IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM DAN SUSU DOMBA GARUT DENGAN METODE SINGLE RADIAL IMMUNODIFUSI DAN SDS-PAGE
SKRIPSI JONI SETIAWAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN JONI SETIAWAN. D14202010. 2006. Identifikasi Laktoferin pada Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Metode Single Radial Immunodifusi dan SDS-PAGE. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA. : Irmanida Batubara, S.Si., M.Si.
Domba garut merupakan salah satu domba lokal yang belum tereksplorasi secara optimal. Domba garut lebih dikenal sebagai domba pedaging dan domba aduan. Domba garut memiliki potensi sebagai penghasil susu yang dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat. Susu domba garut merupakan salah satu sumber laktoferin yang memiliki berbagai manfaat, diantaranya sebagai zat antimikroba. Pemanfaatan susu domba garut sebagai sumber laktoferin diharapkan dapat mengatasi kasus infeksi pencernaan yang tinggi dimasyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut dan memperoleh metode yang sesuai untuk mengidentifikasinya. Laktoferin kolostrum dan susu domba garut diidentifikasi dengan metode single radial immunodifusi (SRID) dan SDS-PAGE. Metode SRID dilakukan dengan mendifusikan whey kolostrum dan susu domba garut ke dalam gel yang mengandung anti-laktoferin (Sigma-Aldrich Co.). Metode SDS-PAGE menggunakan konsentrasi gel akrilamida 7,5%. Identifikasi laktoferin dapat dilakukan dengan metode single radial immunodifusi (SRID) maupun SDS-PAGE. Metode SRID tidak mampu mengidentifikasi laktoferin dengan konsentrasi rendah di dalam kolostrum dan susu domba garut. Bobot molekul laktoferin kolostrum dan susu domba garut berdasarkan hasil SDS-PAGE adalah 73.144 Da. Kandungan laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut berdasarkan diameter zona presipitin meningkat sampai 48 jam setelah melahirkan dan turun kembali setelah 48 jam setelah melahirkan. Kata-kata kunci : kolostrum, susu, domba garut, laktoferin, SRID, SDS-PAGE
i
ABSTRACT Identification of Lactoferrin from Colostrum and Milk of Garut Sheep by Single Radial Immunodiffusion and SDS-PAGE Methods Setiawan, J., R. R. A. Maheswari, and I. Batubara Garut sheep is one of Indonesian local sheep which has not been optimized in exploration. Garut sheep has potency as a dairy sheep. Milk and colostrum from garut sheep is one of lactoferrin sources which has various benefit, like antimicrobial activity. Milk of garut sheep as lactoferrin source, is expected to be used to treat gastrointestinal infection cases which is a major problem in Indonesia. This research described the identification of lactoferrin from milk and colostrum garut sheep by single radial immunodiffusion (SRID) and SDS-PAGE methods. SRID method is based on the diffusion of whey protein from a circular well into a homogeneous gel containing anti-lactoferrin. SDS-PAGE was performed in 7,5 % polyacrylamide gel. Both of methods can identified lactoferrin in colostrum and milk from garut sheep, but SRID was not effective to identified lactoferrin in low concentration. Estimation of lactoferrin bands molecular weight of colostrum and milk of garut sheep is approximately 73,144 Dalton (Da). Based on diameter precipitation ring, lactoferin level in colostrum and milk of garut sheep increases up to 48 hours postpartum and then decreases. Keywords : colostrum, milk, garut sheep, lactoferrin, SRID, SDS-PAGE
ii
IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM DAN SUSU DOMBA GARUT DENGAN METODE SINGLE RADIAL IMMUNODIFUSI DAN SDS-PAGE
JONI SETIAWAN D14202010
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
iii
IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM DAN SUSU DOMBA GARUT DENGAN METODE SINGLE RADIAL IMMUNODIFUSI DAN SDS-PAGE
Oleh JONI SETIAWAN D14202010
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 29 September 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA. NIP. 131 671 595
Irmanida Batubara, S.Si., M.Si. NIP. 132 312 528
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. NIP. 131 624 188
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juli 1984 di Selat Panjang Bengkalis Riau. Penulis adalah anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Djohan Arifin (Alm.) dan Ibu Ernawati. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN 026 Pasar Benai, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan tahun 1999 di SLTPN 1 Benai dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan tahun 2002 di SMU N 1 Benai Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Penulis diterima sebagai mahasiswa Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2002. Selama menimba ilmu di IPB, penulis pernah menjadi Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak periode 2004-2005, Wakil Sekjen. periode 2003-2004 dan Badan Pengawas Organisasi Periode 2005-2006 Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau–Bogor. Penulis juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Kuantan Singingi–Bogor periode 2004-2006. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil Ternak program sarjana dan mata kuliah Probiotik Pascasarjana Fapet IPB. Penulis juga aktif sebagai asisten pada pelatihan-pelatihan yang diadakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah Fapet IPB dan asisten praktikum Milk Processing Technology, Retooling Batch IV Subfield Animal Product Processing Technology. Penulis juga pernah mengikuti pelatihan HACCP dari Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian.
v
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul ”Identifikasi Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Metode Single Radial Immunodifusi dan SDS-PAGE”. Skripsi ini bertujuan untuk dapat memberikan informasi mengenai keberadaan laktoferin di dalam kolostrum dan susu domba garut, serta penggunaan metode yang sesuai untuk mengidentifikasinya. Penelitian ini menarik untuk dilaksanakan karena domba garut merupakan salah satu plasma nuftah Indonesia yang belum tereksplorasi secara optimal. Produksi susu domba garut sangat terbatas, namun beberapa komponen susu saat ini dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan lainnya untuk meningkatkan fungsi dari pangan tesebut. Laktoferin merupakan salah satu komponen susu yang dapat ditambahkan. Pemanfaatan susu domba sebagai sumber laktoferin diharapkan mampu mengurangi kasus infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakteri E. coli yang masih sering terjadi di masyarakat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga Penulis tetap membuka diri untuk segala masukan yang menunjang hasil penelitian ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat kepada Penulis sendiri dan bagi pihak yang memerlukan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya pembimbing skripsi yang telah banyak menyumbangkan ide-idenya dalam penyusunan skripsi ini. Bogor, September 2006
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
DAFTAR ISI .................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xi
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Tujuan ..............................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Domba Garut ................................................................................... Susu Domba ...................................................................................... Kolostrum ........................................................................................ Laktoferin ......................................................................................... Laktoferin sebagai Antimikroba ............................................ Kandungan Laktoferin dalam Kolostrum dan Susu............... Single Radial Immunodiffusi (SRID) ................................................ Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) .....................................................................................
3 4 4 7 8 8 9 10
METODE .....................................................................................................
12
Lokasi dan Waktu ............................................................................ Materi ............................................................................................... Rancangan ......................................................................................... Prosedur ............................................................................................ Pengumpulan Sampel Kolostrum dan Susu Domba Garut.... Pengukuran Nilai pH (BSN, 1992) ....................................... Pengukuran Berat Jenis ......................................................... Pengukuran Kadar Air (BSN, 1998a) ................................... Pengukuran Abu (AOAC, 2000) .......................................... Pengukuran Kadar Lemak Kolostrum dan Susu Metode Soxhlet (AOAC, 2000) ......................................................... Pengukuran Kadar Protein Kolostrum dan Susu Metode Kjeldahl (BSN, 1998a) ........................................................ Penghitungan Total Plate Count (TPC) (BSN, 1998a) ......... Pemisahan Whey Kolostrum dan Susu Domba Garut (Yoshida dan Xiuyun, 1991; Yoshida et al., 2000) ......................
12 12 13 13 13 13 14 14 14 15 15 16 16
vii
Uji Single Radial Immunodiffusi (SRID) (Mancini et al., 1965; Tsuji et al., 1990) ......................................................... Metode Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) ..............................................
17 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
20
Kualitas Kolostrum dan Susu Domba Garut .................................... Komposisi Kolostrum dan Susu Domba Garut...................... Pemisahan Krim dan Skim Kolostrum dan Susu Domba Garut ..... Pemisahan Kasein dan Whey Kolostrum dan Susu Domba Garut ... Identifikasi Laktoferin Kolostrum Susu Domba Garut dengan Metode Single Radial Immunodifusi (SRID) ................................... Kandungan Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba Garut... Identifikasi Laktoferin Kolostrum Susu Domba Garut dengan Metode SDS-PAGE ..........................................................................
20 20 22 22 24 24 28
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
31
Kesimpulan ........................................................................................ Saran .................................................................................................
31 31
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
33
LAMPIRAN ..................................................................................................
39
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Parameter Reproduksi Ternak Kambing dan Domba ...............................
3
2. Komposisi Susu pada Berbagai Ternak dan Manusia ..............................
5
3. Komposisi Kolostrum Domba Massese....................................................
6
4. Komposisi Kolostrum dan Susu Domba pada Minggu Pertama Setelah Melahirkan ...............................................................................................
20
5. Hasil Uji Single Radial Immunodifusi ......................................................
25
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Laktoferin dengan Ikatan Ion Besi ..........................................................
7
2. Struktur Skematis Molekul IgG ..............................................................
10
3. Bentuk Skematis Unit Elektroforesis ......................................................
10
4. Reaksi Polimerisasi Polyacrylamide .......................................................
11
5. Diagram Alir Pemisahan Whey Kolostrum dan Susu ....................................
17
6. Pola Sumur Uji Single Radial Imunodifusi .............................................
18
7. Penentuan Konsentrasi Laktoferin dengan Metode Single Radial Immunodifusi .......................................................................................... 18 8. Penentuan Bobot Molekul Protein dengan Metode SDS-PAGE. (A) Separasi Standar Marker dan Protein yang Ingin Diketahui. (B) Kurva Standar untuk Penentuan Bobot Molekul Protein .................
19
9. Hasil Pemisahan Krim dan Skim Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Sentrifugasi..................................................................................
23
10. Hasil Pemisahan Kasein dan Whey Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Sentrifugasi..................................................................................
23
11. Hasil Uji Radial Immunodifusi pada Susu Domba 1. A) Pemerahan 24 Jam Setelah Melahirkan, B) Pemerahan 48 Jam Setelah Melahirkan dan C) Pemerahan 72 Jam Setelah Melahirkan....................
24
12. Pola Diameter Cincin Presipitin Kolostrum dan Susu Domba Garut pada Waktu Pemerahan Berbeda .............................................................
27
13. Hasil SDS PAGE (7,5% Gel) Whey Susu Domba (1-3 : Domba 1 pemerahan 24, 48 dan 72 jam setelah melahirkan; 4 : marker; 5 : standar laktoferin; 6-8 : Domba 2 pemerahan 24 jam, 48 jam dan 7 hari setelah melahirkan; 9-12 : Domba 3 pemerahan 24 jam, 48 jam, 5 hari dan 7 hari setelah melahirkan) ...................................................... 29
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Bahan-bahan Analisis Laktoferin dengan SDS PAGE ..........................
39
2. Nilai pH Pemisahan Whey........................................................................
41
3. Kurva Normalitas Bobot Molekul Protein Standar..................................
41
4. Berat Molekul Protein Standar ................................................................
42
5. Gambar Unit Elektroforesis dan Power Supply ......................................
42
6. Sampel yang Ditambahkan Dissociation Buffer .....................................
43
7. Proses Staining dan Destaining Gel SDS-PAGE ....................................
43
8. Hasil Single Radial Immunodifusi pada Kolostrum dan Susu Domba Garut dan Kolostrum Sapi ....................................................................... 44
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan bahan pangan hasil ternak yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Kandungan nutrisinya yang tinggi memberikan manfaat yang besar bagi kesehatan manusia. Zat-zat nutrisi yang dijumpai pada susu dalam jumlah besar antara lain protein, lemak, karbohidrat dan kalsium. Susu juga mengandung zat-zat nutrisi lainnya seperti vitamin, mineral dan zat-zat antimikroba seperti laktoferin, immunoglobulin dan laktoperoksidase. Pemenuhan kebutuhan susu masih sangat rendah dan kualitas susu yang masih rendah saat ini merupakan permasalahan yang harus diatasi. Diperlukan inovasi dan terobosan baru dalam bidang peternakan untuk mendapatkan kondisi peternakan yang dapat memenuhi kebutuhan susu dengan kualitas yang baik. Salah satunya adalah pemanfaatan domba sebagai penghasil susu. Di Indonesia susu domba tidak populer dibandingkan susu sapi atau susu kambing, akan tetapi di luar negeri susu domba telah dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai produk olahan susu. Pemanfaatan domba sebagai penghasil daging sekaligus penghasil susu sebagai sumber bahan pangan juga diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat. Salah satu domba lokal Indonesia yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan susunya adalah domba garut. Domba ini merupakan domba lokal Indonesia yang belum tereksplorasi secara optimal. Walaupun domba garut memiliki produksi susu yang rendah, tetapi peningkatan nilai guna susu domba garut dapat dilakukan dengan memanfaatkan komponen-komponen pada susu domba yang bernilai tinggi. Komponen tersebut salah satunya adalah laktoferin. Laktoferin dapat dimanfaatkan untuk enrichment maupun fortifikasi susu. Kadar laktoferin yang tinggi pada susu akan meningkatkan kualitas susu, terutama kualitas mikrobiologi dan nilai guna susu sebagai pangan fungsional. Laktoferin pada susu mampu mengikat ion besi dari mikroba sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Pemanfaatan susu domba sebagai sumber laktoferin diharapkan mampu mengurangi kasus infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakteri E. coli yang masih sering terjadi di masyarakat.
1
Kandungan laktoferin pada susu manusia dan sapi telah banyak diteliti dengan menggunakan berbagai metode, diantaranya SDS-PAGE dan single radial immunodifusi. Tetapi belum ada penelitian tentang kandungan laktoferin susu domba dengan metode yang tepat. Identifikasi laktoferin susu domba juga memungkinkan dengan menggunakan metode tersebut. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kandungan laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut dengan menggunakan metode single radial immunodifusi dan SDS-PAGE. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kualitas kolostrum dan susu domba garut yang meliputi kualitas fisikokimia dan mikrobiologi.
2
TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Banyak kalangan mengira kambing dan domba adalah sama. Kedua jenis ternak ini merupakan ternak yang berbeda dan termasuk bangsa yang berbeda. Domba mengalami dewasa kelamin pada umur 6-9 bulan, sedangkan kambing sudah mengalami dewasa kelamin pada umur 5-7 bulan. Domba dan kambing memiliki masa kebuntingan yang sama, yaitu selama 149 hari. Perbedaan kambing dan domba secara reproduksi dapat dilihat lebih lengkap pada Tabel 1. Domba tergolong ke dalam famili Bovidae, sub famili Caprinae, ordo Artiodactyla, genus Ovis (Mulyono, 1999). Domba yang dikenal sekarang merupakan hasil domestikasi manusia dari tiga jenis domba liar, yaitu Mouflon (Ovis musimon) yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Argali (Ovis amon) berasal dari Asia Tenggara dan Urial (Ovis vignei) yang berasal dari Asia (Pangestu, 1999). Domba asli pulau Jawa terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu domba ekor tipis (local thin-tailed), domba ekor gemuk (javanese fat-tailed) dan domba priangan (priangan of west java) (Mulliadi, 1989). Domba garut atau domba priangan berasal dari persilangan antara tiga bangsa yaitu domba lokal, domba merino dan domba kaapstad yang berasal dari Afrika (Merkens dan Soemirat, 1926). Domba garut termasuk domba tipe besar, berat domba jantan dapat mencapai 60-80 kg dan berat betina sekitar 30-40 kg. Domba garut memiliki daun telinga relatif kecil dan kokoh, bulu cukup banyak serta domba betina tidak bertanduk sedangkan domba jantan mempunyai tanduk besar, kokoh, kuat dan melingkar (Mulyono, 1999). Tabel 1. Parameter Reproduksi Ternak Kambing dan Domba Parameter Jumlah kromosom Umur pubertas (bulan) Panjang siklus estrus (hari) Lama estrus (jam) Terjadinya ovulasi (jam) Jumlah ovum per siklus Lama hidup ova (ova) Lama kebuntingan (hari)
Kambing
Domba
60 5-7 20-21 24-48 24-36 2-3 149
54 6-9 16-17 24-36 24-27 1-3 10-25 149
Sumber : Mulyono, 1999
3
Susu Domba Menurut Edelsten (1988), secara umum susu adalah sekresi kelenjar ambing dari hewan yang menyusui anaknya. Istilah susu lebih sering diartikan sebagai susu sapi. Jika susu berasal dari spesies lain, nama spesies tersebut ditambahkan di belakang kata susu, misalnya susu kambing, susu kuda dan lain-lain. Rahman et al. (1992) menambahkan, secara kimia susu didefinisikan sebagai emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam, mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Menurut SNI No 01-3141-1998 susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu segar adalah susu murni yang disebutkan di atas dan tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Spreer (1998) menyebutkan pula bahwa susu mentah adalah susu asli yang belum mengalami pemanasan lebih dari 40ºC (temperatur asli susu) dan belum mengalami jenis perlakuan apapun. Susu domba dibandingkan dengan susu sapi dan susu kambing memiliki kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi, memiliki kemampuan memantulkan cahaya yang lebih baik, warnanya lebih putih dan lebih tahan terhadap perkembangan mikroorganisme pada jam pertama setelah menghasilkan susu. Kandungan protein dan lemak yang tinggi membuat susu domba sangat cocok untuk pembuatan keju. Susu domba memiliki kandungan karoten yang lebih rendah dibandingkan susu sapi dan susu kambing. Susu domba memiliki kandungan mineral terutama kalsium yang tinggi, sehingga meningkatkan daya buffer (Pulina dan Nudda, 2004). Perbandingan komposisi susu domba dengan berbagai ternak dan manusia secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2. Kolostrum Kolostrum kadang disebut juga “susu ibu” adalah larutan kuning muda yang diproduksi kelenjar ambing selama jam pertama setelah melahirkan, biasanya mulai diproduksi sebelum melahirkan dan terkumpul selama beberapa minggu terakhir kebuntingan (Brandano et al., 2004). Kolostrum disimpan oleh kelenjar ambing sekitar 2-3 hari terakhir masa kebuntingan dan disekresikan sekitar 2-3 hari pertama
4
setelah melahirkan. Kolostrum tidak diproduksi lagi setelah 4-5 hari setelah melahirkan, selanjutnya akan terjadi perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya (Brandano et al., 2004). Kolostrum memiliki kandungan protein serum yang sangat tinggi dan seringkali masih terdapat darah (Walstra dan Jenness, 1984). Tabel 2. Komposisi Susu pada Berbagai Ternak dan Manusia Komposisi
Domba
Kambing
Sapi
Kerbau
Manusia
Air (%)
82,5
87,0
87,5
80,7
87,5
Total padatan (%)
17,5
13,0
12,5
19,2
12,5
Lemak (%)
6,5
3,5
3,5
8,8
4,4
Diameter globula lemak (μm)
4,0
3,9
4,4
-
-
Total Nitrogen (%)
5,5
3,5
3,2
4,4
1,1
Kasein (%)
4,5
2,8
2,6
3,8
0,4
Serum protein (%)
1,0
0,7
0,6
1,1
0,7
Laktosa (%)
4,8
4,8
4,7
4,4
6,9
Mineral (%)
0,92
0,80
0,72
0,8
0,30
Ca (mg/l)
193
134
119
190
32
Energi (kkal/l)
1050
650
700
1100
690
Berat Jenis
1,037
1,032
1,032
1,030
1,015
Derajat keasaman (⁰SH)
8,5
8,0
7,1
10,0
-
pH
6,65
6,60
6,50
6,67
6,85
-0,580
-0,570
-0,524
-0,580
-
Titik beku
Sumber : Pulina dan Nudda, 2004
Kolostrum tidak hanya mempunyai kandungan nutrien yang tinggi, tetapi juga mepunyai bahan biologis aktif yang sangat dibutuhkan untuk kesehatan dan nutrisi anak. Kolostrum merupakan sumber mineral utama bagi anak yang baru lahir. Konsentrasi mineral seperti Ca, P, Mg, Fe, Zn, Cu dan Mn sangat tinggi setelah melahirkan dan menurun seiring waktu postpartum (Kume dan Tanabe, 1993; Morgante, 2004; Brandano et al., 2004). Kolostrum juga mengandung protein, asam amino essensial dan non essensial, asam lemak, laktosa, komponen bukan nutrien
5
seperti immunoglobulin, peptida, hormon peptida, faktor pertumbuhan, citokin, hormon steroid, tiroksin dan enzim (Lona dan Romero, 2001). Kandungan bahan kering kolostrum lebih tinggi dibandingkan susu. Hal ini berkaitan dengan total padatan yang lebih tinggi pada kolostrum. Kolostrum juga memiliki konsentrasi protein yang tinggi, berkaitan dengan kandungan immunoglobulin G yang tinggi. Selain itu juga diketahui konsentrasi fraksi protein lainnya lebih tinggi pada kolostrum dibandingkan susu. Fraksi protein tersebut diantaranya laktoglobulin dan laktoferin (Ontsouka et al., 2003). Komposisi kimia dan karakteristik fisik kolostrum segar bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya karakteristik individu, ras atau bangsa ternak, pakan yang dikonsumsi sebelum melahirkan, jarak periode kering kandang, dan waktu pengambilan kolostrum setelah melahirkan (Pritchett et al., 1991; Kume dan Tanabe, 1993; Brandano et al., 2004). Kadar protein, kadar lemak, kadar bahan kering dan kadar abu kolostrum paling tinggi pada kolostrum hasil pemerahan satu jam setelah melahirkan dan semakin menurun seiring bertambahnya waktu pemerahan setelah melahirkan, tetapi kadar laktosa semakin meningkat seiring bertambahnya waktu pemerahan setelah melahirkan (Brandano et al., 2004). Komposisi kolostrum domba pada waktu pemerahan yang berbeda lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kolostrum Domba Massese Waktu Setelah Melahirkan (jam) Komposisi
1
12
24
Bahan kering (%)
29,6
25,3
22,6
Lemak (%)
10,5
9,2
8,8
Total Nitrogen (%)
15,9
12,3
9,4
Kasein (%)
6,0
5,4
5,2
Seroprotein (%)
9,5
6,4
3,7
Laktosa (%)
2,8
3,7
4,3
Abu (%)
1,4
0,9
0,9
pH
6,37
6,42
6,50
Berat jenis
1,056
1,046
1,042
Sumber : Brandano et al., 2004
6
Laktoferin Transpor zat besi dan antimikrobial nonspesifik saat ini sangat penting bagi kesehatan kelenjar ambing serta nutrisi dan kesehatan anak. Hal ini menyebabkan banyak perhatian terhadap protein pengikat besi pada susu. Laktoferin dan transferin merupakan protein pengikat besi yang dominan pada susu atau sekresi kelenjar ambing (Schanbacher et al., 1993). Laktoferin merupakan anggota keluarga transferrin, protein pengikat besi. Laktoferin tergolong dalam glikoprotein pengikat besi yang terdiri atas rantai polipeptida rantai tunggal (Connely, 2001). Laktoferin terdiri atas dua lobus, yaitu lobus N dan lobus C. Setiap lobus mengikat ion Fe3+ dan terdiri atas satu rantai glikan per molekul (Mitoma et al., 2001; Kanyshkova et al., 2003). Laktoferin dan anggota keluarga transferin lainnya dapat dibedakan dengan protein pengikat besi lainnya oleh kebutuhan anion unik untuk mengikat besi (Connely, 2001). Bentuk molekul laktoferin dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil penelitian Sanchez et al. (1992) menunjukkan, laktoferin ditemukan pada kolostrum dan sitoplasma dengan pendistribusian yang lebih merata dibandingkan transferin. Laktoferin disintesis oleh kelenjar ambing dan kapasitas kelenjar ambing untuk mensintesis laktoferin menurun dengan nyata pada 24 jam pertama laktasi.
Gambar 1.
Laktoferin dengan Ikatan Ion Besi Sumber : Department of Chemistry University of Maine (2005)
7
Laktoferin Sebagai Antimikroba Laktoferin adalah ikatan besi glikoprotein yang terdapat di dalam susu, air liur dan sekresi eksokrin lainnya. Protein ini memiliki fungsi biologis termasuk antimikroba (Conner, 1993; Naidu, 2003; Takakura et al., 2003). Laktoferin merupakan protein multi fungsi, diantaranya membantu penyerapan besi di usus, pertumbuhan sel usus, melindungi dari serangan mikroba penyebab infeksi dan sebagai sistem kekebalan tubuh (Connely, 2001). Laktoferin adalah protein susu yang memiliki kemampuan antimikroba berspektrum luas.
Laktoferin sebagai
pelengkap dapat mereduksi keberadaan E. coli di dalam usus anak sapi dan mengurangi serangan diare (Robblee et al., 2003). Aktivitas
bakteriostatik
pada
susu dihubungkan dengan keberadaan laktoferin pada susu (Wang dan Hurley, 1998). Sifat bakteriostatik laktoferin berhubungan dengan afinitas pengikat besi yang tinggi, yang mampu mengikat besi dari lingkungan mikroorganisme. Besi merupakan nutrien penting untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri (Connely, 2001; Kanyshkova et al., 2003). Sifat bakterisidal laktoferin diduga dihasilkan oleh daerah kation pada lobus N dari laktoferin yang menyebabkan kerusakan pada membran luar bakteri (Connely, 2001). Hasil penelitian Wang dan Hurley (1998) menunjukkan, aktivitas antibakteri laktoferin dipengaruhi oleh kompleksitas laktoferin dengan protein lainnya. Bukti telah diperoleh bahwa laktoferin komplek seperti laktoferin-immunoglobulin dapat meningkatkan aktivitas antibakteri pada sekresi kelenjar ambing. Kandungan Laktoferin dalam Kolostrum dan Susu Hasil penelitian Yoshida et al. (2000) menunjukkan kandungan laktoferin pada kolostrum berbeda antar individu sapi dan juga selama periode laktasi. Menurut Tsuji et al. (1990), kandungan laktoferin pada kolostrum atau susu beragam antar spesies dan individu di dalam spesies. Schanbacher et al. (1993) menambahkan, susu manusia pada awal menyusui memiliki kandungan laktoferin yang tinggi. Hasil penelitian Ferrer et al. (2000) menunjukkan, kandungan laktoferin pada kolostrum dan susu manusia bervariasi antara 459,46±190,7 g/dL sampai 575,06±218,2 mg/dL pada sampel preterm dan dari 292.06±167,4 mg/dL sampai 970,66±288,6 mg/dL
8
pada sampel term. Kandungan laktoferin yang tinggi terdapat di dalam kolostrum, dan meningkat pada susu jika terjadi mastitis (Tsuji et al., 1990; Conner, 1993). Kandungan laktoferin pada susu normal meningkat nyata selama infeksi koliform. Hal ini bisa mencerminkan status infeksi pada ambing (Ferrer et al., 2000). Single Radial Immunodifusi (SRID) Single Radial Immunodifusi (SRID) telah dikembangkan oleh Fahey dan Mckelvey (1965) dan Mancini et al. (1965). SRID spesifik untuk berbagai protein di dalam serum atau larutan lain dan tergantung pada reaksi dari tiap protein dengan antibodinya. Teknik radial immunodifusi telah digunakan untuk mengukur kuantitas laktoferin dan plasma protein lain seperti immunoglobulin (Kent Laboratories, 2006). Radial immunodifusi didasarkan pada difusi antigen dari suatu sumur ke dalam suatu gel homogen yang mengandung antiserum spesifik untuk masingmasing antigen tertentu (Kent Laboratories, 2006). Difusi sampel dan standar ke dalam agar yang berisi antiserum akan menyebabkan pembentukan suatu zona atau cincin. Setelah beberapa waktu, diameter cincin akan sebanding dengan konsentrasi antigen di dalam sumur (Dixon, 1998). Cincin presipitin terbentuk jika terjadi reaksi antara antibodi pada agar dengan antigen pada sampel. Menurut Landry (2000), berdasarkan hubungannya dengan pengikatan antigen, antibodi merupakan divalent dan kebanyakan antigen merupakan multivalent, ini yang menyebabkan reaksi spesifik antigen-antibodi menghasilkan kisi-kisi ikatan silang yang membentuk presipitat. Fleksibilitas di daerah engsel antibodi memiliki kemampuan lebih besar untuk membuat hubungan multivalent dengan material antigen berbeda. Jeremy et al. (2002) menambahkan, antibodi IgG terdiri atas empat rantai, dua rantai berat (biru) dan dua rantai ringan (merah) (Gambar 2) yang diikat oleh ikatan disulfida. Rantai berat dan rantai ringan bersama-sama membentuk suatu daerah yang memiliki bagian pengikat antigen di ujungnya.
9
Gambar 2 . Struktur Skematis Molekul IgG Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) Elektroforesis didefinisikan sebagai migrasi muatan molekul di dalam suatu larutan melalui suatu bidang elektrik. Jenis elektroforesis yang paling umum dilakukan untuk protein adalah zona elektroforesis yang akan memisahkan protein dari suatu campuran kompleks menjadi pita oleh migrasi di dalam larutan penyangga melalui suatu matriks polimer padat yang disebut gel. Gel polyacrylamide adalah matriks yang yang paling umum untuk zona elekroforesis protein (Smith, 1998). Power supply dan peralatan elektroforesis terdiri atas matriks gel polyacrylamide dan dua reservoir buffer yang dibutuhkan untuk melakukan separasi. Bentuk unit elektroforesis secara umum dapat dilihat pada Gambar 3. Power supply digunakan untuk membuat medan elektrik dengan memberikan sumber arus, voltase dan tenaga yang konstan. Elektroda penyangga mengendalikan pH untuk mempertahankan muatan yang sesuai pada protein dan aliran arus pada gel polyacrylamide (Smith, 1998).
Gambar 3. Bentuk Skematis Unit Elektroforesis
10
Matriks gel polyacrylamide dibentuk dari polimerisasi akrilamida dan sejumlah
kecil
(biasanya
5%
atau
kurang)
reagen
ikatan
silang,
N,N’-metilenabisakrlamida, seperti pada Gambar 4. Matriks gel terdiri atas stacking gel dengan ukuran pori besar dan resolving atau running gel dengan ukuran pori kecil. Ukuran pori resolving gel dipilih berdasarkan bobot molekul protein yang ingin ditentukan dan tergantung pada konsentrasi akrilamida di dalam larutan (Smith, 1998).
Akrilamida
N,N’-metilenabisakrlamida
Polimer
Gambar 4. Reaksi Polimerisasi Polyacrylamide
11
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan, Laboratorium Pascasarjana Departemen Biokimia Fakultas MIPA, Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor dan peternakan Ternak Domba Sehat (TDS), Cinagara, Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai Agustus 2006. Materi Bahan yang digunakan pada penelitian meliputi bahan kimia untuk uji kualitas susu, identifikasi laktoferin dengan metode single radial immunodifusi dan SDS-PAGE. Bahan-bahan tersebut yaitu agarose type II (Sigma-Aldrich Co.), NaN3, bufer fosfat 0,05 M pH 7,5; air bebas ion, akrilamida, N,N,-Bis-metilen-akrilamida, tris base, glisina, sodium dodesil sulfat (SDS), ammonium persulfat, asam trikloroasetit, Coomassie Blue R-250, metanol, asam asetat, merkaptoetanol, gliserin, biru bromfenol, TEMED, kertas saring, kapas, heksana, K2SO4, CuSO4, selenium, H2SO4, NaOH, H3BO3, hijau bromokresol-merah metil, HCl, akuades, alkohol 70%, larutan buffer pH 4 dan 7. Media Plate Count Agar (PCA) dan larutan pengencer Buffer Peptone Water (BPW) digunakan untuk menghitung total mikroba. Kolostrum dan susu yang digunakan diperoleh dari domba garut. Domba tersebut dipelihara pada kondisi manajemen pemeliharaan yang sama pada peternakan Ternak Domba Sehat (TDS), Cinagara. Laktoferin kolostrum standar, laktoferin susu standar dan anti laktoferin diperoleh dari Sigma-Aldrich Co. Peralatan yang digunakan adalah refrigerate centrifuge, refrigerator, freezer, magnetic stirer, tabung eppendorf, vortex mixer, pH meter, mikropipet, cawan petri, unit elektroforesis Hoefer SE 400, power supply, shaker water bath, timbangan analitik, gelas ukur, labu erlenmeyer, spoit, pipet volumetrik, oven, tanur, labu soxhlet, labu Kjeldahl, alat destruksi, destilator, buret, autoclave, tabung reaksi, jangka sorong, inkubator, toples plastik.
12
Rancangan Penelitian ini disusun menggunakan rancangan acak kelompok, dengan susu hasil pemerahan yang berbeda sebagai perlakuan dan individu domba yang berbeda sebagai kelompok (Steel dan Torie, 1995). Peubah diamati secara kualitatif, yaitu hasil uji single radial immunodifusi, uji SDS-PAGE dan kualitas kolostrum dan susu domba garut. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif Prosedur Penelitian ini terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pengumpulan sampel kolostrum dan susu domba garut, pengukuran nilai pH, berat jenis, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan penghitungan Total Plate Count (TPC). Penelitian utama meliputi pemisahan krim, skim, kasein dan whey kolostrum dan susu, uji single radial immunodifusi dan uji SDS-PAGE. Pengumpulan Sampel Kolostrum dan Susu Domba garut Sampel kolostrum dan susu domba garut masing-masing di ambil dari peternakan Ternak Domba Sehat. Kolostrum dan susu dikumpulkan selama minggu pertama setelah melahirkan. Sampel kolostrum diperah pada 24, 48 dan 72 jam setelah melahirkan. Sampel susu diperah pada 4, 5, 6 dan 7 setelah melahirkan. Pemerahan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan, kolostrum dan susu yang diperah dimasukkan ke dalam botol steril dan diangkut dengan menggunakan cool box ke laboratorium. Sampel untuk uji kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi disimpan pada kondisi dingin, sedangkan sampel untuk identifikasi laktoferin dibekukan. Pengukuran Nilai pH (BSN, 1992) Sampel kolostrum atau susu domba garut yang diperlukan untuk setiap pengukuran adalah 60 ml yang diletakkan dalam gelas ukur. Sebelum pengukuran, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4 dan 7. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan ujung elektroda pH meter ke dalam kolostrum atau susu kambing selama beberapa menit hingga nilai pH pada
13
layar stabil. Ujung elektroda pH meter dibilas dengan akuades sesudah pengukuran dan dikalibrasi kembali untuk pengukuran sampel berikutnya. Pengukuran Berat Jenis Pengukuran berat jenis kolostrum dan susu domba garut tidak bisa dilakukan sesuai dengan BSN (1998a), karena jumlah kolostrum atau susu hasil sekali pemerahan tidak mencukupi untuk dilakukan pengukuran sesuai standar. Berat jenis kolostrum dan susu domba garut dilakukan dengan menimbang 1 ml kolostrum atau susu domba garut dengan timbangan analitik. Temperatur kolostrum atau susu yang ditimbang adalah 20-30ºC. Penentuan berat jenis dihitung dengan rumus : Berat Sampel Berat Jenis = Volume sampel Pengukuran Kadar Air (BSN, 1998a) Sampel kolostrum atau susu domba garut sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam cawan dan dimasukkan ke dalam oven pada temperatur 105 ºC selama 4 jam, lalu ditimbang bobot akhir sampel setelah dikeringkan. Kadar air sampel dihitung dengan rumus : Bobot sampel (segar-kering) Kadar Air =
x 100% Bobot sampel segar
Pengukuran Kadar Abu (AOAC, 2000) Sampel kolostrum atau susu domba garut ditimbang sebanyak 2 g, ditempatkan di dalam wadah porselin dan dibakar sampai tidak berasap. Kemudian dibakar di dalam tanur dengan temperatur 600 ºC selama 1 jam, lalu ditimbang. Kadar abu sampel dihitung dengan rumus : Bobot abu Kadar Abu =
x 100% Bobot sampel
14
Pengukuran Kadar Lemak Kolostrum dan Susu Metode Soxhlet (AOAC, 2000) Sampel kolostrum atau susu domba garut dikeringkan di dalam oven pada temperatur 100 ºC selama 5 jam untuk mendapatkan berat konstan. Susu domba garut kering diambil sebanyak 2 g dan disebar di atas kapas yang beralas kertas saring dan digulung membentuk timble, lalu dimasukkan ke dalam labu sokslet. Dilakukan ekstraksi selama 6 jam dengan menggunakan pelarut lemak berupa heksana sebanyak 150 ml. Sampel yang terekstraksi kemudian dikeringkan di dalam oven pada temperatur 100 ºC
selama 1 jam. Bobot sampel kering yang telah
diekstraksi ditimbang. Kadar lemak kasar dihitung dengan rumus : Bobot lemak terekstraksi Kadar Lemak =
x 100% Bobot sampel kering
Pengukuran Kadar Protein Kolostrum dan Susu Metode Kjeldahl (BSN, 1998a) Sampel sebanyak 1 g, 0,25 g campuran bahan (5 g K2SO4, 0,25 g CuSO4, 0,1g selenium) dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 3 ml H2SO4 dan dicampur dengan baik. Campuran dipanaskan hingga tidak ada uap, lalu pemanasan diteruskan sampai mendidih selama 1 jam sampai larutan menjadi jernih. Setelah larutan campuran didinginkan hingga mencapai suhu kamar, campuran ditambahkan 50 ml akuades 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung di dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 4% dan 2 tetes indikator campuran biru bromkresol-merah metil berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar Kandungan protein sampel dihitung dengan rumus : 1,4 x N x (A-B) x 6,38 Kandungan Protein (%) =
x 100% C
Keterangan : N A B 1,4 C
= Normal HCl = Jumlah HCl yang digunakan untuk titrasi sampel (ml) = Jumlah HCl yang digunakan untuk titrasi blanko (ml) = Berat dari N (secara analitik) ekuivalen untuk 1 ml HCl 0,1 N = Berat sampel yang digunakan (g)
15
Penghitungan Total Plate Count (TPC) (BSN, 1998a) Metode yang digunakan dalam penghitungan jumlah total mikroorganisme yang terdapat dalam susu domba garut adalah metode agar tuang. Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer Buffer Peptone Water (BPW) steril yang selanjutnya merupakan faktor pengencer 10-1. Campuran dihomogenkan, kemudian diambil 1 ml larutan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer NaCl BPW steril sebagai pengenceran 10-2, pengenceran 10-3, 10-4 dan seterusnya diperoleh dengan cara yang sama. Setiap pengenceran yang diinginkan diambil sebanyak 1 ml menggunakan pipet secara aseptik, dimasukkan ke dalam cawan petri, dituangi 15-20 ml media steril dan dihomogenkan. Penghitungan jumlah mikroorganisme dilakukan berdasarkan koloni yang tumbuh di dalam media Plate Count Agar (PCA). Pemisahan Whey Kolostrum dan Susu Domba Garut (Yoshida dan Xiuyun, 1991; Yoshida et al., 2000) Krim pada kolostrum dan susu dipisahkan dengan sentrifugasi (12.000 rpm selama 30 menit pada temperatur 4 ºC), susu skim yang diperoleh ini ditambahkan HCl 2 N hingga pH 4,6. Endapan kasein yang terbentuk dipisahkan dari whey dengan menggunakan sentrifugasi (12.000 rpm selama 30 menit pada temperatur 4ºC). Whey asam ini dinetralisasi ke pH 6,8 dengan NaOH 2N dan disentrifugasi kembali (12.000 rpm selama 30 menit pada temperatur 4 ºC). Supernatan diambil dan disimpan di dalam freezer untuk digunakan pada analisis selanjutnya. Diagram alir pemisahan whey lebih lengkap ditampilkan pada Gambar 5.
16
Gambar 5. Diagram Alir Pemisahan Whey Kolostrum dan Susu Uji Single Radial Immunodifusi (SRID) (Mancini et al., 1965; Tsuji et al., 1990) Kadar laktoferin di dalam air kolostrum dan susu diukur dengan metode single radial immunodifusi. Antigen laktoferin didifusikan ke dalam agar yang telah dicampur antibodi, kemudian zona bening yang terbentuk dihitung dan diproposionalkan dengan logaritma dari konsentrasi antigen. Selanjutnya sampel antigen yang belum diketahui konsentrasinya dibandingkan dengan kurva yang telah dibuat dari antigen yang telah diketahui konsentrasinya. Disiapkan 1 % agarose di dalam 0,05 M bufer fosfat pH 7,5 mengandung 0,1% (b/v) NaN3 dan 2% anti-laktoferin (Sigma-Aldrich Co). Larutan agarose dimasukkan ke dalam cawan petri dengan ketebalan 1,5 mm. Sumur pada gel dibuat dengan diameter 5 mm dengan jarak antar sumur 12 mm (Gambar 6). Sebanyak 20 μl sampel whey yang akan diukur kandungan laktoferinnya dimasukkan ke dalam sumur. Sebagai standar, laktoferin dari susu sapi dan laktoferin dari kolostrum sapi (Sigma-Aldrich Co) masing-masing dengan konsentrasi 1,17 mg/ml dan 11,7 mg/ml dimasukkan ke dalam sumur. Diameter cincin presipitin sampel yang diuji diplot pada kurva standar laktoferin untuk mendapatkan konsentrasi laktoferin sampel (Gambar 7).
17
Gambar 6. Pola Sumur Uji Single Radial Imunodifusi
Gambar 7. Penentuan Konsentrasi Laktoferin dengan Metode Single Radial Immunodifusi Metode Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) Justifikasi hasil Single Radial Immunodifusi dan pengukuran berat molekul laktoferin dilakukan dengan menggunakan metode SDS-PAGE (Laemmli, 1970) dengan gel pemisah (running gel) 7,5% dan gel penahan (stacking gel) 3%. Sebelum dimasukkan ke dalam sumur whey susu domba garut ditambahkan bufer dissosiasi dengan perbandingan 2:1, kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 3 menit. Sampel whey susu domba yang telah disiapkan sebanyak 20 µl dimasukkan ke dalam sumur di gel penahan dan dirunning dalam 600 ml resevoir buffer pada 30 mA selama 2 jam. Gel difiksasi di dalam larutan TCA 12% selama 4 jam sambil terus
18
digoyang, pewarnaan dilakukan selama semalam di dalam larutan staining. Gel yang telah diwarnai dibilas dengan larutan destaining sambil terus digoyang sampai terbentuk gel dengan latar belakang pita protein-protein dalam keadaan bersih. Komposisi bahan-bahan yang digunakan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Bobot molekul ditentukan dengan membuat kurva protein standar (marker) dari bobot molekul yang diketahui diplot pada relative mobility (Rm = Mobilitas Relatif) yang diperoleh dan mobiltas relatif protein yang ingin diketahui bobot molekulnya diplot pada kurva tersebut (Gambar 8). Mobilitas relatif dihitung dengan rumus : Jarak migrasi protein dari awal resolving gel Mobilitas relatif = Jarak antara awal resolving gel dengan tracking dye
A
B
Gambar 8. Penentuan Bobot Molekul Protein dengan Metode SDS-PAGE. (A) Separasi Standar Marker dan Protein yang Ingin Diketahui. (B) Kurva Standar untuk Penentuan Bobot Molekul Protein
19
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Kolostrum dan Susu Domba Garut Komposisi Kolostrum dan Susu Domba Garut Kadar protein, kadar lemak, kadar bahan kering, berat jenis dan nilai pH kolostrum dan susu domba garut yang diperoleh (Tabel 4) masih sesuai dengan pernyataan Johnson (1974), Bonczar dan Regula (2003) dan Pulina dan Nudda (2004), yaitu kadar protein berkisar antara 5,20 %-5,5 %; kadar lemak berkisar antara 4,66 %-7,9 %; kadar bahan kering berkisar antara 16,18 %-19,29 %; berat jenis 1,035-1,037 g/ml dan nilai pH antara 6,63-6,65. Komposisi kolostrum dan susu domba garut pada penelitian ini juga masih memenuhi syarat mutu susu segar menurut
SNI No. 01-3141-1998, yaitu kadar lemak minimum 3,0%, kadar
protein minimum 2,7% dan berat jenis minimum 1,028 g/ml. Tabel 4. Komposisi Kolostrum dan Susu Domba pada Minggu Pertama Setelah Melahirkan
Komposisi
Waktu Pemerahan Setelah Melahirkan)* Kolostrum Susu 48 Jam 72 Jam 96 Jam
Standar Minimum Susu Segar (BSN, 1998b)
Bahan kering (%)
17,44
18,69
13,38
8,0**
Lemak (%)
7,16
7,51
4,83
3,0
Protein (%)
4,62
5,01
4,94
2,7
Abu (%)
0,61
1,00
1,03
-
pH
6,53
6,63
6,68
-
Berat jenis (g/ml)
1,047
1,038
-
1,028
Total Plate Count (cfu/ml)
3,1 x 102
6,0 x 103
-
1,0 x 106
Keterangan :
*) Hasil Penelitian **) Bahan Kering Tanpa Lemak
Komposisi lemak dan bahan kering susu domba garut mulai menurun pada pemerahan 96 jam setelah melahirkan. Hal ini bisa disebabkan oleh terjadinya perubahan kolostrum menjadi susu normal. Susu hasil pemerahan 2-3 hari pertama setelah
melahirkan
masih
berupa
kolostrum.
Sesuai
dengan
pernyataan
Brandano et al, (2004), bahwa kolostrum tidak diproduksi lagi setelah 4-5 hari
20
setelah melahirkan, selanjutnya akan terjadi perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya. Menurut Johnson (1974) kolostrum memiliki kandungan bahan kering, kadar lemak dan kadar protein yang tinggi, hasil yang sama diperoleh pada penelitian ini. Susu hasil pemerahan 48 dan 72 jam memiliki kandungan bahan kering dan lemak yang hampir sama, karena masih berupa kolostrum. Kandungan bahan kering dan lemak kolostrum domba garut lebih tinggi dibandingkan susu hasil pemerahan 96 jam setelah melahirkan. Walaupun memiliki kadar lemak dan bahan kering yang lebih tinggi dibandingkan susu domba garut hasil pemerahan 96 jam, nilai kadar lemak dan bahan kering tersebut masih di bawah nilai kadar lemak dan bahan kering kolostrum yang diperoleh Brandano et al. (2004) pada pemerahan 24 jam pertama setelah melahirkan. Menurut Brandano et al. (2004) kolostrum pada pemerahan 24 jam pertama setelah melahirkan memiliki kadar lemak 8,8% dan kadar bahan kering 22,6%. Komposisi kolostrum domba berbeda signifikan pada pemerahan 24 jam pertama setelah melahirkan, sedangkan kolostrum hasil pemerahan 24-72 jam setelah melahirkan tidak berbeda terlalu besar dibanding komposisi susu normal. Kadar protein susu domba garut hasil pemerahan pada waktu yang berbeda memiliki nilai yang hampir sama, tidak sesuai dengan pernyataan Johnson (1974) yang menyatakan kadar protein kolostrum lebih tinggi dibanding susu normal. Globulin sangat menentukan kadar protein pada kolostrum (Schmidt, 1971). Rendahnya kadar protein kolostrum domba garut dapat disebabkan oleh rendahnya kadar globulin, karena globulin dihasilkan maksimal pada 24 jam pertama setelah melahirkan
Ontsouka et al. (2003) menambahkan, kandungan total protein pada
kolostrum yang tinggi dipengaruhi oleh immunoglobulin G (IgG) yang tinggi pada kolostrum dibanding susu normal. Selain immunoglobulin G (IgG), konsentrasi fraksi protein yang lain seperti laktoglobulin, laktoferin dan transferin juga lebih tinggi dibanding susu normal. Immunoglobulin merupakan antibodi yang disekresikan cukup banyak di dalam susu pada 24 jam pertama setelah melahirkan. Susu merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme. Pemerahan pada mamalia yang laktasi minimal dilakukan dua kali sehari. Susu sebagai makanan yang bersifat perisabel sangat mudah terkontaminasi oleh mikroba. Terdapat tiga sumber dasar kontaminasi mikroba pada susu, yaitu dari dalam ambing
21
sendiri, dari bagian luar ambing dan puting dan dari penangan susu dan peralatan penyimpanan (Chambers, 2002). Jumlah total mikroba pada kolostrum dan susu domba garut pada waktu pemerahan
48 dan 72 jam setelah melahirkan secara berturut-turut adalah
3,1x102 cfu/ml dan 6,0x103 cfu/ml. Jumlah total mikroba pada kolostrum dan susu domba garut masih sesuai dengan SNI (2000), yaitu batas maksimum total mikroba pada susu segar sebesar 1,0x106 cfu/ml. Hal ini menunjukkan susu domba garut masih layak untuk diolah lebih lanjut untuk dikonsumsi. Pemisahan Krim dan Skim Kolostrum dan Susu Domba Garut Pemisahan lemak dan kasein bertujuan untuk mengkonsentrasikan laktoferin pada whey, sehingga pada analisis selanjutnya laktoferin lebih mudah untuk dideteksi. Sesuai dengan pernyataan Bos et al. (2000), bahwa laktoferin merupakan komponen utama pada whey manusia, walaupun hanya sedikit pada whey sapi. Hasil penelitian Kunz dan Lonnerdall (1989) menunjukkan pemisahan protein-protein whey susu secara elektroforesis, yang dominan adalah laktoferin dan serum albumin dengan pita yang lebih tebal dan gelap. Sentrifugasi kolostrum dan susu dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 menit dapat memisahkan lemak dengan skim susu. Lemak susu akan membentuk lapisan tipis pada bagian atas. Lemak susu memiliki berat jenis yang lebih rendah dibandingkan susu skim, sehingga setelpah disentrifugasi membentuk lapisan di bagian atas. Hasil sentrifugasi kolostrum dan susu domba garut dapat dilihat pada Gambar 9. Lemak kolostrum dan susu domba garut memiliki warna putih, berbeda dengan lemak susu sapi yang berwarna kekuning-kuningan. Warna lemak kolostrum dan susu domba garut lebih putih disebabkan oleh kandungan karoten yang lebih rendah di dalam lemak susu domba garut dibandingkan di dalam lemak susu sapi maupun di dalam lemak susu dari ternak lainnya. Pemisahan Kasein dan Whey Kolostrum dan Susu Domba Garut Pengasaman susu sapi pada pH 4,6 secara umum dapat menyebabkan penggumpalan kasein dan terbentuknya whey. Menurut Singh dan Bennet (2002), susu sapi dapat digumpalkan pada pH 4,6 yang merupakan pH isoelektrik susu sapi.
22
Hasil penelitian Kunz dan Lonnerdall (1989) menyatakan bahwa penurunan pH susu dapat menghasilkan whey yang lebih bersih dan fraksi kasein pada whey menjadi lebih sedikit.
Gambar 9. Hasil Pemisahan Krim dan Skim Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Sentrifugasi Susu atau kolostrum skim yang diperoleh dari hasil sentrifugasi ditambah dengan HCl 2N hingga pH 4,6. Skim dari kolostrum dan susu domba garut belum menghasilkan pemisahan antara kasein dan whey yang nyata. Hal ini disebabkan muatan pada protein susu belum sepenuhnya dinetralkan oleh ion H+ dari HCl. Hasil pemisahan antara kasein dan whey kolostrum dan susu domba garut lebih baik setelah dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 menit sentrifugasi dilakukan pada suhu rendah (4ºC) untuk menghindari terjadinya kerusakan pada laktoferin yang akan diidentifikasi selanjutnya. Hasil pemisahan antara kasein dan whey dengan sentrifugasi dapat dilihat pada Gambar 10.
A
B
C
Gambar 10. Hasil Pemisahan Kasein dan Whey Susu Domba Garut dengan Sentrifugasi (A: Domba 1; B: Domba 2; C: Domba 3)
23
Identifikasi Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Metode Single Radial Immunodifusi (SRID) Teknik radial immunodiffusi telah digunakan untuk mengukur kuantitas laktoferin dan plasma protein lain seperti immunoglobulin. Difusi sampel dan standar ke dalam agar yang berisi antiserum akan menyebabkan pembentukan suatu zona atau cincin. Setelah beberapa waktu, diameter cincin akan sebanding dengan konsentrasi antigen di dalam sumur (Dixon, 1998). Hasil penelitian menunjukkan adanya pembentukan cincin presipitin berupa zona keruh di sekeliling sumur, kecuali pada sampel susu Domba 1 yang diperah pada 72 jam setelah melahirkan (Gambar 11). Terbentuknya cincin presipitin menunjukkan adanya laktoferin di dalam sampel yang bereaksi dengan antibodi yang digunakan. Antibodi yang digunakan adalah anti-human laktoferin (Sigma-Aldrich). Antibodi ini bereaksi dengan laktoferin pada susu terutama susu manusia.
A
B
C
Gambar 11. Hasil Uji Radial Immunodifusi pada Susu Domba 1. A) Pemerahan 24 Jam Setelah Melahirkan, B) Pemerahan 48 Jam Setelah Melahirkan dan C) Pemerahan 72 Jam Setelah Melahirkan Kandungan Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba Garut Diameter cincin presipitin yang terbentuk bervariasi antar domba dan waktu pemerahan (Tabel 5). Diameter cincin presipitin yang terbentuk ekuivalen dengan konsentrasi laktoferin pada sampel. Hal ini berarti semakin besar diameter cincin presipitin yang terbentuk, maka semakin tinggi kadar laktoferin pada sampel tersebut. Diameter cincin presipitin yang tertinggi adalah 6,55 mm pada susu domba 3 hasil pemerahan 48 jam, sedangkan susu domba 1 hasil pemerahan 72 jam setelah melahirkan tidak terbentuk cincin presipitin. Berdasarkan diameter cincin presipitin, kandungan laktoferin pada susu domba bervariasi antar individu domba dan waktu
24
pemerahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tsuji et al. (1990), bahwa kandungan laktoferin pada kolostrum atau susu beragam antar spesies dan antar individu di dalam spesies. Tabel 5. Hasil Uji Single Radial Immunodifusi Ternak Domba 1 Domba 2 Domba 3
Umur Laktasi 24 jam 48 jam 72 jam 24 jam 48 jam 7 hari 24 jam 48 jam 5 hari 7 hari
Rata-rata Diameter Cincin Presipitin (mm) 6,15 ± 0,02 6,21 ± 0,31 5,00 ± 0,00 6,26 ± 0,15 6,32 ± 0,39 6,30 ± 0,23 6,27 ± 0,46 6,55 ± 0,53 6,37 ± 0,21 6,22 ± 0,10
Keterangan : Diameter sumur 5,00 mm
Konsentrasi laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut dalam penelitian ini belum dapat ditentukan secara kuantitatif. Hal ini disebabkan standar laktoferin yang digunakan tidak menghasilkan cincin presipitin. Konsentrasi laktoferin dengan demikian hanya bisa diduga secara kualitatif berdasarkan besarnya diameter cincin presipitin yang terbentuk. Kadar laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut diduga lebih tinggi dari 11,7 mg/ml. Anti-laktoferin yang digunakan belum mampu bereaksi dengan standar laktoferin dengan konsentrasi 11,7 mg/ml untuk menghasilkan cincin presipitin. Hal ini tidak sejalan dengan Tsuji et al. (1990) yang mendapatkan konsentrasi laktoferin kolostrum sapi tertinggi sebesar 11,77 mg/ml dan konsentrasi terendah tidak terdeteksi dengan metode RID. Konsentrasi standar laktoferin pada penelitian juga lebih tinggi dibandingkan konsentrasi standar lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein/LDL) yang digunakan Bosa et al. (1985), yaitu sebesar 40-240 mg/dl (0,4-2,4 mg/ml). Hal ini bisa disebabkan oleh anti-laktoferin hanya mampu bereaksi dengan laktoferin yang memiliki konsentrasi tinggi di dalam kolostrum dan susu domba garut. Antibodi yang digunakan lebih spesifik dan lebih optimum bereaksi dengan laktoferin susu atau kolostrum manusia. Didukung oleh Kent Laboratories (2006) yang menyatakan bahwa single radial immunodifusi spesifik pada berbagai protein dan tergantung
25
pada reaksi setiap protein dengan antibodi yang spesifik. Anti-laktoferin yang digunakan adalah anti-human laktoferin dari serum kelinci (Sigma-Aldrich Co.). Diameter sumur dan jumlah sampel yang digunakan pada metode SRID juga bisa berpengaruh terhadap zona presipitin yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan diameter sumur 5 mm dan jumlah sampel yang didifusikan di sumur sebesar 20 μl, berbeda dengan penelitian Bosa et al. (1985) dengan menggunakan diameter sumur 1,8 mm dan jumlah sampel yang didifusikan sebesar 4 μl. Volume sampel yang lebih besar diharapkan menghasilkan cincin presipitin yang lebih jelas dan besar, karena kandungan laktoferin yang bereaksi dengan antibodi juga lebih banyak. Bosa et al. (1985) menyatakan, apabila konsentrasi antigen besar pada sampel, maka waktu inkubasi sebelum 5 hari menyebabkan cincin presipitin yang terbentuk belum optimal. Sebaliknya konsentrasi antigen kecil akan menghasilkan cincin presipitin yang kecil dan waktu optimum terbentuknya cincin presipitin lebih cepat. Kekurangan penggunaan sampel dengan volume besar adalah kemungkinan terjadinya penguapan pada whey, sehingga laktoferin di dalam whey tidak berdifusi secara sempurna di dalam gel. Laktoferin akan tertinggal di sekitar sumur, sehingga konsentrasi laktoferin tidak dapat ditentukan secara tepat. Metode SRID pada penelitian menggunakan 1% agarose dan waktu inkubasi selama 5 hari. Penggunaan konsentrasi agarose lebih dari 1% lebih sulit ditangani, karena gel lebih cepat mengeras. Penelitian Bosa et al. (1985) uji RID menggunakan standar lipoprotein densitas rendah (LDL) menunjukkan diameter cincin presipitin yang maksimal dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan
konsentrasi agarose yang
digunakan. LDL konsentrasi rendah disarankan waktu inkubasi lebih cepat (24 jam), sedangkan konsentrasi LDL di atas 200 mg/dl disarankan diinkubasi 5-6 hari untuk mendapatkan diameter cincin presipitin yang linier. Diameter zona presipitin memiliki pola yang hampir sama pada ketiga domba. Diameter cincin presipitin meningkat sampai pemerahan 48 jam dan menurun setelah 48 jam melahirkan (Gambar 12). Hal ini bisa disebabkan oleh susu setelah pemerahan 48 jam telah terjadi perubahan menjadi susu seutuhnya atau susu normal, sedangkan hasil pemerahan sebelum 48 jam masih berupa kolostrum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Playford et al. (2000) yang menyatakan kolostrum merupakan susu yang diproduksi pada 48 jam pertama setelah melahirkan dan
26
keberadaan laktoferin yang signifikan hanya pada kolostrum (Renner ,1989; Tsuji et
Diameter Cincin Presipitin (mm)
al., 1990; Conner, 1993; Schanbacher et al., 1993). 7,00 6,50 6,00
Domba 1 Domba 2
5,50
Domba 3
5,00 4,50 0
50
100
150
200
Waktu Pemerahan Setelah Melahirkan (Jam)
Gambar 12. Pola Diameter Cincin Presipitin Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba Garut pada Waktu Pemerahan Berbeda Menurut Renner et al. (1989), pada susu sapi keberadaan laktoferin yang signifikan hanya pada kolostrum dan menurun sampai enam bulan laktasi dengan peningkatan kembali setelah itu. Kolostrum manusia juga memiliki kandungan laktoferin yang tinggi dan menurun secara cepat pada minggu pertama laktasi. Hal ini juga berlaku pada domba garut. Berdasarkan diameter cincin presipitin yang terbentuk, kandungan laktoferin pada susu domba menurun setelah 48 jam laktasi. Diameter zona presipitin pada domba 1 pemerahan 72 jam setelah melahirkan menurun secara drastis dan tidak terdeteksi adanya zona presipitin. Berbeda dengan kedua domba lainnya, penurunan juga terjadi namun tidak secara drastis. Terjadinya kasus infeksi pada ambing merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan laktoferin pada susu. Menurut Renner et al. (1989) peningkatan konsentrasi laktoferin pada susu yang berasal dari ambing yang diinfeksi oleh bakteri patogen, sedangkan jika infeksi oleh bakteri patogen dalam jumlah sedikit tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan konsentrasi laktoferin.
Tsuji et al.
(1990) menambahkan konsentrasi laktoferin pada susu normal akan meningkat selama infeksi koliform. Hal di atas tidak begitu berpengaruh terhadap konsentrasi laktoferin pada susu domba garut yang diuji, karena jumlah total mikroba pada susu domba garut masih sesuai standar. Jumlah rata-rata total mikroba pada susu yang
27
diuji, hasil pemerahan 24, 48 dan 72 jam setelah pemerahan secara berturut-turut adalah 8,0x102 cfu/ml, 3,1x102 cfu/ml dan 6,0x103 cfu/ml masih sesuai dengan SNI (2000), yaitu batas maksimum total mikroba pada susu segar sebesar 1,0x106 cfu/ml. Identifikasi Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba garut dengan Metode SDS-PAGE Sampel yang digunakan untuk uji radial immunodifusi diuji kembali dengan SDS-PAGE untuk mengetahui keberadaan laktoferin pada masing-masing sampel. Metode SDS-PAGE digunakan untuk menguji keberadaan laktoferin pada sampel yang kemungkinan tidak dapat dideteksi dengan metode immunodifusi. Menurut Smith (1998) protein biasanya dipisahkan dengan menggunakan konsentrasi gel 4-15 %. Konsentrasi gel 15% digunakan untuk memisahkan protein dengan bobot molekul dibawah 50 kDa, sedangkan untuk protein dengan bobot molekul lebih dari 500 kDa mengunakan konsentrasi gel dibawah 7%. Hal ini berarti untuk memisahkan laktferin yang memiliki bobot molekul sekitar 70-90 kDa dapat mengunakan konsentrasi gel antara 7-15%. Kunz dan Lonnerdal (1989) memisahkan protein pada whey susu manusia dengan menggunakan Polyacrylamide gradient gel electrophoresis (PAGGE) dengan konsentrasi gel 3-27% pada 35 mA selama 6 jam atau 10-20% selama 4 jam. Penggunaan konsentrasi gel pada penelitian sebesar 7,5% berbeda dengan penelitian Yoshida dan Xiuyun (1991) yang menggunakan konsentrasi gel 12,5% pada 6,5 mA selama 15 jam, mampu mendapatkan pita laktoferin yang lebih jelas. Penelitian ini sesuai dengan Yosihida et al. (2000) melakukan pemisahan laktoferin-a dan laktoferin-b dari kolostrum sapi dengan menggunakan konsentrasi gel 7,5%. Hasil SDS PAGE dengan menggunakan konsentrasi
7,5% dapat dilihat pada
Gambar 13.
28
Gambar 13. Hasil SDS-PAGE (7,5% Gel) Whey Susu Domba (1-3 : Domba 1 pemerahan 24, 48 dan 72 jam setelah melahirkan; 4 : marker; 5 : standar laktoferin; 6-8 : Domba 2 pemerahan 24 jam, 48 jam dan 7 hari setelah melahirkan; 9-12 : Domba 3 pemerahan 24 jam, 48 jam, 5 hari dan 7 hari setelah melahirkan) Sodium dodesil sulfat (SDS) dan reducing agent yang terdapat di dalam dissociation buffer berfungsi untuk memisahkan protein menjadi subunit-subunit. Reducing agent yang digunakan adalah mercaptoethanol yang dapat mengurangi ikatan disulfida pada protein subunit atau antar subunit. Protein mengikat SDS, sehingga menjadi bermuatan negatif. Hal ini menyebabkan protein terpisah berdasarkan ukuran dengan sendirinya (Smith, 1998). Sampel yang dielektroforesis adalah sampel whey yang telah ditambahkan dengan dissociation buffer, sehingga semakin besar jumlah dissociation buffer yang ditambahkan maka konsentrasi laktoferin pada larutan tersebut akan semakin rendah. Konsentrasi laktoferin yang rendah pada larutan akan menyebabkan pita laktoferin yang terbentuk setelah dielektroforesis tidak terlalu tebal. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian (Gambar 13). SDS-PAGE mempertegas hasil identifikasi laktoferin dengan metode imunodifusi. Hasil SDS-PAGE menunjukkan terdapat pita yang diduga merupakan laktoferin pada semua domba dan waktu pemerahan. Hal ini berbeda dengan hasil uji immunodifusi, pada sampel Domba 1 hasil pemerahan 72 jam setelah melahirkan tidak terdapat zona presipitin. Hal ini bisa disebabkan oleh kandungan laktoferin pada sampel 72 jam setelah melahirkan terdapat dalam jumlah sangat kecil sehingga tidak dapat dideteksi dengan metode immunodifusi.
29
Tidak ada perbedaan bobot molekul laktoferin dari kolostrum dan susu susu domba garut antar individu dan antar waktu pemerahan. Perkiraan bobot molekul laktoferin kolostrum dan susu domba garut hasil SDS-PAGE dengan menggunakan konsentrasi gel 7,5% adalah 73.144 Dalton (Da). Ini berbeda dengan hasil penelitian Hurley et al. (1993), perkiraan bobot molekul laktoferin dari sekresi kelenjar ambing sapi mendekati 83 dan 87 kDa. Yoshida et al. (2000) menambahkan bobot molekul laktoferin a diperkirakan pada 84.000 Da dan 80.000 Da untuk laktoferin b. Nibbering et al.(2001) menggunakan laktoferin dari susu manusia dengan bobot molekul 77.000 Da hasil pemurnian dengan menggunakan kromatografi penukar kation.
30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Identifikasi laktoferin dapat dilakukan dengan metode immunodifusi
(SRID)
maupun
SDS-PAGE.
Metode
SRID
single radial tidak
mampu
mengidentifikasi laktoferin dengan konsentrasi rendah di dalam kolostrum dan susu domba garut. Bobot molekul laktoferin kolostrum dan susu domba garut berdasarkan hasil SDS-PAGE adalah 73.144 Da. Kandungan laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut berdasarkan diameter zona presipitin meningkat sampai 48 jam setelah melahirkan dan turun kembali 48 jam setelah melahirkan. Saran Perlu penelitian lebih lanjut tentang kandungan laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut selama masa laktasi dengan metode lain seperti menggunakan kromatografi penukar kation untuk mendapatkan laktoferin murni dan perlu diketahui aktivitas antimikroba laktoferin tersebut. Selain itu perlu diketahui pengaruh diameter sumur yang berbeda terhadap zona presipitin yang dihasilkan pada metode SRID.
31
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan Syukur Alhamdulliah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan nikmat yang tak terhingga, karunia, rahmat, dan pertolongan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini Penulis persembahkan kepada Ibu, untuk setiap tetes keringat dan pengorbanan hingga kami semua bisa mengenyam pendidikan tinggi. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Benni Djohan, ST., Dewi Rahayu, SE.Ak. dan Fitria Santi, kakak dan abang yang banyak membantu baik materi, doa, motivasi, kasih sayang, serta semangat yang tiada henti diberikan, Henni, SE., Masnurizen, ST., serta seluruh keluarga besar R. Asia (Alm.), R.Urai, dan Salhan Karim (Alm.) yang turut mendukung dan banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan khusus kepada Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA dan Irmanida Batubara, S.Si., M.Si yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc dan Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. yang telah menguji, dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr.Sc. atas bimbingan akademik kepada penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Peternakan. Peternakan Ternak Domba Sehat (TDS) atas kerjasamanya dalam pengambilan sampel susu, teknisi lab. biokimia atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian. Tak lupa kepada teman-teman di IMAKUSI-Bogor, Yefri yang banyak membantu selama penelitian, Karyadinata, S.Pt., Ferry C.K, S.Pt., Sriduresta, S.Pt., M.Sc., THT 39 khususnya Slamet Mulyanto, Ari Retnowati, S.Pt. dan tim emulsi, tim antimikroba susu fermentasi, tim protein, tim buih, THT 40 (tim yogurt sinbiotik), dan teman-teman di IKPMR Bogor. Terakhir Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, September 2006 Penulis
32
DAFTAR PUSTAKA AOAC International. 2000. Official Methods of Analysis, 17th ed. AOAC International, Gaithersburg. Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992 : Cara Uji Makanan dan Minuman. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1998a. SNI 01-2782-1998/Rev. 1992 : Metoda Pengujian Susu Segar. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1998b. SNI 01-3141-1998 : Susu Segar. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 2000. SNI 01-6366-1998 : Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Bonczar, G dan A. Reguła. 2003. The influence of different amount of starter culture on the properties of yogurts obtained from ewe’s milk. Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Food Science and Technology, Volume 6, Issue 2. http://www.ejpau.media.pl/series/volume6/issue2/food/art-04.html. [6 Juli 2006]. Bos, C., C. Gaudichon dan D. Tome. 2000. Nutritional and physiological criteria in the assessment of milk protein quality for humans. The American Journal of Clinical Nutrition. 19 (2):191S-205S. Brandano, P., S. P. G. Rassu dan A. Lanzu. 2004. Feeding dairy lambs. Dalam : G. Pulina dan R. Bencini (Editors). Dairy Sheep Nutrition. CABI Publishing, Wallingford. Connely, O. M. 2001. Review : Antiinflammatory activities of lactoferrin. Journal of the American College of Nutrition. 20 (2):389S-395S. Conner, D. E. 1993. Naturally occuring compounds. Dalam : P. M. Davidson, A. L. Branen (Editors). Antimicrobial in Food. 2nd Edition. Marcel Dekker, inc., New York. Department of Chemistry University of Maine. 2005. Conformational Changes in Proteins–III.http://chemistry.umeche.maine.edu/HY431/conformation3.html. [27 Juni 2006]. Dixon, D. E. 1998. Immunoassays. Dalam : S. S. Nielsen (Editor). Food Analysis Second Edition. Aspen Publishers, inc., New York. Edelsten, D. 1988. Composition of milk. Dalam: H. R. Cross (Editor). Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publisher B. V., New York.
33
Fahey, J. L. dan E. M. McKelvey. 1965. Quantitative determination of serum immunoglobulins in antibody-agar plates. Journal of Immunology. 94:84. Ferrer, P. A. R., A. Baroni, M. E. Sambucetti, N. E. Lo´pez, dan J. M. C. Cernadas, MD. 2000. Lactoferrin levels in term and preterm milk. Journal of the American College of Nutrition. 19 (3): 370–373. Jeremy, M. B., J. L. Tymoczko dan L. Stryer. 2002. Biochemistry Fifth Edition. http://hcs.whfreeman/biochem5/.[14 Juli 2006] Johnson, A. H. 1972. The Composition of milk. Dalam : B. H. Webb, A. H. Johnson dan J. A. Alford (Editors). Fundamentals of Dairy Chemistry Second Edition. The Avi Publishing Company, inc., Connecticut. Kanyshkova, T. G., S. E. Rabina, D. V. Semenov, N. Isaeva, A. V. Vlassov, K. N. Neustroev, A. A. Kulminskaya, V. N. Buneva dan G. A. Wevinsky. 2003. Multiple enzymatic activities of human milk lactoferrin. European Journal of Biochemistry. 270: 3353-3361. Kent
Laboratories. 2006. Radial Immunodiffusion http:// www.kentlabs.com/rid_insert.html. [14 Juli 2006].
Plate
Insert.
Kume, S dan S. Tanabe. 1993. Comparison of lactoferrin content in colostrum between different cattle breeds. . Journal of Dairy Science. 73:125-128. Kunz, C dan B. Lonnerdal. 1989. Human milk proteins : separation of whey proteins and their analysis by polyacrylamide gel electrophoresis, fast protein liquid chromatography (FPLC) gel filtration, and anion-exchange chromatography. The American Journal of Clinical Nutrition. 49 : 464-470. Laemmli, U. K. 1970. Cleavage of structural proteins during the assembly of the head bacteriophage T4. Nature (Lond.) 227:680-685. Landry. 2000. Immunoglobulin Structure. http//:www.tulane.edu/~biochem/med/. [8 Juli 2006]. Lona, V.D dan C. R. Romero. 2001. Short Communication: Low levels of colostral immunoglobulins in some dairy cows with placental retention. Journal of Dairy Science. 84:389–391. Mancini, G., A. O. Carbonara dan J. F. Heremans. 1965. Immunochemical quantitations of antigen by sibgle radial immunodiffusion. Immunochemistry. 2:235. Merkens, J dan R. Soemirat. 1926. Sumbangan pengetahuan tentang ternak domba di Indonesia. Dalam : Domba dan Kambing. Terjemahan : R. P. Utojo. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
34
Mitoma, M., T. Oho, Y. Shimazaki, dan T. Koga. 2001. Inhibitory effect of bovine milk lactoferrin on the interaction between a streptococcal surface protein antigen and human salivary agglutinin. Journal of Biology Chemistry. 276 (21):18.060-18.065. Morgante, M. 2004. Digestive disturbances and metabolic-nutritional disorders. Dalam : G. Pulina dan R. Bencini (Editors). Dairy Sheep Nutrition. CABI Publishing, Wallingford. Mulliadi, D. 1989. Sifat fenotipik domba priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mulyono, S. 1999. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Naidu, A. S. 2003. Antimicrobials from animals. Dalam : S. Roller (Editor). Natural Antimicrobials for the Minimal Processing of Food. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Nakai, S dan H. W. Modler. 2000. Food Proteins. Wiley-VCH, New York. Nibbering,P. H., E. Ravensbergen, M. M. Welling, L. A. van Berkel, P. H. C. van Berkel, E. K. J. Pauwels, dan J. H. Nuijens. 2001. Human lactoferrin and peptides derived from its n terminus are highly effective against infections with antibiotic-resistant bacteria. Infection and Immunity. 69 (3): 1469-1476. Ontsouka, C. E., R. M. Bruckmaler dan J. W. Blum. 2003. Fractionized milk composition during removal of colostrums and mature milk. Journal of Dairy Science. 86:2005-2011. Pangestu, N. 1999. Domba (Bovidae). [21 April 2006].
http://www.kpel.or.id/TTPG/komoditi/.
Playford , R. J., C. E. Macdonald dan W. S. Johnson. 2000. Colostrum and milkderived peptide growth factors for the treatment of gastrointestinal disorder. The American Journal of Clinical Nutrition. 72:5-14. Pritchett, L. C., C. C. Gay, T. E. Besser dan D. D. Hancock. 1991. Management and production factors influencing immunoglobulin G1 concentration in colostrum from holstein cows. Journal of Dairy Science. 74:2336-2341. Pulina, G. dan A. Nudda. 2004. Milk production. Dalam : G. Pulina dan R. Bencini (Editors). Dairy Sheep Nutrition. CABI Publishing, Wallingford. Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahaju, Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992. Bahan Pengajaran : Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
35
Renner, E., G. Schaafsma dan K. J. Scott. 1989. Micronutrients in milk. Dalam : E. Renner (Editor). Micronutrients in Milk and Milk-Based Food Products. Elsevier Science Publishers Ltd., New York. Robblee, E. D., P. S. Erickson, N. L. Whitehouse, A. M. McLaughlin, C. G. Schwab, J. J. Rejman, dan R. E. Rompala. 2003. Supplemental laktoferrin improves health and growth of holstein calves during the preweaning phase1,2 . Journal of Dairy Science. 86:1458–1464. Sanchez, L., L. Lujan, R. Oria, H. Catillo, D. Perez, J. M. Ena dan M. Calvo. 1992. Synthesis of lactoferrin and transport of transferrin in the lactating mammary gland of sheep. Journal Dairy of Science. 75:1257-1262. Schanbacher, F. L., R. E. Goodman dan R. S Talhouk. 1993. Bovine mammary lactoferrin : implications from messenger ribonucleic acid (mRNA) sequence and regulation contrary to other milk proteins. Journal of Dairy Science. 76:3812-3831. Schmidt, G. H. 1971. Biology of lactation. W. H. Freeman and Company, San Francisco. Singh, H dan R. J. Bennet. 2002. Milk and milk processing. Dalam : R. K. Robinson (Editor). Dairy Microbiology Handbook Third Edition. John Wiley and Sons inc., New York. Smith, D. M. 1998. Protein separation and characterization procedures. Dalam : S. S. Nielsen (Editor). Food Analysis Second Edition. Aspen Publishers, inc., New York. Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. Translated: A. Mixa. Marcel Dekker, inc., New York. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik : Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Takakura, N., H. Wakabayashi, H. Ishibashi, S. Teraguchi, Y. Tamura, H. Yamaguchi, dan S. Abe .2003. Oral laktoferrin treatment of experimental oral candidiasis in mice. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 47(8):2619–2623. Tsuji, S., Y. Hirata dan F Mukai. 1990. Comparison of lactoferrin content in colostrum between differenct cattle breeds. Journal of Dairy Science. 73:125-128. Wang, H dan W. L. Hurley. 1998. Identification of lactoferrin complexes in bovine mammary secretions during mammary gland involution. Journal od Dairy Science. 81:1896-1903.
36
Walstra, P dan R. Jenness. 1984. Dairy Chemistry and Phisics. John Wiley and Sons, inc., Canada. Yoshida, S dan Y. Xiuyun. 1991. Isolation of lactoperoxidase and lactoferrin from bovine milk acid whey by carboxymethyl cation exchange chromatografi. Journal of Dairy Science. 74:1439-1444. Yoshida, S., Z. Wei, Y. Shinmura dan N. Fukunaga. 2000. Separation of lactoferrin-a and -b from bovine colostrum. Journal of Dairy Science. 83:2211–2215.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Bahan-bahan Analisis Laktoferin dengan SDS PAGE 1. Akrilamida/Bis 30% Akrilamida sebanyak 30 g dan N,N,-Bis-metilena-akrilamida sebanyak 0,8 g dilarutkan dalam 100 ml akuades, saring dan simpan pada suhu 4⁰C. 2. Tris-HCl 0,5 M pH 8,8. Tris Base sebanyak 6,06 g dilarutkan dalam 40 ml akuades. Diatur pH hingga 8,8 dengan HCl 1 N. Tepatkan hingga 100 ml dengan akuades dan simpan pada suhu 4⁰C. 3. Tris-Glisina pH 8,3. Tris Base sebanyak 12 g dan 57,6 g glisina dilarutkan dalam 1.900 ml akuades. Diatur pH hingga 8,3 dengan HCl 1 N. Tepatkan hingga 2.000 ml dengan akuades dan simpan pada suhu 4⁰C. 4. Sodium dodesil sulfat (SDS) 10 %. SDS sebanyak 10 g dilarutkan ke dalam 75 ml akuades, diaduk perlahan hingga homogen. Tepatkan hingga 100 ml dengan akuades. 5. Ammonium persulfat. Ammonium persulfat sebanyak 0,5 g dilarutkan ke dalam 4,5 ml akuades. Selalu dibuat baru setiap pengujian. 6. Larutan fiksasi. 12% Asam Trikloroasetat (Trichloroacetic acid /TCA) 7. Larutan Pewarna (Staining). Coomassie Blue R-250 sebanyak o,125 g ditambahkan ke dalam 1000 ml larutan metanol:akuades:asam asetat (5:4:1). 8. Larutan Destaining metanol. Metanol:akuades:asam asetat (5:4:1) 9. Komposisi Resevoir Buffer pH 8,3 Nama Bahan
Jumlah
Akuades
8.900 ml
Tris-Glisina stock
1000 ml
Sodium dodesil sulfat (SDS) 10 %
100 ml
39
10. Komposisi Bufer Dissosiasi Nama Bahan
Jumlah
Akuades
10,0 ml
Tris-HCl 0,5 M pH 8,8
5,0 ml
Gliserin
5,0 ml
Sodium dodesil sulfat (SDS) 10 %
10,0 ml
Merkapto etanol
0,5 ml
Biru Bromofenol 5 % (b/v)
0,5 ml
11. Komposisi Running Gel Nama Bahan
Gel 7,5%
Gel 10%
Akuades
24,4 ml
20,4 ml
Tris-HCl 3,0 M pH 8,9
5,0 ml
5,0 ml
Sodium dodesil sulfat (SDS) 10%
0,4 ml
0,4 ml
Akrilamida/Bis 30%
10 ml
14 ml
Ammonium persulfat 10%
0,4 ml
0,4 ml
0,02 ml
0,02 ml
N’N’N’N
Tetramethylethylene
diamine
(TEMED)
12. Stacking Gel 3% Nama Bahan
Jumlah
Akuades
7,54 ml
Tris-HCl 0,5 M pH 7,0
1,25 ml
Sodium dodesil sulfat (SDS) 10%
0,1 ml
Akrilamida/Bis 30%
1,0 ml
Ammonium persulfat 10%
0,1 ml
N’N’N’N
Tetramethylethylene
diamine
0,005 ml
(TEMED)
40
Lampiran 2. Nilai pH Pemisahan Whey Kode Sampel
pH Awal
pH
pH Netralisasi
Pengasaman 169-H2
6,18
4,65
6,88
169-H3
6,65
4,08
6,71
169-H4
6,63
4,69
6,82
169-H5
6,68
4,67
6,89
249-H2
6,13
4,54
6,88
249-H3
6,35
4,68
6,88
249-H7
6,32
4,45
6,92
458-H2
6,37
4,65
6,82
458-H3
6,53
4,62
6,76
458-H5
6,72
4,43
6,75
458-H7
6,16
4,56
6,98
Lampiran 3. Kurva Normalitas Bobot Molekul Protein Standar
0,7
Mobilitas Relatif
0,6 0,5 0,4
Series1
y = -0,3836x + 2,223 R2 = 0,8958
0,3
Linear (Series1)
0,2 0,1 0 4
4,2
4,4
4,6
4,8
5
log bobot molekul
41
Lampiran 4. Berat Molekul Protein Standar Jenis Protein Bobot Molekul
Relative Mobility (Rf)
Lactoferrin, bovine milk
90.000
0,2587
Bovine Albumin
66.000
0,4285
Egg Albumin
45.000
0,4714
Glyceraldehydes-3-phosphate, rabbit muscle
36.000
0,4857
Carbonic anhydrase, erytrocytes
29.000
0,5000
Trypsinogen, Bovine pancreas
24.000
0,5357
Trypsin inhibitor, soybean
20.100
0,5642
α-Lactalbumin, bovine milk
14.200
0,6214
Bovine
Lampiran 5. Gambar Unit Elektroforesis dan Power Supply
Unit Elektroforesis
Power Supply
42
Lampiran 6. Sampel yang Ditambahkan Dissociation Buffer
Lampiran 7. Proses Staining dan Destaining Gel SDS-PAGE.
Proses Staining
Proses Destaining
43
Lampiran 8. Hasil Single Radial Immunodifusi pada Kolostrum dan Susu Domba Garut.
44