188
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
IDENTIFIKASI TITIK KENDALI KRITIS UNTUK MENINGKATKAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUKSI PATI SAGU TRADISIONAL S. Joni Munarso1 and Miskiyah2 Pusat Penelitan dan Pengembangan Perkebunan, 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian 1
ABSTRAK Sagu telah menjadi salah satu komoditas penting di Indonesia. Kemampuan tumbuhnya di lahan marginal, mengakibatkan tanaman tersebut menjadi salah satu sumber pati andalan pada abad mendatang, disamping sifat fungsionalnya. Produksi sagu pada beberapa sentra mulai berkembang, namun pada industri skala kecil seringkali belum memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangannya. Diperlukan suatu guideline pada proses pembuatan pati sagu untuk menjamin mutu dan keamanannya. Kajian ini bertujuan untuk menyusun suatu rencana aksi pendekatan sistem HACCP pada prosesing pati sagu pada industri skala kecil. Hasil studi menunjukkan bahwa proses produksi pati sagu rentan terhadap kontaminan baik fisik, kimia, dan mikrobiologi. Melalui aplikasi HACCP pada proses produksi diharapkan mampu meningkatkan kualitas pati sagu dan bahaya yang teridentifikasi selama prosesing dapat diminimalkan. Kata kunci : sagu, kualitas, keamanan, Hazard Analysis of Critical Control
PENDAHULUAN Sagu (Metroxylon sp) telah menjadi komoditas penting di Indonesia, yang menjadi salah satu pangan pokok di beberapa wilayah di Indonesia, terutama wilayah Indonesia bagian timur. Tanaman sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu,rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru (Anonim, 2011). Kemampuan tumbuhnya di lahan marginal, mengakibatkan tanaman tersebut menjadi salah satu sumber pati andalan pada abad mendatang, disamping sifat fungsionalnya. Sebagai pangan tradisional, sagu berpotensi untuk dikembangkan sebagai pangan alternatif. Tanaman sagu mempunyai ciri tinggi pohon 10-15 m, diameter 60-70 cm, tebal kulit luar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung sagu 50-60 cm. Ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dapat dilihat dari perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk dan batang mulai membengkak disusul keluarnya selubung bunga dan pelepah daun berwarna putih terutama pada bagian luarnya (Anonim, 2011). Pengolahan batang sagu menjadi pati meliputi tahapan sejak persiapan bahan baku, pemarutan, pemerasan pati, penyaringan, pengendapan pati, pengeringan dan pengemasan (Haryanto dan Siswari, 2004). Pati sagu diperoleh dari hasil ekstraksi dari batang sagu yang berumur 5 - 8 tahun, ditebang pada pangkal batangnya, kulit luar dibuang dan bagian dalam dipotong-potong untuk diambil empulurnya dengan cara diparut. Hasil parutan direndam
188
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
sambil diremas kemudian disaring. Hasil saringan dibiarkan mengendap untuk diambil pati sagunya (Miskiyah et al., 2006). Perkembangan produksi sagu pada beberapa sentra produksi, khususnya yang mempunyai skala kecil, seringkali belum memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangannya. Sanitasi dan higiene yang kurang memadai serta ketersediaan sumber air yang aman merupakan faktor utama yang mempengaruhi mutu sagu rakyat (Greenhill et al., 2010). Suatu guideline proses pembuatan pati sagu diperlukan untuk menjaga kualitasnya. Sistem HACCP merupakan alat yang tepat untuk menetapkan sistem pengendalian karena berfokus pada pencegahan dari pada pengujian produk akhir. HACCP merupakan suatu pendekatan untuk mencegah dan mengontrol penyakit karena keracunan makanan (Byran, 1992). Sistem ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahaya yang berhubungan dengan beberapa tahapan produksi, prosesing atau penyiapan makanan, serta memperkirakan resiko yang akan terjadi dan menentukan prosedur operasi untuk prosedur kontrol yang efektif. Studi ini bertujuan untuk menyusun suatu rencana aksi melalui pendekatan sistem HACCP pada pengolahan pati sagu skala industri kecil.
BAHAN DAN METODE Studi HACCP pada produksi pati sagu dilakukan menggunakan Panduan Penyusunan Rencana HACCP (Anonim, 1999), melalui 7 tahapan prinsip sistem HACCP yang meliputi : 1) Analisis bahaya dan pencegahannya; 2) Identifikasi Critical Control Points (CCPs) di dalam proses; 3) Menetapkan batas kritis untuk setiap CCP; 4) Menetapkan cara pemantauan CCP; 5) Menetapkan tindakan koreksi; 6) Menyusun prosedur verifikasi; 7) Menetapkan prosedur pencatatan (dokumentasi). Analisis bahaya dilakukan dengan mengidentifikasi semua bahaya baik yang terdapat pada bahan baku maupun tahapan proses. Hasil identifikasi kemudian disusun dalam sebuah tabel disertai sumber bahaya, tingkat resiko, dan tindakan pencegahannya. Tingkat resiko ditentukan berdasarkan seberapa besar akibat yang ditimbulkan oleh suatu bahaya dan seberapa sering bahaya tersebut mungkin terjadi. Penentuan CCP didasarkan pada pertimbangan tingkat resiko; dan memerlukan pengendalian supaya tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Tahapan proses yang tidak termasuk CCP, dikelompokkan sebagai Control Point (CP), yang berarti tahapan tersebut apabila tidak dikendalikan dengan baik dapat menyebabkan kecacatan dari segi kualitas. Gambar 1 menunjukkan pohon keputusan yang digunakan sebagai alat bantu untuk menentukan CCP atau titik kendali kritis, dimana pohon keputusan harus menyatakan pendekatan pemikiran yang logis (masuk akal).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
189
Q1
Adakah tindakan pengendalian
Ya
Tidak
Lakukan modifikasi tahapan dalam proses atau produk
Adakah pengendalian pada tahap ini perlu keamanan? Tidak
Q2
Ya
Bukan TKK/CCP
Apakah tahapan dirancang secara spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkatan yang dapat diterima?**
Berhenti*
Ya
Tidak
Q3
Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima?**
Ya
Q4
Tidak
Bukan TKK/CCP
Akankah tahapan berikutnya menghilangkan bahaya yang teridentifikasi atau mengurangi tingkatan kemungkinan terjadinya sampai tingkatan yang dapat diterima?** Ya
Tidak
Bukan CCP
Titik Kendali Kritis (TKK/CCP) Berhenti*
Gambar 1. Pohon keputusan CCP
190
Berhenti**
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahaya Prosesing Pati Sagu Tahapan produksi pati sagu yang teridentifikasi meliputi pemilihan pohon, penebangan dan pemotongan, penyimpanan batang, pemarutan mekanis, ekstraksi pati, penjemuran, pengemasan dan penyimpanan, terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan hasil penentuan CCP menggunakan decision tree, maka CCP yang teridentikasi pada prosesing pati sagu adalah pemilihan pohon sagu, penyimpanan batang, pemarutan mekanis, ekstraksi pati, penjemuran, pengemasan dan penyimpanan (Gambar 2). Pemilihan Pohon Sagu (CCP 1) Penebangan dan pemotongan batang (CP1) Penyimpanan batang (CCP 2) Pemarutan mekanis (CP 2) Ekstraksi pati (CCP4) Penjemuran (CCP 5) Pengemasan dan penyimpanan (CCP 6) Gambar 2. Diagram alir Titik Kendali Kritis (CCP) pada produksi sagu Analisis bahaya terhadap proses produksi pati sagu dilakukan dari bahan baku sampai pengemasan dan penyimpanan, dan dilakukan dengan mengidentifikasi semua bahaya baik yang terdapat pada bahan baku maupun tahapan proses. Tabel 1 menunjukkan hasil identifikasi sumber bahaya, tingkat resiko, dan tindakan pencegahannya. Tingkat resiko ditentukan berdasarkan seberapa besar akibat yang ditimbulkan oleh suatu bahaya dan seberapa sering bahaya tersebut mungkin terjadi. Pemilihan pohon sagu merupakan faktor kritis, hal ini berkaitan dengan kemampuannya menghasilkan pati (CCP). Menurut Greenhill et al. (2010) ukuran batang dan umur pohon sagu menentukan kandungan pati yang dihasilkan. Penebangan dan pemotongan batang menjadi bagian-bagian yang lebih kecil bertujuan untuk memudahkan transportasi dari lokasi kebun ke tempat prosesing pati sagu. Tahapan ini tidak termasuk dalam CCP, karena hanya bahaya fisik yang teridentifikasi (CP), demikian juga tahapan pemarutan mekanis. Bahaya tersebut berasal dari peralatan yang digunakan untuk penebangan dan pemotongan, yang mengakibatkana terjadinya pecahan atau serpihan yang berasal dari peralatan. Selain itu PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
191
penggunaan peralatan untuk penebangan dan pemotongan batang yang kurang bersih (Greenhill et al., 2008). Tahapan penyimpanan batang merupakan CCP, karena tahapan tersebut umumnya dilakukan untuk menunggu saat transportasi dan prosesing. Penundaaan tersebut akan mengakibatkan terjadinya infestasi kapang, karena umumnya batang diletakkan di tanah, sehingga batang sagu menjadi rentan terhadap infestasi kapang dan mikroba yang dapat membahayakan kesehatan dan mutu sagu yang diperoleh. Menurut Greenhill et al (2007a) jenis kapang yang terdapat pada sagu antara lain Penicillium sp. dan Aspergillus, sp. Sedangkan bakteri patogen yang diidentifikasi dari pati sagu antara lain B. cereus dan S. aureus (Greenhill et al., 2007b). Pertumbuhan kapang pada sagu tidak terlihat jelas, Biasanya ditandai dengan pigmen spot hitam pada permukaan sagu. Demikian juga proses ekstraksi pati, penjemuran, pengemasan dan penyimpanan. Penyimpanan batang biasanya terjadi bilamana masyarakat tidak mempunyai cukup waktu prosesing pati satu dalam waktu satu hari (Greenhill et al., 2010). Batang biasanya direndam dalam air (sungai, danau, dll) atau diletakkan dalam tanah. Tahapan tersebut rentan terkontaminasi dengan mikroba yang dapat membahayakan kesehatan. Sehingga sanitasi peralatan, air yang digunakan, higiene lingkungan merupakan faktor utama untuk mengendalikannya. Tabel 2 menunjukkan tindakan koreksi dan monitoring yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan untuk mengendalikan mutu pati sagu yang dihasilkan.
KESIMPULAN 1.
2.
192
Hasil identifikasi bahaya menunjukkan bahwa yang termasuk titik kritis (CP) prosesing pati sagu adalah tahap penebangan dan pemotongan batang dan pemarutan mekanis, sedangkan yang termasuk titik kendali kritis atau CCP yaitu pemilihan pohon, ekstraksi pati, penjemuran, pengemasan dan penyimpanan. Monitoring secara rutin dan tindakan koreksi untuk mengendalikan kemungkinan terjadinya kontaminasi dan untuk menjamin mutu dan keamanannya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
Tabel 1. Analisa bahaya produksi pati sagu No
Bahan
Bahaya
1
Pemilihan pohon sagu
M : kapang, serangga
2
Penebangan dan pemotongan batang
3
Penyimpanan batang
F : serpihan peralatan, kotoran tanah, debu, dll M : kapang, serangga
Bahaya terhadap KeselaMutu matan √ √
√ √
F : kotoran tanah, debu, dll
√
√
Penyebab bahaya
Tindakan pengendalian
M : kontaminasi dengan kapang pada saat panen, infestasi serangga
- panen tepat waktu (umur 5-10 tahun) - Pemanenan dilakukan secepat mungkin, hindari infestasi serangga yang dapat memicu tumbuhnya kapang - Peralatan dipastikan tidak menimbulkan serpihan - Bersihkan kotoran yang terikut - Prosesing menjadi pati sagu dilakukan secepat mungkin, hindari serangga yang dapat mengakibatkan rentan terhadap serangan kapang - bersihkan kotoran yang menempel pada batang sagu ketika penundaan prosesing - Peralatan dipastikan tidak menimbulkan serpihan - Bersihkan kotoran yang terikut - Bersihkan kembali sebelum digunakan - gunakan air bersih, kebersihan peralatan dan pekerja, sanitasi dan higiene lingkungan, kebersihan - higiene pekerja dan sanitasi lingkungan
F : Adanya serpihan peralatan pemotong dari gergaji, kapak, dll. Adanya kotoran dari tanah, debu, dll. M : kontaminasi dengan kapang penghasil mikotoksin, adanya infestasi serangga sehingga batang rusak dan terjadi infeksi mikotoksin F : adanya kotoran yang menempel ketika penyimpanan
4
Pemarutan mekanis
F : serpihan peralatan, kotoran tanah, debu, dll
√
5
Ekstraksi pati
M : bakteri, kapang
√
√
M : kontaminasi silang dengan bakteri atau kapang pada saat ekstraksi
6
Penjemuran
M : kapang, serangga, bakteri
√
√
M : adanya infeksi kapang dan infestasi serangga, bakteri (Staphlylococcus aureus) yang berasal dari tangan dan kaki pekerja F : adanya kotoran yang terikut ketika proses penjemuran M : adanya pati sagu yang berkapang, bakteri yang berasal kaki dan tangan pekerja F : adanya kotoran pada pengemas dan peralatan pengemas
7
Pengemasan dan penyimpanan
F : adanya kotoran, debu, dll M : kapang, serangga, bakteri F : debu, dan kotoran lainnya
Keterangan : M : mikrobiologi; F : fisik
F : Adanya serpihan peralatan pemotong dari gergaji, kapak, dll. Adanya kotoran dari tanah, debu, dll.
√ √
√ √
- Operator menggunakan sepatu boot steril (bersih) dan atau pelindung kaki pada saat pengemasan - Sanitasi peralatan pengemas dan lingkungan - Kemasan karung/plastik yang dipakai dan tempat penyimpanan memenuhi - persyaratan - tempat penyimpanan kering dan bersih
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
193
Kriteria (CP atau CCP) CCP 1
CP 1 CCP 2
CP 2
CCP 3 CCP 4
CCP 5
Tabel 2. Prosedur Monitoring Proses Produksi Sagu CCP No
194
Batas kritis
Peosedur Monitoring
Tindakan Koreksi
1
Tidak terdapat kotoran dari hewan atau manusia
Pemeriksaan/observasi
Pilih pohon lain
2
Batas waktu penyimpanan potongan batang sagu tidak lebih dari 2 hari
Perhatikan waktu
Pisahkan kapang yang terlihat
3
Ekstraksi lebih dari 1 minggu meningkatkan kejadian kontaminasi bakteri patogen atau pertumbuhan kapang
Pemeriksaan, bau, perhatikan waktu
Mimimalkan rekontaminasi
4
Penjemuran tidak lebih dari 4 hari untuk menghindari pertumbuhan kapang
Pemeriksaan, bau, Perhatikan waktu
Pisahkan kapang yang terlihat
5
Gunakan kemasan yang rapat, bersih, jangan diisimpan didekat tempat yang berpotensi menjadi sumber kontaminan misalnya tanah
Pemerikasaan visual, bau
Pisahkan kapang yang terlihat
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1999. Pedoman Penyusunan Rencana Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP). Badan Standardisasi Nasional. Pedoman 1004-1999. Anonim. 2011. TTG Budidaya Pertanian : Sagu (Metroxylon sp.). http:// www.ristek.go.id. 16 halaman. Diakses tanggal 2 Oktober 2011. Bryan. 1992. Hazard Analysis Critical Control Point Evaluations. World Health Organization. Geneva. Greenhill, A. R., Shipton, W. A., Blaney, B. J., dan Warner, J. M. 2007a. Fungal colonization of sago starch in Papua New Guinea. International Journal of Food Microbiology: 119: 284-290. Greenhill, A. R., Shipton, W. A., Omoloso, A. D., Amoa, B., dan Warner, J. M. 2007b. Bacterial contamination of sago starch in Papua New Guinea. Journal of Food Protection: 70: 2868–2872. Greenhill, A. R., Blaney, B. J., Shipton, W. A., Frisvad, J., Pue, A., & Warner, J. M. 2008. A survey for mycotoxins and toxigenic fungi in sago starch from Papua New Guinea. Letters in Applied Microbiology: 47: 342–347. Greenhill, R. ; W.A. Shipton; B.J. Blaney; B. Amoa; E. Kopel, D. 2010. Hazards and critical control points for traditional sago starch production in Papua New Guinea: Implications for food safety education. Food Control : 21: 657–662. Haryanto, B. dan Siswari, E. 2004. Pengaruh Usaha Pengolahan Sagu Skala Kecil Terhadap Baku Mutu Air Anak Sungai (Studi Kasus Industri Pengolahan Sagu di Kelurahan Cibuluh Kota Bogor). J. Tek. Ling. P3TL-BPPT:5:3:221-226. Miskiyah, Widaningrum, dan Heti Herawati. 2006. Studi Penerapan HACCP (Hazard Analysis Control Point) pada Proses Pengolahan Mi Sagu. Jurnal Standardisasi : 8 : 1.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
195