Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
IDENTIFIKASI DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU PAKAN LOKAL UNTUK PENGEMBANGAN PETERNAKAN UNGGAS DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PASCA TSUNAMI MUHAMMAD DAUD Fakultas Pertanian Universitas Abulyatama Jl. Blang Bintang Lama Km. 8,5 Banda Aceh Telp : 0651-23699, 34488 / 081514395627. E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Pada usaha peternakan unggas, ransum merupakan komponen biaya terbesar dibandingkan dengan biaya lainnya. Biaya ransum yang semakin tinggi ini diakibatkan oleh semakin mahalnya bahan penyusun ransum. Mahalnya bahan pakan penyusun ransum dikarenakan sebagian masih diimpor seperti jagung, bungkil kedelai dan tepung ikan. Selain itu beberapa bahan pakan masih bersaing dengan kebutuhan makanan manusia. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam menanggulangi kenaikan harga ransum ternak unggas tersebut adalah dengan mencari pakan alternatif, diantaranya dengan menggunakan bahan baku lokal, mengubah pola pemberian pakan dan meningkatkan efisiensi usaha misalnya dengan menekan biaya transportasi, mengurangi kehilangan pakan dan sebagainya, bahan penyusun ransum ternak, umumnya berasal dari tanaman atau tumbuh-tumbuhan dalam arti luas, baik yang hidup didaratan maupun dilautan. Identifikasi dan pemanfaatan bahan baku pakan lokal untuk perkembangan peternakan unggas di Nanggroe Aceh Darussalam perlu dilakukan dengan harapan berpotensi untuk pengembangannya lebih lanjut, misalnya jagung, padi, kacangkacangan dan sumber bahan baku yang berasal dari sumber hewani, dengan tujuan memberi alternatif pola pertanaman yangmenguntungkan bagi petani dan peternak serta pertimbangan-pertimbangan petani di dalam memilih tanaman yang akan diusahakan yang sebagian kecil dapat dijadikan sebagai sumber bahan pakan ternak unggas dan sebagai acuan berdasarkan sumber bahan baku pakan yang tersedia untuk membangun suatu industri pakan ternak di Naggroe Aceh Darussalam dalam rangka Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Bencana Tsunami dengan berpijak pada beberapa program dan kegiatan untuk menumbuhkan perekonomian masyarakat. Kata kunci: Pakan lokal, unggas
PENDAHULUAN Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian khususnya dan pembangunan Nasional pada umumnya. Salah satu sasaran pembangunan peternakan adalah meningkatnya produktivitas ternak dalam usaha menuju swasembada pangan hasil ternak yang lebih mandiri. Peningkatan produktivitas ternak yang paling utama adalah peningkatan pupulasi dan produksi dari suatu usaha peternakan. Usaha ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani asal ternak kepada masyarakat. Dalam sistem pemeliharaan ternak unggas baik secara intensif maupun ekstensif, tujuan utamanya adalah menghasilkan produk ternak (daging dan telur) dan pertumbuhan yang cepat. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat peningkatan populasi dan produksi lebih baik.
Sebagaimana pada usaha peternakan umumnya, pakan merupakan faktor penting bagi keberhasilan suatu usaha peternakan unggas disamping faktor-faktor lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena ransum mutlak diberikan bagi kelangsungan hidup ternak. Pada usaha peternakan unggas, ransum merupakan komponen biaya terbesar dibandingkan dengan biaya lainnya. Biaya ransum yang semakin tinggi ini diakibatkan oleh semakin mahalnya bahan-bahan penyusun ransum, sementara harga jual daging dan telur relatif masih rendah. Mahalnya bahan pakan penyusun ransum dikarenakan sebagian masih diimpor seperti jagung, bungkil kedelai dan tepung ikan. Selain itu beberapa bahan pakan masih bersaing dengan kebutuhan makanan manusia. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam menanggulangi kenaikan harga ransum ternak unggas tersebut adalah dengan mencari pakan alternatif.
163
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Untuk menekan biaya produksi dalam usaha peternakan unggas maka diperlukan beberapa upaya di antaranya : 1) menggunakan bahan baku pakan yang diproduksi sendiri (bahan baku lokal). 2) mengubah pola pemberian pakan dengan menyediakan ransum unggas dengan kandungan gizi sedemikian rupa untuk mengoptimalkan biaya memproduksi daging dan telur bukan untuk memaksimalkan produksi ternak. 3) meningkatkan efisiensi usaha misalnya dengan menekan biaya transportasi, mengurangi kehilangan pakan dan sebagainya. Salah satu usaha yang paling penting adalah dengan mengusahakan bahan baku pakan yang tersedia dilokasi peternakan, sehingga menekan biaya transport dan mengurangi sekecil mungkin penggunaan bahan baku impor. Berdasarkan hal tersebut maka perlu di identifikasi lebih lanjut berbagai jenis sumber bahan baku pakan ternak unggas yang tersedia di sekitar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan harapan berpotensi untuk pengembangannya lebih lanjut, dengan tujuan : 1. Untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan yang sekaligus dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku pakan ternak unggas (misalnya jagung, padi, kacangkacangan dan lain-lain). 2. Mengetahui kapasitas daya tampung lahan pertanian yang dapat dijadikan sebagai tempat budidaya tanaman pangan yang sebagian kecil dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku pakan ternak unggas. 3. Memberi alternatif pola pertanaman yang menguntungkan bagi petani dan peternak di Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan kondisi yang ada sekarang serta pertimbangan-pertimbangan petani didalam memilih tanaman yang akan diusahakan. 4. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi pengambil keputusan atau kebijakan, khususnya untuk mengembangkan sumber bahan baku pakan ternak dan ternak unggas di Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan daya tampung lahan yang tersedia. 5. Mengetahui ketersediaan sumber bahan baku pakan ternak unggas yang berasal dari sumber hewani. 6. Dapat dijadikan suatu acuan berdasarkan sumber bahan baku pakan yang tersedia untuk membangun suatu industri pakan ternak di Nanggroe Aceh Darussalam.
164
POTENSI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN SUMBER BAHAN BAKU PAKAN TERNAK UNGGAS DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Penggunaan lahan pertanian dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah diusahakan adalah 884.570 Ha atau 15.41% dari luas Daerah Nanggroe Aceh Darussalam. Areal tersebut terdiri dari persawahan 264.529 Ha (4.61%), tegalan/ ladang 74.222 Ha (1.29%), perkebunan 211.050 Ha (3.68%), kebun campuran 144.549 Ha (2.52%), dan danau/rawa/kolam 190.220 Ha (4.32%). Tabel 1. Luas penggunaan lahan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No 1. 2.
3. 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10.
Jenis penggunaan lahan Perkampungan Sawah - 2 x 1 tahun - 1 x 1 tahun Tegalan / ladang Perkebunan Kebun campuran Hutan - Lebat - Belukar - Sejenis Semak / Alang-alang Tanah tandus / Rusak Danau / kolam / rawa Lain-lain Jumlah
Luas (Ha)
Persen
180.065
3.14
64.531 199.998 74.222 211.050 144.549
1.12 3.49 1.29 3.68 2.52
3.978.255 352.215 142.020 40.742 158.280 190.220 410 5.736.557
69.34 6.14 2.48 0.71 2.76 3.32 0.01 100.00
Sumber:BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (2000)
Bila dilihat dari segi topografinya, keadaan tanah di Nanggroe Aceh Darussalam dapat dibagi atas : 1. Dataran Rendah Dataran rendah ini terdapat di Kabupaten Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Juempa, Aceh Besar dan sebagian kecil di Kabupaten Pidie. 2. Dataran Rendah Bergelombang Dataran rendah bergelombang terletak di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Tamiang dan sebagian kecil di Kabupaten Aceh
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Juempa dan Sabang. 3. Dataran Tinggi Dataran tinggi terletak di Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Selatan, Aceh Singkil dan sebagian kecil di Kabupaten Aceh Barat, Pidie dan Aceh Timur. Berdasarkan peta tanah yang berskala 1:500.000 dari Lembaga Penelitian TanahBogor, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai jenis satuan tanah sebagai berikut:
1. 2.
3.
Jenis tanah Alluvial, Latosol, Podsolik Merah Kuning terdapat pada bagian utara dan bagian pantai timur. Jenis tanah komplek Renzina, Litosol, Podsolik Merah Kuning, Rogosol terdapat pada sebagian besar pantai barat dan pantai selatan Jenis tanah komplek Podsolik Merah Kuning, Litosol, Latosol, komplek Padsolik Coklat, terdapat pada bagian daerah pegunungan yang menunjang dari utara ke selatan.
Tabel 2. Jenis tanah pada masing-masing Kabupaten/Kotamadya dan potensi pengembangan komoditi tanaman pangan sekaligus sebagai sumber bahan baku pakan ternak unggas yang sesuai dengan keadaan tanah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No 1
Kabupaten/Kotamadya Aceh Besar
Jenis tanah Padsolik merah kuning, Litosol, Regosol, Alluuvial, Hidromorf, Renzine.
Komoditi yang sesuai Padi, Kedelai, Jagung, Kacang hijau dan Kacang tanah.
2
Kodya Sabang
Latosol, Alluvial.
Jagung, Ubi kayu.
3
Pidie
Padsolik merah kuning, Latosol, Regosol, Alluvial, Hidromorf, Renzine, Andosol.
Padi, Kedelai, Kacang tanah.
4
Aceh Utara
Organosol, Padsolik merah kuning, Litosol, Hidromorf.
Padi, Kedelai, Jagung, Kacang tanah, Ubi kayu.
5
Aceh Tengah
Padsolik merah kuning, Litosol, Regosol, Andosol.
Kedelai, Jagung.
6
Aceh Timur
Padsolik merah kuning, Organosol, Regosol, Alluvial, Hidromorf, Rinzine.
Kedelai, Kacang tanah.
7
Aceh Barat
Padsolik merah kuning, Litosol, Regosol, Alluvial, Organisol, Rinzine.
Kedelai, Kacang tanah, Ubi kayu.
8
Aceh Selatan
Padsolik merah kuning, Latosol, Regosol, Alluvial, Litosol, rinzine, Organosol.
Kedelai, Kacang tanah, Ubi kayu dan Padi.
9
Aceh Tenggara
Padsolik merah kuning, Latosol, Regosol, Andosol
Kedelai, Kacang tanah, Jagung.
Sumber : LEMBAGA PENELITIAN TANAH dan AGROKLIMAT, BOGOR (1994)
Dari Tabel tersebut dapat terlihat bahwa areal pertanian yang sudah diusahakan terutama untuk tanaman pangan, menunjukkan potensi yang cukup baik untuk dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya yang sebagian dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku pakan ternak unggas. Faktor ketersediaan pakan memegang peranan penting dalam
pengembangan suatu usaha peternakan. Pakan ternak seperti dedak padi dan jagung merupakan bahan pakan ternak yang banyak dipakai terutama untuk ternak unggas. Ketersediaan dedak padi yang merupakan hasil ikutan dari pemrosesan beras, sehingga produksinya tergantung dari luas sawah. Sedangkan ketersediaan jagung untuk makanan
165
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
ternak unggas, sebagian masih dibutuhkan untuk konsumsi manusia. Berdasarkan letak dan penggunaan lahan yang terdapat di Nanggroe Aceh Darussalam maka diperkirakan layak dan berpotensi untuk mengembangkan beberapa jenis tanaman pangan untuk dijadikan sebagai sumber bahan baku pakan ternak unggas. Potensi-potensi yang dimaksud sedapat mungkin digarap dan dimanfaatkan secara optimal, terutama disektor pertanian dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam. Potensi tersebut perlu dimanfaatkan secara baik dan lestari dalam rangka pelaksanaan pembangunan di Nanggroe Aceh Darussalam. Juga diharapkan adanya pendayagunaan secara optimal dengan tetap memperhatikan daya dukung lahan, iklim, ketrampilan penduduk setempat serta kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Berbagai pola tanam tanaman pangan telah dilaksanakan oleh petani dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya. Perioritas utama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dan kebutuhan lain yang mendesak. Pada kondisi seperti itu, umumnya petani sangat jarang memilih tanaman yang mendatangkan keuntungan yang lebih besar, mereka akan tetap terikat kepada pengusahaan usaha tani tanaman pangan yang dikuasainya. Kewenangan pemerintah dalam pembangunan daerah hanyalah sebagai fasilator pembangunan, dimana peran pemerintah hanya sebagai pengarah, pembuat kebijakan serta memberikan pelayanan bermutu kepada masyarakat. Seiring dengan berjalannya Otonomi Daerah dan Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah RI dan GAM yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia maka perlu dilakukan suatu perubahan dari paradigma lama ke paradigma baru dimana pembangunan itu harus digalakkan, dipimpin dan didominasi oleh swasta dan masyarakat sedangkan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator, regulator, dinamisator dan akselerator pembangunan. Pembangunan peternakan adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumberdaya lokal. Untuk mencapai paradigma pembangunan peternakan ini dilakukan beberapa misi diantaranya: 1) menyediakan pangan asal ternak, 2)
166
memberdayakan sumber manusia pertanian dan peternakan, 3) meningkatkan pendapatan petani, 4) menciptakan lapangan kerja pertanian dan peternakan, serta 5) melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam, yang secara keseluruhannya selaras dengan program pembangunan pertanian yaitu membangun ketahanan pangan dan mengembangkan sektor agribisnis pertanian. Kebijaksanaan pembangunan peternakan diarahkan pada wawasan pembangunan yang lebih luas dimana peternakaan harus dipandang sebagai industri biologis yang dikendalikan oleh manusia. Komponen-komponen yang terkait dalam pengembangan peternakan adalah peternak sebagai subjek, ternak sebagai objek dan lahan serta lingkungan sebagai basis ekologis dan lingkungan serta teknologi sebagai alat. Peternak sebagai subjek harus dijamin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan, ternak sebagai objek ditingkatkan produktivitasnya, lahan sebagai basis ekologi pendukung pakan dan lingkungan budidaya serta teknologi sebagai rekayasa untuk mencapai tujuan. Meskipun lingkungan budidaya ternak semakin terbatas karena terjadinya alih fungsi lahan. Pernyebaran ternak ada kecendrungan mengikuti penyebaran penduduk, dan masih menganut pemikiran ternak adalah non basis land. Walaupun demikian kawasan peternakan masih dapat dikaitkan dengan pembangunan kawasan perkebunan, kehutanan, kawasan rawa, kawasasan tanaman pangan, dimana biomas dari kawasan-kawasan ini sangat mendukung peternakan dan diharapkan lokasi peternakan tersebut tidak terlalu dianggap kompetisi dan diharapkan bisa bersinergi dengan yang lain. PEMANFAATAN SUMBER BAHAN BAKU LOKAL SEBAGAI PAKAN TERNAK UNGGAS Untuk menekan biaya produksi dalam usaha peternakan maka diperlukan beberapa upaya di antaranya: 1) menggunakan bahan baku pakan yang diproduksi sendiri (bahan baku lokal). 2) mengubah pola pemberian pakan dengan menyediakan ransum unggas dengan kandungan gizi sedemikian rupa untuk mengoptimalkan biaya memproduksi daging
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
dan telur bukan untuk memaksimalkan produksi ternak. 3) meningkatkan efisiensi usaha misalnya dengan menekan biaya transportasi, mengurangi kehilangan pakan dan sebagainya. Salah satu usaha yang paling penting adalah dengan mengusahakan bahan baku pakan yang tersedia dilokasi peternakan, sehingga menekan biaya transportasi dan mengurangi sekecil mungkin penggunaan bahan baku impor. Berdasarkan kandungan serat kasarnya bahan makanan ternak dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan. Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia (misalnya jagung, padi dan gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau, kacang tanah dan kacang kedelai), umbiumbian (misalnya ubi kayu dan ubi jalar), buah-buahan (misalnya kelapa kopra dan kelapa sawit). Konsentrat dapat juga berasal dari hewan seperti tepung daging, tepung tulang dan tepung ikan. Disamping itu konsentrat dapat juga berasal dari industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau hasil ikutan dari pangan seperi dedak padi dan pollard, hasil proses ekstraksi seperti bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung darah dan tepung bulu dan limbah dari proses fermentasi seperti ampas bir. Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat dibagi atas sumber energi (jagung, dedak dan ubi kayu), sumber protein (bungkil kedelai dan bungkil kelapa), dan sumber protein yang berasal dari hewani (tepung darah, tepung bulu dan tepung ikan). Selain sumber protein dan energi,
beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai sumber mineral (tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber vitamin (ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti antibiotika, probiotik, prebiotik, preparat hormon, preparat enzim, buffer, yang dapat digunakan untuk meningkatkan dayaguna ransum. Bahan-bahan tersebut digolongkan dalam pakan imbuhan (aditif). Umumnya bahan makanan ternak yang berasal dari limbah pertanian / industri tidak dapat digunakan sebagai bahan satu-satunya dalam ransum baik untuk ternak ruminansia maupun ternak non-ruminansia (unggas), oleh karena kandungan zat-zat makanannya tidak dapat memenuhi standard kebutuhan ternak. Disamping itu bahan-bahan makanan tersebut sering mempunyai kendala-kendala baik berupa racun maupun anti nutrisi sehingga penggunaannya pada ternak perlu dibatasi. Bahan penyusun ransum ternak, umumnya berasal dari tanaman atau tumbuh-tumbuhan dalam arti luas, baik yang hidup didaratan maupun dilautan. Besarnya bahan makanan atau nabati dalam ransum unggas ini berkaitan dengan kandungan nutrisinya untuk hidup, produksi ternak unggas membutuhkan kandungan nutrisi yang lengkap, terutama asam-asam amino. Ransum yang diberikan kepada ternak unggas harus tetap tidak berubah-ubah, demikian pula jenis ransum yang diberikan. Misalnya kebutuhan protein untuk ayam umur 0-4 mg dalam ransum berkisar antara 21-23% dan kandungan energi metabolisme 2900-3000 kkal/kg. Untuk ayam umur 4-8 minggu kadar protein yang dibutuhkan berkisar antara 18-21% dan energi metabolisme 3000-3200 kkal/kg.
Tabel 3. Jenis bahan makanan penyusun ransum ternak unggas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bahan makanan sumber energi
Bahan makanan sumber protein
Lemak dan minyak
Jagung Gandum/pollard Barlei Beras Hasil ikutan gandum Hasil ikutan padi Hasil ikutan pabrik Roti Molasses Sagu
Bungkil kedelai Kacang kedelai utuh Bungkil biji kapas Bungkil kacang tanah Tepung daging Tepung ikan Tepung hasil ikutan unggas Tepung darah Tepung bulu
Lemak sapi Lemak unggas Minyak ikan Minyak tumbuhan Minyak kelapa Minyak kelapa sawit Minyak sisa restoran
Sumber : AMALIA (2000)
167
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
KEBUTUHAN MAKANAN Biaya ransum merupakan biaya yang terbesar dalam usaha peternakan. Untuk menghasilkan keuntungan optimal ada dua faktor penentu yang harus secara tepat diketahui yaitu: 1) pengetahuan mengenai kandungan zat makanan yang tersedia, dan 2) besarnya kebutuhan ternak akan zat makanan. Dua syarat ini akan menjamin pemberian makanan yang tepat dan efisien. Dalam memberikan ransum pada ternak haruslah seimbang antara kandungan zat makanan yang satu harus proposional dengan zat makanan yang lain sebagai suatu kesatuan. Sebagian besar kandungan ransum yaitu zat makanan akan masuk kedalam tubuh unggas dalam jumlah, waktu dan proporsi yang dapat mencukupi semua kebutuhan. Kekurangan atau ketidaktepatan menyebabkan mesin biologis itu bekerja tidak maksimal. Jika berlebih, zat makanan itu akan menjadi beban fisiologis tubuh dan menjadi terbuang. Kebutuhan ransum akan sangat tergantung dari jumlah unggas yang dipelihara karena jumlah ransum yang dikonsumsi oleh unggas setiap harinya relatif sama, tergantung suhu udaranya, jenis unggas dan kandungan nutrisi dalam ransum. Jumlah ransum yang dikonsumsi unggas misalnya ayam bervarisi antara 110-120 g/hari/ekor atau rata-rata sekitar 115 g/hari. Apabila kebutuhan ransum sudah diketahui maka kebutuhan bahan baku pakan dapat dihitung dari jumlah atau persentase bahan baku dalam formula ransum. Sebagai contoh apabila populasi ayam atau itik sebesar 250.000 ekor maka kebutuhan ransum berjumlah 862,5 ton per bulan maka kebutuhan jagung sebanyak 40% x 862,5 ton = 345 ton/bulan atau dalam 1 tahun diperlukan 12 x 345 ton = 4.140 ton/tahun. Sedangkan kebutuhan dedak padi diperkirakan 30% maka 30% x 862,5 ton x 12 bulan = 3.105 ton. Di lain pihak untuk menghitung potensi ternak yang bisa dikembangkan dalam suatu area, bisa dilihat dari data produksi jagung dan dedak padi. Karena jagung merupakan komponen utama dalam menyusun ransum unggas, maka jagung digunakan sebagai dasar perhitungan potensi peternakan. Sedangkan dedak padi merupakan komponen kedua terbesar. Nanggroe Aceh Darussalam juga termasuk salah satu daerah penanam dan
168
penghasil padi sehingga ketersediaan dedak padi bukan suatu kendala. Kebutuhan pakan untuk ternak unggas per tahun untuk 250.000 ekor ayam seperti disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi dan kebutuhan ransum/tahun/ 250.000 ekor ayam Komposisi ransum
%
Kebutuhan ransum (ton/tahun)
Jagung Dedak padi Bungkil kedelai Bungkil kelapa Tepung ikan Total
40 30 10 12 8 100
4.140 3.105 1.035 1.242 828 103.550
Keterangan Konsumsi ransum : 115 g/ekor/ hari
KESIMPULAN Untuk meningkatkan peran ternak unggas bagi perekonomian dan untuk meningkatkan pendapatan petani/peternak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, masih terbuka lebar peluang bagi calon investor untuk melakukan kegiatan usahanya di bidang ternak ayam pedaging, ayam petelur, itik maupun jenis unggas lainnya. Hal ini didukung dengan tersedianya lahan dan limbah hasil pertanian sebagai bahan baku pakan lokal. Potensi sumberdaya pertanian khususnya sektor peternakan sangat potensial dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Nanggoroe Aceh Darussalam Pasca Tsunami, dengan berpijak pada beberapa program dan kegiatan untuk menumbuhkan perekonomian masyarakat. DAFTAR PUSTAKA AMALIA, L. S., 2000. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (2000). LEMBAGA PENELITIAN TANAH dan AGROKLIMAT, BOGOR (1994).