IDENTIFIKASI PENGARUH VARIABILITAS IKLIM DI KOTA BOGOR TERHADAP ADAPTASI DAN PENGELUARAN MASYARAKAT
JAVID ATTAURRAHMAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Pengaruh Variabilitas Iklim Di Kota Bogor Terhadap Adaptasi dan Pengeluaran Masyarakat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014
Javid Attaurrahman H44100111
ABSTRAK JAVID ATTAURRAHMAN, Identifikasi Pengaruh Variabilitas Iklim Di Kota Bogor Terhadap Adaptasi dan Pengeluaran Masyarakat. Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR Wilayah Indonesia bagian selatan katulistiwa kini mengalami musim kemarau yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek tetapi dengan curah yang lebih tinggi. Hal itu juga terjadi pada indikator iklim di Kota Bogor berupa suhu, curah hujan, jumlah hari hujan, dan jumlah hari tanpa hujan. Variabilitas iklim secara tidak langsung diduga akan memberi dampak pada strategi adaptasi dan pengeluaran masyarakat. Penelitian ini bertujuan menganalisis persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim, menganalisis adaptasi masyarakat menghadapi perubahan iklim menganalisis dampak perubahan iklim terhadap pengeluaran masyarakat, dan mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan pengeluaran untuk adaptasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah adaptasi masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi melalui peninggian atap sebesar 6%, 14%, dan 36% sedangkan penggunaan kipas angin sebesar 38%, 70%, dan 62%. Pada kondisi adaptasi terhadap perubahan curah hujan dan hari hujan masyarakat melakukan perbaikan atap sebesar 48%, 66%, dan 66% dan penggunaan payung sebesar 76%, 74%, dan 86%. Pengeluaran masyarakat untuk adaptasi saat suhu meningkat melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah dan penggunaan barang rumahtangga sebesar Rp 2 433 070, Rp 7 038 930, dan Rp 20 580 640, pada perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan sebesar Rp 4 588 290, Rp 20 383 370, dan Rp 49 758 430. Kata kunci: variabilitas iklim, persepsi masyarakat, adaptasi, pengeluaran
ABSTRACT JAVID ATTAURRAHMAN, Identification of Climate Variability Effect on Adaptation and Household Expenditure in Bogor City. Supervised by RIZAL BAHTIAR Indonesian territory south of the equator is now going on a longer dry season and the rainy season is shorter but with a higher rainfall. It also occurs in Bogor on climate indicator of temperature, rainfall, number of rainy days, and the number of days without rain. Climate variability is expected to impact the adaptation strategies and household expenditure indirectly. This study aims to analyzed the public perception about climate change, analyze the community adaptation to face the climate change, analyzed the impact of climate change on household expenditure, and identified factors that affect the community in adapting to climate changes. This study used a descriptive method and multiple linear regression analysis. The results of this study is that the adaptation of temperature increased on low-income, medium-income, and high-income community through roof improvement amount of 6%, 14%, and 36%, and used the fan amount of 38%, 70%, dan 62%. In adaptation from changed the rainfall and rainy days through roof fixing amount of 48%, 66%, and 66%, and used umbrella amount of 76%, 74%, and 86%. Increasing temperature affected on household expenditure for adaptation through home improvement or addition and the use of household goods amount of Rp 2 433 070, Rp 7 038 930, Rp 20 580 640 and household expenditure by climate change with changing the rainfall and rainy days amount of Rp 4 588 290, Rp 20 383 370, Rp 49 758 430 . Keywords: climate variability, public perseption, adaptation, household expenditure
IDENTIFIKASI PENGARUH VARIABILITAS IKLIM DI KOTA BOGOR TERHADAP ADAPTASI DAN PENGELUARAN MASYARAKAT
JAVID ATTAURRAHMAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjanan Ekonomi Pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Skripsi : Identifikasi Pengaruh Variabilitas Iklim Di Kota Bogor Terhadap Adaptasi dan Pengeluaran Masyarakat Nama : Javid Attaurrahman NIM : H44100111
Disetujui oleh
Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 sampai Juli 2014 adalah variabilitas iklim dengan judul “Identifikasi Pengaruh Variabilitas Iklim Di Kota Bogor Terhadap Adaptasi dan Pengeluaran Masyarakat”. Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua penulis tercinta, (Alm) Asep Husaeni dan Salehastuti ; kakak penulis tersayang, Zafar dan Naila, serta adik tercinta Ivana dan Irenka atas bantuan, doa, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada Rizal Bahtiar, S.Pi M.Si selaku dosen pembimbing. Terima kasih kepada Dr. Ir. Eka Intan KP, MS dan Dessy Rachmawatie, S.Pt, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada dosen dan staf sekretariat Departemen ESL yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi. Terima kasih juga kepada teman sebimbingan, yang banyak memberikan masukan dan bantuan kepada penulis, sahabat penulis atas motivasi, semangat, dan bantuannya dalam penyusunan skripsi, serta seluruh teman-teman ESL 47 atas kebersamaannya.
Bogor, Desember 2014
Javid Attaurrahman
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
viii
I.
PENDAHULUAN.....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................
4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...................................................................
5
II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
7
2.1 Pengertian Cuaca dan Iklim ................................................................
7
2.2 Perubahan Iklim dan Pemanasan Global ..........................................
8
2.3 Dampak Perubahan Iklim Secara Umum............................................
9
2.3.1 Dampak Ekonomi Perubahan Iklim di Indonesia ......................
11
2.4 Persepsi Masyarakat ...........................................................................
13
2.5 Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim...................................................
14
2.6 Biaya yang Dikeluarkan Akibat Perubahan Iklim ..............................
16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................
19
IV. METODE PENELITIAN ........................................................................
23
4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian...............................................................
23
4.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................................
23
4.3 Metode Pengambilan Sampel .............................................................
24
4.4 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................
24
4.4.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim .......................
25
4.4.2 Adaptasi Masyarakat Menghadapi Perubahan Iklim.. ...............
26
4.4.3 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pengeluaran .....................
27
4.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Beradaptasi Terhadap Perubahan Iklim.........................................................
29
4.5 Hipotesis..............................................................................................
31
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................................
33
5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ......................................................
33
5.1.1 Kondisi Geografis ......................................................................
33
5.1.2 Kondisi Topografis.....................................................................
33
5.1.3 Demografi...................................................................................
33
5.1.4 Kondisi Iklim .............................................................................
34
5.2 Karakteristik Responden .....................................................................
35
5.2.1 Jenis Kelamin Responden..........................................................
35
5.2.2 Tingkat Pendidikan ....................................................................
36
5.2.3 Pekerjaan Responden.................................................................
37
5.2.4 Tingkat Usia Responden............................................................
38
5.2.5 Pendapatan Rumahtangga ........................................................
39
5.2.6 Lama Menetap ...........................................................................
40
5.2.7 Jumlah Tanggungan Keluarga ...................................................
41
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
43
6.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim.................................
43
6.1.1 Persepsi Masyarakat Dalam Mendengar Istilah Perubahan Iklim ...........................................................................................
43
6.1.2 Sumber Informasi Masyarakat...................................................
44
6.1.3 Persepsi
Masyarakat
Mengenai
Pengetahuan
Definisi
Perubahan Iklim dan Pemahaman Penyebab Perubahan Iklim..
46
6.1.4 Persepsi Masyarakat Mengenai Kesadaran dan Kerugian Akibat Perubahan Iklim .............................................................
49
6.1.5 Persepsi Masyarakat Terhadap Suhu Udara .............................
50
6.1.6 Persepsi Masyarakat Terhadap Curah Hujan............................
52
6.1.7 Persepsi Masyarakat Terhadap Jumlah Hari Hujan ..................
54
6.1.8 Persepsi Masyarakat Terhadap Jumlah Hari Tanpa Hujan.......
56
6.2 Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim................................
57
6.2.1 Adaptasi Terhadap Suhu yang Meningkat................................
59
6.2.2 Adaptasi Terhadap Perubahan Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Serta Penurunan Suhu....................................................
63
6.3 Biaya yang Dikeluarkan Masyarakat Untuk Beradaptasi Terhadap Perubahan Iklim .................................................................................. 6.3.1 Pengeluaran Untuk
Beradaptasi Terhadap
Suhu
69
yang
Meningkat ..................................................................................
69
6.3.2 Pengeluaran Untuk Beradaptasi Saat Perubahan Curah Hujan, Jumlah Hari Hujan, dan Penurunan Suhu .................................
71
6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Dalam Melakukan Adaptasi ..............................................................................................
74
6.4.1 Implikasi Kebijakan.. .................................................................
81
VII. SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
83
7.1 Simpulan.............................................................................................
83
7.2 Saran ..................................................................................................
84
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
85
LAMPIRAN ....................................................................................................
89
RIWAYAT HIDUP.........................................................................................
119
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data, dan Metode Analisis Data ..............
25
2. Identifikasi Pengeluaran Untuk Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim....
28
3. Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Rendah.................................
38
4. Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Menengah ............................
39
5. Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Tinggi...................................
39
6. Persepsi Kesadaran Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim..................
49
7. Persepsi Kerugian Masyarakat Akibat Perubahan Iklim ........................
50
8. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah....................................................................................
69
9. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Konsumsi/Penggunaan barang.....
70
10. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah....................................................................................
72
11. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Konsumsi/Penggunaan Barang ....
72
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Diagram Alur Berpikir ..............................................................................
21
2. Jenis Kelamin Responden.........................................................................
35
3. Tingkat Pendidikan Responden................................................................
36
4. Pekerjaan Responden................................................................................
37
5. Jumlah Tanggungan Keluarga ..................................................................
41
6. Persepsi Masyarakat Tentang Mendengar Istilah Perubahan Iklim..........
43
7. Sumber Informasi Masyarakat .................................................................
44
8. Persepsi Responden Tentang Arti Perubahan Iklim dan Penyebab Perubahan Iklim........................................................................................
47
9. Persepsi Masyarakat Terhadap Suhu Udara.............................................
51
10. Data Suhu Udara Di Kota Bogor Tahun 2004-2013.... ...........................
52
11. Persepsi Masyarakat Terhadap Curah Hujan ...........................................
53
12. Data Curah Hujan Di Kota Bogor Tahun 2004-2013..............................
54
13. Persepsi Masyarakat Terhadap Jumlah Hari Hujan..................................
55
14. Data Jumlah Hari Hujan Di Kota Bogor Tahun 2004-2013 ...................
56
15. Persepsi Masyarakat Terhadap Jumlah Hari Tanpa Hujan ......................
56
16. Data Jumlah Hari Tanpa Hujan Di Kota Bogor Tahun 2004-2013 ........
57
17. Tingkat Keperluan Masyarakat Untuk Melakukan iAdaptasi …............
58
18. Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah… ................................................................................. 19. Strategi
Adaptasi
Masyarakat
Melalui
Penggunaan
59
Barang
Rumahtangga. ...........................................................................................
61
20. Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah. .................................................................................... 21. Strategi
Adaptasi
Masyarakat
Melalui
Penggunaan
63
Barang
Rumahtangga ............................................................................................
66
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Kuesioner Penelitian.................................................................................
91
2. Jumlah Responden yang Berpendapat Suhu, Curah Hujan, dan Jumlah Hari Hujan Mengalami Peningkatan. ..................................................................
3. Hasil
Regresi
Model
Pengeluaran
Adaptasi
Masyarakat
Berpenghasilan Rendah ........................................................................... 4. Hasil
Regresi
Model
Pengeluaran
Adaptasi
Regresi
Model
Pengeluaran
Adaptasi
99
Masyarakat
Berpenghasilan Menengah ....................................................................... 5. Hasil
97
100
Masyarakat
Berpenghasilan Tinggi..............................................................................
101
6. Data Suhu udara, Curah Hujan, Jumlah Hari Hujan, dan Jumlah Hari Kering.......................................................................................................
102
7. Pengeluaran dan Strategi Adaptasi Masyarakat…...................................
104
1
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kegiatan manusia berupa kegiatan industri, transportasi dan rumahtangga
menghasilkan gas rumah kaca yang jumlahnya terus meningkat, terutama gas karbondioksida, yang diemisikan ke atmosfer (Diposaptono et al. 2009). Diperkirakan antara tahun 1750-2005 konsentrasi karbondioksida di atmosfer meningkat dari sekitar 280 ppm (parts per million) menjadi 379 ppm per tahun dan terus meningkat dengan kecepatan 1.9 ppm per tahun. Akibatnya suhu global akan meningkat antara 1.80 C-2.90 C pada tahun 2100 (UNDP Indonesia 2007). Dampak dari peningkatan suhu tersebut tersebut adala h terjadinya pemanasan global yang ditandai dengan adanya pergantian musim yang tidak dapat diprediksi, banjir dan kekeringan yang terjadi pada waktu yang bersamaan (Susanta dan Sutjahjo 2008). Peningkatan suhu juga terjadi di Indonesia. Secara umum laju peningkatan temperatur di Indonesia tahun 1950-2000 sebesar 0.0110 C/tahun. Laju kenaikan suhu meningkat cepat setelah tahun 1960-an (LAPAN 2006). Beberapa wilayah di Indonesia gejala perubahan cuaca mulai dirasakan, diantaranya musim kemarau yang berlangsung dari tahun ke tahun semakin panjang, dan musim penghujan dengan intensitas yang lebih tinggi, tetapi waktunya lebih singkat serta bergeser dari waktu yang biasanya. Di sebagian wilayah barat Indonesia selama kurun waktu 1960-1990 dan 1991-2003, awal musim hujan menjadi terlambat 10 hingga 20 hari dan awal kemarau menjadi terlambat 10 hingga 60 hari (UNDP Indonesia 2007). Di sebagian wilayah Indonesia yang terletak di sebelah selatan katulistiwa, akan mengalami musim kemarau yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek tetapi dengan curah yang lebih tinggi (UNDP Indonesia 2007). Perubahan suhu, curah hujan, serta jumlah hari hujan dan tanpa hujan kini telah terjadi di berbagai tempat termasuk di Kota Bogor. Keempatnya telah mengalami perubahan terutama selama tahun 2004-2013. Suhu udara mengalami kenaikan rata-rata sebesar 0.280 C. Curah hujan mengalami perubahan rata-rata sebesar 34.82 mm. Jumlah hari hujan dan tanpa hujan mengalami kenaikan rata-rata
2
sebesar 7.15 hari dan 33.65 hari (BMKG Kota Bogor 2014). Perubahan iklim dan cuaca yang terjadi selama beberapa tahun terakhir pada akhirnya akan memberi dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat (Barker dalam Berina 2011). Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat tersebut akan berubah sesuai tingkat kemampuan adaptasi mereka. Masyarakat yang memiliki pemahaman terhadap perubahan iklim diduga akan bertindak reaktif dan melakukan antisipasi terhadap dampak yang terjadi akibat dari perubahan iklim (Gallopin 2006). Tindakan adaptasi ini merupakan salah satu upaya masyarakat dalam merespon dampak lingkungan yang mereka terima akibat perubahan iklim. Beberapa faktor- faktor yang mempengaruhi kemampuan adaptasi yaitu pendidikan, pendapatan, dan kesehatan, dengan beberapa faktor khusus yang mempengaruhi kapasitas adaptasi yaitu tingkat kerentanan,
institusional,
pengetahuan dan teknologi (Smit dan Wandel 2006). Terdapat perbedaan pada kemampuan beradaptasi antara masyarakat kaya dan miskin. Masyarakat lapisan menengah ke atas memiliki lebih banyak pilihan untuk beradaptasi, misalnya membangun tempat tinggal (menambah lantai) hingga pindah ke tempat lain. Berbeda dengan masyarakat miskin yang cenderung tidak memiliki banyak pilihan karena dampak lingkungan akibat perubahan iklim, yang terjadi melebihi daya adaptasi mereka (Caljouw et al. dalam Berina 2011). Adaptasi yang dilakukan masyarakat dapat digunakan untuk menilai biaya atau resiko yang terjadi akibat perubahan iklim (Grothmann dan Anthony dalam Kurniawati 2012). Ketika menghadapi bencana akibat perubahan iklim dan cuaca, masyarakat perlu melakukan suatu tindakan adaptasi. Upaya adaptasi yang dilakukan terhadap perubahan iklim akan menimbulkan biaya bagi pemerintah maupun masyarakat (Barker dalam Berina 2011). Contoh kasus adalah adaptasi masyarakat akibat banjir rob di Jakarta. Biaya total yang dikeluarkan responden untuk pencegahan dan adaptasi berupa pengeluaran melalui penambahan bangunan adalah sebesar Rp 50 775 630 927.44 (Berina 2011). Kasus lain adalah adaptasi yang dilakukan masyarakat akibat kekeringan di Baluran, Situbondo. Diperlukan biaya untuk pembuatan sumur, pembelian selang air dan mesin pompa perawatannya pembelian minyak yang harganya Rp 4 000/liter (Sylviani dan Sakuntaladewi 2010). Biaya yang dikeluarkan untuk
3
tindakan responsif ini tidaklah sedikit, khususnya yang berupa tindakan pencegahan terhadap nilai kerugian yang tinggi. Bentuk biaya adaptasi yang dikeluarkan masyarakat juga berbeda-beda. Hal ini tergantung pada faktor sosial dan ekonomi, serta tingkat dampak yang diterima oleh masing- masing individu (Berina 2011). Penduduk di Kota Bogor terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan yang berbeda serta lokasi pemukiman yang beragam (BPS Kota Bogor 2013). mengakibatkan
terjadinya
perbedaan
Hal ini diduga
strategi adaptasi dan
pengeluaran
masyarakat saat beradaptasi terhadap perubahan iklim.
1.2
Rumusan Masalah Variabilitas iklim terjadi di berbagai daerah, termasuk di Kota Bogor.
Suhu udara, curah hujan, dan jumlah hari hujan mengalami peruba han selama tahun 2010 hingga 2012 (BPS Kota Bogor 2013). Sementara pada akhir tahun 2006 dan awal 2007 curah hujan kota bogor mencapai nilai angka tertinggi selama tahun 2004-2013 yaitu sebesar 136 mm yang sempat mengakibatkan banjir di Jakarta juga beberapa wilayah di Kota Bogor. Curah hujan yang besar tersebut masuk dalam kategori variabilitas iklim. Variabilitas iklim berupa curah hujan besar juga terjadi di tahun 2013 meskipun dengan angka yang tidak sebesar saat tahun 2006-2007. Variabilitas iklim maupun perubahan cuaca di Kota Bogor berupa peralihan antara musim hujan ke kemarau juga terjadi di tahun 2011. Menurut BMKG saat itu puncak perubahan cuaca ekstrim terjadi pada Bulan November. Kejadian perubahan cuaca tersebut berupa intensitas curah hujan tinggi, angin kencang, disertai petir besar hingga mengakibatkan kerugian harta dan jiwa. Kondisi iklim di Kota Bogor saat ini tidak lagi dapat diprediksi sesuai jadwalnya. Bahkan terkadang terjadi panas terik, namun sore hingga malam hari terjadi hujan deras. Hal ini diprediksi akan memberi pengaruh pada ekonomi mikro masyarakat/rumah tangga, khususnya pada kasus pengeluaran atau biaya. Iklim dan cuaca yang berubah diduga membuat beberapa masyarakat melakukan tindakan adaptasi. Tindakan adaptasi membuat masyarakat atau rumahtangga mengeluarkan biaya untuk melakukan adaptasi tersebut (Barker
4
dalam Berina 2011). Misalkan, ketika intensitas dan curah hujan meningkat baik siang maupun malam hari, potensi terjadinya banjir dan tanah longsor semakin besar. Selain itu mengakibatkan kecepatan angin meningkat. Hal tersebut membuat masyarakat melakukan pengeluaran/biaya untuk adaptasi melalui konsumsi barang, jasa, dan makanan. Dalam hal ini juga akan timbul hal penting yang harus diteliti yaitu pengaruh faktor-faktor apa saja yang membuat masyarakat atau rumahtangga melakukan adaptasi variabilitas iklim, serta pilihan strategi adaptasi yang menurut mereka tepat untuk dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim? 2. Bagaimana adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim? 3. Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap pengeluaran masyarakat? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan pengeluaran untuk adaptasi terhadap perubahan iklim?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian
ini yaitu: 1. Menganalisis persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim. 2. Mengidentifikasi adaptasi masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim. 3. Menganalisis dampak perubahan iklim terhadap pengeluaran masyarakat. 4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang didapat diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna di dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
5
2. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengkaji dampak
perubahan
iklim terhadap
strategi adapatasi dan
pengeluaran masyarakat. 3. Menjadi dasar pertimbangan bagi Pemerintah Kota Bogor untuk menentukan kebijakan dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa batasan, diantaranya:
1. Responden yang ditujukan adalah penduduk di enam kecamatan yang ada di Kota Bogor yang memiliki tempat tinggal dengan kriteria responden masyarakat berpenghasilan tinggi (kaya), sedang (menengah), dan rendah (miskin). Definisi kaya, sedang, miskin, dijelaskan di bab selanjutnya. 2. Persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dilihat dari pengetahuan masyarakat tentang perubahan suhu udara, curah hujan, jumlah hari hujan, dan hari tanpa hujan pada tahun 2004-2013. 3. Pengeluaran masyarakat untuk beradaptasi yang dimaksud adalah dilihat dari pengeluaran tahun 2004-2013 yang khusus untuk adaptasi terhadap perubahan iklim melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah, dan penggunaan barang, sedangkan adaptasi melalui pengeluaran konsumsi makanan dan minuman hanya dilihat pada tahun 2013. 4. Strategi adaptasi masyarakat dilihat dari tindakan masyarakat pada tahun 2004-2013 yang khusus untuk adaptasi terhadap perubahan iklim melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah, penggunaan barang, dan konsumsi makanan dan minuman. 5. Tindakan adaptasi yang sulit dihitung melalui nilai moneter yaitu selain tindakan berupa perbaikan atau penambahan bangunan rumah, penggunaan barang, dan konsumsi makanan dan minuman tidak dijadikan sebagai strategi adaptasi di penelitian ini. 6. Faktor suku bunga tidak dimasukan dalam jumlah biaya adaptasi karena jumlah biaya dalam penelitian ini bersifat membandingkan sehingga nilainya akan tetap sama.
6
7. Data yang diinput pada variabel pengeluaran untuk adaptasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat berdaptasi terhadap perubahan iklim hanya pengeluaran tahun 2013. 8. Penelitian ini tidak menganalisis pola dan strategi adaptasi per kecamatan.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Iklim dan Cuaca Cuaca dan iklim merupakan akibat dari proses-proses yang terjadi di
atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka waktu yang singkat. Cuaca terbentuk dari gabungan unsur cuaca dimana jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja (pagi hari, siang hari atau sore hari), dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 10 tahun) dan meliputi wilayah yang luas (Sarjani dalam Ndela 2011). Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi bumi, sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan. b. Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya terhadap kehidupan di bumi. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu daerah atau wilayah, yaitu: a. Suhu atau temperatur udara Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam atmosfer. b. Tekanan udara Tekanan udara adalah suatu gaya yang timbul akibat adanya berat dari lapisan udara. Besarnya tekanan udara di setiap tempat pada suatu saat berubah-ubah. Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, makin rendah tekanan udaranya. Hal ini disebabkan karena makin berkurangnya udara yang menekan. c. Angin Angin adalah udara yang bergerak daridaerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. d. Kelembaban udara
8
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu. e. Curah hujan Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan.
2.2
Perubahan Iklim dan Pemanasan Global Diposaptono et al. (2009) menyatakan bahwa perubahan iklim adalah
perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka waktu panjang (50 sampai 100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). GRK paling penting yang menangkap panas di dalam atmosfer adalah uap air dan karbondioksida (CO 2 ). Gas lain yang terdapat secara alami adalah metana, nitrat oksida, dan ozon. Selain itu, ada juga gas b uatan yang mempunyai efek rumah kaca amat kuat, yakni kloro fluoro karbon (CFC). Menurut Susanta dan Sutjahjo (2008) pemanasan global merupakan kejadian yang diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfer, air laut, dan daratan. Gejala terjadinya pemanasan global dapat diamati dan dirasakan oleh siapapun. Hal tersebut ditandai dengan adanya pergantian musim yang tidak dapat diprediksi, hujan badai disertai angin puting beliung yang sering terjadi dimanamana, banjir dan kekeringan yang terjadi pada waktu yang bersamaan, penyakit yang mewabah di banyak tempat, serta terumbu karang yang memutih (Susanta dan Sutjahjo 2008). Pemanasan global disebabkan oleh semakin tingginya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki efek penyelimutan karena gas-gas tersebut menyerap panas yang dilepaskan oleh permukaan bumi. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang berlangsung pada atau di atas tingkat kecepatannya saat ini akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut dan memicu perubahan-perubahan lain pada sistem iklim global. Salah satu akibat peningkatan atau penurunan suhu global adalah perubahan iklim. Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk po la atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim
9
berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Kegiatan manusia merupakan kontribusi terbesar terjadinya pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke atmosfer, diikuti oleh kegiatankegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan persampahan (KLH) 2009). Pemanasan global menimbulkan perubahan pada iklim bumi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun salju), perubahan pola angin serta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti kemarau, presipitasi berat, gelombang panas dan intensitas topan tropis (KLH 2009). Menurut Konvensi Kerja PBB tentang Perubahan Iklim United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Trenberth et al. (1995) dalam Ndela (2011), perubahan iklim dinyatakan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Menurut Diposaptono et al. (2009), salah satu unsur iklim yang berfungsi sebagai pengendali cuaca adalah suhu udara. Perubahan iklim dicirikan oleh berubahnya nilai rata-rata atau median dan keragaman dari unsur iklim. Apabila dalam periode waktu yang panjang ada kecenderungan data suhu naik dari waktu ke waktu dan atau fluktuasinya (naik turunnya) semakin membesar atau kejadian anomali iklim semakin sering terjadi dibanding periode waktu sebelumnya, maka dapat dikatakan perubahan iklim sudah terjadi.
2.3
Dampak Perubahan Iklim Secara Umum Potensi dampak dari perubahan iklim adalah peningkatan permukaan air
laut,
peningkatan
temperatur bumi,
perubahan
pola
hujan,
penurunan
produktivitas pertanian dan perikanan, perubahan tata guna dan fungsi hutan, pengurangan kuantitas dan kualitas air. Ryutaro (2000) dalam Ndela (2011) menyatakan dampak perubahan iklim terhadap manusia merupakan konsekuensi dari peristiwa hidrologi. Air merupakan isu paling menonjol terhadap perubahan iklim yaitu dengan adanya kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh pemanasan global. Penduduk daerah pantai secara langsung terancam oleh
10
naiknya permukaan laut, dan ratusan orang beresiko terkena banjir akibat badai hujan. Berdasarkan laporan IPCC keempat tahun 2007, dari dua belas tahun-tahun terpanas sejak 1850, sebelas tahunnya terjadi dala m rentang tahun 1995 hingga 2005. Peningkatan suhu ini juga meningkatkan suhu permukaan laut global hingga kedalaman 3000 m, yang menyebabkan pengembangan air laut yang berkontribusi terhadap naiknya muka air laut rata-rata global. Kenaikan muka air laut ini juga disebabkan karena penurunan tutupan salju dan es di daerah kutub. Laju rata-rata naiknya muka air laut selama rentang waktu 1961 hingga 2003 adalah 1.8 mm per tahun. Laju ini lebih cepat selama rentang waktu 1993 hingga 2003, yaitu sekitar 3.1 mm per tahun (KLH 2009). Dampak perubahan iklim terjadi di berbagai belahan dunia dan mengakibatkan kerugian akibat bencana yang dihasilkan. Di Kota Benin, Nigeria, Afrika, selama tahun 2008-2010 terjadi terjadi bencana banjir dan erosi besar akibat curah hujan yang berubah-ubah serta suhu udara yang semakin meningkat, dengan nilai kerugian dan kerusakan mencapai $23.9 juta (Odjugo 2012), jika dikonversikan ke dalam rupiah menjadi Rp 239 000 000 000 (asumsi $1=Rp 10 000). Peningkatan suhu yang besar terjadi pada daerah lintang tinggi, sehingga akan menimbulkan perubahan lingkungan global yang terkait dengan pencairan es di kutub, distribusi vegetasi alami, dan keanekaragaman hayati. Daerah tropis atau lintang rendah akan terpengaruh dalam hal produktivitas tanaman, distribusi hama dan penyakit tanaman dan manusia. Peningkatan suhu pada gilirannya akan mengubah pola distribusi dan curah hujan. Kecenderungannya adalah bahwa daerah kering akan menjadi makin kering dan daerah basah menjadi semakin basah sehingga kelestarian sumberdaya air akan terganggu (LAPAN 2006). Studi yang dilakukan oleh Handoko et al. (2008) mengenai dampak sosio-ekonomi akibat perubahan iklim diantaranya : 1. Penurunan produksi dan produktivitas 2. Penurunan pangsa GDP sektor pertanian 3. Fluktuasi harga produk pertanian di pasar dunia 4. Perubahan distribusi geografis dari rezim perdagangan 5. Peningkatan jumlah penduduk yang beresiko kelaparan dan ketidakamanan pangan.
11
Ditjen (2002) dalam Ndela (2011) menyatakan bahwa perubahan iklim juga membawa pengaruh penataan ruang. Secara umum dampak negatif iklim terhadap aspek-aspek penataan ruang, meliputi pemanfaatan lahan budidaya berupa penurunan atau bahkan kegagalan berproduksi usaha pertanian, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi sehingga me micu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang sangat rendah dibarengi peningkatan suhu udara menyebabkan terjadinya kekeringan sehingga berdampak pada penurunan ketersediaan air dan juga kebakaran hutan. Dampak lainnya yaitu kenaikan temperatur yang mempercepat siklus hidrologi. Atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air, sehingga menjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi, terutama dalam bentuk hujan lebat. Panas yang lebih besar juga mempercepat proses evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air adalah menurunnya kuantitas dan kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas siklon tropis akan semakin meningkat (namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi siklon tropis), dengan kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujan yang semakin lebat (Diposaptono et al. 2009).
2.3.1
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim di Indonesia Dampak
perubahan
iklim
diperparah
oleh
masalah
lingkungan,
kependudukan, dan kemiskinan, karena lingkungan rusak, alam akan lebih rapuh terhadap perubahan iklim. Dampak terhadap penataan ruang dapat terjadi antara lain apabila penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi, memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam, berupa banjir dan tanah longsor. Daerah rawan bencana menjadi perhatian perencanaan dalam mengalokasikan pemanfaatan ruang (LAPAN 2006). Perubahan-perubahan pada pola iklim di Indonesia terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Misalnya saja,
12
meningkatnya permukaan air laut bagi Indonesia tentu saja menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pesisir. Daerah-daerah pantai serta pulau-pulau kecil di Nusantara yang jumlahnya mencapai ribuan tentu saja terancam tenggelam dan hilang (KLH 2009). Perubahan iklim juga memberikan dampak pada sektor kehutanan di Indonesia, dimana meningkatnya suhu dapat memicu terjadi kebakaran hutan secara alami akibat meningkatnya kekeringan. Keanekaragaman hayati Indonesia yang sebagian besar berada di daerah hutan terancam dengan terjadinya kebakaran hutan. Perubahan iklim juga berkaitan dengan ketersediaan pangan. Berdasarkan hasil pemantauan kekeringan pada tanaman padi selama periode tahun 1993-2002 yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan pertanian yang terkena kekeringan mencapai lebih dari 200 000 ha dengan lahan puso (gagal panen) mencapai sekitar 43 000 ha atau setara dengan kehilangan 190 000 ton gabah kering giling (GKG). Sementara itu, areal persawahan yang terlanda banjir mencapai luas 158 000 ha dengan puso sekitar 39 000 ha (setara dengan 174 000 ton GKG). Selain itu peningkatan suhu udara yang mengakibatkan penurunan produksi pangan seperti padi, jagung dan kedelai sekitar 10.0-19.5 % selama 40 tahun yang akan datang. Penciutan lahan dan degradasi sawah produktif sekitar 292 000-400 000 hektar atau 3.7% di Jawa akibat peningkatan muka air laut diproyeksikan sampai dengan tahun 2050. Kondisi ini berdampak serius terhadap pertanian di daerah pesisir. Contoh kasus terjadi di Kabupaten Karawang dan Subang dimana produksi beras berkurang sekitar 300 000 ton, produksi jagung berkurang 5 000 ton karena genangan. Naiknya permukaan air laut juga menimbulkan salintas dan instrusi air laut yang mengancam sumber air bersih. Bidang Aplikasi Klimatologi dan Lingkungan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) dalam Kurniawati (2011) menyatakan bahwa produktivitas pertanian di daerah tropis diperkirakan akan mengalami penurunan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata global antara 1-20 C
sehingga
meningkatkan risiko
bencana kelaparan.
Meningkatnya frekuensi kekeringan dan banjir diperkirakan akan memberikan dampak negatif pada produksi lokal, terutama pada sektor penyediaan pangan d i
13
daerah subtropis dan tropis. Terjadinya perubahan musim di mana musim kemarau menjadi lebih panjang dan cenderung kering dengan trend hujan makin turun sehingga menyebabkan gagal panen, krisis air bersih dan kebakaran hutan. Pola musim mulai tidak beraturan sejak 1991 yang mengganggu swasembada pangan nasional hingga kini tergantung impor pangan. Terjadinya pergeseran musim dan perubahan pola hujan, akibatnya Indonesia harus mengimpor beras. Selain itu, dengan meningkatnya intensitas curah hujan akibat ik lim yang berubah tidak menentu mengakibatkan banjir lebih sering terjadi dan memicu terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit kulit dan diare serta tercemarnya sumber air (KLH 2009). Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk penyembuhan dan kehilangan sumber air bersih.
2.4
Persepsi Masyarakat Leavitt (1978) dalam Festiani (2011) Persepsi dalam arti sempit
merupakan suatu penglihatan bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas yaitu pandangan atau pengertian bagaimana seseorang memandang atau mengerti sesuatu. Menurut Muchtar (1998) dalam Yuwono (2006), persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada dan dapat menentukan tindakannya. Menurut Schiffman and Kanuk (1987), setiap individu mempunyai pandangan yang spesifik dalam melihat suatu realita. Empat orang yang secara bersama-sama melihat suatu kejadian yang sama, dapat menuliskan empat macam laporan yang ditulis secara jujur tetapi isinya berbeda-beda satu sama lain. Hal ini terjadi karena bagi setiap orang realita adalah suatu fe nomena yang bersifat individual tergantung dari kebutuhan, keinginan, nilai yang dipegang dan pengalaman dari individu tersebut. Cara memandang suatu kenyataan yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan lainnya disebut persepsi. Salah satu pihak yang paling terkena dampak akibat perubahan iklim adalah petani. Keterbatasan informasi yang dimiliki petani diduga menyebabkan petani memiliki persepsi tersendiri mengenai perubahan iklim.
14
2.5
Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Adaptasi adalah sistem respon yang paling dasar untuk mengubah sistem
tersebut akibat adanya gangguan atau bisa diartikan proses suatu perubahan diatasi dengan respon dari perubahan tersebut (Gallopin 2006). Proses adaptasi merupakan suatu bagian dari proses evolusi kebudayaan yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaiakan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal. Perubahan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap sistem adaptasi manusia adalah perubahan lingkungan yang berupa bencana, yaitu kejadian yang mengancam kelangsungan hidup organisme termasuk manusia, sehingga dalam menghadapi perubahan-perubahan lingkungan akibat bencana tersebut, manusia mengembangkan pola adaptasi yang berbentuk po la-pola tingkah laku yang salah satunya adalah perubahan strategi (Mulyadi 2005). Ketika menghadapi suatu bencana, masyarakat perlu melakukan suatu tindakan adaptasi. Hal ini merupakan salah satu bentuk respon masyarakat dalam menyikapi perubahan lingkungan (Berina 2011). Biaya yang dikeluarkan untuk tindakan responsif ini tidaklah sedikit, khususnya yang berupa tindakan pencegahan terhadap nilai kerugian yang tinggi. Biaya adaptasi yang diterima masyarakat juga berbeda-beda. Hal ini tergantung pada faktor sosial dan ekonomi, serta tingkat dampak yang diterima oleh masing-masing individu (Berina 2011). Menurut KLH (2009), adaptasi terhadap perubahan iklim berarti mengurangi atau meminimalkan kerusakan-kerusakan yang diproyeksikan dapat terjadi pada aspek sosio-ekonomi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik pada iklim. Adaptasi terhadap perubahan iklim dapat berupa adaptasi secara otomatis, dan adaptasi terencana. Adaptasi otomatis biasanya dilakukan langsung oleh alam, sedangkan adaptasi terencana contohnya adalah kegiatan adaptasi yang dilakukan melalui perbaikan sistem pada sumber-sumber yang terkena dampak atau melalui penggunaan teknologi yang dapat mencegah atau mengurangi dampak dan/atau resiko yang mungkin terjadi, sehingga akan mengurangi b iaya yang diperlukan dibandingkan dengan apabila tidak dilakukan kegiatan adaptasi. Adaptasi mencakup cara-cara menghadapi perubahan iklim dengan melakukan
15
penyesuaian yang tepat untuk mengurangi berbagai pengaruh negatifnya, atau memanfaatkan efek-efek positifnya (UNDP Indonesia 2007). Umumnya pilihanpilihan yang banyak dilakukan adalah adaptasi melalui penggunaan teknologi. Walaupun demikian, usaha adaptasi dapat pula dilakukan secara individu atau masyarakat dengan cara yang mudah, murah dan sederhana. Adaptasi merupakan hal yang penting dalam perubahan iklim. Adaptasi juga memberikan peluang untuk menyesuaikan kegiatan ekonomi pada sektor-sektor yang rentan sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan (KLH 2009). Pada sektor pertanian, adaptasi merupakan suatu proses dimana masyarakat membuat dirinya menjadi lebih baik menghadapi ketidakpastian hasil panen pertanian dimasa mendatang. Adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan suatu proses bagi masyarakat yang memiliki kemampuan dari dalam dirinya sendir i dalam menghadapi ketidakpastian iklim di masa mendatang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mampu mengembangkan cara-cara tertentu yang dapat mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim dengan melakukan penyesuaian dan perubahan secara tepat pada aktivitas mereka. Hal ini dapat berupa penyesuaian teknologi hingga perubahan tingkah laku individual, seperti perubahan jenis tanaman ketika ketersediaan air mulai menipis (Las 2007). Secara umum, bentuk adaptasi yang dilakukan dimaksudkan untuk merespon dampak perubahan iklim yang tidak menentu, tidak bisa diperkirakan kapan datangnya, untuk berapa lama, dan seberapa besar dampaknya. Keragaman pilihan bentuk adaptasi merupakan cermin dari keragaman musim di sekitar mereka dan dampak (sosial, ekonomi dan lingkungan) yang telah mereka rasakan. Pilihan bentuk adaptasi juga menggambarkan kapasitas adaptasi yang mereka punya. Kapasitas adaptasi dipengaruhi juga oleh pendampingan dari pihak luar, seperti pemerintah daerah dan LSM (Puspijak 2013). Beberapa pilihan untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim diantaranya peningkatan sistem teknologi seperti meningkatkan keamanan laut atau melindungi kawasan pemukiman di sekitar pesisir pantai, merubah pola pikir seseorang untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim, mengurangi penggunaan air pada saat terjadi kekeringan, dan menggunakan insektsida pembasmi hama. Upaya perbaikan sistem informasi mengenai kondisi iklim yang terjadi di suatu wilayah
16
perlu dilakukan dalam rangka memperkuat perencanaan dan koord inasi, melakukan investasi pada pengembangan teknologi dan menciptakan sistem keuangan yang efektif dalam upaya antisipasi perubahan iklim (World Bank 2008 dalam Handoko et al. 2008).
2.6
Biaya yang Dikeluarkan Akibat Perubahan Iklim Berdasarkan penelitian Berina (2011) mengungkapkan bahwa perubahan
iklim mengakibatkan masyarakat/rumahtangga mengeluarkan biaya tambahan untuk adaptasi terhadap banjir rob di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Biaya adaptasi yang dikeluarkan masyarakat diantaranya biaya peninggian lantai dasar, penambahan lantai bangunan, dan pembuatan tanggul dibagian depan rumah. Nilai biaya total yang dikeluarkan responden untuk pencegahan dan adaptasi berupa peninggian lantai dasar rumah sebesar Rp 236 824 505.88. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya biaya adaptasi tersebut adalah pendapatan rumah tangga, jarak rumah ke tepi laut, status kepemilikan rumah, dan jenis bangunan. Pada kasus lain, berdasarkan penelitian Indonesia Initiative for Social Ecology Studies (IISES) (2009), mengungkapkan bahwa pada beberapa bulan tertentu Situ Cinangneng, Desa Cibanteng, Bogor, mengalami kondisi kekeringan atau kelebihan air akibat perubahan iklim yang drastis dan perilaku masyarakat sekitar yang membangun pemukiman disekitar aliran situ. Pada saat musim kering, sumur-sumur milik warga mengalami kekeringan akibatnya kebutuhan air tidak mencukupi sehingga mereka mengeluarkan biaya tambahan untuk menambah kedalaman sumur, bagi mereka yang mampu bisa membeli air dalam kemasan galon. Penelitian lain dilakukan oleh Syahbana (2010) mengenai analisis dampak perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang, Kecamatan Muaragembong, Bekasi. Perubahan iklim yang terjadi diwilayah yang diteliti menyebabkan gagal panen dan kerugian bagi para petambak udang. Penurunan volume produksi udang 25-50% dan peningkatan biaya produksi sebesar 201.01%, yaitu meningkat dari Rp 203 700 000 menjadi Rp 409 600 000 akibat adanya perubahan iklim. Perubahan iklim telah mendorong para petambak udang
17
melakukan adaptasi. Bentuk adaptasi yang dilakukan nelayan melalui pembuatan atau peninggian tanggul untuk menahan banjir, menanam mangrove di sekitar tambak, serta melakukan perubahan waktu penangkapan. Penelitian di Desa Mojo, jawa Tengah dan Desa Langensari Jawa Barat menunjukan musim hujan yang berkepanjangan menjadikan produksi bunga melati di desa Mojo, Jawa Tengah, mudah sekali membusuk. Musim yang tidak menentu di desa Mojo dan Langensari juga menjadikan udang tambak stres dan mati, serta bandeng tambak menurun kualitasnya karena salinitas air yang sulit dikontrol. Petani tambak dapat mengalami kerugian hingga Rp 3 000 000/ha sekali panen. Disamping itu, gempuran ombak yang besar banyak merusak tanggul tambak ikan, menjadikan petani tambak harus mengeluarkan tambahan biaya untuk perbaikan tambak. Bentuk adaptasi yang dijumpai ada yang dilakukan secara individu atau berkelompok, dan ada pula yang dilakukan tanpa atau dengan bantuan serta pendampingan intensif dari pemerintah dan LSM. Bantuan pemerintah diberikan untuk tindakan adaptasi dengan biayanya tinggi, seperti pembangunan saluran irigasi dan kebun bibit desa untuk tanaman mangrove yang menelan biaya hingga puluhan juta rupiah (Puspijak 2013).
18
19
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
Kota Bogor menjadi salah satu kota yang mengalami beberapa kali perubahan iklim dan cuaca. Kondisi aktivitas ekonomi yang cukup pesat memberi dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Polutan dan penurunan luas lahan hijau yang dihasilkan dari berbagai aktivitas ekonomi tersebut menjadi kontributor bagi terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Sehingga iklim yang pada awalnya terjadi sesuai waktuya menjadi berubah dan sulit diprediksi. Masalah perubahan iklim dan pemanasan global diduga akan menciptakan persepsi yang berbeda pada beberapa penduduk. Selama iklim yang berubah-ubah tidak memberi kerugian biaya apapun bagi mereka, maka mereka tidak terlalu peduli dengan perubahan iklim tersebut. Persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka. Masyarakat yang memiliki pendidikan lebih tinggi diduga akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi tentang perubahan iklim dibanding dengan masyarakat yang memiliki pendidikan lebih rendah. Begitu pula dengan usia dan lama menetap, jika nilai keduanya tinggi, diduga akan memberi pengetahuan yang lebih tinggi terhadap perubahan iklim, dibanding mereka yang memiliki usia dan lama menetap yang lebih rendah. Dalam kasus penilaian tentang persepsi masyarakat digunakan metode primer untuk menilai, melalui wawancara mendalam dan pengisian kuesioner oleh responden. Kondisi iklim di Kota Bogor yang saat ini tidak lagi menentu diprediksi akan memberi pengaruh pada ekonomi mikro masyarakat/rumah tangga, khususnya pada kasus pengeluaran atau biaya. Iklim dan cuaca yang berubah membuat beberapa masyarakat melakukan perubahan adaptasi. Ketika intensitas dan curah hujan meningkat baik siang maupun malam hari, potensi terjadinya banjir dan tanah longsor semakin besar. Selain itu mengakibatkan suhu menjadi turun karena kecepatan angin yang meningkat. Hal tersebut membuat masyarakat melakukan pengeluaran/biaya untuk adaptasi melalui konsumsi barang dan makanan. Misalkan, ketika sering terjadi banjir dan tanah longsor, masyarakat yang memiliki kemampuan lebih (kaya) dan sedang (menengah) bisa memilih
20
untuk meninggikan bangunan rumah mereka dan membangun tanggul penahan longsor guna mengurangi potensi kerugian, bahkan mereka yang kaya bisa memilih untuk membeli rumah baru dilokasi yang tidak berpotensi bencana. Tentunya bagi masyarakat miskin, adaptasi pada kondisi tersebut akan berbeda, begitu pula pada kondisi suhu tinggi. Kasus terakhir adalah faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam beradaptasi. Indikator yang digunakan adalah dengan model melalui biaya yang mereka keluarkan untuk adaptasi. Melalui model tersebut akan diduga variable yang mempengaruhi adaptasi masyarakat. Variabel yang akan diduga diantaranya pendapatan, jumlah anggota keluarga, luas rumah, lama menetap, dan tingkat pemahaman. Semua variable tersebut diduga berpengaruh terhadap pengeluaran masyarakat untuk adaptasi. Sebagian variable akan memiliki hubungan positif yaitu jika nilai variable tersebut bertanda positif maka akan diikuti oleh kenaikan pengeluaran untuk beradaptasi. Sebaliknya pula pada hubungan negatif.
21
Variabilitas Iklim mempengaruhi adaptasi dan pengeluaran masyarakat Masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi
Perubahan curah hujan, hari hujan dan hari tanpa hujan
Perubahan suhu
Persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim Analisis deskriptif dan skala likert
Strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim
Tidak melakukan adaptasi
Analisis pilihan adaptasi
Keterangan : :i Bukan
Melakukan adaptasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat beradaptasi Regresi linier berganda
Pengeluaran untuk adaptasi Analisis biaya adaptasi
iifokus iipenelitian
Gambar 1. Diagram Alur Berpikir
Saran kebijakan
22
23
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Juni 2014. Lokasi yang
dipilih adalah di enam kecamatan yang ada di Kota Bogor, yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Selatan, Timur, Barat, Utara, dan Kecamatan Tanah Sareal. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor memang mengalami perubahan iklim dan pemanasan global yang berdampak pada lingkungan
serta berdampak pada biaya yang dikeluarkan
masyarakat untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tesebut dipilih untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian adalah jenis data primer dan
sekunder. Menurut Muljono (2012), data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan oleh peneliti sebagai objek penulisan. Metode wawancara yang mendalam digunakan untuk memperoleh data dari narasumber. Pada penelitian ini pencarian data akan lebih ditekankan pada penggunaan kuesioner. Data primer pada penelitian ini meliputi data mengenai persepsi masyarakat, strategi adaptasi masyarakat, serta faktor- faktor yang menyebabkan masyarakat beradaptasi terhadap perubahan iklim, serta data lain yang diperlukan. Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti dalam artian peneliti harus mencari, misalkan melaui dokumen. Dokumen tersebut diperoleh dari studi literature dan catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait dengan penelitian melalui pengumpulan data mengenai perubahan suhu, jumlah curah hujan jumlah hari hujan, dan jumlah hari kering di Kota Bogor yang didapat dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kota Bogor, serta data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, Kecamatan Bogor Tengah, Selatan, Barat, Utara, Timur, dan Kecamatan Tanah Sareal. Data sekunder yang
24
diperlukan merupakan data time series yang terdiri dari jumlah penduduk dan data iklim Kota Bogor tahun 2004-2013, serta data lainnya yang mendukung.
4.3
Metode Pengambilan Sampel Pemilihan kota dan kecamatan dilakukan secara purposive. Pengambilan
data primer dilakukan berdasarkan informasi data sekunder sebelum penelitian, dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor memang mengalami perubahan iklim dan pemanasan global, sehingga penelitian tepat dilakukan di daerah tersebut. Untuk teknik pengambilan sampel adalah dengan cara stratified random sampling. Muljono (2012) menyatakan bahwa metode ini memisahkan elemen-elemen populasi dalam kelompok-kelompok yang disebut dengan strata. Kemudian sampel diambil secara random dari tiap strata yang dibentuk. Strata dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Masyarakat berpenghasilan rendah
: pendapatan kurang dari Rp 2 300 000 (UMK Kota Bogor 2014)
2. Masyarakat berpenghasilan sedang
: pendapatan antara Rp 2 300 000 – Rp 5 000 i000
3. Masyarakat berpenghasilan tinggi
: pendapatan diatas Rp 5 000 000
(Sumber: republika.com 2013) Total sampel yang dipilih berjumlah 150 responden di seluruh kecamatan di Kota Bogor.
4.4
Pengolahan dan Analisis Data Data yang didapatkan dalam penelitian diolah dan dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual serta komputer dan melalui program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS 17. Keempat tujuan penelitian dianalisis dengan metode yang berbeda. Berikut dijelaskan pada tabel.
25
Tabel 1. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data No 1
Tujuan penelitian Menganalisis persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim
Sumber Data Data primer (wawancara menggunakan kuesioner)
Metode Analisis Data Analisis deskriptif dan skala likert menggunakan Microsoft Excel 2007
2
Menganalisis adaptasi masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim
Data primer (wawancara menggunakan kuesioner)
Analisis pilihan adaptasi Microsoft Excel 2007
3
Menganalisis dampak perubahan iklim terhadap pengeluaran masyarakat
Data primer (wawancara menggunakan kuesioner)
Analisis biaya adaptasi menggunakan Microsoft Excel 2007
4
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim
Data primer (wawancara menggunakan kuesioner)
Model regresi linier berganda dengan SPSS 16
4.4.1
Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Pada kasus ini, metode analisis yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif. Analisis deskriptif merupakan merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir 2005). Analisis deskriptif merupakan metode pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat mengenai masalah- masalah yang ada dalam masyarakat, tata cara yang berlaku, serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena (Withney dalam Nazir 2005). Analisis persepsi tersebut dilakukan melalui wawancara kepada masyarakat dengan menggunakan kuesioner. Hasil kuesioner akan diolah dan disajikan dalam bentuk diagram atau tabel untuk mempermudah dalam melakukan analisis. Sehingga interpretasi yang didapat bisa sesuai dengan hipotesis. Dalam analisis ini juga digunakan metode penilaian atau skoring dengan skala. Persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim akan dinilai mengenai seberapa jauh masyarakat menyadari dan merasakan kerugian akibat perubahan iklim 2004 hingga 2013. Metode skala yang digunakan adalah metode skala likert.
26
Metode ini sering digunakan untuk mengukur sikap dan persepsi seseorang atau masyarakat terhadap objek maupun fenomena. Hasilnya berupa kategori persepsi/ sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Suryabrata (2000) dalam Sappaile (2007) menyatakan, dalam skala likert pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju. Dalam pengukuran atribut non-kognitif diperlukan jenis ekspresi respons yang tak dapat diyatakan benar atau salah, atau seringkali dikatakan semua respon benar menurut alasannya masing- masing. Maka digunakanlah skala likert yang tergantung dari konsep yang hendak diukur. Misalnya yang kita ukur adalah sikap terhadap kejadian, tentu yang lebih tepat digunakan adalah kategori: sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju, sangat setuju. Kategori yang digunakan dalam penelitian ini untuk persepsi kesadaran masyarakat adalah: 1. Tidak menyadari (TM) 3. Ragu-ragu (RR) 4. Menyadari (M) 5. Sangat menyadari (M) Sedangkan kategori untuk persepsi pada kerugian masyarakat adalah: 1. Tidak dirugikan (TD) 3. Ragu-ragu (RR) 4. Dirugikan (D) 5. Sangat dirugikan (SD)
4.4.2
Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Metode Analisis yang digunakan untuk menganalisis strategi adaptasi
masyarakat menggunakan metode analisis pilihan adaptasi. Prosedur yang dilakukan dalam kasus ini tidak jauh berbeda dengan prosedur penelitian pada kasus persepsi masyarakat. Analisis pada strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim dilakukan guna mengetahui solusi yang dilakukan oleh masyarakat akibat dampak dari perubahan iklim. Solusi tersebut dilakukan karena mereka memprediksi di waktu yang akan datang potensi kerugian akibat
27
perubahan iklim akan tetap mereka alami. Selain itu, juga berdasarkan pertimbangan bahwa mereka pernah mengalami kerugian te rsebut di masa lalu atau masa sekarang. Sehingga mereka melakukan strategi dan adaptasi guna mengurangi kerugian yang akan didapat jika sewaktu-waktu perubahan iklim membawa dampak yang tidak baik bagi mereka. Pertanyaan tentang adaptasi yang diajukan kepada responden berupa tindakan yang mereka lakukan pada tahun 2004 hingga 2013 dalam menghadapi perubahan iklim yang meliputi perubahan suhu, curah hujan, jumlah hari hujan, dan hari kering. Hasil wawancara dari seluruh responden akan diolah dalam bentuk tabel ataupun persentase dan akan didapat pilihan adaptasi yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat di Kota Bogor.
4.4.3
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pengeluaran Perubahan iklim mengakibatkan perubahan kondisi ekonomi mikro
masyarakat. Pada kasus ini ekonomi mikro yang akan diteliti dari sisi pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk beradaptasi. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis biaya adaptasi. Responden akan diberikan pertanyaan tentang biaya yang mereka keluarkan guna beradaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi. Perubahan iklim diduga akan merubah pengeluaran tersebut akibat biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk beradaptasi seperti biaya untuk makanan dan minuman, barang-barang rumahtangga, menambah atau memperbaiki bangunan rumah. Pengeluaran masyarakat akibat adaptasi yang akan diidentifikasi adalah biaya yang dikeluarkan mulai tahun 2004 hingga 2013. Berikut daftar pengeluaran masyarakat yang akan diidentifikasi sebagai pilihan adaptasi saat terjadi perubahan iklim.
28
Tabel 2. Identifikasi Pengeluaran Untuk Adaptasi Terhadap Variabilitas Iklim No
Jenis Pengeluaran
Tahun Beli
Biaya (Rp)
Masa Habis (Tahun)
Frekuensi Pengeluaran
1 Memperbaiki/Menambah Bangunan - Meninggikan lantai - Menambah lantai - Meninggikan atap - Memperbaiki atap - Menambah ventilasi 2 Konsumsi Barang Penyeimbang Iklim - Blower - Kipas angina - Air conditioner (AC) - Penghangat ruangan - Selimut - Kaos oblong - Jaket/sweater - Kaos kaki - Payung - Jas hujan - Sepatu boot -
Untuk
memudahkan responden
menjawab,
peneliti bertanya dan
wawancara langsung dengan terperinci serta tidak membatasi waktu bagi responden untuk menjawab agar responden bisa menjawab pertanyaan dengan tenang dan jelas. Melalui pendekatan ini diharapkan data yang didapat valid da n mampu dianalisis secara deskriptif serta diinterpretasikan dengan jelas. Setiap biaya yang responden keluarkan akibat perubahan iklim akan langsung ditanyakan kembali sejak tahun berapa biaya tersebut dikeluarkan serta berapa kali biaya tersebut dikeluarkan jika barang yang digunakan mengalami masa habis pakai atau kerusakan. Hingga pada akhirnya akan didapat data total pengeluaran seluruh responden dan dapat diolah menjadi hasil yang valid dan bisa diinterpretasikan dengan jelas.
29
4.4.4
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Masyarakat
Beradaptasi
Terhadap Perubahan Iklim Metode yang digunakan pada kasus faktor- faktor yang mempengaruhi masyarakat beradaptasi adalah metode analisis regresi linier berganda. Tujuan dari metode ini adalah memberi gambaran atau deskripsi secara sistematis mengenai suatu fakta yang terjadi. Model regresi linier berganda mempunyai asumsi bahwa variabel dependent Y merupakan fungsi linier dari beberapa variabel independent X1 , X2 , ...,Xk dan komponen sisaan ε (error). Model ini juga memiliki pengertian model yang menjelaskan hubungan linear antara satu variabel dependent dengan dua atau lebih variabel independent (Juanda 2009). Berikut persamaan pengeluaran adaptasi masyarakat yang dimodelkan dalam regresi linier berganda: PUA = β0 + β1 JTK + β2 PDP + β3 LAM + β4 USI + β5 PND + β5 D1 + β5 D2 + ε Keterangan : PUA
= Pengeluaran untuk adaptasi (Rp 000 per responden)
JTK
= Jumlah tanggungan keluarga (orang)
PDP
= Pendapatan rumahtangga (Rp 000)
LAM
= Lama menetap (tahun)
USI
= Tingkat Usia (tahun)
PND
= Tingkat pendidikan (1-6 untuk SD, 9 untuk SMP, 12 untuk SMA, 15 iiiiiiiiiuntuk diploma, 16 untuk sarjana, 18 untuk magister, dan 22 untuk iiiiiiiiiidoktor)
D1
= Dummy adaptasi (0 = adaptasi pada suhu meningkat, 1 = adaptasi iiiiiiiiiipada curah hujan meningkat)
D2
= Dummy lokasi tempat tinggal (0 = lokasi tidak banyak pepohonan, 1 iiiiiiiii=ibanyak pepohonan)
ε
= Error term Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi model dalam penelitian ini
adalah kriteria uji statistik dan uji ekonometrika. Kriteria uji statistik dilakukan dengan memperhatikan nilai adjusted-R2, nilai F-hitung model yang digunakan serta nilai dari t-hitung
masing-masing parameter
yang diestimasi.
Kriteria
uji
ekonometrika dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran asumsi pada model. Berikut penjelasan kedua tahapan tersebut:
30
a. Kriteria Uji Statistik Adjusted-R2 merupakan besaran yang paling lazim digunakan untuk mengukur kebaikan-suai (goodness of fit) garis regresi. jika nilai Adj-R2 semakin \mendekati satu berarti semakin besar keragaman hasil permintaan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Uji signifikansi model untuk menguji
model secara keseluruhan atau dengan kata lain apakah variabel independent secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel dependent (Juanda 2009). Uji signifikansi variabel dilakukan untuk menguji pengaruh masing- masing variabel independent terhadap variabel dependent. Kriteria penarikan kesimpulan dalam uji ini adalah jika nilai-p (dari output komputer) lebih kecil dari alpha maka hipotesis nol ditolak. b. Kriteria Uji Ekonometrika Uji ekonometrika yang dilakukan untuk melihat ada atau tidak pelanggaran asumsi pada model adalah sebagai berikut: 1. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linear antar variabel independent. Multikolinearitas terjadi pada analisis regresi berganda dan tidak terjadi pada analisis regresi sederhana karena melibatkan beberapa variabel independent. Untuk mendeteksi masalah multikolinearitas, dapat dilihat langsung melalui output komputer. Apabila nilai Varian Inflation Factor VIF< 10, maka tidak ada masalah multikolinearitas. 2. Uji heteroskedastisitas Suatu model regresi dikatakan terdapat masalah heteroskedastisitas jika ragam sisaan tidak sama atau Var(ε i)= E(εi2 )= σi2 untuk setiap pengamatan ke- i dari variabel independent dalam model regresi (Juanda 2009). Heteroskedastisitas sering terjadi pada data yang bersifat data silang (cross section) dibanding data time series. Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan menggunakan beberapa metode salah satunya adalah uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan variabel- variabel independent terhadap nilai absolute residualnya (Gujarati 2006). Apabila terdapat nilai signifikan dari hasil uji Glejser lebih besar dari α maka tidak terdapat heteroskedastisitas dan sebaliknya.
31
3. Uji autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat time series namun dimungkinkan autokorelasi ditemukan pada data yang bersifat cross section. Masalah autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW). Koefisien DW disebut juga dengan nilai d yang akan berada di kisaran 0 hingga 4 dan dapat dibuat tabel uji DW. Asumsi yang dipakai diantaranya jika nilai DW diantara 1.55-2.46 maka tidak terdapat autokorelasi.
4.5
Hipotesis Perubahan iklim diduga mempengaruhi pengeluaran masyarakat untuk
beradaptasi. Ketika perubahan iklim semakin terasa, maka diduga akan diikuti dengan pengeluaran masyarakat untuk makanan, barang. Semakin besar dampak perubahan iklim yang dirasakan masyarakat, misalkan terjadinya kekeringan, banjir besar, ataupun hujan deras disertai angin kencang maka diduga biaya yang dikeluarkan masyarakat juga semakin besar. Perubahan iklim juga mempengaruhi strategi adaptasi masyarakat. Persepsi serta keadaan sosial dan ekonomi yang berbeda tiap masyarakat diduga akan memberikan perbedaan pada strategi adaptasi masyarakat. Pengeluaran masyarakat untuk adaptasi diduga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pendapatan, lama menetap, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan, jenis dan frekuensi adaptasi, dan lokasi tempat tinggal. Pendapatan berbanding lurus dengan pengeluaran untuk adaptasi. Semakin besar pendapatan, maka diduga akan meningkatkan pengeluaran. Pada faktor jumlah tanggungan keluarga, bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka diduga pengeluaran adaptasi semakin kecil karena lebih banyak digunakan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak. Sebaliknya pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi. Lama menetap seseorang diduga juga akan mempengaruhi keputusan untuk melakukan pengeluaran dalam beradaptasi. Semakin lama menetap diduga akan mengurangi pengeluaran untuk adaptasi. Hal tersebut disebabkan masyarakat telah `terbiasa dengan kejadian di lingkungan sekitar sehingga mereka tidak
32
terlalu banyak mengeluarkan biaya. Selain itu, kemungk inan besar mereka telah beradaptasi di waktu sebelumya sehingga tidak perlu lagi melakukan pengeluaran untuk adaptasi. Pada faktor pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat diduga akan meningkatkan pengeluaran. Hal itu disebabkan pengetahua n terhadap perubahan iklim dapat disebabkan oleh tingginya pendidikan seseorang sehingga mereka akan melakukan suatu adaptasi jika mulai terasa akan terjadi perubahan iklim di lain waktu. Pada kasus jenis dan frekuensi adaptasi adaptasi, masyarakat yang melakukan adaptasi pada suhu meningkat diduga memiliki rata-rata pengeluaran yang lebih tinggi dari adaptasi saat suhu dingin, sedangkan rata-rata pengeluaran adaptasi saat curah hujan meningkat lebih besar dari adaptasi saat suhu meningkat, dan rata-rata pengeluaran untuk gabungan adaptasi memiliki nilai paling besar diantaranya keempatnya.
33
BAB V GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1
Keadaan Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum terdiri dari beberapa hal penting terkait lokasi penelitian.
Adapun gambaran umum yang dibahas antara lain kondisi geografis, kondisi topografis, demografi, maupun kondisi iklim.
5.1.1
Kondisi Geografis Kota Bogor terletak di Provinsi Jawa Barat.Secara geografis Kota Bogor
terletak di antara 1060 48’ Bujur Timur dan 60 26’ Lintang Selatan. Luas Wilayah Kota bogor sebesar 11 850 Ha. Secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Selatan, Bogor Utara, dan Tanah Sareal, serta terdiri dari 68 wilayah kelurahan.
5.1.2
Kondisi Topografis Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan
maksimum 330 m diatas permukaan laut. Sebagian besar wilayah berada pada kemiringan landai (2.00 -14.90 ) yaitu sebesar 8 091.19 (68.8 %). Sebagian lahan pertanian di Kota Bogor adalah lahan bukan sawah yaitu sebesar 2 374 ha atau sekitar 76 %. Sementara 24 % sisanya adalah lahan sawah, dan sebagian berlokasi di Kecamatan Bogor Selatan (283 ha), Bogor Barat (272 ha) dan Bogor Timur (178 ha).
5.1.3
Demografi Penduduk Kota Bogor pada tahun 2012 sebanyak 1 004 831 jiwa, yang
terdiri dari 510 884 orang laki- laki dan 493 947 orang perempuan. Dibandingkan
34
dengan tahun 2011 jumlah penduduk pada tahun 2012 bertambah sebanyak 37 433 orang atau meningkat sebanyak 3.87 %. Dengan luas wilayah 118.50 km2 , kepadatan penduduk pada tahun 2012 mencapai 8 480 orang per km2 . Berdasarkan hasil survey angkatan kerja nasional, jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) pada tahun 2012 sebanyak 710 307 orang. Dari seluruh penduduk usia kerja, sebanyak 422 528 orang termasuk kedalam kelompok angkatan kerja. Sebanyak 383 111 orang adalah penduduk yang bekerja dan sisanya sebanyak 39 417 orang adalah pengangguran yang sedang mencari pekerjaan. Pada umumnya penduduk yang bekerja di Kota Bogor terserap pada lapangan pekerjaan perdagangan dan jasa-jasa. Dengan rincian sebanyak 6 198 orang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, 115 406 orang bekerja pada lapangan pekerjaan perdagangan, rumah makan dan hotel, dan yang bekerja pada lapangan pekerjaan jasa-jasa terdapat sebanyak 113 108 orang, serta sebanyak 80 725 bekerja dibidang lainnya. Penduduk yang bekerja di Kota Bogor menurut pendidikan terdapat sebanyak 29 388 orang yang tidak sekolah ataupun tidak tamat SD, sebanyak 62 377 berpendidikan tamat SMP, berpendidikan tamat SMA sebanyak 141 240 orang dan sebanyak 75 892 orang berpendidikan akademi/sekolah tinggi dan universitas.
5.1.4
Kondisi Iklim Kondisi suhu rata-rata di Kota Bogor pada tahun 2012 rata-rata tiap bulan
sebesar 32.1o C dengan suhu terendah 22.4o C dengan suhu tertinggi 33.7o C. Kelembaban udara 92.0%. Curah hujan rata-rata setiap bulan maksimum sebesar 535.3 mm dan minimum sebesar 304.5 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan November dan Februari. Terjadi perbedaan suhu dibanding tahun 2011, yaitu suhu rata-rata maksimum perbulan pada tahun 2011 sebesar 30.9 o C dan minimum sebesar 22.9º C. Begitu pula dengan curah hujan, terjadi perbedaan pada tahun 2011, yaitu rata-rata curah hujan maksimum sebesar 387.7 mm dan minimum sebesar 236.3 mm.
35
5.2
Karakteristik Responden Karakteristik umum responden dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan
survei yang dilakukan terhadap 150 responden. Kelompok responden ini didapat dari enam wilayah yang terdiri dari enam kecamatan yaitu, Kecamatan Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, dan Tanah Sareal. Karakteristik umum dari responden terdiri dari jenis kelamin, pekerjaan, usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan rumah tangga, lama tinggal, status kepemilikan rumah, dan jenis bangunan.
5.2.1
Jenis Kelamin Responden Berdasarkan hasil penelitian, pada strata masyarakat yang berpenghasilan
rendah jumlah responden perempuan sebesar 64%, sedangkan jumlah responden laki- laki sebesar 36%. Pada strata masyarakat berpenghasilan menengah jumlah responden perempuan sebesar 52% dan responden laki- laki sebesar 38%. Sedangkan pada strata masyarakat berpenghasilan tinggi jumlah responden perempuan sebesar 54% dan responden laki- laki sebesar 46%. Berikut dijelaskan pada Gambar 2.
Sumber: Data primer (diolah)
Gambar 2. Jenis Kelamin Responden Terlihat pada gambar bahwa dari ketiga strata sebagian besar responden adalah perempuan. Hal ini disebabkan wawancara lebih banyak dilakukan pada hari kerja ketika kepala keluarga (laki- laki) sedang bekerja mencari nafkah. Akan tetapi responden dengan jenis kelamin perempuan pada umumnya bisa lebih
36
mengerti tentang pengeluaran rumah tangga dan barang-barang yang ada didalam rumah mereka. Hal tersebut lebih membantu peneliti dalam memperoleh informasi mengenai pendapatan, pengeluaran rumah tangga untuk adaptasi terhadap perubahan iklim.
5.2.2
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan memberi pengaruh kepada pola pikir dan pengetahuan
seseorang, dapat pula berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan dan wawasan seseorang terhadap suatu kejadian, sehingga akan mempengaruhi keputusan terhadap kejadian tersebut. Begitu pula pengaruh tingkat pendidikan seseorang terhadap pengetahuan dan wawasan tentang kejadian atau fenomena perubahan iklim dan bentuk adaptasi yang dilakukan.
Sumber: Data primer (diolah) Gambar 3. Tingkat Pendidikan Responden Dalam penelitian ini masyarakat berpenghasilan rendah sebagian besar berpendidikan akhir hingga tamat SMP, yaitu sebesar 36%, berpendidikan akhir SD sebesar 28%, tidak lulus SD sebesar 6% dan berpendidikan akhir SMA sebesar 30%. Pada masyarakat berpenghasilan menengah mayoritas responden berpendidikan akhir tamat SMA yaitu sebesar 38%, tamat SD sebesar 2%, tamat SMP sebesar 22%, diploma sebesar 6%, dan sarjana sebesar 32%. Pada
37
masyarakat berpenghasilan tinggi mayoritas responden berpendidikan akhir hingga sarjana, yaitu sebesar 54%, tamat SMA sebesar 22%, diploma sebesar 6% dan berpendidikan akhir pascasarjana sebesar 18%.
5.2.3
Pekerjaan Responden Jenis perkerjaan responden dalam penelitian ini sangat beragam,
diantaranya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, wirausaha, dan Ibu Rumah Tangga (IRT). Responden yang bekerja sebagai wirausaha memiliki profesi yang beragam. Profesi yang dimaksudkan yaitu profesi atau usaha yang dibangun sendiri oleh individu seperti mulai dari usaha kecil hingga menengah ke atas seperti warung, toko makanan, pedagang sayur dan buah-buahan, konveksi, toko alat rumahtangga hingga usaha skala besar, serta profesi lainnya seperti buruh bangunan, buruh tani, maupun petugas kemanan (satpam). Responden yang bekerja sebagai pegawai swasta yang dimaksud adalah yang bekerja sebagai pegawai atau karyawan di instansi milik swasta. Sedangkan responden yang bekerja sebagai PNS yaitu responden yang bekerja di instansi milik pemerintah.
Sumber: Data primer (diolah)
Gambar 4. Pekerjaan Responden Berdasarkan
Gambar
4
pekerjaan
responden
pada
masyarakat
berpenghasilan rendah relatif tidak beragam karena hanya ada dua pekerjaan yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wirausaha, masing- masing sebesar 60% dan 40%. Hal ini mungkin berpengaruh dari tingkat pendidikan mereka karena sebagian besar responden hanya berpendidikan SMP dan SMA sehingga kurang memiliki
38
kompetensi untuk mendapat pekerjaan sebagai pegawai kantor atau instansi. Pada masyarakat berpenghasilan menengah mayoritas responden juga bekerja sebagai IRT, yaitu sebesar 38%. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi 30% responden bekerja sebagai pegawai swasta. 5.2.4
Tingkat Usia Responden Salah satu faktor yang menyebabkan manusia memiliki peningkatan
berpikir adalah faktor usia. Pada dasarnya semakin tinggi tingkat usia seseorang, semakin tinggi pula kemampuan dan sikap seseorang dalam mengambil dan menentukan keputusan. Faktor usia juga diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang maupun rumahtangga. Semakin tinggi usia seseorang, cenderung semakin tinggi penghasilan yang didapat. Sehingga dalam hal ini faktor usia menjadi penting. Begitu pula dalam penelitian ini. Responden dengan usia yang lebih tinggi umumnya lebih memiliki sikap dalam menentukan pengeluaran yang harus mereka keluarkan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim sebab relatif lebih memiliki pola pikir yang lebih baik serta pengalaman lebih banyak. Berikut dijelaskan pada tabel 3, 4, 5. Tabel 3. Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Rendah No Tingkat Usia 1 25-29 2 30-34 3 35-39 4 40-44 5 45-49 6 50-54 7 55-59 8 60-64 9 >64 Total Sumber: Data primer (diolah)
Jumlah (Orang) 2 1 13 9 15 7 3 0 0 50
Persentase (%) 4% 2% 26% 18% 30% 14% 6% 0% 0% 100%
Pada strata masyarakat berpenghasilan rendah rata-rata usia yaitu 43.38 tahun, dengan usia terendah dan tertinggi yaitu 25 tahun dan 57 tahun.
39
Tabel 4. Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Menengah No Tingkat Usia Jumlah (Orang) 1 25-29 2 2 30-34 1 3 35-39 5 4 40-44 11 5 45-49 15 6 50-54 9 7 55-59 6 8 60-64 1 9 >64 0 Total 50
Persentase (%) 6% 8% 8% 22% 24% 8% 22% 0% 2% 100%
Sumber: Data primer (diolah) Pada masyarakat berpenghasilan menengah rata-rata usia sebesar 46.2 tahun, dengan usia terendah sebesar 28 tahun dan tertinggi 60 tahun. Tabel 5. Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Tinggi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Tingkat Usia 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 >64
Jumlah (orang) 2 1 1
Persentase (%)
4% 2% 2% 12% 34% 26% 18% 0% 2%
6 17 13 9
1 0 50
100%
Sumber: Data primer (diolah) Pada masyarakat berpenghasilan tinggi rata-rata usia yaitu 48.6 tahun, dengan usia terendah 26 tahun dan tertinggi 63 tahun.
5.2.5
Pendapatan Rumahtangga Responden Pendapatan rumahtangga umumnya menunjukan tingkat kesejahteraan
pada suatu rumahtangga. Kesejahteraan tersebut menjadikan ukuran bagi rumahtangga dalam kemampuan memiliki ataupun membeli barang rumahtangga termasuk juga dalam membeli/konsumsi barang untuk adaptasi terhadap perubahan iklim. Umumnya semakin tinggi pendapatan suatu rumahtangga semakin
tinggi
pula
kemampuan
rumahtangga
tersebut
dalam
mengkonsumsi/membeli barang maupun fasilitas rumahtangga, termasuk juga
40
barang-barang yang digunakan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Dalam penelitian ini strata pendapatan rumahtangga dibagi tiga, yaitu pendapatan dibawah Upah Minimum Kota (UMK) sebesar Rp 2 300 000/bulan atau termasuk kategori penghasilan rendah, pendapatan diantara UMK hingga Rp 5000 000 atau termasuk kategori penghasilan menengah, dan pendapatan diatas Rp 5000 000 atau termasuk kategori penghasilan tinggi. Dengan masing- masing strata berjumlah 50 responden. Pendapatan rumahtangga responden dalam penelitian ini sangat variatif. Pada masyarakat berpenghasilan rendah pendapatan rumahtangga mereka ratarata sebesar Rp 1 423 000/bulan, dengan pendapatan rumahtangga tertinggi sebesar Rp 2 200 000/bulan dan terendah sebesar Rp 1000 000/bulan. Pada masyarakat berpenghasilan menengah pendapatan rumahtangga rata-rata sebesar Rp 3 434 000/bulan, dengan pendapatan tertinggi sebesar Rp 4 800 000/bulan dan terendah sebesar Rp 2 400 000/bulan. Kemudian pada masyarakat berpenghasilan tinggi pendapatan rumahtangga rata-rata, tertinggi, dan terendah masing- masing sebesar Rp 9 640 000/bulan, Rp 41 000 000/bulan, dan Rp 5 000 000/bulan.
5.2.6
Lama Menetap Lama
menetap
atau
lama
tinggal
seseorang
berpengaruh
terhadapkeputusan adaptasi pada kondisi lingkungan sekitarnya. Seseorang yang belum lama tinggal di suatu tempat kemungkinan belum terbiasa akan perubahanperubahan lingkungan yang biasa terjadi disekitar, sedangkan seseorang yang telah lama tinggal relatif terbiasa dan lebih berpengalamanpada kejadian tersebut. Responden yang telah tinggal lama di daerah tersebut seba gian besar bersikap biasa saja terhadap perubahan iklim sebab mereka telah melakukan upaya pencegahan dan adaptasi terlebih dahulu. Akan tetapi responden yang belum lama tinggal di daerah tersebut cenderung tidak tahu tindakan adaptasi yang harus dilakukan ketika perubahan iklim terjadi tetapi ada pula beberapa yang mengerti tindakan yang harus dilakukan namun tidak melakukan tindakan adaptasi tersebut. Dalam penelitian ini responden pada strata penghasilan rendah rata-rata telah menetap selama 26.22 tahun, sedangkan paling lama (maksimum) menetap selama 57 tahun dan paling cepat (minimum) 5 tahun. Pada strata masyarakat
41
berpenghasilan menengah rata-rata responden telah menetap selama 19.64 tahun, serta maksimum telah menetap selama 47 tahun dan minimum 3 tahun. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi rata-rata telah menetap selama 19.3 tahun, serta maksimum dan minimum lama menetap masing- masing 53 tahun dan 4 tahun.
5.2.7
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga umumnya menjadi ukuran bagi rumahtangga
dalam melakukan pengeluaran. Semakin banyak tanggungan keluarga, maka semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga termasuk juga untuk pengeluaran untuk beradaptasi terhadap perubahan
iklim.
Namun
hal tersebut
tidak
terlihat pada
masyarakat
berpenghasilan rendah.
Sumber: Data primer (diolah)
Gambar 5. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga pada penelitian ini relatif seragam, yaitu 2 hingga 5 orang. Pada strata penghasilan rendah jumlah tanggungan keluargapaling banyak 3 orangyaitu sebesar 44% dan paling sedikit jumlah tanggungan keluarga sebanyak 1 orang, yaitu sebesar 8%. Pada masyarakat berpenghasilan menengah mayoritas responden memiliki jumlah tanggungan keluarga 3 orang dan paling sedikit responden yang tidak memiliki tanggungan, masing- masing sebesar 42% dan 2%. Responden terbanyak dengan jumlah tanggungan keluarga 3 orang juga
42
ada pada masyarakat berpenghasilan tinggi, yaitu sebesar 38%, dan paling sedikit responden yang tidak memiliki tanggungan dan memiliki tanggungan lebih dari 5 orang, yaitu masing-masing sebesar 2%.
43
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1
Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim
6.1.1
Persepsi Dalam Mendengar dan Melihat Istilah Perubahan Iklim Identifikasi persepsi masyarakat diperlukan untuk mengetahui sejauh
mana masyarakat dapat menilai dan memahami terhadap iklim yang terjadi di Kota Bogor selama sepuluh tahun terakhir (2004-2013). Berdasarkan hasil survey, sebanyak 50% masyarakat berpenghasilan rendah pernah mendengar istilah perubahan iklim dan 50% sisanya belum pernah mendengar. Pada strata masyarakat berpenghasilan menengah hampir semua responden yaitu sebesar 92% pernah mendengar istilah perubahan iklim. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi semua responden (100%) pernah mendengar istilah perubahan iklim. Berikut persentase tersebut dijelaskan pada.
Sumber: Data primer (diolah)
Gambar 6. Persepsi Masyarakat Tentang Mendengar Istilah Pe rubahan Iklim Dalam penelitian ini responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim yang dimaksud adalah adalah responden yang selama kehidupan sehariharinya mereka pernah mendengar istliah perubahan iklim. Istilah tersebut didengar atau dilihat responden melalui media, teman, kegiatan ilmiah maupun saat mereka masih mengenyam pendidikan. Berdasarkan data yang didapat, diketahui bahwa sebagian besar masyarakat dalam penelitian ini pernah mendengar istilah perubahan iklim dan tidak asing dengan istilah tersebut. Hal ini diduga disebabkan oleh tingkat pendidikan masyarakat yang sudah termasuk
44
cukup, serta kemampuan mengakses informasi yang sudah memadai, dan pengalaman kehidupan yang baik. Akan tetapi terdapat perbedaan antara masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi. Responden terbanyak yang pernah istilah perubahan iklim adalah dari kalangan masyarakat berpenghasilan tinggi yaitu sebanyak 50 orang dan yang paling sedikit dari masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 25 orang. Ini diduga disebabkan perbedaan tingkat pendidikan dan kemampua n responden dalam mengakses informasi. Istilah perubahan iklim biasa dijelaskan dari berbagai jenis media. Responden dengan pendidikan yang lebih tinggi relatif lebih memiliki kemampuan dan ketertarikan dalam mencari informasi dari media dalam hal ini informasi mengenai perubahan iklim. Beberapa hal tersebut yang diduga menjadi penyebab perbedaan jumlah responden di ketiga strata yang pernah mendengar dan melihat istilah perubahan iklim.
6.1.2
Persepsi Sumber Informasi Masyarakat Dalam Mendengar Istilah Perubahan Iklim Media elektronik maupun cetak merupakan sumber utama dan terpenting
bagi masyarakat guna mendapatkan informasi terkait kejadian disekitar termasuk kejadian atau fenomena perubahan iklim.
Sumber: Data primer (diolah) Gambar 7. Sumber Informasi Masyarakat Sebanyak 100% responden pada 25% masyarakat berpenghasilan rendah yang pernah mendengar/melihat istilah perubahan iklim pertama kali dan paling sering dari media elektronik, yaitu televisi. Pada 92% masyarakat berpenghasilan
45
menengah yang pernah mendengar/melihat istilah perubahan iklim, 96% diantaranya mendengar dari televisi dan 2% tahu dari tulisan/artikel ilmiah maupun media cetak. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi, seluruh responden (100%) yang pernah mendengar istilah perubahan iklim 80% diantaranya mendengar dari media elektronik, sedangkan sisanya dari buku/artikel ilmiah dan media cetak masing- masing 8% dan 12%. -
Media Elektronik Responden yang mendengar atau melihat istilah perubahan iklim melalui
media elektronik yang dimaksud adalah responden yang pertama kali dan paling sering mendengar atau melihat istilah tersebut melalui media elektronik. Seluruh media elektronik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah media televisi. Berdasarkan data yang didapat sebagian besar responden pertama kali dan paling sering mendengar istilah perubahan iklim dari televisi. Responden yang paling banyak mendengar dan melihat melalui televisi adalah dari kalangan masyarakat berpenghasilan menengah, yaitu sebanyak 44 orang dan yang paling sedikit adalah dari masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 25 orang. Secara tidak langsung hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden telah mempunyai televisi dan menjadikannya sebagai sumber informasi. -
Media Cetak Responden yang mendengar atau melihat istilah perubahan iklim melalui
media elektronik yang dimaksud adalah responden yang pertama kali dan paling sering mendengar atau melihat istilah tersebut melalui media cetak. Dalam hal ini media cetak yang dimaksud responden berupa koran, selebaran/leaflet, dan majalah. Pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi keduanya pernah melihat istilah perubahan iklim dari ketiga jenis media cetak tersebut. Sebanyak 1 orang dan 6 orang dari masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi yang pertama kali dan paling sering melihat istilah perubahan iklim dari media cetak. Beberapa responden pada kedua strata tersebut pertama kali melihat istilah perubahan ikim dari media cetak diduga disebabkan pendidikan dan wawasan mereka yang lebih memadai dibanding responden pada masyarakat berpenghasilan
rendah
serta
keingintahuan
mereka
terhadap
perubahan
46
lingkungan sehari- hari, sehingga mereka tidak hanya mengakses media elktronik tetapi juga media cetak. -
Buku/Artikel/Literatur Ilmiah Selain dari media elektronik dan media cetak beberapa responden juga
melihat dan mendengar istilah perubahan iklim dari buku, artikel dan literatur ilmiah. Dalam hal ini yang dimaksud dengan artikel dan literatur ilimiah adalah artikel dan literatur yang ditulis oleh akademisi ataupun peneliti berupa makalah, essay, dan jurnal yang didapat dari internet, kerabat, maupun dari koleksi buku tempat mereka bekerja. Pada penelitian ini responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim melalui media tersebut adalah responden pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi, yaitu sebanyak 1 orang dan 4 orang. Penyebab
hal
tersebut
hampir
sama
dengan
penyebab
responden
mendengar/melihat istilah perubahan iklim melalui media cetak.
6.1.3
Persepsi
Masyarakat
Mengenai
Pengetahuan
Definisi
dan
Pemahaman Penyebab Perubahan Iklim Sebagian besar responden telah familiar pada istilah perubahan iklim. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa mereka tidak paham definisi perubahan iklim dan tidak paham penyebab dari perubaha n iklim tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, pada masyarakat berpenghasilan rendah 50% responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim 88% diantaranya memahami definisi perubahan iklim tetapi dari 88% yang memahami hanya 86% diantaranya yang memahami penyebab dari perubahan iklim. Pada masyarakat berpenghasilan menengah 92% responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim 91% diantaranya memahami definisi perubahan iklim, namun dari 91% responden yang memahami definisi tersebut hanya 86% yang mengerti penyebabnya. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi, 100% responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim, 96% diantaranya memahami definisinya dan seluruhnya (100%) dari 96% responden mengerti penyebab perubahan iklim tersebut. Berikut dijelaskan pada Gambar 8.
47
Sumber: Data primer (diolah) Gambar 8. Persepsi Masyarakat Tentang Arti Perubahan Iklim dan Penyebab Perubahan Iklim -
Pengetahuan Responden Tentang Arti Perubahan Iklim Perubahan iklim memiliki artiperubahan pada iklim yang dipengaruhi
langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang (Trenberth et al. 1995 dalam Ndela 2011). Salah satu unsur iklim yang berfungsi sebagai pengendali cuaca adalah suhu udara (Diposaptono et al. 2009). Responden dalam penelitian ini menyebutkan beberapa definisi perubahan iklim yang disebutkan responden diantaranya perubahan suhu yang semakin meningkat, perubahan hari hujan yang semak in tidak terprediksi, serta semakin sering terjadinya fenomena alam yang ekstrim, seperti angin kencang serta hujan yang sangat deras kadang dalam bentuk butiran es. Akan tetapi secara keseluruhan sebagian besar responden mengartikan perubahan iklim sebaga i perubahan suhu
48
udara yang semakin meningkat. Melihat keseluruhan pendapat, secara umum definisi yang disebutkan responden relatif mirip dengan definisi perubahan iklim secara ilmiah. Responden terbanyak yang mengetahui arti perubahan iklim adalah pada masyarakat berpenghasilan tinggi, yaitu sebanyak 48 orang sedangkan yang paling sedikit pada masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu sebanyak 22 orang. Secara tidak langsung perbedaan ini diduga berhubungan dengan tingkat pendidikan masing- masing masyarakat. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi sebagian besar responden berpendidikan
sarjana sedangkan
masyarakat
berpenghasilan rendah berpendidikan SMP. Hal ini mengakibatkan perbedaan kemampuan mereka dalam mengakses dan mendapatkan informasi yang menambah wawasan mereka terutama mengenai perubahan iklim. Perbedaan jumlah responden yang memahami perubahan iklim juga disebabkan pernah atau tidaknya responden mendengar atau melihat istilah perubahan iklim yang disebutkan sebelumnya. Secara langsung maupun tidak responden yang telah mendengar istilah perubahan iklim mengerti arti istilah tersebut karena dari istilah yang disebutkan juga dijelaskan arti ataupun definisinya baik secara singkat maupun lengkap. -
Pengetahuan Responden Tentang penyebab Perubahan Iklim Perubahan iklim disebabkan adanya pemanasan global yang disebabkan
oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca di atmosfer yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Diposaptono et al. 2009). Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke atmosfer (KLH 2009). Dalam penelitian ini beberapa penyebab perubahan iklim yang disebutkan oleh responden diantaranya berkurangnya pepohonan (areal hijau), semakin banyaknya pabrik, gedung-gedung dan perumahan, serta semakin banyaknya kendaraan yang mengakibatkan polusi. Secara keseluruhan pendapat yang diutarakan responden tidak berbeda jauh dengan penjelasan secara ilmiah. Berdasarkan hasil penelitian, responden terbanyak yang memahami penyebab perubahan iklim adalah pada masyarakat berpenghasilan tinggi yaitu sebanyak
48
orang,
sedangkan
yang paling
sedikit pada
masyarakat
berpenghasilan rendah, sebanyak 19 orang. Perbedaan ini berhubungan dengan
49
kondisi tahu atau tidaknya responden dengan arti perubahan iklim yang disebutkan sebelumnya. Perbedaan tersebut hampir mirip dengan persepsi pengetahuan responden tentang arti perubahan iklim. Perbedaan tersebut diduga juga berhubungan dengan pengetahuan responden tentang arti perubahan iklim. Responden yang mengetahui arti perubahan iklim sebagian besar juga memahai penyebab dari perubahan iklim tersebut karena dari arti maupun definisi yang disebutkan juga dijelaskan penyebab perubahan iklim secara singkat ataupun lengkap.
6.1.4
Persepsi Masyarakat Mengenai Kesadaran dan Ke rugian Akibat Perubahan Iklim Persepsi masyarakat pada kasus ini dianalisis berdasarkan pendapat
mereka mengenai menyadari atau tidaknya terhadap perubahan iklim serta dirugikan atau tidaknya akibat perubahan iklim yang terjadi. Tabel 6. Persepsi Kesadaran Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Masyarakat Masyarakat Masyarakat Persepsi Berpenghasilan Berpenghasilan Berpenghasilan Rendah Rendah Rendah 0% Tidak Menyadari 0% 2% 26% Ragu-Ragu 12% 26% 48% Menyadari 46% 34% 26% Sangat Menyadari 42% 38% 100% Total 100% 100% Sumber: Data primer (diolah) Pada masyarakat berpenghasilan rendah responden terbanyak berpendapat menyadari, yaitu sebanyak 23 orang. Kategori persepsi menyadari yang diberikan yang dimaksud yaitu persepsi kesadaran responden terhadap perubahan iklim sehari- hari selama tahun 2004-2013. Pada masyarakat berpenghasilan menengah responden terbanyak berpendapat menyadari, yaitu sebanyak 24 orang. Pada masyarakat berpenghasilan rendah responden terbanyak berpendapat menyadari, yaitu sebanyak 23 orang. Kategori sangat menyadari yang diberikan yang dimaksud yaitu persepsi responden yang sangat menyadari terjadinya perubahan iklim sehari- hari selama tahun 2004-2013. Tidak ada indikator khusus untuk persepsi sangat menyadari. Persepsi tersebut hanya berdasarkan jawaban
50
responden. Sementara itu responden juga diwawancara tentang persepsi mereka mengenai kerugian akibat adanya perubahan iklim. Berikut dijelaskan pada tabel. Tabel 7. Persepsi Kerugian Masyarakat Akibat Perubahan Iklim Masyarakat Masyarakat Masyarakat Persepsi Berpenghasilan Berpenghasilan Berpenghasilan Rendah Rendah Rendah Tidak Dirugikan 28% 34% 28% Ragu-Ragu 28% 24% 24% Dirugikan 26% 38% 34% Sangat Dirugikan 18% 4% 14% 100% Total 100% 100% Sumber: Data primer (diolah) Pada masyarakat berpenghasilan rendah responden terbanyak merasa tidak dirugikan dan ragu-ragu, yaitu masing- masing sebanyak 14 orang (28%). Kategori tidak dirugikan yang diberikan yang dimaksud yaitu persepsi ketidakrugian yang dirasakan responden oleh terjadinya perubahan iklim sehari- hari atau perubahan iklim tidak memberi dampak kepada mereka. Pada masyarakat berpenghasilan menengah responden terbanyak merasa dirugikan, yaitu sebanyak 19 orang (38%). Kategori dirugikan yang diberikan yang dimaksud yaitu persepsi kerugian yang dirasakan responden oleh perubahan iklim sehari-hari atau perubahan iklim memberi dampak kerugian kepada mereka.
6.1.5
Persepsi Responden Terhadap Suhu Udara Perubahan iklim memberi pengaruh terhadap kondisi suhu udara. Dala m
kurun waktu tahun 1900-2000 peningkatan suhu bumi mencapai 0.5 0 C akibat peningkatan gas rumah kaca di atmosfer (IPCC dalam Murdiyarso 2003). Peningkatan suhu juga terjadi di daerah lintang rendah atau daerah tropis (contoh, Indonesia) yang mengakibatkan kecenderungan pada daerah kering akan semakin kering (Murdiyarso 2003). Dalam penelitian ini hampir semua responden menyatakan bahwa suhu udara di Kota Bogor beberapa tahun belakangan telah mengalami perubahan. Pada masyarakat berpenghasilan rendah menengah dan tinggi, masing- masing sebesar 92%, 90%, dan 94% merasakan perubahan suhu yang semakin meningkat.
51
Sumber: Data Primer (diolah) Gambar 9. Persepsi Responden Terhadap Suhu Udara Di Kota Bogor Kota dengan kecepatan pembangunan (jumlah penduduk, kendaraan bermotor, dan industri lainnya) yang begitu cepat akan menyebabkan kecepatan kenaikan suhu meningkat. Pembangunan ini juga akan menyebabkan lahan kota semakin sempit, pengerasan lahan, debu-debu, dan polusi udara (CO 2 , NO2 , SO2 ) yang dihasilkan oleh industri (Mas’at 2010). Begitu pula yang terjadi di Kota Bogor. Sebanyak 46 orang, 45 orang, dan 47 orang masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi berpendapat bahwa suhu udara di Kota Bogor telah meningkat. Waktu awal terjadinya peningkatan tersebut sangat beragam yang mereka sadari. Pada masyarakat berpenghasilan rendah 46 orang yang berpendapat bahwa suhu naik, 9 orang atau 20% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun 2005. Pada masyarakat berpenghasilan menengah 10 orang atau 22% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun 2009. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi 10 orang atau 21% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun 2007. Berdasarkan persepsi selama tahun 2004-2013 awal kenaikan suhu udara paling banyak dirasakan mulai tahun 2007 dan 2009. Jika melihat sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa suhu udara di Kota Bogor mengalami peningkatan maka hal ini relatif sesuai dengan data dari BMKG Kota Bogor yang menjelaskan bahwa suhu udara di Kota Bogor memang mengalami peningkatan.
52
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bogor (diolah) Gambar 10. Data Pengamatan Terhadap Suhu Udara Di Kota Bogor Tahun 2004-2013 Kondisi suhu udara Kota Bogor tahun 2004-2013 mengalami kenaikan, dengan nilai rata-rata selama 10 tahun sebesar 31.670 C/tahun meskipun tahun 2006 hingga 2010 perubahan tersebut cukup fluktuatif dan beberapa kali terjadi perubahan yang negatif.
6.1.6
Persepsi Responden Terhadap Curah Hujan Hasil penelitian sebelumnya mengenai curah hujan di Indonesia lebih
beragam dibanding dengan suhu. Handoko (2008) menyatakan bahwa sebagian besar wilayah Jawa Barat mengalami penurunan curah hujan. Sementara penelitian lain menyebutkan bahwa peningkatan konsentrasi CO 2 mengakibatkan peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah selatan Indonesia (Kaimuddin dalam Handoko 2008). Curah hujan di Indonesia mengalami perubahan selama tahun 2000-2009 akibat perubahan iklim (Nurdin 2012). Hal tesebut tentu secara langsung maupun tidak berpengaruh kepada curah hujan di Kota Bogor tahun 2004-2013. Dalam penelitian ini sebagian besar responden berpendapat bahwa curah hujan mengalami peningkatan selama tahun 2004-2013. Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi yaitu sebesar 50%, 44%, dan 46% berpendapat bahwa curah hujan mengalami peningkatan.
53
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 11. Persepsi Responden Terhadap Curah Hujan Di Kota Bogor Sebanyak 25 orang, 22 orang, dan 23 orang masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi berpendapat bahwa curah hujan di Kota Bogor telah meningkat. Waktu awal terjadinya peningkatan tersebut sangat beragam yang mereka sadari. Pada masyarakat berpenghasilan rendah 25 orang yang berpendapat bahwa curah hujan naik, 6 orang atau 24% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun 2009 dan 2010. Pada masyarakat berpenghasilan menengah 7 orang atau 32% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun 2009. Kemudian pada masyarakat berpenghasilan tinggi 6 orang atau 26% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun 2009. Berdasarkan wawancara terkait persepsi tersebut, pada tahun 2004-2013 awal kenaikan curah hujan paling banyak dirasakan mulai tahun 2009. Jika melihat sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa curah hujan di Kota Bogor mengalami peningkatan maka hal ini relatif tidak sesuai dengan data dari BMKG Kota Bogor yang menjelaskan bahwa curah hujan di Kota Bogor memang mengalami penurunan.
54
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bogor (diolah) Gambar 12. Data Pengamatan Terhadap Curah Hujan Di Kota Bogor Tahun 2004-2013 Hasil wawancara menunjukan sebagian besar responden berpendapat bahwa curah hujan di Kota Bogor mengalami peningkatan. Hal ini relatif tidak sesuai dengan data dari BMKG Kota Bogor yaitu kondisi curah hujan di Kota Bogor selama tahun 2004-2013 mengalami penurunan, dengan nilai rata-rata selama 10 tahun sebesar 312.82 mm/tahun.
6.1.7
Persepsi Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan Perubahan iklim memberi dampak pada jumlah hari hujan. Beberapa
wilayah di bagian selatan Indonesia pada tahun 1991-2003 mengalami perubahan musim penghujan yang lebih pendek (UNDP Indonesia 2007). El-Nino Southern Oscilation (ENSO) yang terjadi di wilayah Indoenesia mengakibatkan keterlambatan awal musim hujan antara satu sampai dua bulan (Boer dalam Handoko 2008). Dalam penelitian ini sebagian besar responden di Kota Bogor justru berpendapat bahwa jumlah hari hujan mengalami peningkatan selama tahun 20042013. Berdasarkan hasil penelitian, pada masyarakat berpenghasilan rendah sebesar 58% diantaranya berpendapat bahwa jumlah hari hujan mengalami peningkatan. Pada masyarakat berpenghasilan menengah 52% diantaranya merasakan peningkatan sementara pada masyarakat berpenghasilan tinggi 64% diantaranya menyatakan terjadinya peningkatan.
55
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 13. Persepsi Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan Di Kota Bogor Sebanyak 29 orang, 26 orang, dan 32 orang masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi berpendapat bahwa jumlah hari hujan di Kota Bogor telah meningkat. Waktu awal terjadinya peningkatan tersebut sangat beragam yang mereka sadari. Pada masyarakat berpenghasilan rendah 29 orang yang berpendapat bahwa jumlah hari hujan naik, 8 orang atau 28% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun 2009. Pada masyarakat berpenghasilan menengah 8 orang atau 31% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun 2012. Kemudian pada masyarakat berpenghasilan tinggi 6 orang atau 19% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun 2009. Masyarakat yang berpendapat bahwa jumlah hari hujan semakin meningkat yang dimaksud adalah mas yarakat yang berpendapat bahwa kondisi jumlah hari hujan sehari- hari, baik saat musim hujan ataupun tidak telah terjadi peningkatan atau semakin sering. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa jumlah hari hujan di Kota Bogor mengalami peningkatan. Hal ini relatif sesuai dengan data dari BMKG Kota Bogor yaitu kondisi jumlah hari hujan di Kota Bogor selama tahun 2004-2013 mengalami sedikit kenaikan, dengan nilai rata-rata sebesar 21.00 hari/tahun.
56
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bogor (diolah) Gambar 14. Data Pengamatan Te rhadap Jumlah Hari Hujan Di Kota Bogor Tahun 2004-2013 6.1.8
Persepsi Responden Terhadap Hari Tanpa Hujan Perubahan iklim akan mempengaruhi jadwal hari tanpa hujan dan
memperpanjang musim kemarau. Surmaini dan Boer (2011) menunjukkan ENSO di Pasifik tropis mempunyai hubungan yang signifikan terhadap curah hujan. Secara signifikan mengakibatkan mundurnya awal musim hujan, memperpanjang periode musim kemarau, dan menurunkan jumlah curah hujan sampai di bawah normal.
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 15. Persepsi Responden Terhadap Jumlah Hari Tanpa Hujan Di Kota Bogor Dalam penelitian ini sebagian besar responden berpendapat bahwa jumlah hari tanpa hujan di Kota Bogor berubah. Pada masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah sebesar 32%, 34% berpendapat bahwa jumlah hari tanpa hujan
57
tidak berubah. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi 32% diantaranya merasakan peningkatan dan tidak merasakan perubahan. Perubahan jumlah hari tanpa hujan tidak dirasakan responden terutama pada sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Akan tetapi pada masyarakat berpenghasilan tinggi ada beberapa yang berpendapat terjadinya peningkatan yaitu sebanyak 16 orang atau 32%, dan 12% diantaranya merasakan peningkatan jumlah hari tanpa hujan sejak tahun 2010. Masyarakat yang berpendapat bahwa jumlah hari tanpa hujan tidak berubah adalah masyarakat yang berpendapat bahwa kondisi jumlah hari tanpa hujan sehari- hari, baik saat musim kemarau ataupun tidak tidak terjadi perubahan.
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bogor (diolah) Gambar 16. Data Pengamatan Terhadap Jumlah Hari Tanpa Hujan Di Kota Bogor Tahun 2004-2013 Jika dibandingkan dengan data BMKG persepsi responden tentang jumlah hari tanpa hujan relatif tidak sesuai. Berdasarkan BMKG kondisi jumlah hari tanpa hujan di Kota Bogor selama tahun 2004-2013 mengalami penurunan dengan nilai rata-rata sebesar 9.43 hari/tahun.
6.2
Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Pengeluaran rumahtangga baik disadari maupun tidak oleh responden
ternyata beberapa diantaranya merupakan salah satu langkah atau strategi yang mereka lakukan terhadap perubahan iklim, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Sebagian responden menyadari dari awal bahwa tindakan mereka merupakan strategi adaptasi karena iklim berubah, sedangkan sebagian lainnya menyadari
58
setelah mereka membeli, memperbaiki, atau menggunakan barang yang berguna saat perubahan iklim terjadi. Kriteria adaptasi responden dijelaskan melalui biaya yang mereka keluarkan pada tahun 2004-2013 yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun responden yang tidak mengeluarkan biaya selama tahun tersebut tetapi melakukan adaptasi tetap masuk dalam penelitian. Persepsi masyarakat dalam menentukan adaptasi atau tidaknya dijelaskan dalam gambar berikut.
Sumber: Data primer (diolah) Gambar 17. Tingkat Keperluan Masyarakat Untuk Melakukan iAdaptasi Hasil pengolahan data pada gambar menunjukan bahwa sebagian masyarakat berpenghasilan rendah berpendapat perlu adaptasi, yaitu sebesar 46% responden. Sementara 20% dan 34% berpendapat ragu-ragu dan tidak perlu. Pada masyarakat berpenghasilan menengah sebesar 38% diantaranya berpendapat perlu adaptasi, sedangkan 28% dan 34% berpendapat ragu-ragu dan tidak perlu. Kemudian pada masyarakat berpenghasilan tinggi 40% diantaranya berpendapat tidak perlu serta 24% dan 36% berpendapat ragu-ragu dan perlu. Terlihat bahwa terdapat perbedaan persepsi pada keperluan masyarakat dalam melakukan adaptasi yaitu sebanyak 23 orang. Responden yang paling banyak berpendapat perlu melakukan adaptasi adalah pada masyarakat berpenghasilan rendah. Menurut Smit dan Wandel (2006) kemampuan adaptasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya teknologi dan pemahaman. Secara relatif masyarakat berpenghasilan rendah memiliki tingkat pemahaman dan akses teknologi yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi. Hal tersebut diduga akan mengakibatkan persepsi pada
59
masyarakat rendah bahwa variabilitas iklim memberi dampak kepada mereka dan mereka perlu melakuakan suatu adaptasi.
6.2.1
Adaptasi Terhadap Suhu yang Meningkat Kondisi suhu udara yang berubah dan
mengalami peningkatan
mengakibatkan masyarakat melakukan adaptasi guna penyesuaian diri mereka dengan kondisi tersebut. Beberapa responden menyebutkan perlu melakukan adaptasi karena kondisi rumah mereka yang harus diberikan perilaku adaptasi serta kondisi tubuh mereka yang juga perlu diberikan penyesuaian. Strategi atau pilihan adaptasi yang responden lakukan dalam kondisi ini sangat beragam. Berikut dijelaskan pada gambar.
Sumber: Data primer (diolah) Gambar 18. Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah -
Meninggikan Atap Berdasarkan penelitian dilapang, responden yang melakukan peninggian
atap adalah responden yang melakukan peninggian atap rumah mereka. Strategi adaptasi melalui atap rumah yang ditinggikan paling banyak dilakukan oleh responden masyarakat berpenghasilan tinggi, yaitu sebesar 36% atau sebanyak 18 orang. Hal ini diduga karena mereka lebih memiliki kemampuan untuk mengeluarkan biaya termasuk untuk meninggikan atap rumah mereka dibanding masyarakat berpenghasilan menegah dan rendah. Terlihat bahwa responden yang paling sedikit melakukan adaptasi ini adalah pada masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu 6% atau sebanyak 3 orang.
60
Sebagian besar responden tidak secara sengaja meninggikan atap untuk beradaptasi terhadap suhu yang meningkat karena mereka meninggikan atap bersamaan dengan kebutuhan untuk merenovasi rumah. Kondisi dilapangan menunjukan bahwa hampir seluruh responden yang melakukan adaptasi berupa peninggian atap rumah baru menyadari efek meniggikan atap tersebut serta bukan secara sengaja mereka melakukannya karena suhu yang panas. Mereka berpendapat bahwa setelah atap rumah ditinggikan kondisi suhu udara didalam rumah menjadi lebih sejuk sehingga mereka bisa lebih nyaman dan menyesuaikan diri dengan suhu udara sehari-hari. -
Menambah Ventilasi Sebagian responden melakukan adaptasi terhadap perubahan suhu melalui
penambahan vetilasi rumah mereka. Hal tersebut dilakukan guna menambah sirkulasi udara yang masuk kedalam rumah sehingga kondisi dalam rumah lebih sejuk. Beberapa responden menambah ventilasi rumah mereka dibagian ruang depan bawah dan beberapa dibagian depan atas. Dalam penelitian hanya responden pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi yang melakukan strategi adaptasi ini. Sebanyak 4 orang dan 12 orang atau sekitar 8% dan 24% responden masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi melakukan adaptasi melalui cara menambah ventilsai rumah. Perbedaan ini diduga juga disebabkan adanya perbedaan kemampuan dalam mengeluarkan biaya. Penelitian dilapangan menunjukan sebagian besar mereka yang melakukan penambahan ventilasi secara tidak sengaja karena bersamaan dengan renovasi rumah seperti halnya mereka meninggikan atap. Seluruh responden yang melakukan adaptasi melelui penambahan ventilasi merasakan adanya perubahan suhu didalam rumah mereka, yaitu menjadi lebih sejuk. -
Menanam Pohon Beberapa respoden berpendapat bahwa melalui penanaman pohon di
halaman rumah bisa mengurangi suhu udara panas yang mereka rasakan sehingga mereka melakukan tindakan tersebut.
Berbeda dengan strategi adaptasi
meninggikan atap dan menambah ventilasi, responden dengan sengaja menanam pohon karena merasa suhu yang panas disekitar rumah mereka sehingga
61
responden merasa perlu melakukan penyesuaian. Strategi adaptasi melalui penanaman
pohon
hanya
dilakukan
oleh
responden
pada
masyarakat
berpenghasilan menengah dan tinggi, yaitu masing- masing hanya sebanyak 2 orang dan 1 orang atau sebesar 4% dan 2%. Selain adaptasi melalui penambahan atau perbaikan bangunan rumah dilakukan pula adaptasi melalui konsumsi atau penggunaan barang pelengkap rumah tangga yang dapat digunakan untuk menyesuaiakan kondisi tubuh ketika terjadi perubahan suhu yang semaikn panas. Berikut dijelaskan pada gambar.
Sumber: Data primer (diolah) Gambar 19. Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Penggunaan Barang Rumahtangga -
Penggunaan Blower Blower yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penghasil angin dalam
bentuk lain namun bukan termasuk air conditioner (AC). Penggunaan blower hanya ditemukan pada responden masyarakat berpenghasilan tinggi. Hal ini diduga karena bagi masyarakat berpenghasilan rendah menggunakan kipas angin saja sudah sudah cukup sedangkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah juga hanya menggunakan satu macam alat penghasil angin seperti kipas angin ataupun AC. Sebanyak 4 orang responden atau sebesar 8% menggunakan blower untuk beradaptasi saat suhu panas. Jumlah tersebut sedikit karena mayoritas responden juga berpendapat bahwa menggunakan alat penghasil angin satu atau dua macam sudah cukup. Responden yang memiliki blower merasa blower dapat mengurangi
62
kondisi saat suhu panas namun strategi tersebut tidak banyak dilakukan karena mereka lebih sering menggunakan AC ataupun kipas angin biasa. Penggunaan kaos oblong saat suhu terasa panas juga tidak banyak dilakukan oleh responden. Hanya 4% responden atau sebanyak 2 orang pada masyarakat berpenghasilan menengah yang melakukan adaptasi tersebut. Responden yang menggunakan kaos oblong tersebut berpendapat bahwa suhu yang kadang terasa panas membuat tubuh mereka mudah berkeringat dan terasa gerah jika mereka menggunakan baju kaos biasa sehingga mereka perlu melakukan adaptasi menggunkan kaos oblong tersebut. -
Kipas Angin Penggunaan kipas angin sebagai strategi adaptasi masyarakat terhadap
perubahan suhu yang meningkat paling banyak dilakukan. Hal ini diduga karena kipas angin memiliki harga yang lebih murah dibanding alat penghasil angin lainnya. Penggunaan kipas angin juga lebih sederhana. Sebanyak 17 orang, 34 orang dan 31 orang atau sebesar 34%, 68%, dan 62% pada masing- masing masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi melakukan adaptasi menggunakan barang tersebut. Responden yang beradaptasi menggunakan kipas angin berpendapat bahwa penggunaan kipas angin cukup membantu mereka dalam kondisi suhu panas. Akan tetapi beberapa responden juga tidak sering menggunakan kipas angin meskipun kondisi suhu sedang meningkat. Hal ini terutama terlihat pada masyarakat berpenghasilan rendah. Sebagian dari mereka yang memiliki kipas angin jarang menggunakannya karena dengan cara membuka pintu rumah bagi mereka sudah cukup membantu menyesuaikan dengan kondisi suhu yang meningkat. -
Penggunaan Air Conditioner (AC) Sebagian masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi menggunakan
AC sebagai barang untuk adaptasi saat suhu terasa meningkat. Namun strategi tersebut tidak digunakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Hal tersebut diduga karena biaya yang cukup besar untuk membeli AC. Sebanyak 2 orang dan 23 orang atau sebesar 4% dan 46% masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi menggunakan AC sebagai strategi untuk beradaptasi.
63
Akan tetapi penggunaan AC sebagai strategi untuk adaptasi juga tidak semua dilakukan oleh responden yang memiliki barang tersebut. Sebagian responden merasa AC lebih tepat untuk berjaga-jaga jika penggunaan kipas angin dan blower kurang dirasa nyaman. Namun secara umum responden berpendapat bahwa penggunaan AC membantu mereka dalam beradaptasi saat suhu udara meningkat.
6.2.2
Adaptasi Terhadap Perubahan Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Serta Penurunan Suhu Adaptasi dilakukan oleh masyarakat juga dilak ukan masyarakat saat mulai
terjadi perubahan curah hujan dan hari hujan serta penurunan suhu. Sesuai data BMKG tahun 2004-2013 terjadi perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan, meskipun perubahan rata-rata pada jumlah hari hujan tidak terlalu terlihat. Kejadian-kejadian variabilitas iklim beberapa kali terjadi di Kota Bogor, diantaranya curah hujan yang sangat deras pada akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007, tahun 2011, dan beberapa kali terjadi di tahun 2013. Curah hujan dengan durasi yang lama juga diduga mengakibatkan turunnya suhu menjadi lebih dingin dari suhu biasanya. Tentunya hal ini secara langsung maupun tidak memberi pengaruh kepada adaptasi masyarakat. Berikut adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat.
Sumber: Data primer (diolah) Gambar 20. Strategi Adaptasi Masyarakat Penambahan Bangunan Rumah
Melalui
Perbaikan
atau
64
-
Meninggikan Lantai Berdasarkan Gambar 23 sebesar 6%, 12%, dan 12% atau sebanyak 3
orang, 6 orang, dan 6 orang pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi melakukan adaptasi melalui peninggian lantai dasar rumah mereka. Strategi adaptasi berupa peninggian lantai dilakukan oleh beberapa responden yang pernah terjadi banjir pada rumahnya saat terjadi hujan yang terus menerus serta deras. Hal tersebut dilakukan guna mencegah air masuk kedalam rumah mereka di lain waktu saat terjadi hujan yang terus menerus. Setelah dilakukan peninggian lantai tidak pernah terjadi banjir lagi pada rumah mereka. Dalam tahun 2004-2013 terjadi beberapa kali hujan yang berdurasi lama dan kadang deras pula. Hal tersebut mengakibatkan air di kali menjadi lebih cepat naik dan mengakibatkan banjir di rumah sekitarnya. Kejadian tersebut dialami oleh responden dalam penelitian ini. Responden berpendapat pada tahun 19942003 belum terjadi perubahan curah hujan dan hari hujan sehingga belum pernah terjadi banjir pada rumah mereka. Pada penelitian dilapangan, peninggian lantai yang dilakukan responden adalah berupa meninggikan lantai rumah secara keseluruhan atau hanya bagian depan rumah, serta hanya membuat tanggul dibagian pintu masuk rumah. -
Menambah Lantai Strategi adaptasi menambah lantai rumah memiliki penyebab yang sama
dengan strategi meninggikan lantai. Sebanyak 3 orang dan 2 orang atau sebesar 6% dan 4% pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi melakukan adaptasi melalui penambahan lantai tersebut. Seluruh responden yang melakukan adaptasi ini disebabkan oleh air genangan banjir yang masuk kerumah mereka akibat hujan yang berdurasi lama sehingga kali atau selokan disekitar rumah mereka meluap. Responden yang melakukan tindakan menambah lantai tidak sebanyak responden yang meninggikan lantai karena sebagian menurut mereka air yang masuk kerumah mereka tidak terlalu tinggi, hanya sebatas mata kaki orang dewasa. Selain itu besarnya biaya untuk menambah lantai daripada meninggikan lantai. Sedangkan responden yang melakukan penambahan lantai selain untuk
65
mencegah banjir juga sebagai alasan kenyaman dan kemudahan menyimpan barang jika mungkin suatu saat terjadi lagi banjir. -
Memperbaiki Atap Gambar 21 menunjukan bahwa sebagian besar responden melakukan
adaptasi melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah berupa perbaikan atap, dengan persentase pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi masing- masing sebesar 48%, 66%, dan 66% atau sebanyak 24 orang, 33 orang, dan 33 orang. Tindakan adaptasi yang dilakukan berupa perbaikan atap rumah dilakukan sebagian besar responden karena kondisi atap rumah yang rusak maupun untuk pencegahan dari kerusakan di lain waktu. Hujan yang terus menerus serta semakin tidak terprediksi kedatangannya dan kadang diselingi oleh panas terik menjadikan semakin mudahnya kondisi bangunan rumah mengalami kerusakan. Hal tersebut mengakibatkan responden melakukan perbaikan pada atap rumah mereka. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden tindakan adaptasi yang dilakukan meliputi menambal atau mennganti asbes yang bolong dan rusak, mengganti genteng baru, serta memperbaiki atau mengganti plafon yang rusak. -
Mengecat Tembok Kondisi lain yang disebabkan oleh hal yang sama yaitu hujan dengan
berdurasi lama dan kadang diselingi dengan panas terik adalah lunturnya cat dinding
rumah.
Hal
itu
mengakibatkan
responden
pada
masyarakat
berpenghasilan rendah dan menengah melakukan tindakan adaptasi melalui mengecat tembok bagian depan rumah mereka. Tindakan adaptasi melalui pengecatan tembok dilakukan oleh 10%, 18%, dan 12% atau sebanyak 5 orang, 9 orang, dan 6 orang masing- masing masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi. Secara keseluruhan menurut responden perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan sejalan dengan memberi dampak pada kondisi struktur rumah mereka. Responden berpendapat beberapa tahun belakangan curah hujan dan jumlah hari hujan maskin menignkat sehingga hal tersebut menjadi penyebab utama mereka perlu melakukan suatu strategi adaptasi melalui penyesuaian kondisi bangunan rumah mereka.
66
Perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan terkadang juga membuat masyarakat melakukan adaptasi melalui penyesuaian bangunan rumah. Sebagian responden merasa bahwa perlu melakukan penyesuaian menggunakan barang rumahtangga yang mereka miliki. Berikut dijelaskan oleh gambar.
Sumber: Data primer (diolah) Gambar 21. Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Penggunaan Barang Rumahtangga -
Penggunaan Penghangat Ruangan Penggunaan penghangat ruangan sebagai barang untuk adaptasi ketika
suhu terasa dingin hampir tidak dilakukan oleh semua responden. Hanya sebesar 2% atau sebanyak 1 orang responden pada masyarakat berpenghasilan menengah yang melakukan adaptasi tersebut. Responden berpendapat bahwa hujan kini makin tidak terprediksi serta terkadang terjadi secara terus menerus serta deras mengakibatkan suhu udara menjadi tidak stabil dan cenderung mengakibatkan suhu menjadi lebih dingin dari biasanya. Alasan tersebut bagi responden perlu menggunakan barang atau perlengkapan yang bisa menghangatkan ruangan dan tubuh mereka termasuk penggunaan penghangat ruangan. Akan tetapi penggunaan penghangat ruangan mungkin tidak terlalu efektif melihat sangat sedikit responden yang melakukan adaptasi menggunakan barang tersebut. -
Penggunaan Selimut, Jaket/Sweater,dan Kaos Kaki Responden yang menggunakan selimut, jaket dan kaos kaki sebagai
barang atau pakaianyang digunakan untuk beradaptasi memiliki alasan yang hampir sama dengan penggunaan penghangat ruangan. Suhu kadang terasa lebih
67
dingin akibat hujan yang berdurasi lama bahkan kadang suhu dingin terjadi sore ataupun malam hari dengan sendirinya tanpa diawali dengan hujan. Hal tersebut yang membuat sebagian responden perlu menggunakan pakaian tersebut untuk adaptasi. Sebanyak 17 orang, 24 orang dan 19 orang atau sekitar 34%, 48%, dan 38% responden pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi melakukan adaptasi terhadap suhu dingin menggunakan selimut. Kemudian 18 orang, 25 orang, dan 22 orang atau 36%, 50%, dan 44% responden pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi adaptasi menggunakan jaket/sweater. Pada penggunaan kaos kaki untuk adaptasi terhadap suhu dingin dilakukan oleh 2 orang, 5 orang, dan 4 orang pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi atau masing- masing sebesar 4%, 10%, dan 8%. Berdasarkan penelitian dilapang penggunaan selimut lebih sering digunakan oleh responden dibanding menggunakan jaket saat didalam rumah. Penggunaan selimut yang lebih mudah dan nyaman dibanding jaket ketika didalam rumah menjadi salah satu alasan mereka lebih memilih jaket dibanding selimut. Akan tetapi ketika berada diluar rumah sebagian responden lain lebih memilih
menggunakan jaket.
Beberapa
hal yang berhubungan dengan
kenyamanan tersebut yang menjadi pembeda antara penggunaan selimut dan jaket/sweater ketika terjadi suhu yang lebih dingin dari biasanya. Responden yang menggunakan kaos kaki sebagai barang adaptasi tidak sebanyak yang menggunakan selimut atau jaket. Hal tersebut diduga disebabkan penggunaan selimut atau jaket didalam rumah sudah dirasa cukup oleh mereka. Selain itu akibat suhu dingin yang dirasakan oleh mereka lebih membutuhkan untuk menghangatkan tubuh. Dalam penelitian ini responden yang menggunakan selimut, jaket, dan kaos kaki sebagai kebiasaan sehari-hari tentu tidak dijadikan sebagai acuan dalam penelitian karena tidak berhubungan dengan adaptasi. -
Penggunaan Payung Berdasarkan
penelitian
menunjukan
bahwa
pada
masyarakat
berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi paling banyak melakukan adaptasi saat terjadi perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan menggunakan barang yaitu berupa pencegahan dengan menggunakan payung, yaitu masing- masing
68
sebesar 76%, 74%, dan 86% atau sebanyak 38 orang, 37 orang, dan 43 orang. Sebagian besar responden menggunakan payung sebagai barang yang paling sering digunakan untuk adaptasi. Hal tersebut disebabkan dalam kondisi hujan yang semakin tidak menentu dan tidak bisa diprediksi sehingga me mbuat responden sering berjaga-jaga/beradaptasi dengan membeli atau menggunakan payung. Berdasarkan wawancara kepada responden penggunaan payung tersebut tidak hanya digunakan saat kondisi hujan tetapi juga saat terkadang dalam kondisi hari panas, terkadang juga digunakan bukan saat musim hujan atau terjadinya hujan diwaktu musim kemarau. Sehingga faktor tersebut salah satu yang menjadikan payung barang yang paling banyak digunakan untuk beradaptasi. Akan tetapi sebagian responden juga berpendapat bahwa penggunaan atau ketersediaan payung lebih disebabkan oleh faktor kebutuhan tiap tahun saat musim hujan karena hujan yang memang selalu ada tiap tahunnya. -
Penggunaan Jas Hujan Selain penggunaan payung, pengunaan barang lainnya yang juga banyak
digunakan untuk adaptasi adalah penggunaan jas hujan yaitu sebesar 44% pada masyarakat berpenghasilan rendah atau sebanyak 22 orang dan 62% atau sebanyak 31 orang pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi. Penggunaan jas hujan sebagai barang yang digunakan untuk adaptasi disebabkan alasan yang sama dengan penggunaan, yaitu sebagai tindakan adaptasi dan berjaga-jaga saat hari hujan tidak bisa diprediksi. Sebagian besar responden menggunakan jas hujan saat berkendara. Mereka berpendapat bahwa kini hujan semakin tidak dapat diprediksi bahkan sering terjadi disaat jadwal musim kemarau sehingga jika mereka tidak melakukan adaptasi dan pencegahan menggunakan jas hujan bisa menghambat mereka ketika berkendara sehari- hari. Sebagian responden juga menggunakan jas huja n saat bekerja terutama mereka yang berprofesi sebagai buruh bangunan dan petani. -
Penggunaan Sepatu Boot Responden yang menggunakan sepatu boot untuk beradaptasi paling
sedikit setelah penggunaan penghangat ruangan. Hanya masing- masing sebesar 6% dan 4% atau sebanyak 3 orang dan 2 orang pada masyarakat berpenghasilan
69
menengah dan tinggi yang melakukan adaptasi tersebut. Responden yang menggunakan sepatu boot memiliki alasan yang hampir sama dengan penggunaan jas hujan, yaitu untuk berjaga-jaga jika suatu saat terjadi hujan baik dimusim hujan maupun kemarau. Seluruh responden menggunakan sepatu boot saat berkendara. Seperti halnya alasan penggunaan jas hujan bahwa jika mereka tidak menggunakan sepatu boot akan mengahambat mereka ketika diperjalanan.
6.3
Biaya yang Dikeluarkan Masyarakat Untuk Beradaptasi Te rhadap Perubahan Iklim Perubahan iklim secara langsung maupun tidak akan mempengaruhi
tindakan masyarakat dalam menghadapi perubahan tersebut. Dengan cara yang berbeda-beda, masyarakat secara sadar maupun tidak melakukan tindakan adaptasi. Adaptasi yang dilakukan diantaranya berupa pembelian atau penggunaan barang dan pencegahan serta perubahan strategi yang diantaranya membutuhkan biaya. Dalam penelitian ini pengeluaran yang dihitung adalah biaya yang dikeluarkan untuk adaptasi terhadap perubahan iklim pada tahun 2004-2013.
6.3.1
Pengeluaran Untuk Beradaptasi Terhadap Suhu yang Meningkat Salah satu unsur perubahan iklim yang dapat diamati adalah perubahan
pada suhu udara. Dalam hal ini perubahan suhu yang dimaksud adalah perubahan yang semakin meningkat atau suhu menjadi panas. Biaya yang dikeluarkan masyarakat menjadi salah satu ukuran mereka dalam melakukan tindakan adaptasi. Berikut dijelaskan pada tabel. Tabel 8. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan iiiBangunan Rumah Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Masyarakat Masyarakat Masyarakat Jenis Adaptasi Berpenghasilan Berpenghasilan Berpenghasilan Menengah (Rp Rendah (Rp 000) Tinggi (Rp 000) 000) Meninggikan Atap 2 333.33 2 313.57 11 183.33 Menambah 0 2 375.00 4 791.67 Ventilasi Menanam Pohon 0 150.00 100.00 2 333.33 4 838.57 16 075.00 Jumlah Sumber: Data primer (diolah)
70
Tiap pengeluaran strategi adaptasi dibagi jumlah responden yang melakukan adaptasi tersebut. Total pengeluaran rata-rata strategi masyarakat untuk adaptasi saat suhu meningkat melalui penambahan dan atau perbaikan bangunan rumah adalah sebesar Rp 23 246 900. Tabel 9. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Konsumsi/Penggunaan Barang Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Masyarakat Masyarakat Masyarakat Jenis Adaptasi Berpenghasilan Berpenghasilan Berpenghasilan Menengah (Rp Tinggi (Rp Rendah (Rp 000) 000) 000) Blower 0 0 700.00 Kipas Angin 99.74 222.86 296.94 Air Conditioner (AC) 0 1 950.00 3 508.70 Kaos Oblong 0 27.50 0 99.74 2 200.36 4 505.64 Jumlah Sumber: Data primer (diolah) Total pengeluaran rata-rata masyarakat untuk adaptasi saat suhu meningkat melalui konsumsi atau penggunaan barang adalah sebesar Rp 6 805 740. -
Perbaikan dan Penambahan Bangunan Rumah Tindakan adaptasi melalui perbaikan dan atau penambahan bangunan
rumah dilakukan oleh ketiga strata masyarakat. Tindakan tersebut berupa peninggian atap, penambahan ventilasi dan penanaman pohon. Pada tindakan meninggikan atap masyarakat berpenghasilan rendah mengeluarkan biaya paling kecil diantara ketiga strata masyarakat yaitu sebesar Rp 2 333 330 sedangkan masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi mengeluarkan biaya sebesar Rp 4 838 570 Rp 11 183 330. Tindakan menambah ventilasi dilakukan masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi, dengan biaya sebesar Rp 2 375 000 dan 4 791 670. Tindakan adaptasi berupa menanam pohon juga dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi dengan masing- masing sebesar Rp 150 000 dan 100 000. Total pengeluaran rata-rata masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan suhu yang meningkat melalui penambahan dan atau perbaikan bangunan rumah adalah sebesar Rp 23 246 900.
71
-
Penggunaan/Konsumsi Barang Tindakan adaptasi berupa penggunaan dan konsumsi barang pelengkap
rumahtangga dilakukan melalui penggunaan barang-barang seperti blower, AC, kipas angin, dan kaos oblong. Penggunaan blower untuk adaptasi saat suhu udara panas hanya masyarakat berpenghasilan tinggi, dengan pengeluaran sebesar Rp 700 000. Penggunaan kipas angin dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan, tinggi, dengan pengeluaran biaya masing- masing sebesar Rp 99 740, Rp 222 860, dan Rp 296 940. Penggunaan
Air
Conditioner
(AC)
dilakukan
oleh
masyarakat
berpenghasilan menengah dan tinggi. Biaya yang dikeluarkan masing- masing sebesar Rp 1 950 000 dan Rp 3 508 700. Kemudian penggunaan kaos oblong untuk beradaptasi saat suhu udara panas hanya dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan menengah dengan pengeluaran sebesar Rp 27 500. Total pengeluaran rata-rata masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan suhu yang
meningkat
melalui konsumsi atau penggunaan barang pelengkap
rumahtangga adalah sebesar Rp 6 805 740. -
Total Pengeluaran Untuk Beradaptasi Saat Suhu Meningkat Ketika suhu udara terasa meningkat masyarakat melakukan adaptasi
melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah dengan total pengeluaran rata-rata sebesar Rp 23 246 900. Selain itu tindakan adaptasi melalui penggunaan barang pelengkap rumahtangga dengan total pengeluaran sebesar Rp 6 805 740. Total pengeluaran rata-rata untuk ketiga strategi adaptasi saat suhu meningkat sebesar Rp 30 052 640, sedangkan masing- masing strata pengeluaran rata-rata untuk adaptasi yang didapat sebesar Rp 2 433 070, Rp 7 038 930, dan 20 580 640.
6.3.2
Pengeluaran Untuk Beradaptasi Saat Terjadi Perubahan Curah Hujan, Hari Hujan dan Penurunan Suhu Perubahan iklim juga meliputi perubahan pada curah hujan dan jumlah
hari hujan. Dalam hal ini, yang diteliti adalah pengeluaran rumahtangga yang dikeluarkan pada tahun 2004-2013 untuk beradaptasi ketika terjadi perubahan curah hujan, hari hujan, dan penurunan suhu. Berikut dijelaskan pada tabel.
72
Tabel 10. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan iRumah Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Masyarakat Masyarakat Masyarakat Jenis Adaptasi Berpenghasilan Berpenghasilan Berpenghasilan Rendah (Rp Menengah (Rp Tinggi (Rp 000/Tahun) 000/Tahun) 000/Tahun) Meninggikan Lantai 2 666.67 3 166.67 9 530.00 Menambah Lantai 0 15 000.00 35 000.00 Memperbaiki Atap 1 062.92 780.45 2 839.39 Mengecat Tembok 433.33 570.56 1 650.00 4 162.92 19 517.68 49 019.39 Jumlah Sumber: Data primer (diolah) Total pengeluaran rata-rata masyarakat untuk adaptasi saat terjadi perubahan curah hujan, jumlah hari hujan dan penurunan suhu melalui penambahan dan atau perbaikan bangunan rumah adalah sebesar Rp 72 699 990. Tabel 11. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Konsumsi/Penggunaan Barang Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Masyarakat Masyarakat Masyarakat Jenis Adaptasi Berpenghasilan Berpenghasilan Berpenghasilan Rendah (Rp Menengah (Rp Tinggi (Rp 000/Tahun) 000/Tahun) 000/Tahun) Penghangat Ruangan 0 120 0 Selimut 96.12 179.17 139.21 Jaket/sweater 151.67 282.20 291.36 Kaos Kaki 7.50 31.00 36.25 Payung 56.53 77.03 84.16 Jas Hujan 113.55 116.29 123.06 Sepatu Boot 0 60.00 65.00 425.37 865.69 739.04 Jumlah Sumber: Data primer (diolah) Total pengeluaran rata-rata masyarakat untuk adaptasi saat terjadi perubahan curah hujan, jumlah hari hujan dan penurunan suhu melalui konsumsi atau penggunaan barang adalah sebesar Rp 2 030 100. -
Perbaikan dan Penambahan Bangunan Rumah Pada
tindakan
adaptasi
meninggikan
lantai
dasar
masyarakat
berpenghasilan tinggi mengeluarkan biaya paling besar diantara ketiga strata masyarakat yaitu sebesar Rp 9 530 000 sedangkan masyarakat penghasilan rendah paling kecil sebesar Rp 2 666 670. Tindakan menambah lantai dilakukan
73
responden pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi, dengan pengeluaran sebesar Rp 15 000 000 dan Rp 35 000 000. Pengeluaran untuk adaptasi berupa memperbaiki atap terbesar dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan tinggi yaitu sebesar Rp 2 839 390. Kemudian pengeluaran untuk mengecat tembok paling besar dilakukan oleh masyarakat berpengasilan tinggi sebesar Rp 1 650 000. Jumlah pengeluaran rata-rata masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan curah hujan, hari hujan, dan suhu rendah melalui penambahan dan atau perbaikan bangunan rumah adalah sebesar Rp 72 699 990. -
Penggunaan/Konsumsi Barang Tindakan adaptasi berupa penggunaan dan konsumsi barang pelengkap
rumahtangga dilakukan melalui penggunaan barang-barang seperti penghangat ruangan, selimut, jaket, kaos kaki, payung, jas hujan, dan sepatu boot. Pengeluaran terbesar masyarakat adalah untuk penggunaan jaket/sweater, yaitu total masing- masing pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi sebesar Rp 151 670, Rp 282 200, dan Rp 291 360. Total pengeluaran ratarata masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan curah hujan, hari hujan, dan suhu rendah melalui konsumsi atau penggunaan barang rumahtangga adalah sebesar Rp 2 030 100. -
Total Pengeluaran Untuk Beradaptasi Saat Terjadi Perubahan Curah Hujan, Hari Hujan dan Penurunan Suhu Ketika terjadi perubahan curah hujan, hari hujan dan penurunan suhu
masyarakat melakukan adaptasi melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah dengan total pengeluaran rata-rata sebesar Rp 72 699 990. Tindakan adaptasi melalui penggunaan barang pelengkap rumahtangga dengan total pengeluaran rata-rata sebesar Rp 2 030 100. Total pengeluaran rata-rata dari tiga strategi adaptasi tersebut sebesar Rp 74 730 090, sedangkan masing- masing strata pengeluaran rata-rata untuk adaptasi sebesar Rp 4 588 290, Rp 20 383 370, dan Rp 49 758 430.
74
6.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Dalam Melakukan Adaptasi Faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam beradaptasi terhadap
perubahan iklim di Kota Bogor dianalisis dengan model regresi linear berganda. Variabel tak bebas yang digunakan (dependent) adalah besarnya pengeluaran rumahtangga responden yang dilihat dari besarnya jumlah pengeluaran responden untuk adaptasi pada tahun 2013. Kemudian variabel tak bebas (independent) adalah jumlah tanggungan keluarga, pendapatan rumahtangga, lama menetap, usia, tingkat pendidikan, frekuensi adaptasi, dan lokasi tempat tinggal. Regresi linear berganda yang digunakan meliputi pengujian hipotesis untuk mengetahui berapa besar dan nyata pengaruh faktor- faktor tersebut pengeluaran responden untuk beradaptasi. Pada masyarakat berpenghasilan rendah didapatkan hasil estimasi model regresi sebagai berikut. PUA = -322.684 – 21.667 JTK + 0.274 PDP – 1.073 LAM + 1.074 USI + 5.708 PND + 58.720 D1 + 16.872 D2 Pada masyarakat berpenghasilan menengah estimasi model yang didapat. PUA = -1304.460 + 12.637 JTK + 0.425 PDP – 4899 LAM + 2.763 USI + 7.695 PND + 237.776 D1 – 81.556 D2 Pada masyarakat berpenghasilan tinggi estimasi model sebagai berikut. PUA = -4026.118 + 146.347 JTK + 0.334 PDP – 74.032 LAM + 43.298 USI + 102.734 PND + 175.840 D1 – 904.318 D2 Keterangan : PUA
= Pengeluaran untuk adaptasi (Rp 000 per responden)
JTK
= Jumlah tanggungan keluarga (orang)
PDP
= Pendapatan rumahtangga (Rp 000)
LAM
= Lama menetap (tahun)
USI
= Tingkat usia (tahun)
PND
= Tingkat pendidikan (1-6 untuk SD, 9 untuk SMP, 12 untuk SMA, 15 untuk diploma, 16 untuk sarjana, 18 untuk magister, dan 22 untuk doktor)
75
D1
= Dummy adaptasi (0 = adaptasi suhu meningkat, 1 = adaptasi pada curah hujan meningkat)
D2
= Dummy lokasi tempat tinggal (0 = lokasi tidak banyak pepohonan, 1 = banyak pepohonan) Berdasarkan hasil pengolahan data pada persamaan regresi linier berganda
didapatkan hasil sebagai berikut. 1. Koefisien Determinasi (Adj-R2 ) Masyarakat Berpenghasilan Rendah: Model Summary Multiple R 0.839426
R Square 0.704636
Adjusted R Square 0.655409
Standard Error 80.76665
DurbinWatson 2.136
Standard Error 258.9102
DurbinWatson 1.653
Standard Error 1890.138
DurbinWatson 1.673
Dependent Variable: PUA
Masyarakat Berpenghasilan Menengah: Model Summary Multiple R 0.854886
Adjusted R Square 0.685968
R Square 0.73082942
Dependent Variable: PUA
Masyarakat Berpenghasilan Tinggi: Model Summary Multiple R 0.817695
R Square 0.6686259
Adjusted R Square 0.613397
Dependent Variable: PUA
Hasil analisis model pada masyarakat berpenghasilan rendah didapatkan nilai Adj-R2 sebesar 65.54%, yang berarti bahwa keragaman jumlah pengeluaran masyarakat untuk adaptasi dapat dijelaskan oleh variabel JTK, PDP, LAM, USI, PND, D1, dan D2 sebesar 65.54%, sedangkan 34.46% sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Pada masyarakat berpenghasilan menengah nilai Adj-R2 sebesar 68.60%, yang berarti variabel bebas JTK, PDP, LAM, USI, PND, D1, dan D2 mampu menjelaskan keragaman variabel PUA sebesar 68.60% dan 31.40% sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi nilai Adj-R2 sebesar 61.34%, artinya variabel bebas JTK, PDP, LAM, USI, D1, dan D2 mampu menjelaskan keragaman variabel PUA sebesar 61.34%, sedangkan 38.66% dijelaskan oleh faktor lain diluar model.
76
2. Uji Signifikansi Model Masyarakat Berpenghasilan Rendah: ANOVA
df Regression Residual Total
7 42 49
SS 653613.1 273976.6 927589.7
MS 93373.3 6523.252
F 14.31392
Significance F 2.45E-09
MS 1092039 67034.51
F 16.2907
Significance F 3.79E-10
MS 43251688 3572623
F 12.10642
Significance F 2.42E-08
Dependent Variable: PUA
Masyarakat Berpenghasilan Menengah: ANOVA
df Regression Residual Total
7 42 49
SS 7644273 2815449 10459722
Dependent Variable: PUA
Masyarakat Berpenghasilan Tinggi: ANOVA
df Regression Residual Total
7 42 49
SS 3.03E+08 1.5E+08 4.53E+08
Dependent Variable: PUA
Uji signifikansi model adalah uji keseluruhan pada model, yaitu semua koefisien yang terlibat secara simultan memberikan pengaruh nyata terhadap variabel dependent. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai sig. pada tabel ANOVA dengan pengeluaran untuk adaptasi sebagai variabel dependent. Dalam model masyarakat berpenghasilan rendah nilai sig. pada tabel ANOVA sebesar 0.000, pada masyarakat berpenghasilan menengah nilai sig. sebesar 0.000, dan pada masyarakat berpenghasilan tinggi nilai sig. sebesar 0.000. ketiga nilai sig. yang didapat lebih kecil dari alpha 10%, yang berarti variabel bebas dalam tiap model secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel tidak bebas dalam tiap model.
77
3. Uji Sigifikansi Variabel Bebas Masyarakat Berpenghasilan Rendah: Coefficient Coefficients
Standard Error
Sig.
VIF
Intercept
-322.684
94.52266
0.00143
JTK
-21.6673
13.663
0.120278
1.032511
PDP
0.274415
0.047618
8.71E-07
1.971968
LAM
-1.07262
0.961677
0.271036
1.380669
USI
1.074374
1.984637
0.59113
1.475571
PND
5.70818
6.686853
0.398146
1.969177
58.72027
26.29317
0.030914
1.248438
D2 16.87171 Dependent Variable: PUA
27.01034
0.535587
1.127344
D1
Masyarakat Berpenghasilan Menengah: Coefficient Coefficients Intercept
-1304.4595
JTK PDP
Standard Error
Sig
VIF
392.1066
0.001833
12.6371021
43.2696
0.771682
1.207125
0.42491134
0.061504
1.96E-08
1.481396
LAM
-4.8987906
5.569521
0.384097
1.969201
USI
2.76346368
7.253668
0.705142
2.029763
PND D1 D2 Dependent Variable: PUA
7.6954301
14.87414
0.607612
1.266624
237.775945
88.02465
0.009919
1.387048
-81.55625
93.83738
0.389719
1.127043
Masyarakat Berpenghasilan Tinggi: Coefficient Coefficients
Standard Error
Sig
VIF
Intercept
-4026.118
2906.833
0.173349
JTK
146.34729
262.6924
0.580412
1.245855
PDP
0.3341219
0.044869
3.36E-09
1.23143
LAM
-74.03185
36.66802
0.049903
1.799124
USI
43.297874
48.7611
0.37962
1.754305
PND
102.73378
141.4641
0.471733
1.346155
D1
175.84022
605.2846
0.772857
1.115735
D2 -904.3182 Dependent Variable: PUA
782.0265
0.254062
1.150337
Uji signifikansi variabel bebas dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel tak bebas atau uji masing- masing variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya. Pada model masyarakat berpenghasilan rendah variabel bebas yang berpengaruh nyata adalah variabel
78
PDP dan D1 disebabkan variabel tersebut memiliki nilai sig. dibawah alpha 10%, yaitu masing- masing sebesar 0.000 dan 0.031. Pada model masyarakat berpenghasilan menengah variabel bebas yang berpengaruh nyata yaitu variabel PDP dan D1 dengan nilai sig. sebesar 0.000 dan 0.010. Kemudian pada masyarakat berpenghasilan tinggi variabel bebas yang berpengaruh nyata yaitu PDP dan LAM dengan nilai sig. masing-masing sebesar 0.000, 0.050. a. Pendapatan Rumahtangga Pada model masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi ketiganya memiliki variabel bebas yang signifikan pada variabel pendapatan. Variabel pendapatan rumah tangga sangat berpengaruh terhadap jumlah pengeluaran rumahtangga dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim. Nilai sig. yang dihasilkan yaitu sebesar 0.000, 0.000, dan 0.000 dan signifikan pada taraf nyata alpha 10%. Nilai koefisien pendapatan masing- masing sebesar 0.274, 0.425, 0.334. Nilai tersebut memiliki arti jika pendapatan total rumahtangga meningkat sebesar Rp 1 000, rata-rata pengeluaran rumahtangga untuk berdaptasi akan meningkat sebesar Rp 274 Rp 425, dan Rp 334 cateris paribus. Tanda positif koefisien sesuai dengan dugaan awal bahwa semakin tinggi pendapatan rumahtangga, semakin tinggi pula besar pengeluaran dalam beradaptasi. Pendapatan rumahtangga merupakan salah satu faktor penentu besarnya aset yang dimiliki masing- masing rumah. Berdasarkan hasil wawancara di lapang, rumahtangga yang memiliki pendapatan lebih tinggi cenderung memiliki fasilitas atau barang yang lebih banyak untuk adaptasi. Selain itu, rumahtangga yang memiliki pendapatan lebih tinggi juga lebih mampu mengeluarkan biaya memperbaiki atau menambah bangunan struktural rumah ketika gejala variabilitas iklim terjadi seperti hujan yang terus menerus dan beberapa kali diselingi oleh panas terik. b. Lama Menetap Variabel lama menetap berpengaruh nyata pada model masyarakat berpenghasilan tinggi karena nilai sig. yang didapat lebih kecil dari taraf nyata 10%. Sementara nilai koefisien yang didapat sebesar –74.032. Tanda koefisien yang negatif memiliki arti bahwa antara lama menetap dan pengeluaran untuk adaptasi memiliki hubungan terbalik, sehingga diiterpretasikan bahwa setiap
79
peningkatan lama menetap selama satu tahun akan me nurunkan pengeluaran untuk adaptasi sebesar Rp 74.032. Hal tesebut relatif sesuai hipotesis. Lama menetap seseorang disuatu lokasi menentukan tindakan dan keputusan dalam menghadapi kejadian dilokasi tersebut. Semakin lama seseorang menetap, diduga akan semakin terbiasa dengan fenomena yang terjadi didaerah tersebut sehingga tindakan pencegahan atau perbaikan dapat dilakukan sedini mungkin untuk menghadapi kejadian yang sama yang mungkin terjadi di lain waktu. Sebaliknya pada seseorang yang relatif masih baru menetap disuatu lokasi. c. Jenis Adaptasi Variabel dummy adaptasi berpengaruh nyata pada model masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah karena nilai sig. yang didapat lebih kecil dari taraf nyata 10%. Tanda koefisien yang positif dengan nilai 58.720 dan 237.776 memiliki arti bahwa pada masyarakat berpenghasilan rendah saat adaptasi pada suhu meningkat dan saat curah hujan meningkat terdapat perbedaan rata-rata besar pengeluaran sebesar Rp 58 720, sedangkan pada masayarakat berpenghasilan menengah sebesar Rp 237 776. Tanda yang positif juga mengartikan
bahwa
masyarakat
berpenghasilan
rendah
dan
menengah
mengeluarkan biaya adaptasi yang lebih tinggi pada saat terjadi kenaikan curah atau jumlah hari hujan dibandingkan adaptasi pada saat suhu meningkat. Hal tersebut disebabkan setiap jenis adaptasi memerlukan strategi adaptasi yang berbeda dalam artian bahwa pengeluaran untuk adaptasi saat curah hujan yang meningkat lebih besar disbanding saat suhu meningkat. Besarnya pengeluaran untuk adaptasi pada masyarakat penghasilan rendah dan menengah lebih kecil dibanding dengan masyarakat berpenghasilan tinggi. Namun proporsi pengeluaran mereka untuk adaptasi saat suhu meningkat dan curah hujan meningkat lebih terlihat perbedaannya dibanding proporsi pengeluaran untuk adaptasi pada masyarakat berpenghasilan tinggi. Hal tersebut salah satu yang mengakibatkan variabel D1 pada kedua strata tersebut menjadi signifikan. 4. Uji Multikolinearitas Mulitikolinearitas adalah kondisi terjadinya hubungan linear antar variabel independent. Untuk mendeteksi masalah multikolinearitas dapat langsung dilihat melalui nila VIF tiap variabel bebas. Apabila nilai VIF seluruh variabel bebas
80
lebih dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil analisis, seluruh variabel bebas pada ketiga model memiliki nilai VIF kurang dari 10. Hal ini menunjukan bahwa pada model tidak terdapat masalah multikolinearitas. 5. Uji Heteroskedastisitas Masalah heteroskedastisitas sering terjadi pada data cross section, sehingga masalah tersebut sangat mungkin terjadi pada penelitian yang banyak menggunakan data primer termasuk penelitian ini. Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi menggunakan uji glejser, yaitu pada sig. tabel ANOVA dengan asbolut residual (ABS_RES) sebagai variabel dependent. Jika nilai sig. lebih dari alpha 10% maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Pada model masyarakat berpenghasilan rendah nilai sig. absolut residual yang didapatkan sebesar 0.302, masyarakat berpenghasilan menengah sebesar 0.112, dan pada masyarakat berpenghasilan tinggi sebesar 0.720. Hal ini menunjukan bahwa terdapat masalah heteroskedastisitas pada model masyarakat berpenghasilan rendah. 6. Uji Autokorelasi Masalah autokorelasi dapat dideteksi dengan uji Durbin-Watson (DW). Jika nilai DW pada hasil analisis diantara 1.55-2.46 maka tidak terdapat autokorelasi. Berdasarkan hasil analisis, pada model masyarakat berpenghasilan rendah nilai DW yang didapat sebesar 2.136, pada model masyarakat berpenghasilan
menegah
sebesar
1.653,
dan
pada
model
masyarakat
berpenghasilan tinggi sebesar 1.673. Nilai tersebut menunjukan bahwa pada model tidak terdapat masalah autokorelasi. 7. Uji Normalitas Uji normalitas adalah uji kenormalan, untuk melihat galat menyebar normal atau tidak. Jika nilai Asymp sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha 10%, maka galat menyebar normal. Pada model masyarakat berpenghasilan rendah nilai Asymp sig. (2-tailed) yang didapat sebesar 0.366, pada model masyarakat menengah sebesar 0.651, dan pada model masyarakat berpenghasilan tinggi sebesar 0.214. Hal tersebut menunjukan bahwa model yang memiliki galat menyebar normal adalah pada model masyarakat penghasilan rendah dan tinggi, sedangkan pada model masyarakat berpenghasilan menengah galat tidak menyebar normal.
81
6.4.1
Implikasi Kebijakan Terjainya variabilitas iklim di Kota Bogor mempengaruhi tindakan
adaptasi masyarakat. Bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan adaptasi semakin kesulitan dalam mempertahankan diri mereka dari terjadinya variabilitas iklim tersebut. Kerugian tersebut diduga paling akan dirasakan bagi masyarakat yang memiliki penghasilan rendah karena mereka kurang memiliki akses dan kemampuan adaptasi atau kapasitas adaptasi. Kapasitas adaptasi itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adalah teknologi, pengetahuan, dan institusi (Smit dan wandel 2006). Oleh karena itu perlu adanya kebijakan dari pemerintah pusat ataupun setempat terkait adaptasi tersebut, seperti: 1. Sosialisasi dari pemerintah untuk memberikan pengetahuan atau informasi mengenai fenomena variabilitas iklim atau perubahan iklim kepada masyarakat di Kota Bogor agar dapat melakukan penyesuaian sedini mungkin terhadap fenomena perubahan iklim yang terjadi. 2. Memperbaiki infrastruktur dengan kualitas yang lebih baik seperti kondisi tanggul di pinggir sungai, jembatan, saluran irigasi, hingga sumber air kota yang pernah mengalami kerusakan akibat terkena fenomena perubahan iklim seperti curah hujan deras, disertai angin kencang atau fenomena panas terik yang berkepanjangan. 3. Perlu dibangun sistem peringatan dini yang mampu menunujukan terjadi fenomena curah hujan yang besar ataupun panas terik. Hal itu akan membuat masyarakat mampu meningkatkan kewaspadaan mereka dan melakukan adaptasi. 4. Perlu adanya analisis resiko lokasi serta masyarakat yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, yang meliputi identifikasi resiko, prioritas resiko, pilihan adaptasi yang mampu mengurangi resiko, dan rencana aksi/kegiatan (Diposaptono 2009). 5. Perlu adanya sistem terpadu terkait adaptasi diantaranya rencana yang meliputi: rencana strategis yang menentapkan tindakan dan kerangka waktu atas stakeholder yang terlibat, rencana kebutuhan penguatan kapasitas,
82
rencana pembiayaan, rencana komunikasi/outreach, rencana keberlanjutan, dan rencana pengawasan kinerja adaptasi (USAID dalam Diposaptono 2009). 6. Penguatan kembali dan implementasi peraturan nasional yang telah dibuat oleh pemerintah seperti yang tertera dalam Undang-Undang nomor 24, 26, dan 27 tahun 2007 terkait resiko, penataan ruang, ancaman bahaya, dan perlindungan asset sumberdaya manusia dan infratsruktur dari ancaman bahaya bencana termasuk ancaman perubahan iklim (Diposaptono 2009). 7. Perlu kinerja dan kerjasama multipihak, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat yang terencana dengan baik dan berlanjut agar sistem adaptasi terus berjalan.
83
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan
sebagai berikut: 1. Sebagian besar responden pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi pernah mendengar atau melihat istilah perubahan iklim yaitu masing- masing sebesar 50%, 92%, dan 100%. Istilah tersebut pertama kali dan paling sering mereka dapatkan dari media elektronik, yaitu televisi. Sebagian besar responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim mengetahui arti atau definisi tersebut dan mayoritas yang mengetahui definisi tersebut juga memahami penyebab dari perubahan iklim yang dimaksud. Sebagian besar masyarakat masuk dalam kategori menyadari akan adanya perubahan iklim dan masuk dalam kategori dirugikan akibat perubahan iklim. 2. Adaptasi yang dilakukan masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi ketika suhu meningkat yaitu meninggikan atap (6%, 14%, dan 36%) dan menggunakan kipas angin (38%, 70%, dan 62%). Sementara strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat ketika terjadi perubahan curah hujan, jumlah hari hujan, dan penurunan suhu yaitu memperbaiki atap, (48%, 66%, dan 66%) dan menggunakan payung (76%, 74%, dan 86%). 3. Perubahan iklim memberi dampak pada pengeluaran. Pengeluaran tersebut sebagai ukuran adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap perubahan iklim. Pengeluaran rata-rata masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi untuk adaptasi saat suhu yang meningkat sebesar Rp 2 433 070, Rp 7 038 930, dan Rp 20 580 640 atau total sebesar Rp 30 052 640. Sementara pengeluaran rata-rata masyarakat saat terjadi perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan serta penurunan suhu sebesar Rp 4 588 290, Rp 20 383 370, Rp 49 758 430 atau total sebesar Rp 74 730 090. 4. Pengeluaran untuk adaptasi yang dilakukan masyarakat terhadap perubahan iklim dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan identifikasi pada masyarakat berpenghasilan rendah variabel yang berpengaruh nyata pada pengeluaran untuk adaptasi terhadap perubahan iklim adalah pendapatan
84
rumahtangga (PDP), dan jenis dan frekuensi adaptasi (D1). Pada masyarakat berpenghasilan menengah yang berpengaruh nyata variabel PDP dan D1 sementara pada masyarakat berpenghasilan tinggi variabel yang berpengaruh nyata adalah variabel PDP, LAM.
7.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, saran-saran yang diberikan
peneliti sebagai rekomendasi kebijakan dan program oleh pihak-pihak terkait dan pemerintah, yaitu: 1. Persepsi responden secara respresentatif menunjukan seberapa besar pengetahuan masyarakat terhadap
hal- hal yang berhubungan dengan
perubahan iklim. Sebagian masyarakat yang belum memiliki pengetahuan yang memadai perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Hal ini bisa menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam melakukan tindakan sosialisasi untuk lebih menyadarkan masyarakat tentang perubahan iklim serta cara yang harus dilakukan mencegah perubahan iklim di masa mendatang. 2. Adaptasi yang dilakukan masyarakat serta besaran biaya yang dikeluarkan untuk adaptasi tersebut menunjukkan seberapa besar masyarakat mampu melakukan upaya tindakan adaptasi maupun pencegahan dalam menghadapi perubahan iklim. Keinginan masyarakat yang rendah dalam melakukan upaya adaptasi juga perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Hal tersebut diharapkan menjadi pertimbangan untuk pemerintah agar melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai perlunya melakukan upaya adaptasi untuk mengurangi kerugian dan menciptakan masyarakat yang responsif terhadap perubahan iklim. 3. Perlu adanya pengembangan penelitian ini di lain waktu baik yang berkaitan dengan kondisi mikro maupun makro pada masyarakat di Kota Bogor dan hubungannya dengan perubahan iklim. Hal tersebut berguna untuk menjadi referensi dan pertimbangan bagi pemerintah dan bagi masyarakat di Kota Bogor secara umum.
85
DAFTAR PUSTAKA
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2014. Data Iklim Bulanan Tahun 2004-2013. Bogor (ID): Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. [BPS] Badan Pusat Stastistik. 2013. Bogor Kota Dalam Angka 2013. Bogor (ID): BPS. Berina D. 2011. Strategi dan biaya adaptasi masyarakat Teluk Jakarta terhadap dampak banjir rob akibat perubahan iklim [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Diposaptono S, Budiman, Agung F. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Bogor (ID): Penerbit Buku Ilmiah Populer. Festiani RA. 2011. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pendapatan dan FaktorFaktor Penentu Adaptasi Petani Terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus Di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gallopin GC. 2006. Linkages between vulnerability, resilience, and adaptive capacity. Global Environmental Change. 16: 293 – 303. doi:10.1016/j.gloenvcha.2006.02.004 Gujarati D. 2006. Erlangga.
Dasar-Dasar Ekonometrika. Volume ke-1. Jakarta (ID):
Handoko, Sugiarto Y, Syaukat Y. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis: Telaah Kebijakan Independen dalam Bidang Perdagangan dan Pembangunan. Bogor (ID): Seameo Biotrop. Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Valuasi Ekonomi Dampak Perubahan Iklim. Jakarta (ID): KLH. Kurniawati F. 2011. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pendapatan dan FaktorFaktor Penentu Adaptasi Petani Terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus Di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kurniawati F. 2012. Pengetahuan dan Adaptasi Petani Sayuran Terhadap Perubahan Iklim (Studi Kasus: Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat) [tesis]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran. Las I. 2007. Strategi dan Inovasi Antisipasi Perubahan Iklim. Jakarta (ID): Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian.
86
[LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2006. Perubahan Iklim dan Lingkungan Di Indonesia. [Editor: Tursilowati L, Susanti I, Adetya E]. Seminar Nasional. 9 November 2006. Bandung (ID): Hal 176 dan 333 Mas’at A. 2010. Dampak Pembangunan Terhadap Variasi Iklim Di Wilayah DKI Jakarta. Jakarta (ID): BMKG Sub Bidang Website dan Internet. Mayangsari N 2010. Analisis Dampak Perubahan Iklim terhadap Tingkat Kesejahteraan Nelayan Perahu Motor Tempel di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muljono P. 2012. Metodologi Penelitian Sosial. Bogor (ID): IPB Press. Mulyadi S. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Murdiyarso D. 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kompas. Ndela L. 2011. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro Terhadap Permintaan Wisata Di Kawasan Puncak Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurdin. 2012. Antisipasi Perubahan Iklim Untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan. Gorontalo (ID): Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Odjugo PAO. 2012. Valuing the Cost of Environmental Degradation In the Face of Changing Climate: on Flood and Erosion In Benin City, Nigeria. African Journal of Environmental Science and Technology. 6 (1): 21-27. Doi: 10.5897/AJEST11.174. [PUSPIJAK] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. 2013. Adaptasi Masyarakat Pesisir: Mengelola Ketidakpastian Dampak Perubahan Iklim. 7(8): 1-7. ISSN: 2085-787X. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Sappaile BI. 2007. Pembobotan Butir Pernyataan Dalam Bentuk Skala Likert Dengan Pendekatan Distribusi Z. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Tahun ke-13. 64: 4-7. Schiffman LG, Kanuk LL. (1987). Consumer Behaviour. Third Edition. New Jersey (US): Prentice Hall-International Editions. Smit B, Wandel J. 2006. Adaptation, Adaptive Capacity, and Vulnerability. Global Environmental Change. 16: 282-292. doi:10.1016/j.gloenvcha.2006.03.008 Surmaini E, Boer R. 2011. Impact of Extreme Climate Events on Rice-Based Farming System : Case Study at Bandung District. Jurnal Tanah Dan Iklim. 33: 1-12. ISSN 1410-7244. Susanta G, Sutjahjo H. 2008. Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global ?. Jakarta (ID): Penebar Plus..
87
Syahbana N. 2011. Analisis Dampak Perubahan Iklim Lokal dan Kesejahteraan Petambak Udang (Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sylviani, Sakuntaladewi N. 2011. Dampak Perubahan Musim Dan Strategi Adaptasi Pengelola Dan Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 7 (3): 155-177. [UNDP] United Nations Development Program Indonesia. 2007. Sisi Lain Perubahan Iklim: Mengapa Indonesia harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. Jakarta (ID): UNDP Indonesian Country Office. Yuwono S. 2006. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatra Selatan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
88
89
LAMPIRAN
90
91
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 8621834 Fax. (0251) 8421762
KUESIONER PENELITIAN Hari / Tanggal Nomor Sampel Nama Responden Alamat Responden No. Telepon / HP
: : : : :
....................................................................................................... ....................................................................................................... ....................................................................................................... ....................................................................................................... .......................................................................................................
Kuesioner ini digunakan sebagai acuan dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam skripsi “IDENTIFIKASI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM DI KOTA BOGOR TERHADAP STRATEGI ADAPTASI DAN PENGELUARAN MASYARAKAT” oleh Javid Attaurrahman, Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan objektif, lengkap, dan teliti. Kerahasian informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan terjamin dan tidak untuk dipublikasikan, serta tidak terkait dengan kepentingan politik pihak mana pun. Atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih. A. Karakteristik Responden Jenis Kelamin Laki-laki / Perempuan Usia Tahun Status Menikah / Belum Menikah / Duda / Janda Pendidikan Terakhir SD / SMP / SMA / Perguruan Tinggi (D3 / S1 / S2 / S3) Pekerjaan Jumlah Tanggungan Jiwa Lama Menetap Tahun Status Rumah Milik Sendiri / Sewa / Lainnya Luas Rumah m2 Jumlah Lantai Rumah Lantai Umur Bangunan Tahun Jenis Bangunan Permanen / Semi Permanen / Lainnya Pendapatan Rumahtangga Responden Tahun 2013 No. Sumber Pendapatan Rp/Hari Rp/Minggu Rp/Bulan Rp/Tahun 1 Gaji
92
2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
- Suami - Istri - Anak Usaha Lainnya - Warung - Ojek - Lainnya Menyewakan Rumah Menyewakan Tanah Menyewakan Kendaraan Warisan Pensiunan Pemberian / Hadiah Kiriman dari Luar Negeri
Lainnya (Sebutkan)
B. Persepsi terhadap Perubahan Iklim 1. Apakah Anda pernah mendengar istilah perubahan iklim? a. Ya b. Tidak 2. Jika Ya, dari mana Anda mengetahui istilah tersebut? a. Buku / Literatur Akademik / Ilmiah d. Kerabat / Teman b. Media Elektronik e. Penyuluhan c. Media Cetak f. Lainnya ............. 3. Apakah Anda memahami maksud dari istilah perubahan iklim tersebut? a. Ya (jelaskan) ....................................................................................................... b. Tidak 4. Apakah Anda mengetahui penyebab perubahan iklim? a. Ya (jelaskan) ....................................................................................................... b. Tidak 5. Apakah Anda menyadari akan adanya perubahan iklim? 1. Sangat Tidak Menyadari 4. Menyadari 2. Tidak Menyadari 5. Sangat Menyadari 3. Ragu-ragu 6. Apakah Anda merasa dirugikan dengan perubahan iklim ini? 1. Sangat Tidak Dirugikan 4. Dirugikan 2. Tidak Dirugikan 5. Sangat Dirugikan 3. Ragu-ragu
93
7. Menurut Anda, apa saja dampak perubahan iklim di tempat tinggal Anda? Dampak Perubahan Tidak Meningkat Tetap Menurun Iklim Tahu Suhu Curah Hujan Jumlah Hari Hujan Jumlah Hari Kering 8. Sejak kapan Anda merasakan adanya perubahan iklim? Dampak Perubahan Iklim Tahun Jumlah Hari Suhu Curah Hujan Hujan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah Hari Kering
9. Menurut Anda, bagaimana dampak perubahan iklim terhadap kondisi sehari-hari? Dampak Perubahan Siang Hari Malam Hari Iklim Panas Dingin Panas Dingin Suhu Curah Hujan Jumlah Hari Hujan Jumlah Hari Kering C. Strategi Adaptasi terhadap Perubahan Iklim 1. Apakah Anda perlu melakukan suatu adaptasi (penyesuaian) akibat dari adanya perubahan iklim? 1. Sangat Tidak Perlu 4. Perlu 2. Tidak Perlu 5. Sangat Perlu 3. Ragu-ragu 2. Jika ya, adaptasi (penyesuaian) apakah yang telah Anda lakukan? Perubahan Iklim No. Strategi Adaptasi Curah Hari Hari Suhu Hujan Hujan Kering 1 Memperbaiki/Menambah Bangunan Rumah - Meninggikan Lantai - Menambah Lantai
94
2
3
- Meninggikan Atap - Memperbaiki Atap - Menambah Ruangan - Menambah Ventilasi Konsumsi Barang Penyeimbang Iklim - Blower - Kipas Angin - Air Conditioner (AC) - Penghangat Ruangan - Selimut - Jaket / Sweater - Kaos Kaki - Kaos Oblong - Payung - Jas Hujan Peningkatan Konsumsi Makanan dan Minuman - Minuman Hangat - Minuman Dingin - Makanan Panas - Makanan Ringan -
3. Sejak kapan Anda melakukan adaptasi (penyesuaian)? Memperbaiki/Menambah Bangunan Rumah Besaran Biaya Strategi Adaptasi* (Rp 000) Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Keterangan (*) : 1. Meninggikan Lantai 2. Menambah Lantai 3. Meninggikan Atap 4. Memperbaiki Atap
6. Menambah Ventilasi 7. 8. 9.
10
95
5. Menambah Ruangan
10.
Konsumsi Barang Penyeimbang Iklim Besaran Biaya Strategi Adaptasi* (Rp 000) Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Keterangan (*) : 1. Blower 2. Kipas Angin 3. Air Conditioner (AC) 4. Penghangat Ruangan 5. Selimut
6. Jaket / Sweater 7. Kaos Kaki 8. Sarung Tangan 9. Payung 10. Jas Hujan
Peningkatan Konsumsi Makanan dan Minuman Besaran Biaya Strategi Adaptasi* (Rp 000) Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Keterangan (*) : 1. Minuman Hangat 2. Minuman Dingin 3. Makanan Panas 4. Makanan Pokok 5. Lauk Pauk
10
10
6. Makanan Ringan 7. 8. 9. 10.
Perubahan Pola Hiburan dan Wisata Besaran Biaya Strategi Adaptasi* (Rp 000) Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2004
10
96
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Keterangan (*) : 1. Belanja di Supermarket 2. Wisata ke Puncak 3. Wisata ke Pantai 4. Pemandian Air Panas 5. Olahraga
6. Outbound 7. 8. 9. 10.
97
Lampiran 2. Jumlah Responden yang Berpendapat Suhu, Curah Hujan, dan Jumlah Hari Hujan Mengalami Peningkatan
Jumlah Responden yang Merasa Suhu Meningkat
Jumlah Responden yang Merasa Curah Hujan Meningkat
98
Jumlah Responden yang Merasa Jumlah Hari Hujan Meningkat
99
Lampiran 3. Hasil Regresi Model Pengeluaran Adaptasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations
Durbin-Watson
0.839426
0.704636
0.655409
80.76665
50
2.136
ANOVA Df
SS
MS
F
Significance F
Regression
7
653613.1
93373.3
14.31392
2.45E-09
Residual
42
273976.6
6523.252
Total 49 927589.7 a. Dependent Variable: PUA Coefficients Intercept
Standard Error
-322.684
94.52266
t
Sig.
Tolerance
-3.41382
0.00143
VIF
JTK
-21.6673
13.663
-1.58584
0.120278
0.968513
1.032511
PDP
0.274415
0.047618
5.762814
8.71E-07
0.507108
1.971968
LAM
-1.07262
0.961677
-1.11536
0.271036
0.724286
1.380669
USI
1.074374
1.984637
0.541345
0.59113
0.677704
1.475571
5.70818
6.686853
0.853642
0.398146
0.507826
1.969177
58.72027
26.29317
2.23329
0.030914
0.801001
1.248438
27.01034
0.624639
0.535587
0.887041
1.127344
PND D1
D2 16.87171 a. Dependent Variable: PUA
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
50
Kolmogorov-Smirnov Z
0.919
Asymp. Sig. (2-tailed)
0.366
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. ANOVA Sum of Squares
Model 1
Mean Square
df
Regression
19977.76
7
2853.966
Residual
96474.07
42
2297.002
Total
116451.8
49
a. Dependent Variable: abs_res
F
Sig. 1.242475
0.301943
100
Lampiran 4. Hasil Regresi Model Berpenghasilan Menengah
Pengeluaran
Adaptasi
Masyarakat
Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations
Durbin-Watson
0.854886
0.73082942
0.685968
258.9102
50
1.653
ANOVA df
SS
MS
F
Significance F
7
7644273
1092039
16.2907
3.79E-10
42
2815449
67034.51
Regression Residual
Total 49 10459722 a. Dependent Variable: PUA Coefficients
Standard Error
t
Sig.
Tolerance
VIF
Intercept
-1304.4595
392.1066
-3.3268
0.001833
JTK
12.6371021
43.2696
0.292055
0.771682
0.828415
1.207125
PDP
0.42491134
0.061504
6.9087
1.96E-08
0.675039
1.481396
LAM
-4.8987906
5.569521
-0.87957
0.384097
0.50782
1.969201
USI
2.76346368
7.253668
0.380975
0.705142
0.492668
2.029763
PND
7.6954301
14.87414
0.51737
0.607612
0.7895
1.266624
237.775945
88.02465
2.701243
0.009919
0.720956
1.387048
93.83738
-0.86912
0.389719
0.887277
1.127043
D1
D2 -81.55625 a. Dependent Variable: PUA
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
50
Kolmogorov-Smirnov Z
0.736
Asymp. Sig. (2-tailed)
0.651
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. ANOVA Model
Sum of Squares 1
df
Mean Square
Regression
287483.7
7
41069.1
Residual
957662.4
42
22801.49
Total 1245146 a. Dependent Variable: abs_res
49
F 1.801159
Sig. 0.112439
101
Lampiran 5.
Multiple R 0.817695
Hasil Regresi Model Berpenghasilan Tinggi Adjusted R Square
R Square 0.6686259
Pengeluaran
Standard Error
0.613397
Adaptasi
Masyarakat
Observations
1890.138
Durbin-Watson
50
1.673
ANOVA df
SS
7 42 49
Regression Residual
MS
F
3.03E+08
43251688
1.5E+08
3572623
Significance F
12.10642
2.42E-08
Total 4.53E+08 a. Dependent Variable: PUA Coefficients
Standard Error
T
Sig.
Tolerance
VIF
Intercept
-4026.118
2906.833
-1.38505
0.173349
JTK
146.34729
262.6924
0.557105
0.580412
0.802662
1.245855
PDP
0.3341219
0.044869
7.446536
3.36E-09
0.812064
1.23143
LAM
-74.03185
36.66802
-2.01898
0.049903
0.555826
1.799124
USI
43.297874
48.7611
0.887959
0.37962
0.570026
1.754305
PND
102.73378
141.4641
0.726218
0.471733
0.742857
1.346155
D1
175.84022
605.2846
0.290508
0.772857
0.89627
1.115735
D2 -904.3182 a. Dependent Variable: PUA
782.0265
-1.15638
0.254062
0.869311
1.150337
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N
50
Kolmogorov-Smirnov Z
1.056
Asymp. Sig. (2-tailed)
0.214
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. ANOVA Model
Sum of Squares 1
Regression Residual
a.
Total Dependent Variable: abs_res
df
Mean Square
6226466
7
889495.2
58307618
42
1388277
64534085
49
F 0.640719
Sig. 0.719684
102
Lampiran 6. Data Suhu, Curah Hujan, Hari Hujan, dan Hari Tanpa Hujan A. Data Suhu Maksimum (0 C) Kota Bogor Tahun 2004-2013 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nov Des Rata-rata Rata-rata 10 tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 30.9 29.7 29.8 31.7 31.1 29.3 30.2 29.6 29.7 29.4 30.3 30.8 30.9 29.7 28.1 29.6 31.8 30.5 31.5 31.1 31.8 31.3 30.9 30.7 30.9 32 31.8 30.9 31.5 32.4 32.6 31.9 31.6 31.6 31.5 32.1 33.2 31.8 31.8 32.4 32.4 31.9 31.5 31.8 31.7 31.7 32.7 32 32.4 32.2 31.9 31.4 31.5 31.4 31.5 31.8 31.2 32.2 32.5 32.5 31.7 31.4 32 31.7 32 32.1 31.5 32 32.4 28.8 32.5 31.6 32 31.9 31.7 32.9 31.8 32.7 33.1 32.6 32.5 32.3 33.6 32.6 32.8 33.7 31.4 33.1 33.7 32.6 33.1 32.2 34.1 32.7 32.2 32.6 31.5 32.8 33.1 32.6 32 31.6 33 32 31.3 31.8 31.6 31.7 31.9 32.1 30.7 30.4 31.5 30 30.5 31.8 30.3 31.5 31.5 30.8 31.87 31.38 31.87 31.48 31.28 31.78 31.58 31.73 32.09 31.63 31.67 0 C/tahun
Sumber: BMKG Kota Bogor 2014 B. Data Curah Hujan (mm) Kota Bogor Tahun 2004-2013 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nov Des Rata-rata Rata-rata 10 tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 404 537 639 373 251 340 252 203 272 509 328 580 434 438 385 305 461 86 570 406 432 568 138 276 673 261 415 140 136 298 640 308 97 472 489 260 43 278 390 254 374 429 323 198 277 571 331 362 195 443 169 682 173 274 173 338 303 275 94 63 209 215 31 134 172 131 270 202 117 360 166 149 191 248 166 33 478 142 79 258 392 320 26 206 343 157 601 106 271 503 123 351 152 236 333 417 436 256 540 407 401 423 338 444 509 407 284 258 652 187 431 251 361 476 255 258 177 345 359 407 339.1 401.1 241.9 314.6 335.5 289.8 337.6 221.1 306.3 341.3
Sumber: BMKG Kota Bogor 2014
312.8 mm/tahun
103
C. Data Jumlah Hari Hujan (hari) Kota Bogor Tahun 2004-2013 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nov Des Rata-rata Rata-rata 10 tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 26 27 28 18 20 26 29 25 28 28 28 25 28 25 29 27 28 20 25 25 24 25 24 27 28 23 28 26 21 26 25 22 26 29 24 21 16 24 25 24 23 16 16 19 18 24 23 24 21 23 13 24 12 17 16 18 22 16 12 18 15 20 9 9 8 12 22 18 10 24 6 18 9 12 15 10 24 7 7 12 22 17 8 11 30 13 29 15 14 19 21 20 10 19 25 23 26 13 24 19 27 25 25 20 21 23 30 17 27 17 25 26 26 31 30 20 29 26 27 25 21.25 22.08 18.42 19.75 22.00 20.00 25.50 19.25 20.08 21.67 21 hari/tahun
Sumber: BMKG Kota Bogor 2014 D. Data Jumlah Hari Tanpa Hujan (hari) Kota Bogor Tahun 2004-2013 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nov Des Rata-rata Rata-rata 10 tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 5 4 3 13 11 5 2 6 3 3 1 3 0 3 0 1 0 8 4 3 7 6 7 4 3 8 3 5 10 5 5 8 4 1 5 9 14 6 5 6 8 15 15 12 13 7 8 7 10 8 17 6 18 13 14 12 8 14 18 12 16 11 22 22 23 19 9 13 21 7 25 13 22 19 16 21 7 24 24 19 8 13 22 19 0 17 1 15 16 11 10 11 21 12 6 8 5 18 7 12 3 5 5 10 9 7 0 13 3 13 6 5 5 0 1 11 2 5 4 6 9.25 8.33 12.00 10.67 8.42 10.42 4.92 11.17 10.42 8.75
Sumber: BMKG Kota Bogor 2014
9.43 hari/tahun
104
Lampiran 7. Pengeluaran Masyarakat untuk Adaptasi No 1 2 3
Nama Jajang Lina Atun
M eninggikan Lantai Tahun 2007 2010 2011
Total Rata2 %
No 1 2 3
Nama Tini Tini/abd Iin
Nama
1
Fauzi
2
Narsih
3 4
Tini Tini/abd
5 6 7 8 9 10
Pa Atin Apiah Juju Ai Taufik Upay
11
Udin
12
Kamil
13
Erni
14 15
Didin Nani
16 17 18 19 20 21
Jajang Sukarna Dadang Suratih Enih Udin
22
Suryadih
23 24
Euis Boteng Atun Total
8000 2666.666667 6% M eninggikan Atap Tahun 2011 2009 2008
Total Rata2 %
No
Biaya (Rp 000) 2500 4000 1500
(Lanjutan)
Biaya (Rp 000) 3000 2500 1500 7000 2333.333333 6%
2010 2013 2011 2008
25510 1062.916667 48%
Rata2 %
No
Nama
1 2 3
Eni Neneng Ida
4
Sukarna
5
Taufik Total
Perbaiki Atap
M engecat Tembok Tahun 2007 2013 2010 2009 2010 2005
Rata2
Tahun
Biaya (Rp 000)
2013 2012
50 6500
2011 2009 2012 2013 2013 2012 2005
2000 2500 100 300 35 7000 700
1 2 3 4 5 6
2007 2013
30 150
7 8
2011 2007
60 100
9 10
2010 2008 2010 2007 2008 2013 2007 2013 2011 2013 2011 2013
75 50 130 600 60 200 200 80 150 40 60 130
11 12 13 14 15 16 17 18 19
300 110 3000 800
Biaya (Rp 000) 600 550 400 395 55 600 2600 433.3333333
%
No
10%
Nama
Kipas Angin Tahun 2004 2005 2009 2004 2005 2013
Biaya (Rp 000) 75 50 100 25 20 180
2004 2009
25 125
Erni
2010 2009
120 90
Nani Ida Suratih Taufik Ridwan Lina Suryadih Apiah Atun
2004 2013 2005 2011 2005 2009 2013 2004 2013
80 150 20 150 95 85 200 85 220 1895 99.73684211 38%
M ulyanto Tini Tini/abd Ayum Riatin Ai Euis Wiwi Titik
Total Rata2 %
105
Lampiran 7. Lanjutan No
Nama
Selimut Biaya (Rp Tahun 000) 2005 2004
(Lanjutan) 12
Iin
29 70
2004
60
2012 2008
120 80
2013
200
2009
80
2011
100
2004
55
2012
75
1 2
M ulyanto Fauzi
3
Narsih
2013
400
4
Khodijah
2012
50
5
Tini
2006
80
6
Pa Atin
2004
80
7
Oom
2010
50
8
Ai
2004
70
16
Lina
2005
65
9 10 11 12 13 14 15
Euis Enih Heru Upay Asiah Ridwan Udin
2004 2008 2009 2005 2010 2009 2010
90 60 100 65 80 80 70
17 18
Udin Atun
2007 2009
65 130 2730 151.6666667 36%
13
Nani
14
Jajang
15
Dadang
Total Rata2 %
16
Yiyin
2004
80
17
Apiah
2013
180
1
M ulyanto
Kaos Kaki Biaya (Rp 000) 2004
1634
2
Jajang
2013
Total Rata2
No
Nama
96.11764706
%
Tahun
10
Total
34%
15
Rata2
7.5
% No
Nama
Jaket/Sweater Biaya (Rp Tahun 000)
M ulyanto
2004
15
2 3
Khodijah Tini
2010 2012 2012
75 45 100
4
Tini/abd
2013
150
5
Euis Boteng
2004 2008
Hidayat
7
Udin
8
Kamil
9
Wiwi
10
Neneng
11
Didin
4% Payung
No
1
6
5
Nama
Biaya (Rp 000)
Tahun 2013 2010 2011
15 15 20
2012
20
50
2013
20
70
2011
25
2012
30
2009 2012 2013 2010 2005 2007 2010 2012 2011 2013
15 15 11 45 20 20 20 30 17 52
2013
50
2011
75
2013 2011 2012 2009 2012 2011 2013 2005 2007 2012
130 50 45 70 155 100 105 70 85 60
2009
70
2012
180
1
M ulyanto
2
Narsih
3
Titin
4
Khodijah
5
Tini
6
Tini/abd
7
St zulaeha
8
Euis Boteng
106
Lampiran 7. Lanjutan 20 15
33
(Lanjutan) Ridwan
34
Diah
35
Lina
36 37
Suryadih Yiyin
38
Atun
9
Oom
2010 2013
10
Ai
2013
15
11
Euis
2013
15
12
Enih
2012
24
13
Tono
14
Ujang
2013 2010
25 20
2011 2013 2009 2011
35 50 25 25
2013 2010 2010 2013 2012
30 30 25 50 25
2013
80
2012
55
2010
25 50 50 30 65 40 25 25 20
15
Hidayat
16 17
Heru Upay
18
Udin
19
Asiah
20
Kamil
21
Wiwi
22 23
Odih Neneng
24
Titik
2013 2011 2013 2013 2010 2011 2012 2012
25
Erni
2013 2010
60 20
26
Iin
2012 2011
25 20
27 28
Ani Jajang
29 30
Sukarna Suratih
31
Rudi
32
Taufik
2013 2012 2010 2012 2013 2013 2012 2013 2011 2012 2011 2013
30 50 15 20 30 45 20 20 15 30 50 20
2010 2012
25 27
2012
45
2013
35
2009
15
2013 2011
90 27
2013 2011 2013
35 15 30 2148
Total Rata2 %
56.53 76%
107
Lampiran 7. Lanjutan No
Nama
1 2 3
Tini/abd Ujang Asiah
4
Eni
5
Neneng
6
Titik
7 8
Erni Didin
9
Iin
10 11 12 13
Ani Nani Ida Jajang
14
Dadang
15
Suratih
16 17 18 19 20 21 22
Rudi Ridwan Lina Suryadih Yiyin Apiah Atun Total Rata2 %
Jas Hujan Biaya (Rp Tahun 000) 2010 90 2013 80 2013
83
2011
50
2013
65
2013 2012
55 80
2013 2012 2011 2013 2012 2013 2013 2012 2013
245 70 80 90 70 120 200 95 110
2013
80
2011
75
2013
90
2010 2013 2013 2011 2013 2010 2012 2011
70 55 95 75 60 150 90 75 2498 113.5454545 44%
108
Lampiran 7. Lanjutan No 1 2 3 4 5 6
Nama rina kitiyah wiwin ilyas upe bu darnis Total
Meninggikan Lantai Tahun Biaya (Rp 000) 2005 2010 2009 2013 2007 2004
No 1 2 3 4 5 6 7
Nama kitiyah wiwin bu darnis Total Rata2 % Nama kitiyah jajang yati lilis entin bu darnis iin Total Rata2 %
Nama No 1 2 3 4
jajang upe lilis bu darnis Total Rata2 %
No 1 2 3
agus kitiyah kenny
4
ansoria
19000
Rata2 %
No 1 2 3
3500 5000 4500 1000 4000 1000
Nama
3166.666667 12% Menambah Lantai Tahun Biaya (Rp 000) 2010 15000 2009 25000 2010 5000 45000 15000 6% Meninggikan Atap Tahun Biaya (Rp 000) 2010 3000 2011 2008 2012 2010 2010 2013
2500 2000 3000 4595 700 400 16195 2313.571429 14%
Menambah Ventilasi Tahun Biaya (Rp 000) 2011 1500 2007 1000 2012 5000 2006 2000 9500 2375 8%
Memperbaiki Atap Tahun Biaya (Rp 000) 2013 2010 2010 2012 2013 2010
200 2000 200 350 80 300
2012
100
2013 2013 2013 2011 2013 2010 2012 2013 2012 2013 2011 2009 2011 2013 2013
100 45 500 700 500 2000 500 1000 300 300 1000 50 300 900 300 70 350 65 1500 400 350 500 1500 1000 405 450 320 500 800 350 300 2100 750 350
5 6 7
rizal irman saiful
8
wiwin
9
titin
10 11
jajang andi
12 13 14
deni nurman karnadi
15
arif
16 17 18 19 20 21 22
slamet yati tuti hafifa lilis enny entin
2013 2012 2013 2010 2013 2008 2013 2013 2013 2011
hamidah hasan dedi nanang aam evi usman
2012 2013 2009 2013 2013 2010 2010 2012 2011
23 24 25 26 27 28 29
109
Lampiran 7. Lanjutan (Lanjutan) 30 rudi
31 32
bu darnis titi
33
m nuh
Nama 2011 2013 2010 2006 2010 2013 2011
Total Rata2 %
Nama No 1
ansoria
2
hafifa Total Rata2 %
Nama No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
rizal titin hendi udin suratno karnadi yati titi m nuh Total Rata2 %
Nama No 1
upe Total Rata2 %
100 150 500 120 400 150 550
No 1 2 3 4 5 6
25755
7
780.4545455 66%
st zubadh
2013
120
8 9 10 11
wiwin awang ririn hendi
2011 2004 2009 2010
400 150 250 300
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
jajang nurman karnadi arif slamet yati tuti agus hariati hafifa
2010 2004 2005 2004 2010 2013 2005 2009 2005 2010
300 250 180 90 125 450 180 250 25 375
22
upe
2004
200
510 500 400 850 600 800 600 650 225 5135
23 24 25 26 27 28 29 30
lilis adang dedi aam ade evi usman rudi
31
bu darnis
2013 2011 2005 2007 2004 2004 2012 2005 2004 2009
200 250 105 200 120 175 350 200 200 200
570.5555556 18%
32 33 34 35
sumarjono nining iin m nuh
2010 2007 2013 2008
320 145 300 100
Menanam Pohon Biaya (Rp Tahun 000) 2010 100 2013 100 2012 50 2013 50 300 150 4% Mengecat Tembok Biaya (Rp Tahun 000) 2013 2013 2013 2012 2013 2013 2013 2010 2012
rina kenny ansoria rizal irman saiful
Kipas Angin Biaya (Rp Tahun 000) 2009 200 2008 190 2012 250 2013 150 2010 200 2008 300
Penghangat Ruangan Biaya (Rp Tahun 000) 2011 120 120 120 2%
Total Rata2 %
7800 222.8571429 70%
110
Lampiran 7. Lanjutan AC Nama No 1 2
hafifa bu darnis Total Rata2 %
Nama No 1
agus
2 3
rina kitiyah
4
kenny rizal irman wiwin ririn hendi jajang andi suratno karnadi
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
slamet yati agus hafifa lilis entin usman bu darnis titi iin m nuh Total Rata2 %
Tahun 2011 2011
Biaya (Rp 000) 2400 1500 3900 1950 4%
Selimut Tahun Biaya (Rp 000) 2012 2013 2009 2004 2011 2005 2013 2013 2011 2004 2009 2009 2005 2009
50 180 120 85 120 95 40 150 200 60 375 80 75 120
2004 2004 2010 2004 2011 2011 2013 2007 2004 2004
120 600 145 120 50 150 90 175 500 200
2009 2012
200 200 4300 179.1666667 48%
Nama No 1 2 3
rina kenny irman
4
saiful
5
wiwin
6
ilyas
7
hendi
8
udin
9 10
nurman karnadi
11
arif
12
tuti
13
upe
14
lilis
15 16
entin adang
17
nanang
18
mariyam
19
usman
20
rudi
21 22
bu darnis sumarjono
23
nining
24
iin
25
m nuh Total Rata2 %
Jaket/Sweater Biaya (Rp Tahun 000) 2012 2010 2013 2008 2013 2007
125 270 85 200 200 75
2012
200
2013 2011 2013 2011 2012 2013 2007 2012 2013 2009 2012 2004 2010 2013 2013
115 80 90 85 100 640 80 150 80 350 450 100 150 100 100
2013 2013 2009 2011 2010 2012 2013 2009 2013 2010
400 45 80 180 130 145 75 200 160 125
2013 2004 2010 2007 2011 2013 2013 2009 2011
150 200 110 90 120 120 400 200 300 7055 282.2 50%
111
Lampiran 7. Lanjutan Nama
No 1
Tuti
2
upe
3 4 5
lilis entin m nuh
Tahun 2012 2013 2012 2013 2012 2013
30 10 10 10 15 30
2012 2013
Total Rata2 %
Nama
No 1
rizal
2 3 4
irman saiful st zubadh
5 6
wiwin awang
7
deni
8 9
suratno nurman
10 11 12
karnadi arif slamet
13 14 15
yati tuti agus
16 17
upe lilis
18 19
adang hasan
20 21 22
dedi nanang mariyam
Kaos Kaki Biaya (Rp 000)
Tahun 2012 2013 2013 2013
(Lanjutan) 23 aam
2012 2013 2010 2013 2011 2013
65 50 5 65 80 100
24
evi
25
usman
20
26
rudi
2013
100
30 155 31 10%
27
bu darnis
28 29
sumarjono titi
30 31
iin m nuh Total Rata2 %
2011 2013 2011 2013 2013 2013
50 160 70 185 100 100 3605 116.2903226 62%
Jas Hujan Biaya (Rp 000) 5 40 55 50
Nama 2013 2011 2010 2013
75 100 200 80
2012 2013 2010 2013 2013 2013 2011 2013 2013 2011
85 85 100 20 75 90 150 75 125 75
2010 2013 2013 2011 2013 2011 2010 2013 2013 2013 2013
100 150 30 150 50 100 50 120 100 60 80
No 1
rina
2
kitiyah
3
kenny
4
ansoria
5 6
rizal irman
7
saiful
8 9 10
st zubadh wiwin titin
11
awang
Payung Biaya (Rp Tahun 000) 2010 2011 2012
20 20 25
2013 2011 2012 2013 2010 2011 2012 2011 2013 2013
30 20 25 85 60 25 30 25 120 10
2013 2010 2013 2012 2013 2012 2013 2008 2011 2012 2013
25 25 25 40 65 25 35 20 20 35 55
112
Lampiran 7. Lanjutan (Lanjutan) 12 jajang 13
udin
14
deni
15
suratno
16
karnadi
17 18
arif yati
19
tuti
20
agus
21
hafifa
22 23
lilis entin
24
hamidah
25 26
adang hasan
27
nanang
28
mariyam
29
ade
30
usman
31 32
rudi bu darnis
33 34
sumarjono nining
2011 2013 2009 2011 2013 2010
40 35 25 30 55 30
2013
35
2012 2013
35 70
(Lanjutan) 35 titi 36 m nuh
Total Rata %
Nama 2013 2013 2009 2010 2013 2012 2013 2010 2011 2011 2012 2013 2011
30 120 20 20 65 30 35 20 25 35 35 35 30
2013 2010 2013 2013 2012 2013 2010 2012 2012 2013
145 35 70 30 25 75 50 30 25 30
2011 2012 2013 2009 2013 2012 2011 2012 2009 2010 2011 2013
40 20 65 30 40 30 25 30 50 30 25 35
No 1 2 3
dedi usman titi Total Rata2 %
2013 2010 2012 2013
30 35 60 70 2850 79.16666667 72%
Sepatu Boot Biaya (Rp Tahun 000) 2010 2011 2011
60 70 50 180 60 6%
113
Lampiran 7. Lanjutan No 1 2 3 4 5 6
Nama
M eninggikan Lantai Tahun Biaya (Rp 000)
1
Erni St khadijah Anne Imas Nana Lisna
2007 2013 2013 2012 2007 2010
Total
Nama
6000 3180 5000 20000 15000 8000 57180 9530 12%
Rata2 %
No
No
M eninggikan Atap Tahun Biaya (Rp 000)
1 2 3
Erni Sugandi M . Iqbal
2013 2004 2013
2000 25000 5000
4 5 6
Sri M ulyasih Urip Juariah
2006 2009 2008
25000 25000 5000
7 8 9 10 11
Anwar Sulasno Bambang Ranti Rasyid
2013 2009 2005 2013 2011
10000 5000 30000 3000 10000
12 13 14 15 16 17
Dewi Lestari Zakaria Tia M artiana Nurul Lili Yati
2007 2010 2009 2010 2013 2009
4000 10000 31000 5000 6000 10000
18
Ria
2013
2000 213000
Total Rata2
2 3
Bu Harsono M . Iqbal Suharna
4 5 6
Urip Juariah Iqbal Ayu
7 8 9
Pak Dede Anwar Dudung
10 11
Husnaeni Anne
12 13
Reno Rahmat
14
Andi
15 16 17 18 19
Bambang Evi Ranti Arni M ansur
20 21
Rasyid Handi
22
M . Yusuf
23
Elly
24
Dewi Lestari Imas
11833.33333
%
36%
25 26
No 1 2
Nama Urip Bambang Total Rata2 %
M enambah Lantai Tahun Biaya (Rp 000) 2009 2005
40000 30000 70000 35000 4%
Nama
27 28 29 30 31 32 33
Tia M artiana Rina Nurul Ayu Lisna Ratih Yati Euis Total Rata2 %
M emperbaiki Atap Tahun Biaya (Rp 000) 2011 2013 2010 2012 2009 2008
5000 5000 2000 3000 5000 5000
2013 2010 2013 2007 2013 2010 2006 2013 2011
490 2300 5000 200 400 500 200 300 30000
2009 2013 2010
3000 1000 850
2012 2013 2006 2011 2013
150 2500 1000 800 150
2012 2011 2009 2012 2007 2012
1000 1700 300 300 1500 350
2008 2013
150 650
2007
1000
2013
260
2013 2006 2010 2005 2007 2012 2013 2010
5000 2000 2000 1000 800 1000 350 500 93700 2839.393939 66%
114
Lampiran 7. Lanjutan No
Nama
1 2 3 4 5 6
Erni M . Iqbal Sri M ulyasih Urip Zainal Arif Anwar
7 8 9 10 11 12
Anne Reno Zakaria Tia M artiana Ayu Yati Total Rata2 %
No
Nama
M enambah Ventilasi Tahun Biaya (Rp 000) 2013 3000 2009 5000 2006 5000 2009 10000 2004 5000 2004 5000 2006 2013 2010 2013 2008 2009
2000 2000 5000 3000 4500 8000 57500 4791.666667 24%
M engecat Tembok Tahun Biaya (Rp 000)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 2 3 4 5
Sugandi Bu Harsono Iqbal Ayu Nana Ayu
2013 2012 2013 2012 2011
3000 3000 700 700 1000
17 18 19 20 21
6
Ratih
2010
1500 9900 1650 12%
22 23 24 25 26
Total Rata2 %
No 1
Nama Zainal Arif Total
M enanam Pohon Tahun Biaya (Rp 000) 2004
Rata2 %
No 1 2 3 4
Nama Erni Siti Khadijah Zainal Arif Lili Total Rata2 %
100 100 100 2%
Tahun 2004 2012 2013 2010
Blower Biaya (Rp 000) 400 150 1300 950 2800 700 8%
Nama Erni Sugandi Irwan M . Iqbal Sri M ulyasih Siti Khadijah Urip Iqbal Ayu Zainal Arif Anwar Husnaeni Irna Sulasno Andi Bambang Evi Nurdin Hanifa Arni M ansur Rasyid M . Yusuf Zakaria Nana Rina Nurul
27
Heni
28
Lisna Ratih
29 30 31
Yati Ria Total Rata2 %
Tahun 2004 2010 2009 2009 2008 2013
Kipas Angin Biaya (Rp 000) 300 500 170 250 350 200
2004 2008 2012 2008 2004 2011 2004 2013 2005
100 60 180 300 200 300 400 200 200
2011 2006 2012
350 200 300
2013 2009 2011 2010 2010
360 300 280 300 280
2006 2006 2008 2010 2006 2012
200 300 250 200 200 300
2006 2013 2011
200 350 300
2009 2010 2009
270 300 255 9205 296.9354839 62%
115
Lampiran 7. Lanjutan No 1 2 3 4 5 6
Nama Erni Bu Harsono M . Iqbal Siti Khadijah Urip Juariah
Tahun 2004 2012 2009 2013 2013 2011
AC Biaya (Rp 000) 1000 2500 5000 2500 2500 2500
7 8 9 10 11 12 13 14 15
Zainal Arif Anwar Irna Reno Rahmat Andi Evi Hanifa M ansur
2010 2010 2004 2010 2013 2012 2013 2008 2013
9000 4000 5000 3500 2000 3700 4000 2800 3500
16 17 18
Handi Dewi Lestari Imas
2011 2010 2012
19 20 21 22 23
Tia M artiana Deisman Rina Yati Euis
2008 2007 2008 2006 2007
Total
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama
Tahun
2009 2010 2004 2008 Total
Rata2 %
No
Nama
1
Erni
2
M . Iqbal
3
Sri M ulyasih
2700 3000 3000
4
Suharna
5
Juariah
7500 3000 3500 2500 2000
6
Pak Dede
7 8 9
Anwar Dudung Husnaeni
10
Anne
11 12
Rahmat Andi
13
Bambang
14
Ranti
15 16
Arni Cici
17
Elly
18 19
Nana Ayu
20
Lisna
21 22
Ratih Euis
80700 3508.695652 46%
Rata2 %
(Lanjutan) 16 Nurul 17 Lili 18 Heni 19 Ria
Selimut Biaya (Rp 000)
Erni Sugandi Irwan
2004 2012 2011
120 400 150
M . Iqbal Sri M ulyasih Suharna Juariah Iqbal Ayu Anne Reno Bambang Ranti Arni Elly Nana
2009 2004 2004 2011 2012 2007 2010 2004 2010 2004 2006 2009
300 200 150 200 60 50 100 100 150 85 60 70
Total Rata2 %
100 145 80 125 2645 139.2105263 38%
Jaket/Sweater Tahun Biaya (Rp 2006 2010 2009 3012 2013 2008
000) 200 300 300 300 150 300
2012 2013 2013
120 120 150
2012 2013 2006 2010 2008
800 140 70 85 400
2010 2013 2008 2007 2013 2009
200 800 65 50 125 60
2013 2006 2006
300 60 250
2011 2010 2010 2005 2012 2013 2013
100 250 120 100 225 200 70 6410 291.3636364 44%
116
Lampiran 7. Lanjutan No
Nama
1 2 3
Pak Dede Anne Andi
4
Cici
Tahun 2013 2012 2011 2012 2013 2009
Total Rata2 %
Kaos Kaki Biaya (Rp 000) 40 25 20 20 20 20 145 36.25 8%
(Lanjutan) 26 Deisman 27 Nana 28 Nurul 29 Ayu 30 Ratih 31 Euis Total Rata2
Nama
1 2
Erni Bu Harsono
3
Irwan
4
Sri M ulyasih
5
Suharna
6
Siti Khadijah Urip Iqbal Ayu Pak Dede Zainal Arif
7 8 9 10
11
Anwar
12 13
Dudung Husnaeni
14 15 16
Reno Rahmat Sulasno
17 18 19 20 21
Evi Nurdin Hanifa Arni M ansur
22 23 24 25
Rasyid M . Yusuf Imas Tia M artiana
Jas Hujan Tahun Biaya (Rp 000) 2013 2012 2013
100 50 40
2013 2011 2013
115 30 120
2013
90
2013 2010 2012 2013
50 70 45 100
2010 2011 2013 2007 2011 2011
Nama
1
Erni
2 3
Sugandi Irwan
4
Sri M ulyasih
5
Suharna
30 100 160 100 100 80
6
Siti Khadijah
7
Juariah
8 9
Iqbal Ayu Pak Dede
2011 2010 2013
250 200 100
10
Zainal Arif
2011 2013 2013 2013 2013 2012 2011 2013 2011 2012 2013
15 70 50 220 80 90 80 100 100 90 100
11
Anwar
12
Dudung
13
Husnaeni
14
Irna
15
Anne
2013
120
120 100 120 220 110 100 3815 123.0645161 62%
%
No No
2013 2013 2012 2013 2013 2013
2012 2013 2011 2011
Payung Biaya (Rp 000) 60 35 100 40
2006 2010 2012
35 25 55
2013
25
2009 2011 2012 2013
75 70 60 70
2013 2010 2013 2012 2013 2010
50 60 40 15 40 50
2011 2012 2013
50 50 50
2006 2010 2012 2012 2010 2012 2013 2007 2010 2011 2013
50 50 50 40 25 20 40 50 50 50 100
Tahun
117
Lampiran 7. Lanjutan (Lanjutan) 16 Reno 17 Rahmat 18
Andi
19
Bambang
20
Evi
21
Ranti
22
Nurdin
23
Hanifa
24
Arni
25
Cici
26
M ansur
27
Rasyid
28
Handi
29
M . Yusuf
30
Elly
31
Dewi Lestari
32 33
Imas Zakaria
34
Tia M artiana
35
Deisman
36
Nana
37
Rina
38 39
Nurul Lili
(Lanjutan) 2010 2011 2010 2012 2013 2010 2011 2012 2011 2012
50 60 70 25 25 50
40
Heni
41 42 43
Lisna Yati Ria Total Rata2
50 20 20 30
%
No 2013 2010 2012 2013 2011
30 50 25 25 70
2011 2012 2012
30 30 80
2010 2011 2013 2011 2013
50 50 50 40 35
2011 2012 2013 2012 2013 2008
20 60 35 30 20 50
2011 2010 2012
30 40 25
2012 2011 2010 2013 2011 2009 2012 2013 2010 2012 2010 2013
40 35 50 50 30 60 50 45 30 45 40 50
2009 2010 2010 2012 2013
1 2
Nama Rasyid Nana Total Rata2 %
30 45 40 24 100 3619 84.1627907 86%
Sepatu Boot Biaya (Rp Tahun 000) 2012 60 2011 70 130 65 4%
118
119
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Javid Attaurrahman, dilahirkan di Tangerang pada tanggal 3 Desember 1991 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Asep dan Salehastuti. Penulis mengawali pendidikan di TK Al-Ikhsan dan melanjutkan ke jenjang pendidikan SD di SD Serua 06 Ciputat tahun 1996-2003. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Pamulang tahun 2003-2006 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Pamulang tahun 2006-2009. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN tahun 2010 dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selain menempuh pendidikan, penulis juga aktif di organisasi mahasiswa. Penulis pernah aktif sebagai anggota divisi Internal Development, Resources and Environmental Economics Student Association (REESA) IPB tahun 2011. Selain itu, pernah aktif sebagai Ketua Umum REESA periode 2012-2013. Penulis menerima Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) 2011 hingga sekarang.
1