenarios’ under fire, ("Banks are exaggerating the economic effects of the regulations they are likely to face in the coming years, the economist running an international impact study has told the Financial Times."), The Financial Times, May 30, 2010 Basel II Comprehensive version part 2: The First Pillar – Minimum Capital Requirements. November 2005. p. 86. http://www.bis.org/publ/bcbs128b.pdf. Basel II: Revised international capital framework Basel III Accord The Basel III Accord: Where we are Can we bank on Basel?, Broad/balanced overview of potential impacts of Basel III, Investorschronicle.co.uk May 21, 2010 Cassidy, Gerard S.. American Banker, The Basel III Proposals' Flaws..., 5/13/2010, Vol. 175 Issue 74, p8-8, 1/2p, Danish wisemen play down Basel III mortgage mkt risks, ("The Danish mortgage market -- the third-biggest by value after the U.S. and German -- accounts for two thirds of the total Danish bond market. ... Economists on Thursday played down the risk to Denmark's large mortgage bond market, and thereby the economy, from proposed Basel III banking reforms."), Reuters, June 3, 2010 ELAINE KURTENBACH. "G20 finance chiefs mull growth agenda, finance". AP. . URL:http://www.google.com/hostednews/ap/article/ALeqM5hsRR4QqJ1OtEAwI6OXKCc TJ_PXCQD9G4GIMG1. Accessed: 2010-06-04. (Archived by WebCite at http://www.webcitation.org/5qEknsYHS) European banks: Basel III - The Whimper | The Economist. http://www.economist.com/node/17027188. Retrieved 2010-09-13.
2010-09-13.
FACTBOX-G20, progress on financial regulation, Finance ministers from the G20 group of industrial and emerging countries meet in Busan, Korea, on June 4–5 to review pledges made in 2009 to strengthen regulation and learn lessons from the financial crisis, Reuters, May 27, 2010 George Melloan, The Lesson of Basel's Bean Counters, The Wall Street Journal, April 24, 2010 Goodhart and Haswell, Systemic risk regulators should direct policy not just give warnings, says HSBC's Haswell, (were speaking at a seminar held on Basel III and banking regulation, hosted by the UK's National Institute of Economic and Social Research (NIESR) on May 18.), Risk.net May 19, 2010 http://economy.okezone.com/read/2010/07/01/20/348435/20/bi-terapkan-basel-iii-akhir-2012 http://en.wikipedia.org/wiki/Basel_II http://www.basel-ii-association.com Basel ii Compliance Professionals Association (BCPA). http://www.basel-iii-association.com The Basel iii Compliance Professionals Association (BiiiCPA) http://www.bis.org/publ/bcbs107.htm Basel II: International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards: a Revised Framework (BCBS)
24
http://www.bis.org/publ/bcbs118.htm Basel II: International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards: a Revised Framework (BCBS) (November 2005 Revision) http://www.bis.org/publ/bcbs128.pdf Basel II: International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards: a Revised Framework, Comprehensive Version (BCBS) (June 2006 Revision) http://www.bis.org/publ/bcbs164.htm BCBS Consultative Proposal: "Strengthening the resilience of the banking sector" http://www.bos.frb.org/economic/wp/wp2006/wp0613.htm FRB Boston paper on measurement of operational risk. http://www. federalreserve.gov/newsevents/press/bcreg/20080626b.htm http://www.math.ethz.ch/~baltes/ftp/Responsev3.pdf An academic response to Basel II http://www.math.ethz.ch/~delbaen/ftp/preprints/CoherentMF.pdf Coherent measures of risk. a widely quoted paper Http://www.occ.gov/ftp/release/2008-81a.pdf http://www.osfi-bsif.gc.ca/app/DocRepository/1/eng/guidelines/capital/guidelines/car_a1_e.pdf Canada Capital Adequacy Requirements, OSFI http://www.vibiznews.com/news/banking_insurance/2010/09/14/bi-basel-iii-penting-bagiperbankan/ http://www.webcitation.org/5q1G9aLQI Regulators to stand their ground over Basel III, Global Risk Regulator May 2010 Volume:8 Issue:5 Impact of Basel II on IT investments Global Data and Risk Management Survey 2005 Luca Errico and Mitra Farahbaksh, “Islamic Banking: issues in Prudential Regulation and Supervision,” IMF Working Paper No. WP/98/30, 1998. Monzer Khaf, Basel II:Implication for Islamic Banking, monzer.kahf.com/.../Basel_II_Implications_for_Islamic_Banking_FOR_6TH_CONFEREN CE_IN_JAKARTA.pdf Osborne set to press ahead with bank tax, ("Chancellor George Osborne is planning to slap a levy on lenders after the group of the world’s twenty biggest economies declared that banks should be forced to repay bailout costs in full."), The Daily Mail (UK) June 6, 2010 Press Release Consultative proposals to strengthen the resilience of the banking sector announced by the Basel Committee available at the BIS site. Press Trust Of India. "G-20 accepted our opposition to bank tax: Pranab". Hindustan Times. . URL:http://www.hindustantimes.com/G-20-accepted-our-opposition-to-bank-taxPranab/Article1-554441.aspx. Accessed: 2010-06-08. (Archived by WebCite at http://www.webcitation.org/5qLCGDLdM) 12 Sep 2010 Group of Governors and Heads of Supervision announces higher global minimum capital standards Regulators to stand their ground over Basel III, (Overview of Basel III. Quote summarizing elements of draft Basel III inserted at top of article), www.globalriskregulator.com, May 2010 Rifki Ismal, How Do Islamic Banks Manage Liquidity Risk? An Empirical Survey on the Indonesian Islamic Banking Industry, 2010 Schulte-Herbrüggen, Walter; Becker, Gernot. Risk, From Basel II to Basel III , Jan2005, Vol. 18 Issue 1, p58-61, 4p Simon Kennedy and Mark Deen. "G-20 Clash Over Recovery Risks ’Sub-Potential’ Growth (Update1)". Bloomberg Businessweek. . URL:http://www.businessweek.com/news/2010-
25
06-06/g-20-clash-over-recovery-risks-sub-potential-growth-update1-.html. Accessed: 201006-08. (Archived by WebCite at http://www.webcitation.org/5qKrxL1px) Source: Korea Ministry of Strategy & Finance. "Results of Busan G20 meeting". Korea.net. . URL:http://www.korea.net/news.do?mode=detail&guid=47376. Accessed: 2010-06-08. (Archived by WebCite at http://www.webcitation.org/5qKsZcxXk) Stefan Walter, Secretary General, Basel Committee on Banking Supervision, at the 5th Biennial Conference on Risk Management and Supervision, Financial Stability Institute, Bank for International Settlements, Basel, 3-4 November 2010. Stock markets rise on new Basel III rules, China economy - Telegraph. 2010-09-13. http://www.telegraph.co.uk/finance/markets/8000128/Stock-markets-rise-on-new-Basel-IIIrules-China-economy.html. Retrieved 2010-09-13. Strengthening the resilience of the banking sector (pdf). BCBS. December 2009. p. 15. http://www.bis.org/publ/bcbs164.pdf. "Tier 3 will be abolished to ensure that market risks are met with the same quality of capital as credit and operational risks." The Basel iii Compliance Professionals Association (BiiiCPA) A global community of Basel Compliance professionals. Members gain insight into the G20 efforts to regulate the global financial system, explore new career avenues and acquire lifelong skills. The banks battle back, A behind-the-scenes brawl over new capital and liquidity rules, ("The most important bit of reform is the international set of rules known as “Basel 3”, which will govern the capital and liquidity buffers banks carry. It is here that the most vicious and least public skirmish between banks and their regulators is taking place.”)The Economist, May 27, 2010 Thinking Beyond Basel III: Necessary Solutions For Capital And Liquidity, OECD Journal: Financial Market Trends, Q1 2010 UK banks fend off mooted pre-election facelift, Politics & Bank Regulation in the U.K., www.thelawyer.com, May 24, 2010