MEDIAKOM Kementerian Kesehatan RI
Info Sehat untuk Semua
Mediakom Raih Silver Winner The Best Government Inhouse Magazine InMa 2012 Kalimantan Tengah: Memenuhi Hak Sehat di BelantaraTropis
Kinerja Kemenkes 2011
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012
ISSN 1978-3523
Kembangkan Kreativitas si Kecil
Jampersal Turunkan Kematian
Ibu dan Anak
www.sehatnegeriku.com
ETALASE
Lorong Jampersal drg. Murti Utami, MPH
ampersal. Program Kemenkes untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), sehingga dapat mempercepat capaian taget Millenium Development Goals (MDGs). Jampersal menjamin pembiayaan pemeriksaaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan. Memang, sebagai program baru, masih perlu penyempurnaan, tapi masyarakat sudah sangat merasakan manfaatnya. Terbukti, rumah sakit daerah dan pusat penuh rujukan Jampersal. Apalagi, rumah sakit tidak boleh menolak, wajar sampai menggunakan lorong-lorong rumah sakit untuk pelayanan Jampersal, sering disebut ‘lorong Jampersal’. Bila kelak sistem rujukan sudah berjalan dengan baik, Insya Allah peserta Jampersal akan mendapat pelayanan yang lebih baik. Tak ada lagi lorong Jampersal. Nah, bagaimana pelaksanaan Jampersal dan apa saja masukan sebagai penyempurnaan untuk masa yang akan datang, kami angkat dalam rubrik Media Utama. Selain itu, bagaimana Kinerja Kemenkes tahun 2011, sebagai upaya mewujudkan Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan, kami angkat dalam rubrik Laporan Khusus. Mediakom juga mengetengahkan berbagai informasi penting dalam kemasan ringan yang mudah dicerna,
termasuk wawancara eksklusif dengan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, dalam rubrik Potret. Masih ada tema lain, di antaranya Rumah Sakit Tambah Kapasitas Ruang Kelas 3, Anugerah Parahita Ekapraya untuk Menkes, dan Liputan khas dari daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah dengan adonan renyah dan enak dibaca. Rasa gembira atas penghargaan Cover Mediakom edisi 31 dan 33 berupa Silver Winner The Best Government Inhouse Magazine InMA 2012 pada ajang bergengsi yang diadakan Serikat Perusahaan Pers (SPS) dalam rangkaian Hari Pers Nasional di Jambi awal Februari. Adapun kriteria yang dipertandingkan berupa karya kreatif sampul muka majalah (cover). Rasa gembira tersebut mendorong kami untuk menjadikan majalah ini lebih baik lagi dengan melakukan perbaikan tata letak dan perwajahan cover Mediakom untuk 7 edisi 2012. Yang jelas, prestasi ini terus memacu kreativitas penulis, redaksi, maupun desainer untuk mendapat gold pada tahun depan. Insya Allah. Tak lupa kami mengucapkan berterima kasih kepada para pembaca yang terus memberi masukan untuk perubahan yang lebih baik, bahkan telah mengapresiasi dengan predikat sangat menarik dan menarik pada survei internal Mediakom akhir 2011 yang lalu. Selamat menikmati. ∞ Redaksi
MEDIAKOM Kementerian Kesehatan RI
Info Sehat untuk Semua
SUSUNAN REDAKSI
Membuat Iklan Kesehatan yang Sehat dan Tidak Menyesatkan Melongok Pelayanan Kesehatan di Kaltim, Kurangnya Tenaga Kesehatan di Daerah Perbatasan
Kinerja Kemenkes 2011 Kembangkan Kreativitas si Kecil
Jampersal ISSN 1978-3523
PENANGGUNG JAWAB: drg. Murti Utami, MPH, I REDAKTUR: Dra. Hikmandari A, M.Ed, Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS I EDITOR/PENYUNTING Mulyadi, SKM, M.Kes, Busroni S.IP, Prawito, SKM, MM, M.Rijadi, SKM, MSc.PH, Mety Setyowati, SKM, Aji Muhawarman, ST, Resti Kiantini, SKM, M.Kes I DESAIN GRAFIS dan FOTOGRAFER: Drg. Anitasari S.M, Dewi Indah Sari, SE, MM, Giri Inayah, S.Sos, Sumardiono, SE, Sri Wahyuni, S.Sos, MM, Wayang Mas Jendra, S.Sn, Lu’ay, S.Sos, Dodi Sukmana, S.I.Kom I SEKRETARIAT: Waspodo Purwanto, Endang Retnowaty, drg. Ria Purwanti, M.Kes, Dwi Handriyani, S.Sos, Dessyana Fa’as, SE, Sekar Indrawati, S.Sos, Awallokita Mayangsari, SKM, Delta Fitriana, SE, Iriyadi, Zahrudin. I ALAMAT REDAKSI: Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kementerian Kesehatan RI Blok A, Ruang 109, JL. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta 12950 I TELEPON: 021-5201590; 021-52907416-9 I FAKS: 021-5223002; 021-52960661 I EMAIL:
[email protected],
[email protected] I CALL CENTER: 021-500567
Turunkan Kematian
Ibu dan Anak
REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL
[email protected] EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
3
MENELISIK PELAYANAN JAMPERSAL 07
34
Setelah Sehat Pasti Cantik
Potret Pelayanan Kesehatan di Kaltim
10
Kemenkes Raih Penghargaan Anugerah Pahita Ekapraya 4
16
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Laporan Khusus
KINERJA DUA TAHUN KEMENKES
44
DAFTAR ISI Info Sehat
Ragam
4 Trik Tetap Oke Selama Bekerja
6
Merawat Kesehatan Kulit Dengan Buah
7
Setelah Sehat Pasti Cantik Kembangkan Kreativitas Si Kecil
8
9
Kemenkes Usung 10 Program Prioritas Tahun 2012
10
Kemenkes Raih Penghargaan Anugerah Pahita Eka Praya
10
Menkes Instruksikan Rumah Sakit Tambah Kapasitas Kelas III
11
Wamenkes Resmikan Desa Stop Bab Sembarangan
12 14
32 Kemenkes Siapkan Rumah Sakit Tangani Kasus Flu Burung
Daerah
34
Gerakan Pramuka Mitra Untuk Membangun Bidang Kesehatan
Satu Lagi Korban Flu Burung Meninggal Tetap Waspada Meski Kasus Flu Burung Menurun
32
Stop Press
Jabar Terapkan Ktp Berasuransi
31
Potret Pelayanan Kesehatan Di Kaltim
Potret
38
Menkes Dr Endang Rahayu Sedyaningsih, Mph, Dr, Ph: Kita Harus Bekerja Dengan Bersih
Kolom
42
Menuju Iklan Kesehatan Yang Sehat Dan Tidak Menyesatkan
67
Keterbukaan Informasi Publik
Liputan Daerah
Media Utama Angka Kematian Ibu di Indonesia: Lampu Merah di Lima Provinsi
15
Menelisik Pelayanan Jampersal
16
Jampersal Di Mata Tenaga Bidan
18
Bersalin Di Puskesmas Mergangsang
20
Rsud Bantul Menyambut Program Jampersal
22
Dr. Sarminto; M.Kes: Jampersal Baiknya Dibatasi
24
Drg. Maya Sintowati Pandji, Mm: Menjadikan Puskesmas Pilihan Utama
26
Jampersal Di Jawa Barat
28
Prawito: Nasionalisme Jampersal?
30
58
Kalimantan Tengah: Memenuhi Hak Sehat Di Belantara Tropis
Info
68
Mediakom Raih Silver Winer The Best Government Inhouse Magazine Inma 2011 Media Kuis
Lentera
69 70 71
Pengendalian Diri Kembali Untuk Apa Hutang?
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
5
info sehat
Trik Tetap Oke Selama Bekerja Bagaimana Anda melakukan aktivitas di kantor? Iya, duduk di kursi dan mata tak lepas dari layar komputer, merupakan potret aktivitas seharihari di kantor. Stres pun bisa menyambangi ketika pekerjaan tengah menumpuk dan harus segera dituntaskan. Bila sudah begitu, makan --termasuk cemilan-- dan merokok menjadi pelarian. Kondisi ini tentunya kurang bagus bagi kesehatan. Apalagi ditambah dengan jarangnya melakukan olahraga. Ada baiknya bila kebiasaan yang kurang baik tersebut di atas ditinggalkan sehingga tidak menganggu kesehatan yang pada akhirnya tidak menutup kemungkinan justru akan menganggu aktivitas dalam bekerja. Di bawah ini ada beberapa tips agar kita bisa melakukan aktivitas bekerja sebagai kegiatan yang menyehatkan: Berolahraga Berolahraga merupakan salah satu cara untuk membuat tubuh lebih santai dan tidak stres. Carilah lokasi latihan gym terdekat dengan kantor Anda. Cari pula waktu yang tepat untuk bisa berolahraga di waktu senggang jam kantor, seperti pagi, siang, atau sore hari.
6
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Hindari Stres Stres bisa berasal dari mana saja. Misal, Anda mendapat tekanan dari atasan atau kesibukan saat rapat. Selain mempengaruhi produktivitas Anda, stres juga bisa menyebabkan keletihan fisik. Maka cobalah untuk bersikap tenang dan lawan stres tersebut. Jauhi Meja Kerja Sebuah hasil penelitian mengungkapkan bahwa terusmenerus berada di meja Anda tidak hanya menyebabkan stress, tetapi juga berakibat kepada kematian. Usahakan untuk beranjak sebentar dari meja kerja, baik itu hanya untuk sekadar berolahraga ringan atau berjalan-jalan berkeliling kantor. Simpan Cemilan Sehat Jaga energi Anda agar tetap fit selama jam bekerja. Dengan begitu, perhatian pun tetap fokus sehingga tidak melirik ke cemilan yang tidak sehat yang ada di sekitar kantor Anda. Namun jika ingin tetap ngemil, simpan cemilan sehat dengan banyak kandungan protein dan karbohidrat. ∞
Setelah Sehat
Pasti
Cantik Merawat Kesehatan Kulit dengan Buah Buah sebagai obat terbaik sudah menjadi fakta yang terpercaya. Makan buah atau minum segelas jus setiap hari bisa membuat kita tetap sehat. Lebih dari itu, buah juga bagus bagi kesehatan kulit. Berikut ini, beberapa jenis buah yang baik bagi kesehatan kulit: Pisang Pisang merupakan sumber zat besi, magnesium, dan kalium. Pisang kaya akan vitamin A, B, dan E sehingga berfungsi sebagai agen anti penuaan. Pisang tumbuk yang dioleskan di wajah bisa melakukan ‘keajaiban’ bagi kulit Anda. Kulit pisang juga bisa memberikan efek terhadap kesehatan kulit. Lemon Lemon mengandung vitamin C, baik untuk kesehatan kulit. Segelas air hangat dengan satu sendok madu dan sedikit jus lemon bisa memberikan efek yang bagus pada kulit. Lemon dapat digunakan untuk mencerahkan warna kulit. Lemon juga bisa mengurangi bekas jerawat. Gosok bagian dalam kulit lemon untuk menghilangkan bintik-bintik gelap. Campuran lemon dan madu baik digunakan untuk pemutih alami pada wajah. Jeruk Jeruk kaya akan vitamin C yang meningkatkan tekstur kulit. Seperti apel, jeruk juga mengandung kolagen yang memperlambat proses penuaan kulit. Gosok bagian dalam jeruk pada kulit untuk mengencangkan wajah. Jeruk dapat dikeringkan dan ditumbuk untuk digunakan sebagai
scrub alami. Jeruk juga berfungsi untuk menyamarkan noda wajah. Apel Apel memiliki manfaat yang tak terbantahkan. Apel mengandung zat antioksidan yang berfungsi mencegah kerusakan sel dan jaringan. Studi yang dilakukan oleh ahli gizi telah menunjukkan bahwa apel banyak mengandung lastin dan kolagen yang membantu menjaga kulit awet muda. Campuran apel tumbuk, madu, air mawar dan oatmeal sebagai masker dapat mengelupas sel-sel kulit mati pada wajah. Pepaya Pepaya kaya akan antioksidan dan mengandung enzim khusus yang disebut papain. Papain dapat membunuh sel-sel kulit mati dan mengangkat kotoran wajah. Minum segelas susu pepaya atau menempelkan daging buah pepaya ke wajah membuah kulit makin sehat. Mangga Buah lembut ini memiliki efek luar biasa pada kulit. Kaya vitamin A dan kaya antioksidan berfungsi melawan penyebab penuaan kulit. Mangga juga berfungsi meregenerasi kulit dan mengembalikan elastisitas kulit. ∞
Penampilan bagi sebagian besar perempuan adalah harga mati. Artinya, tampil menarik menjadi keharusan. Bila saat ini, Anda tengah bertransformasi untuk mengubah penampilan Anda agar terlihat oke, ada baiknya Anda lebih dahulu benahi gaya hidup dengan cara hidup sehat. Apa hubungannya? Kaum hawa harus paham bahwa kecantikan dan kesehatan adalah satu paket. Keduanya akan berjalan seiring sejalan. Berikut tips sehat nan cantik: Makanan Sehat Untuk mengawali gaya hidup sehat, awali dengan memilih mengkonsumsi makanan sehat dengan memperbanyak porsi sayur dan buah, banyak minum air putih, mengurangi makanan berlemak dan berkolesterol tinggi. Prinsipnya sederhana, “Apa yang kamu makan menentukan kesehatanmu “. Olahraga Gaya hidup sehat tak bisa lepas dari olahraga. Maka, perbanyaklah olahraga seperti jalan, di sela-sela bekerja usahakan banyak berjalan, dan olah raga bisa di kursi saat di bekerja Tidak ada alasan untuk tidak berolahraga mengingat olahraga bisa dilakukan di mana saja. Berpikir Positif Hal lain yang perlu di atasi adalah stres. Dampak stres sangat buruk bagi kesehatan, kurang tidur mengakibatkan kondisi melemah dan tidak fit. Hindari stres dengan berpikir positif, sabar dan tawakal. Segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya. Merawat Tubuh Tak hanya berolahraga, perawatan secara menyeluruh terhadap tubuh juga perlu dilakukan. Hal ini bisa dilakukan di rumah atau mendatangi tempat-tempat yang sudah dijamin kredibilitasnya. Cek Kesehatan Secara Rutin Ada baiknya, selain perawatan tubuh, Anda juga bisa melakukan pengecekan kesehatan. Meski cantik, namun tak sehat, akan berpengaruh pada penampilan juga. Untuk itu, agendakan secara rutin setiap enam bulan sekali untuk melakukan general check up. Dengan begitu Anda akan cantik luar dalam. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
7
info sehat memahami keunikan setiap anak.
Kembangkan Kreativitas si Kecil Sejatinya, semua anak adalah kreatif. Untuk itu, mereka selalu ingin tahu segala sesuatu yang bersifat baru mulai dari apa yang mereka lihat, dengar, hingga apa yang mereka rasakan. Hanya saja, kreativitas setiap anak berbeda. Pembedanya adalah adanya pembatasan dari lingkungan dan rasa antusiasme si kecil yang bervariasi. Di sinilah, orangtua berkewajiban untuk mengetahui, mengenal, dan menggali bakat dan minat si kecil sejak dini. Hal ini bukan pekerjaan yang sulit mengingat kemampuan-kemampuan yang menonjol dari si kecil akan terlihat dengan sendirinya secara jelas.
Menjadi kewajiban orangtua untuk memfasilitasi dan mengembangkan kreativitas si kecil. Sebagaimana diketahui ciri anak kreatif adalah spontan, rasa ingin tahu, lancar berpikir, detail oriented, dan orisinalitas ide. Berikut adalah halhal yang perlu dipahami orangtua dalam memfasilitasi sekaligus mendorong kemampuan yang dimiliki si kecil sehingga kreativitas si kecil terus berkembang: Tidak Menuntut Keinginan Sosok orangtua yang baik bukanlah yang menuntut segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. Contoh: menginginkan si kecil menjadi ahli musik sedangkan bakat si kecil lebih suka menggambar yang menjurus kepada seni rupa. Bila orangtua memaksakan keinginannya, hal
8
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
ini tidak akan berhasil mengingat adanya ketidakcocokan minat. Sebagai orangtua, harus dapat menerima kelebihan dan kekurangan si kecil. Lebih dari itu, orangtua harus dapat memotivasi sekaligus mensugesti bahwa si kecil mampu melakukan kegiatan yang terkait minatnya. Anak Adalah Unik Seringkali orangtua membandingkan si kecil dengan anak lain, seolah-olah selalu saja ada kekurangan si kecil. Padahal, setiap anak adalah unik dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dari sisi anak pun, sebagai individu sama halnya dengan orang dewasa, tidak suka dibandingkan dengan orang lain. Alhasil, sikap bijak orang tua diperlukan untuk
Kreativitas Multidimensi Wujud kreativitas si kecil bisa saja berbeda-beda. Contoh, setiap pulang dari sekolah, ia mendapatkan hal baru yang ia sukai, maka akan langsung dipamerkan kepada orangtuanya di rumah. Sebaliknya, jika kreativitas tersebut tidak ia sukai dan tidak ada sedikitpun perhatiannya, dengan dipaksapun akan sulit dikembangkan. Contoh: si kecil mendapat cara-cara cepat dalam menyelesaikan pelajaran matematika. Praktis, ia akan memamerkan hal tersebut kepada orangtuanya. Sebaliknya ia tidak akan melakukan hal serupa ketika mendapatkan pelajaran seni tari yang tidak ia sukai. Pendeknya, kreativitas itu mulitidimensional, dan setiap anak memiliki dimensi kreatifnya sendiri-sendiri. Memberi Contoh Kita harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap apa yang tengah dikerjakan oleh anak-anak kita. Misalnya dengan ikut melakukan aktivitas bersama anak dan memperkenalkan hal baru serta gagasan-gagasan yang berhubungan dengan aktifitas tersebut. Kesempatan tersebut dapat digunakan untuk memberitahu cara yang baik untuk melakukan aktivitas tersebut, resiko, serta keuntungannya. Selanjutnya, biarkan si kecil berfikir tentang hobi barunya itu. Yang perlu orangtua lakukan adalah memberikan waktu, tempat, kemudahan, dan bahan-bahan agar si kecil semakin kreatif. Lakukan dengan Santai Acapkali orangtua lebih menyukai melihat langsung hasil jadi dari kreativitas anak dan melupakan proses belajar mencapai tujuannya. Padahal dalam proses justru akan terlihat jelas bagaimana mereka memecahkan masalah, berusaha, dan menikmati keberhasilan. Untuk itu, sebaiknya orangtua juga memberikan perhatikan kepada proses dengan perspektif si kecil, bukan atas dasar cara pandang seorang dewasa. Sering mengajak anak ke tempat yang menimbulkan kreativitas adalah kegiatan positif. Seperti berkunjung ke Museum Sain dan museum lainnya. Kegiatan bereskperimen juga bisa dilakukan di rumah, seperti membuat baling-baling bamboo, ketapel, tempat pencil dari bahan-bahan bekas pakai. ∞
STOP PRESS
Gerakan Pramuka Mitra untuk Membangun Bidang Kesehatan Kementerian Kesehatan berkomitmen mendukung pembinaan dan pengembangan Gerakan Pramuka sesuai yang terkandung dalam nilai-nilai Tri Satya dan Dasa Darma Pramuka. Hal ini tak lepas dari peran strategis Gerakan Pramuka turut membangun karakter bangsa menuju yang lebih baik termasuk di bidang kesehatan. Dukungan tersebut disampaikan oleh Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH melalui pidato yang dibacakan oleh Wamenkes Prof. Ali Gufron pada acara Pelantikan/ Pengukuhan Pimpinan Satuan Karya Pramuka Bakti Husada (Saka Bakti Husada) Tingkat Nasional Masa Bakti Tahun 2011-2016 di Jakarta, (5/1). Menkes menegaskan bahwa Gerakan Pramuka merupakan salah satu mitra potensial yang telah berperan banyak dalam membantu terlaksananya berbagai program pembangunan termasuk di bidang kesehatan. Masih menurut Menkes, Pramuka baik secara individu sebagai anggota keluarga maupun sebagai kelompok di Gugus Depan dan sekolah berperan besar memberikan kesadaran bagi sesama anggota keluarga, teman, dan masyarakat dengan turut serta
menyadarkan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). “Untuk itu, kemitraan Kemenkes dan Gerakan Pramuka perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan di masa depan dalam peranannya membina kaum muda bangsa Indonesia terutama dalam bidang kesehatan,” tandas Menkes. Untuk diketahui, pada tanggal 20 Agustus 2011, Menkes bersama Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka telah menandatangani kesepakatan kerja sama tentang peningkatan kesehatan masyarakat melalui pendidikan kepramukaan. Kerja sama ini memperbaharui ikatan kerja sama yang ditandatangani tahun 1985 lalu. Saka Bakti Husada yang dibentuk 17 Juli 1985, merupakan wadah Pramuka Penegak dan Pandega di bidang kesehatan. Untuk itu, Kemenkes bertanggung jawab membina dan mengembangkannya sesuai perkembangan masalah kesehatan bangsa. Kemenkes melalui Badan PPSDM Kesehatan telah mewujudkan Revitalisasi Gerakan Pramuka yang telah dicanangkan Presiden RI tahun 2006, dengan membentuk Gudep-Gudep berbasis di Politeknik Kesehatan (Poltekkes) dan Balai Pelatihan Kesehata (Bapelkes) di seluruh Indonesia. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
9
STOP PRESS
Kemenkes Usung
10Prioritas Program di Tahun 2012
Kemenkes Raih Penghargaan
Kementerian Kesehatan menetapkan 10 Program Prioritas di tahun 2012. Urutan paling atas adalah upaya promotif dan preventif yang melibatkan inisiatif masyarakat dan Pemda. BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) merupakan salah satu bentuk upaya tersebut. Pengumuman mengenai 10 Program Prioritas disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat jumpa pers mengenai Evaluasi Kinerja 2011 dan Program Prioritas 2012 Kementerian Kesehatan di Kantor Kemenkes Jakarta, Rabu (4/1). Adapun sembilan Program Prioritas lainnya adalah Pencegahan dan pengendalian penyakit, terutama Penyakit Tidak Menular (PTM); Menuju Universal Coverage (penambahan kelas); Penurunan Angka Kematian Ibu (PONED, PONEK, Jampersal, KB); Upaya Perbaikan Gizi terutama masalah stunting, saintifikasi jamu, kemandirian bahan baku obat; Perencanaan Pembangunan Kesehatan Paralel dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); Reformasi Birokrasi (Tata Manajemen Birokrasi yang Bersih, Akurat, Efektif dan Efisien); Peningkatan Penggunaan Teknologi Informasi di segala Aspek; serta Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) yang akan dikembangkan di provinsi dan kabupaten/kota. ∞
Anugerah Pahita Ekapraya Bertepatan Peringatan ke-83 Hari Ibu, Presiden memberikan Penghargaan Anugerah Ekapraya Parahita Madya kepada sejumlah Kementerian/Lembaga, Provinsi, dan Kabupaten/Kotamadia yang telah berhasil melaksanakan strategi pengarusutamaan gender, melaksanakan program pemberdayaan perempuan, serta perlindungan perempuan dan anak. Salah satu penerimanya adalah Kementerian Kesehatan. Penghargaan diberikan langsung oleh Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono kepada Menkes RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, Kamis (22/12). Secara keseluruhan, Presiden RI memberikan 10 Kementerian/Lembaga, 1 badan, 12 Provinsi, 11 Kabupaten dan 3 Kotamadia. Penerima Prahita Ekapraya antara lain Kementerian PU, Kemendiknas, Bappenas, Kemenhukham, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Riau, Kabupaten Rembang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Sleman. Selain memberikan apresiasi, pemberian penghargaan juga ditujukan guna meningkatkan kinerja Pemda dalam melaksanakan pengarusutamaan gender, serta mendorong prakarsa aktif dan menumbuhkan komitmen Pemda dalam penyusunan kebijakan yang responsif gender. Adapun tema Peringatan Hari Ibu adalah “Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Membangun Ketahanan Ekonomi Menuju Kesejahteraan Bangsa’. ∞ 10
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Menkes Instruksikan Rumah Sakit Tambah Kapasitas Kelas III
M.Kes., pada awal 2011 dari 224 RS baru 133 RS atau 54,51% yang melayani Jamkesmas. Dengan demikian, tidak semua masyarakat yang membutuhkan perawatan bisa tertampung karena terbatasnya tempat tidur di RS. “Kebutuhan tempat tidur 10.000, sementara yang tersedia di RS pemerintah dan beberapa RS swasta baru 4.000 tempat tidur. Namun dengan RS swasta membuka diri terhadap pelayanan Jamkesmas ada tambahan 6.000 tempat tidur sehingga ada 10.000 tempat tidur bagi peserta Jamkesmas, Jamkesda, dan Jampersal,” papar Kadinkes. Ditambahkan, dari sekitar 43 juta penduduk Jabar, baru 54,3% yang tercover jaminan kesehatan. Dari jumlah tersebut 25% dijamin Jamkesmas dan 16% dijamin Jamkesda. Jumlah penduduk yang belum ter-cover jaminan sekitar 44%. “Jabar harus menata sarana. Saat ini ada 1.444 Puskesmas, 147 di antaranya Pukesmas perawatan dengan 20 tempat tidur,” tambah dr. Alma. Sementara itu Sekda Provinsi Jabar, Lex Laksama yang mewakli Gubernur Jabar mengatakan, akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan yang berkualitas masih belum optimal. Penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang memadai merupakan respon terhadap dinamika karateristik dan kondisi geografis penduduk Jabar.
Di Indonesia, belum semua rumah sakit (RS) memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas. Dari 1.870 RS, baru 1.080 RS yang menerima peserta Jamkesmas. Ke depannya, semua RS baik pemerintah maupun swasta diharapkan menerima peserta Jamkesmas. Untuk itu, kapasitas kelas III agar ditambah. Demikian dikatakan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH usai menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara RS yang akan menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, di Bandung, (28/12).
vertikal dan RS pemerintah daerah. RS swasta harus menambah kelas III dari 10% menjadi 15% atau 20%. Saat ini sedang dalam pembahasan berapa kira-kira bisa disediakan penambahan kelas III ini,” ujar Menkes.
“Saya minta ada tambahan kelas III, bukan hanya di RS swasta, tetapi RS
Sementara itu di Jabar, menurut Kepala Dinas Kesehatan Jabar, dr, Alma Lucyati,
Menkes juga berharap agar ada komunikasi antar RS sehingga pasien yang tidak bisa tertampung pada satu RS tidak dibiarkan begitu saja, namun dicarikan RS lain yang masih kosong. Ketersediaan tempat tidur, khususnya kelas III agar dipasang di depan RS. “Seperti di tempat parkir dicantumkan berapa tempat yang masih kosong,” paparnya.
“Menyadari pentingnya penanganan yang lebih optimal untuk keberhasilan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Jabar, khususnya masyarakat miskin secara simultan harus dilakukan pembenahan sistem pelayanan kesehatan, peningkatan akses masyarakat termasuk masyarakat miskin ke fasilitas kesehatan, penyusunan standar pelayanan medis dan membenahi sistem rujukan di tingkat kabupaten/kota,” tegasnya. Menkes mengapresiasi RS yang telah memberi pelayanan kepada peserta Jamkesmas di Provinsi Jawa Barat dan berterima kasih atas kesediaan RS yang akan menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan bagi peserta Jamkesmas. Dengan demikian, akses pelayanan kepada peserta Jamkesmas lebih merata dan terjangkau. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
11
STOP PRESS
Wamenkes Resmikan
7 DESA
STOP
BAB Sembarangan Kementerian Kesehatan meresmikan 7 Desa Open Defecation Free (ODF) – atau lebih dikenal dengan istilah Stop Buang Air Besar (BAB) sembarang. Kegiatan ini merupakan bagian dari pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan yang dikemas dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Ketujuh desa tersebut adalah desa Curuggoong, desa Cisaat (keduanya di Kecamatan Padarincang), desa Kramatwatu, desa Margatani, desa Serdang (ketiganya di Kecamatan Kramatwatu), desa Mekarsari (di Kecamatan Anyer), dan desa Situtarate (di Kecamatan Cikande).
12
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Peresmian ODF dilakukan oleh Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc. Ph.D, di Desa Curuggoong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (29/12). Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Direktur Penyehatan Lingkungan, drh. Wilfried Hasiholan Purba, MM, M.Kes, Sekda Provinsi Banten, Ir. H. Muhadi, M.SP, Bupati Kabupaten Serang, H.A. Taufik Nuriman, dan para kepala desa. Sebagaimana diketahui, Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan. STBM adalah pilihan pendekatan, strategi dan program untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi
melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Nah, suatu komunitas berada pada kondisi sanitasi total saat masyarakat tidak buang air besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman. “STBM bukan hanya sebagai pendekatan yang efektif dan efisien, melainkan sebagai strategi dan juga Program Nasional untuk mewujudkan masyarakat sehat melalui proses penurunan penyakit berbasis lingkungan yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku sehat,” ujar Wamenkes. Merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), terjadi peningkatan penduduk berperilaku BAB Benar. Pada 2007, persentase penduduk berperilaku BAP Benar sebesar 71,1%, dan pada 2010, persentase penduduk berperilaku BAB Benar mencapai 82,8%. Artinya terjadi peningkatan sebesar 17,7%. Meski demikian, masih ada sebesar 17,2% penduduk yang masih BAB sembarangan dan harus diselesaikan sebelum 2014. Sementara itu, dari sisi penggunaan air untuk keseluruhan keperluan rumah tangga, sebanyak 27,9% menggunakan sumur gali terlindungi sebesar 22,2%, sumur bor/pompa
22,2%, disusul air leding/PAM sebesar 19,5%. Ditinjau dari segi perilaku, untuk kebiasaan cara mencuci tangan dengan benar tahun 2010 sebesar 35%. Artinya terjadi peningkatan 11,8% dibandingkan 2007 yang berada di angka 23,2%. Hasil penelitian sarana penampungan limbah, terjadi penurunan. Pada 2010, rumah tangga yang tidak mempunyai sarana penampungan air limbah sebesar 18,9% atau menurun 6% dibandingkan 2007 yang mencapai 24,9%. Selain itu, masih banyak rumah tangga yang membuang limbah rumah tangga ke sungai/ parit/got, yakni sebesar 41,3% dan yang menangani sampahnya dengan cara dibakar mencapai 52,1%. Dijelaskan Wamenkes, terdapat dua jalur upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam membangun sektor air minum dan sanitasi. Yakni Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Pamsimas bertujuan meningkatkan jumlah penduduk pedesaan dan pinggiran kota (peri urban) mendapat akses air bersih dan sehat. “Pengalaman selama ini menunjukkan peningkatan akses terhadap air minum dan sanitasi yang tidak disertai perubahan perilaku, terbukti tidak berkelanjutan. Oleh karenanya perlu pendekatan Pamsimas,” ujarnya. Selanjutnya, Wamenkes berharap Pemerintah Daerah berkomitmen kuat dalam mengupayakan dan perluasan pelaksanaan program air minum dan sanitasi dengan menggunakan model pendekatan program Pamsimas. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
13
Jabar Terapkan KTP Berasuransi Provinsi Jawa Barat menjadi percontohan pelaksanaan Universal Coverage Insurance melalui KTP Berasuransi Kesehatan. KTP berasuransi yang rencananya diluncurkan 2012 ini, memberikan kemudahan bagi masyarakat berobat di Puskesmas atau Rumah Sakit yang ditunjuk dengan biaya murah. Terobosan Jawa Barat sebagai percontohan pelaksanaan Universal Coverage Insurance, mendapat respon positif dari Menteri Kesehatan RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH. “Saya memberikan penghargaan pada Pemerintah Provinsi Jabar yang sudah berinisiatif meluncurkan program Universal Coverage Insurance yang pertama di Indonesia,” tutur Endang usai menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara RS yang akan menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, di Bandung (28/12). Harapannya, lanjut Endang, program tersebut dapat disusul provinsi lain. Menurut Menkes, program Universal Coverage Insurance, sejalan dengan gawe Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yakni meng-cover masyarakat yang tidak mampu baik yang memiliki Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) maupun Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang jumlahnya di Jawa Barat mencapai sekitar 15 juta. Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Jabar, dr. Alma Lucyati, M.Kes., menuturkan bahwa tahap awal KTP berasuransi diperuntukaan bagi warga kurang mampu. “Ke depannya secara bertahap, semua orang di Jawa Barat mempunyai KTP berasuransi sehingga mendapatkan jaminan kesehatan.”
14
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Hingga awal 2011, tercatat baru 133 RS dari 224 RS atau 54,51% yang melayani Jamkesmas. Dampaknya, tidak semua masyarakat yang membutuhkan perawatan bisa tertampung karena terbatasnya tempat tidur di RS. Saat ini, menurut dr. Alma, kebutuhan tempat tidur sebanyak 10.000. Sejauh ini yang tersedia di RS pemerintah dan beberapa RS swasta baru mencapai 4.000 tempat tidur. Nah, dengan RS swasta membuka diri terhadap pelayanan Jamkesmas, maka terdapat tambahan 6.000 tempat tidur. Total, terdapat 10.000 tempat tidur bagi peserta Jamkesmas, Jamkesda, dan Jampersal. Ditambahkan, Kadinkes, dari sekitar 43 juta penduduk Jabar, baru 54,3% ter-cover jaminan kesehatan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 25% dijamin Jamkesmas dan 16% dijamin Jamkesda. Jadi, jumlah penduduk yang belum ter-cover jaminan kesehatan sekitar 44%. Sebagai konsekuensinya, maka Jabar harus segera menata sarana prasarana untuk keperluan tersebut. ∞
MEDIA UTAMA Angka Kematian Ibu di Indonesia:
Lampu Merah di Lima Provinsi Untuk menurunkan angka tersebut, telah digulirkan program Jaminan Persalinan (Jampersal). Program ini merupakan jaminan pembiayaan yang digunakan untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Program ini bertujuan menjamin akses pelayanan persalinan masyarakat oleh tenaga dokter dan bidan. Dengan jaminan ini dapat dipastikan masyarakat lebih aman dan nyaman dalam menjalani persalinan. Hal ini terlihat dengan berbondongbondongnya ibu hamil mengunjungi rumah sakit untuk melahirkan, seperti yang terjadi di RSUD Bantul Yogyakarta.
ingga saat ini tingkat Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi. Ini bisa dilihat dari lima provinsi terbesar penyumbang AKI di Indonesia, dengan total angka 5.767 kematian atau 50% dari 11.767 kematian ibu di Indonesia tahun 2010. Lima provinsi secara berturutturut, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Banten, dan Jawa Timur. Apabila ke lima provinsi tersebut dapat diturunkan angka kematian ibu secara signifikan, maka akan berpengaruh besar terhadap penurunan angka kematian ibu secara nasional. Nah bagaimanakah menurunkan angka kematian ibu itu? Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi, baik program yang terkait langsung maupun yang tidak langsung. Bahkan upaya ini juga dilakukan bekerja sama dengan kementerian/lembaga lain seperti BKKBN, Kemendagri, Kemensos, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan KPA, dan lainnya. Hanya saja, upaya ini masih harus terus ditingkatkan melalui sinkronisasi lintas program dan lintas sektor untuk percepatan capaian penurunan angka kematian ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Sementara data tahun 2007, masih bertengger pada angka 228/100.000 kelahiran hidup.
Guna, mewujudkan persalinan ibu hamil oleh tenaga kesehatan terlatih, Kemenkes telah mendistribukan bidan dan dokter terlatih ke seluruh wilayah Indonesia. Pada 2010, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah 82,2%. Cakupan tersebut, akan ditingkatkan menjadi 90% pada 2015. Selain itu, persalinan juga harus dilakukan di sarana kesehatan. Hanya saja, setiap persalinan oleh tenaga kesehatan, tidak secara otomatis diselenggarakan di sarana kesehatan. Hal ini tercermin dalam hasil riset kesehatan dasar 2010. Untuk mendorong implementasi Jampersal, telah dilakukan sosialisasi pada 8 provinsi yang terindikasi angka kematian ibu tinggi, yakni: Jawa Barat, Aceh, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, NTB, NTT, dan Semarang, pada akhir Desember 2011 yang lalu. Sebagai bukti keseriusan Kemenkes untuk menurunkan AKI, hingga saat ini telah digelontorkan dana APBN tahun 2011 kepada 33 provinsi untuk BOK sebesar Rp 904.555.000.000, Jampersal Rp 922.793.246.000, dan Jamkesmas Dasar Rp 972.921.148.000. Program Jampersal terus bergulir, meski dalam praktek lapangan banyak kekurangan yang mesti dibenahi di sana-sini. Masukan dari rekan-rekan daerah sangat berharga untuk perbaikan. Beberapa tahun ke depan, jika semua program berjalan lancar, dan angka kematian ibu saat melahirkan di lima provinsi tadi bisa ditekan secara berarti, tentu akan menekan angka kematian ibu secara nasional. Pada akhirnya, kita harapkan, tidak ada lagi ibu yang mati karena melahirkan bayi… ∞ EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
15
MEDIA UTAMA
MENELISIK PELAYANAN JAMPERSAL Program Jampersal sudah bergulir di banyak daerah di Indonesia. Berikut pengalaman RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta, dan Puskesmas Benayang, Pontianak, dalam melayani masyarakat yang mengikuti program Jampersal.
16
uswanti (27) duduk di atas tempat tidur ruang rawat persalinan RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. Wajahnya tampak sedih. Ia baru saja mengalami keguguran anak kedua. Ditemani anggota keluarga, ia sedang menanti penyelesaian administrasi kepulangan pasca melahirkan. “Alhamdulillah, pelayanan di sini baik, walau banyak pasiennya”, kata Kuswanti.
Kuswanti lirih karena masih menahan rasa sakit.
Kuswanti sebelumnya melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan. Namun karena ia mengalami keguguran, bidan merujuknya ke rumah sakit. Seluruh biaya persalinan gratis. Kok bisa? Ternyata, Kuswanti mendapat bantuan dari program Jampersal (Jaminan Persalinan). “Memang, harus sabar menunggu, karena pelayanan kesehatan dengan Jampersal banyak memerlukan surat-surat yang harus dilengkapi,” ujar
Saat ini program Jampersal telah mendorong masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan di Rumah Sakit yang ada di sekitar mereka, terutama di Rumah Sakit yang memiliki program Jampersal. Mereka datang atas dasar kesadaran sendiri, bahkan mereka langsung ke Rumah Sakit, tanpa rujukan dari Puskesmas. “Kalau sudah seperti ini mekanismenya, kami tidak dapat menolaknya. Masa, ibu mau melahirkan diminta ke Puskesmas,” ujar
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Jampersal adalah program yang diluncurkan Kementerian Kesehatan untuk membantu ibu-ibu yang sedang hamil agar bisa melahirkan dengan selamat. Program ini bertujuan menekan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia yang pada 2009 tercatat 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Pipin perawat RS Bantul. Menurut Mayani, kepala Puskesmas Benayang, Kota Pontianak, Kalimantan Barat program Jampersal banyak sekali manfaatnya, terutama bagi masyarakat dari kalangan tidak mampu. Kebetulan Puskesmas Benayang saat ini sudah menjadi Puskesmas Poned (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar), sehingga dengan adanya Jampersal tingkat kunjungan pasien meningkat sampai tiga kali lipat.
yang sejak hamil tidak pernah diperiksa sama sekali. Dengan adanya Jampersal, mereka mau datang ke Puskesmas untuk diperiksa,
“Sebelum ada Jampersal tingkat kunjungan pasien paling tinggi sekitar 20-25 persalinan per bulan. Dengan adanya Jampersal kunjungan paling rendah 58 orang. Setiap hari rata-rata kunjungan ibu hamil dua sampai tiga orang,” ujar Mayani.
Menurut bidan yang Sarjana Kesehatan Masyarakat ini, pengunjung Puskesmas, awalnya memang sudah terbiasa. Tapi, setelah mendapatkan informasi dan manfaat puskesmas kota Pontianak, banyak dari teman-teman dari puskesmas lain atau bidan praktek swasta mengirim ke Puskesmas Benayang, terutama yang punya kasus emergency dasar. Sebab, kalau resti kemungkinan akan mengalami kasus emergency dasar. Nah, bagaimana dengan masalah besaran gaji yang berbeda dengan standar yang ada selama ini? Berikut penuturan bidan Mayani kepada Mediakom:
Menurut Mayani, dari segi ekonomi adanya Jampersal banyak membantu masyarakat. “Semua free. Akibatnya banyak persalinan yang tidak pernah ke tenaga kesehatan mau datang ke Puskesmas,” cerita Mayani. Malah, tambah Mayani, ada masyarakat
Bagaimana pengalaman Anda melayani program Jampersal? Kalau untuk pelayanan, tidak ada perbedaan, tidak ada perubahan. Kami melayani masyarakat sesuai dengan SOP yang ada, baik itu pelayanan program
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
17
Jampersal maupun yang bukan program Jampersal. Sama juga dengan pelayanan kami ketika ada program Jamkesmas. Bagaimana dengan petugas kesehatannya? Alhamdulillah tidak ada masalah. Mereka memiliki komitmen yang tinggi, meskipun memang untuk tingkat kota Pontianak, biaya persalinan Rp 350.000 all in itu rasanya kurang. Namun mereka berupaya dapat memberikan yang terbaik dengan memanfaatkan dana yang ada. Jadi kalau dihitung-hitung, sebelum Jampersal pendapatan lebih besar dibanding setelah ada Jampersal? Kalau di program Jampersal, sesuai dengan petunjuk, memang 75% untuk jasa pelayanan dan 25 % untuk bahan habis pakai. Insya Allah (ini masih wacana) pada 2012 ini Pemkot Pontianak akan menyumbang. Berapa kira-kira? Akan ada tambahan Rp 100.000 atau Rp 200.000. Selama ini dana yang ada dimanfaatkan seefektif mungkin. Sebelum ada Jampersal, berapa biaya persalinannya? Perdanya kurang lebih sekitar Rp 500.000. Rinciannya untuk jasa berapa? Untuk jasa, kalau untuk pertolongan persalinan Rp 100.000, itu belum perawatan, kurang lebih 18
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
separuhnyalah. Jadi secara umum lebih menguntungkan Perda apa Jampersal? Kalau terhadap program, jelas lebih menguntungkan dengan program Jampersal. Artinya lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses pelayanan kesehatan. Jadi lebih banyak masyarakat yang tertolong. Apa saran Anda untuk perbaikan Jampersal ke depan? Kalau untuk perbaikan Jampersal mungkin yang perlu diperbaiki untuk ATK. Dalam aturannya dijelaskan 75% untuk jasa pelayanan, sementara yang 25% sisanya diatur dengan SK Walikota. Tapi kalau kita lihat, yang 25% itu kecil ya? Mungkin untuk kota Pontianak kalau bisa ditambah, khususnya untuk Jampersal. Jadi kalau misalnya unit cost-nya lebih tinggi, otomatis untuk jasanya lebih tinggi. Kira-kira berapa tambahannya? Kira-kira Rp 500.000. Paling tidak tarif RS kelas 3 atau di bawahnya sedikit. Kemudian yang kedua untuk Juknisnya, mohon bisa dipercepat. Kadang Juknis keluarnya Maret, sementara berlakunya dari Januari. Kalau Juknisnya telat, administrasinya jadi terburuburu (kejar tayang istilahnya). Pertanggungjawaban pembukuan pun jadi terlambat, walaupun untuk pelayanan kepada masyarakat tetap harus jalan terus. ∞ (Pra)
Jampersal
di Mata Tenaga Bidan Program Jampersal jelas lebih menguntungkan, apalagi bagi keluarga miskin. Lebih banyak publik yang dapat mengakses pelayanan kesehatan. Banyak masyarakat yang tertolong, termasuk pencatatan dan pelaporan lebih banyak. “Sasaranya lebih luas,” kata bidan Mayani, SKM di Puskesmas Benayang, Pontianak. Ternyata, Mayani tidak sendirian, tapi juga disetujui sebagian besar tenaga bidan lainnya. esimpulan tersebut terekam dari hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Komunikasi Publik terhadap 363 bidan di wilayah Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bekasi. Mereka terdistribusi dalam jenis praktek mandiri (55%), mandiri Puskesmas (27%), dan Puskesmas saja 17 %, dengan lama praktek lebih sepuluh tahun (33%), 6-10 tahun (11%), 3-5 tahun (15%), dan kurang dari 3 tahun (41%). Sebagian besar tenaga bidan juga sepakat, Jampersal memberikan kemudahan bagi calon ibu yang akan melahirkan. Hanya saja, belum dapat memberikan kemudahan bagi praktek para bidan. Terdapat 54,3 % responden tidak setuju, Jampersal memberi kemudahan bagi praktek bidan. Hal ini mungkin, disebabkan belum lancarnya proses pencairan dana setelah memberikan pertolongan persalinan. Berkaitan dengan sasaran Jampersal, sebagian besar bidan setuju hanya untuk keluarga miskin dan berkeberatan bila mencakup juga keluarga berkecukupan secara ekonomi. “Rasanya kurang sreg, bila melayani pasien persalinan orang kaya menggunakan Jampersal, apalagi banyak permintaan. Tapi, kalau keluarga miskin masih bisa diterima, hitunghitung sedekah,” ujar bidan Ina di Bekasi. Sebagian besar bidan (80%), setuju program Jampersal akan mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Mereka juga setuju, bahwa program Jampersal akan dapat dilaksanakan baik di kota maupun di desa. Mereka juga sependapat, Jampersal dapat memberi rasa aman kepada ibu yang melahirkan, karena ditangani oleh tenaga kesehatan. Dengan asumsi tersebut, program Jampersal akan mendapat dukungan dari tenaga kesehatan, khususnya bidan. Walau ada sebagian tenaga bidan yang tidak setuju, apalagi Jampersal harus digunakan semua ibu di Indonesia.
Menurut bidan yang tidak setuju ini, seharusnya Jampersal khusus untuk para ibu yang tidak mampu. Sedangkan mereka yang mampu tidak perlu mendapat jaminan Jampersal. Sebab, mereka dapat membiayai sendiri sesuai dengan sarana kesehatan yang diinginkan. Terkait kesan bidan terhadap Jampersal, mereka sebagian besar menyebutnya “bagus” untuk menekan AKI dan AKB, cocok untuk ibu yang kurang mampu. Hanya saja kebijakan Jampersal masih perlu sosialisasi lebih luas dan pelaksanaan belum berjalan secara mulus. Terutama kendala pada prosedur pelaksanaan dan pengajuan klaim yang sulit, masih banyak prosedur yang belum pasti, sehingga masih ada kendala psikologis untuk menangani pasien yang menggunakan fasilitas Jampersal. Kesan lain, resiko bidan terlalu besar, sementara kompensasi dianggap kecil. Untuk itu, mereka berharap, tahun berikutnya dapat memberi imbalan yang layak sesuai dengan kekuatan ekonomi setiap provinsi, infrastruktur, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan tenaga medis, khususnya bidan. Namun demikian, masih ditemukan 44,9% responden tidak menyarankan pasien mengikuti program Jampersal dan 54,9% responden menyatakan tidak mendorong pasien mengikuti program Jampersal. Untuk hal ini, masih memerlukan pendekatan khusus kepada organisasi IBI dan bidan, sehingga kelak dapat mendukung program Jampersal sepenuh hati. Di samping meningkatkan sosialisasi dan nominal biaya pelayanan Jampersal. Khusus sosialisasi memerlukan pendekatan komunikatif, bukan medis seperti mencetak brosur, leaflet, flyer, booklet yang berbeda target sasaran. Untuk kemasan sesuaikan dengan target sasaran, seperti untuk ibu yang mampu dan kurang mampu. Skenario pesan sebaiknya berjenjang, serial, dan berkesinambungan. Sedangkan target sosialisasi meliputi tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat luas. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
19
Bersalin di Puskesmas
Mergangsang Puskesmas Mergangsang salah satu tempat bersalin favorit di Bantul. Selain tidak bayar, juga dilayani oleh tenaga kesehatan yang profesional. Bagaimana situasi di Puskesmas ini setelah adanya program Jampersal?
B
ersalin yang nyaman, sangat ditentukan oleh keterampilan tenaga kesehatan yang ada. Selain itu, dipengaruhi juga oleh ketersediaan peralatan bersalinnya. Puskesmas Mergangsang, Bantul, Yogyakarta, salah satu tempat favorit masyarakat Bantul, sebagai tempat bersalin. Selain tidak bayar, juga ada tenaga kesehatan yang profesional. Ketika program Jaminan Persalinan (Jampersal) mulai digulirkan, memang banyak kebingungan di RS ini. Namun, untunglah hal itu hanya berlangsung enam bulan. Sekarang, untuk pelayanan pasien, secara teknis medis sudah tidak ada kendala. Tenaga dokter residen obgyn sudah siap melayani, walaupun dari segi analisis kebutuhan tenaga bidan masih kurang, karena baru ada 9 orang, sementara kebutuhannya 13 orang. “Sekalipun demikian, kami tetap mampu memberi pelayanan dengan baik,” kata Puji Astuti, salah satu bidan yang bekerja di Puskesmas Mergangsang Menurut bidan Astuti, tugas bidan memang merangkap-rangkap. Mulai dari teknis menis, merujuk dan mengantar pasien, serta urusan administrasi. Termasuk mengurus kasus “ sosial”. Cerita bidan Astuti, pernah ada pasien beranak tiga. Karena pasien ini akan melahirkan, maka kami mengurus ibunya yang mau melahirkan dan juga merawat ketiga anaknya. Kebetulan si pasien tidak memiliki saudara, sementara suaminya sudah lama meninggal dunia. Menanggapi soal biaya, menurut bidan Astuti memang masih nyomplang (tidak seimbang), antara Peraturan Daerah dan Jampersal. Kalau merujuk Perda, 20
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
setempat biaya persalinan Rp 568.000 termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB). Sementara biaya Jampersal hanya Rp 350.000 termasuk pelayanan KB. “Bagi kami tidak ada masalah, walau nilai biaya Jampersal lebih rendah dibanding Perda. Sebab, tidak berpengaruh langsung kepada petugas kesehatan, karena mereka menerima gaji. Kami bergaji untuk melayani siapa saja, baik pasien Jampersal, Jamkesmas, Askes, Astek, maupun umum”, ujar Astuti. Namun, menurut Astuti, sekalipun biaya persalinan berdasarkan Perda lebih besar, kami harus menyetor seluruhnya ke Pemerintah Daerah, baru turun untuk operasional puskesmas, setelah pengajuan pendanaan disetujui. Ketika program Jampersal mulai berjalan, bulan Juli 2011, kunjungan pasien mulai menurun. Hanya separo dari total persalinan yang dilakukan di Puskesmas, sisanya dirujuk ke rumah sakit. Karena semua Puskesmas merujuk, maka rumah sakit menjadi penuh, bahkan sampai menggunakan lorong-lorong rumah sakit untuk perawatan. Apalagi, Puskesmas juga tidak boleh melayani persalinan dengan penyulit, kecuali persalinan normal. Akibatnya, ada pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan tidak mendapat tempat. Bidan Astuti menyayangkan hal ini bisa terjadi. Menurut bidan senior ini, walau secara logika, khusus Puskesmas Poned dan mempunyai residen obgyn seperti Puskesmas Mergangsang dapat melakukan persalinan seperti pasien pecah ketuban, tapi karena aturannya tidak membolehkan, ya tetap tidak boleh. “Kami harus tetap mengikuti aturan,” ujar
bidan senior ini. Tentu ini dapat menjadi masukan untuk menetapkan kebijakan berikutnya. Puskemas Mergangsang, setiap hari rata-rata melayani tiga pasien kontrol kehamilan dan dua melahirkan. Total satu bulan mampu melayani 60-80 pasien Jampersal. Dengan 9 tenaga bidan, masih dapat menjalankan pelayanan teknis medis dengan baik. Hanya saja untuk urusan administrasi seperti verifikasi data pasien untuk dokumen laporan klaim biaya persalinan sering mundur, karena tidak ada tenaga administrasi khusus. Menurut Astuti, segala tindakan yang berurusan dengan nyawa ibu hamil dan bayinya sekaligus harus mendapat perhatian lebih, terutama biaya nominal persalinannya. “Untuk kami sebagai PNS memang tidak berpengaruh, karena uang bukan untuk pelaksana. Tapi untuk bidan praktek swasta dan rumah sakit swasta akan sangat berpengaruh,” ujar Astuti. Saat ini, ada 10 persen dari pasien Jampersal yang tidak mengikuti program KB. Hal ini disebabkan karena faktor medis dan sedikit karena yang bersangkutan belum menerima program KB. Untuk kasus terakhir ini, bidan memang telah menjelaskan secara pelan-pelan. “Tapi pasien mau ber-KB atau tidak bergantung yang bersangkutan,” tambah Astuti. Astuti melihat, secara teori, program Jampersal akan menurunkan Angka Kematian Ibu. Sebab, program ini mengharuskan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur kepada petugas kesehatan sebelum persalinan. Selain itu, pasien tidak dipungut biaya. Sehingga mengurangi kemungkinan terlambat penanganan persalinan oleh tenaga kesehatan. ∞ (Pra)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
21
RSUD Bantul
Menyambut Program Jampersal Setiap hari RSUD Bantul rata-rata melayani 800 pasien rawat jalan. Dengan jumlah pasien yang demikian besar, tak heran bila pada jam kunjungan, rumah sakit terlihat penuh, bahkan kursi tunggu pasien pun tak dapat menampung. Bagaimana rumah sakit ini menyambut program Jampersal?
22
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
S
ejak bergulirnya program Jaminan Persalinan (Jampersal), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati, Bantul, Yogyakarta, telah mempersiapkan diri dengan segala kemampuan yang ada. Mulai dari ruangan, Sumber Daya Manusia, sistem rujukan, sosialisasi teman sejawat, simulasi, mekanisme alur kerja, dan berbagai sarana pendukung lainnya. “Prinsipnya, kami berkeinginan mendukung dan mensukseskan programJampersal,” kata wakil direktur Pelayanan RSUD Bantul dr. Gandung Bambang Hermanto.
tergolong kecil (hanya Rp 350.000, padahal di Bantul rata-rata sampai Rp 700.000), sehingga bidan swasta dan pelayanan kesehatan dasar cenderung merujuk ke rumah sakit.
Menurut dr. Gandung, sejak berlaku program Jampersal, rumah sakit kebanjiran pasien. Pada saat tertentu, bangsal penuh, bahkan sampai ke lorong-lorong. Kamar bayi juga ikut penuh. Pernah ruang perinatal yang berkapasitas 24 bayi, harus menampung 66 bayi. Terpaksa dilakukan, sebab Rumah Sakit tidak boleh menolak pasien. Apalagi yang datang ibu hamil yang akan melahirkan.
Menurut dokter kelahiran Yogyakarta ini, dengan program Jampersal, banyak pelajaran yang bisa diperoleh, di antaranya pembelajaran bagi dokter untuk membuat catatan medis setiap kali setelah pemeriksaan. Juga membuat laporan medical record pasien, sebagai bahan pendukung klaim biaya Jampersal. Sebab, bila tak dilengkapi dokumen medical record, klaim tidak bisa dilakukan. Padahal, sebelumnya, dokter hanya melakukan diagnosa pemeriksaan, selesai.
“Ini merupakan masalah yang belum pernah diprediksi. Apakah sarana kesehatan yang tersedia mampu melayani atau tidak. Sekalipun demikian, semua pasien persalinan kami terima, tidak mungkin menolak dengan alasan apapun. Walau kapasitas tidak menampung, tetap diterima, dengan segala keterbatasan yang ada,” ujar dr. Gandung. Untuk mendukung program Jampersal, RSUD dengan kapasitas 266 kamar tidur ini, memiliki 21 dokter spesialis dalam 4 spesialis besar yakni: bedah, dalam, anak, dan kebidanan dan kandungan. Untuk mendukung pelayanan program Jampersal, RSUD telah menyiapkan 222 perawat dan 30 bidan. Selain melayani program Jampersal, setiap hari rata-rata rumah sakit melayani sekitar 800 pasien rawat jalan. Dengan jumlah pasien yang demikian besar, maka wajar bila pada jam kunjungan, rumah sakit terlihat penuh, bahkan kursi tunggu pasien pun tak dapat menampung, sehingga ada sebagian yang harus berdiri, karena tak memperoleh tempat duduk. Mengapa masyarakat berbondong-bondong menuju rumah sakit, menurut dr. Gandung disebabkan karena sosialisasi pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas masih kurang, Akibatnya masyarakat memilih langsung ke rumah sakit. Di samping sosialisasi, ada kemungkinan pelayanan dasar juga belum siap. Ketidaksiapan itu, bisa jadi karena biaya persalinan yang disediakan Jampersal
“Berdasarkan pengalaman, karena rumah sakit terbatas daya tampungnya, bila pasien datang dengan persalinan normal, mereka kami rujuk kembali ke Puskesmas setempat. Sebab, masyarakat yang datang ke rumah sakit, tidak semua berdasarkan rujukan. Tapi banyak juga yang kehendak sendiri. Alasan mereka bersalin di rumah sakit, karena mereka merasa lebih nyaman dan tenang,” ujar dr. Gandung.
Sementara, menurut Kabid Pengendalian RSUD Bantul, Siti Suryati, SKM, pembelajaran yang tiada henti bernama sosialisasi. Sebab, masih banyak teman sejawat yang harus terus mendapat pemahaman tentang administrasi. Apalagi dengan adanya perubahan Software dari INA DRG menjadi INA_CBG’S. Jadi harus terus belajar. “Pernah, RSUD mengajukan klaim untuk bulan April-Desember 2010, baru bisa cair tahun 2011, tapi untuk bulan November-Desember 2011, akan segera cair. Jadi saat ini keuangan kami surplus,” ujar Siti. Sejak awal, semua proses harus baik, jelas sebab kalau tidak baik, pasti akan mengganggu ketersediaan dokumen. Bila ketersediaan dokumen terhambat, akan mempengaruhi proses klaim. Bila proses klaim terhambat dalam jangka panjang, akan mempengaruhi pencairan dan perputaran keuangan rumah sakit. Berdasarkan Rekap laporan tahun 2011, rumah sakit setiap bulan rata-rata mencairkan Rp 2 miliar untuk program Jamkesmas dan Jampersal. Hingga luncuran ke 5 tahun 2011, sudah dicairkan lebih dari Rp 24 miliar. Di RSUD Bantul, secara keseluruhan, rawat inap didominasi program Jampersal, sedangkan rawat jalan didominasi program Askes, sisanya ditempati masyarakat yang membayar sendiri atau umum. ∞ EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
23
dr. Sarminto, M.Kes:
Jampersal Sebaiknya Dibatasi Jaminan Persalinan (Jampersal) --program anyar Kementerian Kesehatan yang sedang bergulir sejak Juli 2011- sudah banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, khususnya pelayanan persalinan. Mulai dari kemudahan akses, penanganan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan biaya ditanggung pemerintah. Sekalipun demikian, masih ada sejumlah kendala yang harus diselesaikan dalam waktu singkat untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu. Menurut dr. Sarminto, M.Kes, kepala Dinas Kesehatan Provinsi DIY, banyak hal yang mesti diperbaiki dari program Jampersal ini, di antaranya menggiatkan sosialisasi tentang program tersebut. “Masyarakat berlomba-lomba ke Rumah Sakit. Padahal mereka sebetulnya bisa dilayani di Puskesmas terlebih dahulu,” kata dr. Sarminto. Kebijakan Jampersal sebaiknya dibuat per wilayah, tambahnya. Berikut penuturannya lebih lanjut:. Bagaimana implementasi program Jampersal selama ini? Adanya program Jaminan Persalinan (Jampersal), bagi kami sangat menolong kegiatan dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Untuk daerah Yogyakarta, AKI-nya sudah cukup baik, sementara angka persalinan oleh Nakes, sudah hampir 95 ke atas. Nah, Jampersal ini menolong bagi yang tidak mempunyai jaminan. Namun di lain pihak ada beberapa kendala terutama di tingkat bawah karena Jampersal ini ongkosnya hanya Rp 350.000, sedangkan di Yogja tarif bidan saja sudah Rp 500.000. Ada bidan yang tidak mau menangani. Mereka kemudian merujuk ke RS ataupun ke Puskesmas. Itu yang menjadi kendala kami. Kami berharap biaya yang ditanggung Jampersal ada kenaikan, bukan Rp 350,000 tapi sekitar Rp 500.000. Sama dengan standar yang ada? Iya. Karena ini program baru sosialisasi juga harus terus dilakukan, sehingga sistem rujukan menjadi lebih optimal. Artinya persalinan normal yang seharusnya bisa ditolong di tingkat dasar misalnya Puskesmas rawat inap, tidak perlu langsung ke Rumah Sakit. Apa sebenarnya kendalanya? Pertama, Jampersal program baru. Kedua, mungkin sosialisasi masih kurang pada masyarakat, sehingga masyarakat tidak mengerti bahwa persalinan normal seharusnya cukup di Puskesmas atau di bidan swasta. Ketiga, untuk yang swasta mungkin tarifnya terlalu rendah. Akhirnya mereka cenderung untuk merujuk saja ke RS, sudah dapat Rp 100.000.
24
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Bidan merujuk ke RS atau Puskesmas? Sistem rujukan kurang berlaku, masyarakat cenderung langsung rumah sakit. Kendalanya disebabkan karena belum sosialisasi atau karena memang masyarakat punya keinginan sendiri? Salah satunya sosialisasi masih kurang. Kedua orang boleh memilih, namun sistemnya juga harusnya berjalan. Artinya dia tidak dapat penggantian. Logikanya kalau masyarakat langsung ke RS seharusnya tidak mendapat penggantian biaya. Tapi kenyataanya tidak seperti itu. Tetap saja mendapat penggantian? Iya. Seharusnya, kalau ada rujukan dari Puskesmas baru mendapat penggantian. Ke depan kita butuh adanya suatu Peraturan Gubernur agar sistem rujukan bisa berjalan. Itu yang akan kita susun agar sistem rujukan jalan. Meskipun kita yakin sistem rujukan akan jalan kalau semua masyarakat sudah terasuransi dengan baik. Kalau asuransi berjalan baik, sistem rujukan juga berjalan baik. Kalau Jampersal kan sudah semuanya, untuk orang kaya pun bisa meskipun, filosofinya hanya untuk orang yang tidak mampu. Jadi ada efek samping dengan adanya Jampersal. Ya. Seharusnya untuk Yogja dengan yang AKI dan AKB sudah agak rendah, tidak disamaratakan dengan kebijakan Jampersal. Artinya orang yang mampu tidak dibantu pemerintah. Akibatnya, masyarakat yang dulunya sudah mandiri mau bayar, sekarang kalau anak ke 2 atau ke 3, tidak mau bayar kalau mereka ke RS. Kejadian serupa terjadi juga di Puskesmas. Di Puskesmas Tegal Rejo, Mergangsang, kondisi rawat inapnya sudah bagus. Artinya orang ke situ pun tidak masalah dengan anak ke 2 atau ke 3. Yang menjadi masalah yang dulunya mandiri, sekarang dibayar pemerintah. Seharusnya kebijakan itu untuk di luar Jawa, di daerah yang masih membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik karena pelayanan kesehatannya memang masih kurang. Kalau DIY Nakesnya saat ini sudah 95%, tanpa Jampersal sudah cukup. Sebagai masukan, sebaiknya kebijakan ini dibuat per wilayah. Lalu dengan adanya Jampersal apakah masih ada peran untuk menurunkan AKI dan AKB? Saya tidak tahu persis, tapi evaluasi kami AKB/AKI itu
Yang repot dalam pelaksanaannya. Karena sosialisasinya kurang maksimal, masyarakat mendapat informasi Jampersal untuk semua. Nah, kalau sudah begini, kalau tiba-tiba distop --orang kaya tidak boleh-- bisa jadi masalah.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
25
Memang kita salah, seharusnya kalau normal itu jangan dirujuk. Kenyataan di lapangan temen-temen di RS tidak mungkin menolak, kalau sudah mau lahir tidak mungkin ditolak. Nanti bisa jadi masalah, DPR bisa maramarah. Jadi tidak mudah. Apalagi ini RS Pemda, pasti akan muncul di DPR jika ada masalah. Ya sama-sama karena ini program baru tentu saja masih berproses. Bagi saya program ini sangat membantu 26
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
dari 43 sekarang menjadi 49. Ada kenaikan. Saya tidak tahu persis ini dampak Jampersal atau bukan. Memang selama 5 tahun AKB/ AKI kita naik turun antara 40-50. tapi kita tidak bisa menarik kesimpulan apakah ini karena Jampersal atau bukan. Lima tahun terakhir ini pernah 48, sebelumnya pernah juga 36 (2007), 41 (2008), 47 (2009), 43 (2010), dan 49 (2011). Memang menjadi pertanyaan, apakah perubahan tersebut terjadi karena KB yang tidak terkendali. Tidak tahu juga. Kemarin waktu evaluasi ternyata KB tidak berhasil, sehingga banyak bayi yang dilahirkan. Kenyataannya Bantul juga demikian, karena memang di RS jadi pusat rujukan Jampersal. Sehingga RS ini tidak bisa menampung pasien, tapi akhirnya dicukup-cukupi. Di RS Bantul, satu bok standardnya untuk 1 bayi tapi dipakai 2 sampai 3 bayi. Ini karena antusiasnya orang menggunakan Jampersal. Mereka yang sebelumnya mandiri, sekarang berbondong-bondong menggunakan Jampersal. Ini karena Jampersal untuk semua. Untuk semua hanya untuk tahun 2011? Yang repot dalam pelaksanaannya. Karena sosialisasinya kurang maksimal, masyarakat mendapat informasi Jampersal untuk semua. Nah, kalau sudah begini, kalau tibatiba distop --orang kaya tidak boleh-- bisa jadi masalah. Memang, untuk membuat kebijakan spesifik bagi setiap provinsi cukup merepotkan. Namun, jika tidak demikian, dalam pelaksanaan di lapangan jadi ikut merepotkan juga. Terkait dengan Jampersal, bagaimana daya dukung sarana kesehatannya? Masyarakat sekarang berbondongbondong ke pelayanan kesehatan negeri. Kalau dulu mereka sudah mau ke swasta, itu mengurangi. Sekarang kita malah kebanjiran pasien. Kita sudah menyampaikan ke Ikatan Bidan Indonesia agar bersedia menolong. Sebab mereka selama ini bekerja sama dengan Jamkesmas, maka seharusnya mau kerja sama dengan Jampersal juga. Tapi kenyataan di lapangan berbeda. Mereka lebih suka merujuk ke rumah sakit. Nanti bisa ditanyakan ke RS Bantul, bagaimana cakupan RS. Mereka naik 300% – 400% kalau tidak salah. Saya tidak tahu persis kenapa. Saya coba cari penyebabnya, apakah kenaikan itu karena Puskesmas pembantu tidak mau melayani atau dari
swasta. Kalau penyebabnya dari swasta, berarti kesalahan kebijakan, yang dulunya sudah mau di swasta, sekarang malah dilempar. Banyak masyarakat yang langsung datang ke rumah sakit, karena sosialisasinya kepada masyarakat Jampersal di rumah sakit gratis. Kemudian belum semua bidan praktek swasta mau ikut PKS (Perjanjian Kerja Sama). Tarif Jampersal lebih rendah, dibanding tarif bidan praktek swasta. Akibatnya banyak bidan tidak mau menerima pasien yang merujuk ke program Jampersal. Ada pos biaya untuk merujuk? Semestinya yang dirujuk itu yang tidak bisa ditangani. Tidak semua dirujuk. Tapi tentu saja tidak mudah. Kalau kita tanya ke Pak Dirjen, beliau akan jawab: itu kesalahan temen-temen Dinas. Mereka sosialisasinya kurang. Bu Sesjen juga pernah mengatakan sosialisasinya kurang bagus. Memang kita salah, seharusnya kalau normal itu jangan dirujuk. Kenyataan di lapangan temen-temen di RS tidak mungkin menolak, kalau sudah mau lahir tidak mungkin ditolak. Nanti bisa jadi masalah, DPR bisa mara-marah. Jadi tidak mudah. Apalagi ini RS Pemda, pasti akan muncul di DPR jika ada masalah. Ya sama-sama karena ini program baru tentu saja masih berproses. Bagi saya program ini sangat membantu. Program Jampersal masih menemui beberapa kendala di lapangan, solusi apa yang sudah dilakukan? Kalau terkait dengan biaya, kita setiap Jumat bertemu dengan profesi IBI (Ikatan Bidan Indonesia) untuk melakukan sosialisasi agar teman-teman bidan tetap mau kerja sama. Kemudian dalam kaitannya dengan rujukan. Ke depan harus mempunyai Pergub atau aturan lainnya yang ada kaitannya dengan sistem rujukan. Antisipasi penumpukan pasien yang dirujuk di RS, salah satu penyelesainya dengan memanfaatkan Puskesmas rawat inap. Berdasarkan evaluasi, Puskesmas rawat inap BOR-nya masih di bawah 50%. Masukan lain? Salah satunya, harga dinaikkan. Kedua, rayonisasi. Pertolongan persalinan normal dengan yang dilayani dengan tenaga kesehatan tinggi, itu kebijakannya berbeda. Sehingga nanti terlihat manfaatnya. Kemudian juga harus dibatasi, jangan untuk semua orang. ∞ (Pra, Desy)
Drg. Maya Sintowati Pandji, MM:
Menjadikan Puskesmas
Pilihan Utama
Program Jampersal terus bergulir. Banyak manfaat yang sudah dirasakan, meski banyak pula kekurangan di sana-sini. Tentu program ini harus terus disempurnakan. Terkait dengan sosialisasi Jampersal, drg. Maya menilai gambaran yang diberikan tentang manfaat Jampersal kurang tajam. “Sosialisasi hanya menjelaskan apa Jampersal, tapi belum menyentuh apa keuntungan bersalin dengan program tersebut,” ujar dokter yang juga Kadinkes Kab Bantul Yogyakarta ini. Berikut penuturannya lebih lanjut. Jampersal, sebagai program baru membutuhkan waktu untuk sosialisasi. Jadi wajar, bila masih ada masyarakat yang belum dapat memahami secara benar maksud dari program tersebut. Ada masyarakat yang ingin langsung bersalin ke rumah sakit, padahal dapat dilayani di Puskesmas terdekat. Kondisi seperti ini masih sering terjadi di Kabupaten Bantul. Walau demikian proses sosialiasi tetap harus terus ditingkatkan. Sambil menambah pemahaman masyarakat tetang rujukan, rumah sakit tidak bisa menolak, bila ada pasien yang datang untuk bersalin. “Mereka harus tetap dilayani, tidak elok untuk menolak mereka, apalagi masuk UGD,” ujar drg. Maya Sintowati Pandji, MM, Kadinkes Kab Bantul Yogyakarta. Menurut drg. Maya, sebenarnya sosialiasi sudah dilakukan mulai Maret 2011 dengan melibatkan DPRD, Puskesmas, dan tokah agama maupun masyarakat. Media yang digunakan di antaranya Radio Bantul. “Kami mempunyai slot untuk dialog dengan masyarakat secara berkala dengan tema KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), Jamkesmas, dan Jampersal. Memang, tidak selalu berjudul Jampersal, tapi kontennya tetap terkait dengan kesehatan ibu dan anak,” jelas Maya. Selain Radio Bantul, juga ada radio swasta dengan memanfaatkan program masyarakat sehat (PMS). Sudah ada program secara rutin mengisi siaran setiap harinya. Sosialisasi juga dilakukan melalui media cetak, seperti poster, leaflet, dan banyak lagi. Ketika ada sarasehan, juga
mengangkat tentang Jampersal. Begitu juga saat perayaan hari kesehatan nasional. “Semua ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang program Jampersal,” tutur Maya lebih jauh. Malah, pada kegiatan Bantul Ekspo pun, sosialisasi mengenai Jampersal ini dilakukan juga. Menurut Kadinkes, banyaknya persalinan ibu hamil di rumah sakit, memang sudah pilihan masyarakat dengan berbagai alasannya. Hal ini tidak dapat dipersalahkan atau ditolak. Sebab, melahirkan itu berkaitan dengan kemantapan hati. Tidak sedikit yang harus sampai mengorbankan nyawa. Maka, masyarakat harus menentukan pilihan tempat melahirkan. “Saya juga pernah melahirkan, harus memilih dengan bidan siapa yang dianggap memberi kemantapan hati,” ujarnya tegas. Fenomena ini menunjukkan bahwa Puskesmas belum menjadi pilihan. Untuk itu menjadi tantangan, bagaimana mewujudkan Puskesmas menjadi pilihan utamanya. Menjadikan Puskesmas pilihan masyarakat akan menjadi fokus program ke depan. Walau tentu saja ini bukan pekerjaan mudah. Sebelumnya, sudah berdiskusi dengan drg. Kuncoro (Ketua Forum Komunikasi Kepala Puskesmas), mereka pernah memperoleh sertifikasi ISO 9001: 2088 tentang mutu pelayanan Puskesmas. Kemudian ada Puskesmas akan mendapat bantuan bangunan senilai 1 Miliar lebih. Dengan biaya sebesar itu, pasti akan menjadi sarana Puskesmas rawat inap yang bagus.
Tapi, sayang selama ini ruang rawat inap yang tersedia, tidak diisi secara maksimal, hanya kisaran 25-30% saja. Untuk itu, dengan biaya yang besar untuk membangun gedung, perlu upaya untuk meningkatkan jumlah pengguna rawat inap di puskesmas ( BOR) tersebut. Untuk antisipasi, kepala Puskesmas diminta untuk menyusun program untuk meningkatkan BOR-nya. Banyak kepala Puskesmas yang beranggapan itu pekerjaan berat. Namun setelah diberi penjelasan akhirnya mereka bisa memahami dan mendukung program tersebut. Menurut dr. Maya, ia sendiri heran dengan rendahnya BOR Puskesmas tersebut. Sementara ada Puskesmas lain yang masih satu kecematan, BOR-nya tinggi, tapi tempatnya terbatas. Ada wacana untuk menggabung dua Puskesmas tersebut. Sehingga kedua Puskesmas dapat saling melengkapi, baik ruang perawatan, peralatan, maupun SDM-nya. Kadinkes berharap, paling tidak ada satu Puskesmas yang menjadi pilihan utama masyarakat. Selanjutnya, tinggal mengembangkan Puskesmas lain dengan menduplikasi Puskesmas yang sudah ada menjadi model. Bila ini terwujud, maka pelayanan Jampersal otomatis akan menjadikan Puskesmas sebagai tujuan utama. Menurut Kadinkes, sebenarnya para bidan itu lebih nyaman memberi pelayanan di Puskesmas dibanding di rumah bidan. ∞ EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
27
manage Jampersal untuk memenuhi agar anak dan ibu sehat”. Kabupaten Subang, menurut dr Lukman, termasuk daerah yang mempunyai cakupan bagus. Kebetulan baru selesai dimonitor dan dievaluasi. Mereka terbuka, ketika ada kesulitan langsung bertanya. Cakupannya bagus. Jampersal diterima dengan baik. Berbeda dengan yang lain, ada yang menambah dengan peraturan lain. Asumsinya agar aman dalam penggunaan keuangannya.
Jampersal di Jawa Barat Proram Jaminan Persalinan (Jampersal) yang diluncurkan Kementerian Kesehatan Juni 2011, sudah bergulir juga di Provinsi Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk terbesar, tidak heran jika provinsi ini menyumbang jumlah terbesar Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Oleh sebab itulah, program Jampersal menjadi sangat penting bagi provinsi ini dalam usaha menurunkan tingkat kematian tersebut. Dalam pelaksanaannya, Jampersal memang belum berjalan seperti yang diharapkan. Bahkan ada beberapa daerah yang belum dapat melaksanakan Jampersal seperti Kabupaten Garut, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, dan banyak lagi. Sementara daerah yang sudah melaksanakan Jampersal, tingkat realisasinya belum seperti yang diharapkan. Hanya beberapa daerah yang tingkat realisasinya tinggi. Salah satunya Kabupaten Subang. Dari 24 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Subang memimpin cakupan realisasi Jampersal terbesar. Jampersal: Lain Ladang Lain Belalang Implemantasi Jampersal di Provinsi Jawa
28
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Barat, memang berbeda-beda dalam menyikapinya. Ada yang langsung bisa diterima sesuai petunjuk teknis, tapi ada juga yang harus membuat peraturan tertentu, sehingga terkadang memperpanjang pencairan keuangannya. Menurut dr. Lukman dari Dinas Kesehatan Prov. Jawa Barat, kab/kota sebenarnya sudah mensosialisasikan program Jampersal. Malah mereka sudah membuat peraturan, PKS juga sudah. Yang jadi masalah adalah pelaksanaan di lapangan. Subang menyambut baik, tapi daerah lain menerima apa adanya. Animo masyarakat pun adem-adem saja. Ada juga daerah yang tidak peduli. Dijelaskan lagi oleh dr. Lukman, “sebetulnya esensi Jampersal bukan pada gratisnya. Malah KB pasca salin, kita stop. Tahun ini tidak dibatasi jumlah anaknya. Masyarakat kita kalau dengar gratis, senang. Jadi ya, pemahaman kita, me-
Sementara itu, dr. H. Susatyo Triwilopo MPH, kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bandung, melihat bahwa dalam pelaksanaan Jamperesal harus dibenahi sistim rujukan/ referal-nya. Harus ada reward dan punishment. Audit medis dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) belum dilaksanakan. Lebih lanjut dr. Susatyo mengatakan bahwa semua klaim akan segera diselesaikan. Bila ada yang belum dibayarkan maka semua utang yang terjadi akan diselesaikan bila anggaran telah tersedia. Sekadar informasi, Kota Bandung sendiri hanya menyerap 6,2% (Rp 584.000.000) dari dana yang disediakan untuk Jampersal sebesar Rp 9.552.032.000. Bidan Tin Citarik (56 tahun) yang seharihari bertugas di Rumah Sakit Ibu dan Anak dan di luar jam kerja bekerja sebagai bidan swasta ikut bekerja sama dalam Jampersal. Berdasarkan pengalaman bidan Tin, dalam satu bulan ia melayani rata-rata 20 pasien Jampersal. Dalam melakukan klaim keuangan selama ini ia tidak mengalami kesulitan selama semua persyaratan lengkap. Dibanding klaim dengan SKM (Surat Keterangan Miskin), klaim melalui Jampersal jauh lebih mudah, jelas bidan Tin. Menurut bidan Tin, program Jampersal sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan layanan persalinan dengan persyaratan yang sangat sederhana. Cukup dengan menunjukkan Kartu Tanda penduduk (KTP)/identitas diri dari wilayah setempat atau dari wilayah lain di seluruh Indonesia. Dengan KTP tersebut, pasien akan mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kehamilan, melahirkan, dan pasca melahirkan. Dalam sebulan, bidan Tin bisa menolong rata-rata 20 persalinan. Bila dikalikan Rp 350.000, maka ia akan
Rekap Alokasi dan realisasi Jampersal Provinsi Jawa Barat Kab/Kota
Alokasi
Luncuran 1
Realisasi
% realisasi dari luncuran I
%Realisasi dari total alokasi
Kab. Bogor
19.008.062.000
5.702.419.000
2.289.300.000
40.15
12.04
Kab. Sukabumi
9;335.402.000
2.800.623.000
220.730.500
7.88
2.36
Kab, Cianjur
8.653.672.000
2.396.102.000
1.044.334.000
40.23
12.07
Kab. Bandung
12.668.156.000
3,800.447.000
439.190.000
11.56
3.47
Kab. Garut
9.582.420.000
2.874.726.000
0.00
0.00
Kab. Tasikmalaya
6.686.426.000
2.005.928.000
1.713900.017
85.44
25.63
Kab. Ciamis
6.111.041.000
1.833.312.000
1.245.940.000
67.96
20.39
Kab. Kuningan
4.140.479.000
1.242.144.000
0.00
0.00
Kab. Cirebon
8.241.16.000
2.472.347.000
2.650.890.000
107.22
32.17
Kab. Majalengka
4.655.965.000
1.396.790.000
165.970.000
11.88
3.56
Kab. Sumedang
4.355.034.000
1.306.510.000
1.071.815.000
82.04
24.61
Kab. Indramayu
6.638.427.000
1.991.528.000
0.00
0.00
Kab.Subang
5.835.678.000
1.750.703.000
2.120.095
121.10
36.33
Kab. Purwakarta
3.198.259.000
1.019478.000
0.00
0.00
Kab. Karawang
8.480.959.000
2.544188.000
1.494.340.000
58.73
17.62
Kab. Bekasi
10.493486.000
3.148.042.000
268.100.000
8.52
2.55
Kab. Bandung Barat
6.040.308.000
1.612.092.000
423.140.000
23.35
7.01
Kota Bogor
3.787.343.000
1.136.203.000
0.00
0.00
Kota sukabumi
3.194.175.000
357.253,000
0.00
0.00
Kota Bandung
9.552.012.000
2.865610.000
9.04
2.71
Kota Cirebon
1.180.276.000
154.083.000
0.00
0.00
Kota Bekasi
9.323.993.000
2.797.198.000
0.00
0.00
Kota Depok
6.929.936.000
2.078.981.000
0.00
0.00
Kota Cimahi
2.159.469.000
647.841.000
13.53
4.06
Kota tasikmalaya
2.531.732.000
759.520.000
56.95
17.08
Kota banjar
699.013.000
209.704.000
30.80
9.24
Provinsi
171,682.899.000
51.504.870.000
31.05
9.31
259.100.000
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
Pasien Jampersal Bulan November di RS Hasan Sadikin Bandung Rawat Rawat Jumlah Bulan Inap Darurat Juni 135 26 161 Juli 163 31 194 Agustus 199 26 225 September 248 74 322 Oktober 313 86 399 November 332 107 439 Jumlah 1390 350 1740 memperoleh penggantian dari Jampersal sebesar Rp 7.000.000. Apakah tarif sebesar Rp 350.000 sudah memadai untuk memberikan standar pelayanan minimal,
bidan Tin menganggap hal itu sudah cukup memadai. Spektakuler Lain lagi cerita pelaksanaan program jampersal di RS Hasan Sadikin, Bandung. Menurut Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM Sp.OG, pelaksanaan Jampersal di RS Hasan Sadikin berjalan sangat spektekuler. Di RS ini setiap bulan terjadi peningkatan yang signifikan, semakin hari semakin banyak masyarakat yang menggunakan fasilitas Jampersal sehingga Bed Occupation Rate > 100 %. Menurut dr. H. Bayu, RS Hasan Sadikin idealnya menerima pasien derajat kesakitan di atas level 2, operate house.
Realisasi Jampersal Dinas Kesehatan Kota Bandung
”Tetapi karena memilih tempat berobat adalah hak asasi manusia, kita tak bisa menolak pasien yang berobat ke kita. Walaupun tanpa rujukan”. Usul dr. H. Bayu, seharusnya sistem referal/sistim rujukan yang ada mengatur puskesmas, pustu, polindes, dsb, untuk program Jampersal, kemudian juga terhadap bidan praktek swasta, klinik bersalin, dokter praktek, dan rumah sakit bersalin baik itu pemerintah maupun swasta yang sudah melakukan PKS dengan pengelola Jamkesmas di Pemda Kabupaten/Kota maupun Provinsi. ”Pada kenyataannya yang datang berobat ke sini adalah pasien patologi, atau yang mempunyai security level di bawah 2. Kadang fisiologi, karena satu dan lain hal banyak yang ditolak oleh bidan di Kabupaten/Kota maupun Rumah Sakit, termasuk Rumah Sakit Swasta. Akibatnya RS kami overcapacity, dan overload. Untuk pelayanan Jampersal melebihi kapasitas yang tersedia,” jelas dr. H. Bayu lagi. Mengapa itu bisa terjadi, dr. H. Bayu melihat hal tersebut akibat sosialisasi Jampersal yang belum menyeluruh, belum secara nasional, sehingga belum dipahami para pihak. Sehingga banyak masyarakat yang belum jelas dengan program Jampersal. Begitu juga bidan, dokter Puskesmas, maupun dokter swasta banyak yang belum paham akan pelaksanaan Jampersal. Akibatnya, bagi masyarakat jika ingin melahirkan mereka langsung ke rumah sakit, karena gratis, tidak bayar. Seharusnya mereka terlebih dahulu ke Puskesmas, apalagi jika persalinan mereka tidak ada masalah. Sebaliknya, pihak Puskesmas maupun bidan dan dokter swasta, kadang langsung melempar pasien ke rumah sakit. Bagi bidan ada yang enggan karena klaim Jampersal mereka anggap terlalu murah, begitu juga bagi dokter swasta. Bagaimanapun, menurut dr. Bayu program Jampersal adalah program yang bagus untuk menekan AKI dan AKB. Usulan di. Bayu agar memperbaiki manajemen pelaksanaan Jampersal kiranya merupakan masukan berharga untuk suksesnya Jampersal ke depan. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
29
Prawito
Nasionalisme Jampersal ? Anom (25), suami siap antar jaga. Ia tampak gusar menami istri menunggu persalinan anak pertama di RSUD, Panembahan Bantul, Yogyakarta. Dengan sidikit bingung menjelaskan, bahwa istrinya ikut program Jampersal (Jaminan Persalinan) sudah melakukan pemeriksaan 9 kali ke tenaga bidan setempat. Ia menyerahkan bidan menjawab, ketika ditanya, mengapa bersalin di RSUD, tidak di Puskesmas ? idan Handayati, yang juga bekerja di RSUD Bantul ini menjelaskan: pasien sudah pecah ketuban 10 jam yang lalu, setelah diobservasi, ternyata belum ada perkembangan, sehingga harus mendapat induksi. Sementara bidan tidak ada kewenangan untuk menginduksi, maka kami merujuk ke RSUD, jawab sang bidan tangkas. Indah sekali dialog di atas. Bukti, profesionalisme dan rasa kemanusiaan tenaga bidan melayani persalinan pengguna jampersal. Ketika sang bidan ditanya, dengan kendaraan apa Anda merujuk ? Ia menjawab menyewa mobil. Anggaranya cukup ?, pas jawabnya. Sebuah ungkapan yang tidak mau hitunghitungan, bisa jadi rugi secara materi menolong persalinan ( waktu, tenaga, pikiran, dll terkuras). Untuk melayani orang miskin pengguna Jampersal, sebagian besar tenaga bidan siap berkorban, walau hanya mendapat penggantian di bawah standar biaya pada umumnya. Tapi, untuk pasien kaya yang menggunakan jampersal, sebagian besar mereka agak keberatan. Apalagi, pengguna jampersal dari orang yang mampu ini lebih banyak tuntutannya. “Jadi ada kesulitan menumbuhkan motivasi diri dalam pelayanan” kata Bidan Handayati. Dengan alasan yang sama rasa kesulitan untuk memotivasi bidan, juga dialami oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab.Bantul, drg Maya Sintowati Pandji, MM. Menurutnya, walau biaya persalinan jampersal di bawah rata-rata standar perda, bila untuk pelayanan orang miskin, saya meyakini insya Allah sebagai ibadah. “Dengan diniatkan karena ibadah insya Allah akan diganti dengan cara lain yang lebih baik”, kata drg Maya. Memang, melayani kesehatan masyarakat, apalagi keluarga miskin, untuk rakyat Indonesia, masih tinggi rasa solidaritas dan nasionalismenya, demi mencari ridho Allah
30
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
dan tegaknya merah-putih di Bumi Persada yang kita cintai. Tapi, bila uang negara digunakan untuk mereka yang hidup berkecukupan, para tenaga bidan yang hidupnya dibawah standar mereka agak keberatan. Sebab, mereka sudah mampu membiayai seluruh persalinan dengan biaya sendiri dengan pilihan kelas tertentu, tanpa harus mengurangi hak orang miskin.
Sekalipun para bidan sebagian juga sudah paham, mengapa jampersal tahun 2011 untuk seluruh ibu hamil dan melahirkan, baik yang kaya maupun yang miskin ini. Yakni sebagai salah satu cara untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Untuk penjelasan ini, mereka menagatakan: tidak terkait langsung antara program jampersal dengan penurunan AKI & AKB. Sebab, selama ini masyarakat sudah terbiasa melakukan pemeriksaan dan persalinan pada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Di Yogyakarya, Jampersal tidak secara signifikan mendorong masyarakat melakukan pemeriksaan dan persalinan pada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Kalau begitu, apa jampersal tidak bermanfaat ?, Jelas bermanfaat. Hanya saja, kemanfaatannya akan menjadi lebih sempurna, bila Jampersal diperuntukkan daerah yang membutuhkan. Persoalannya dalam perencanaan, harus dengan sabar, jeli dan teliti melakukan pemetaan wilayah mana yang membutuhkan jampersal. Hanya saja melakukan pemetaan dan perencanaan anggaran juga perlu kerja keras dan sungguh-sungguh tersendiri dari para perencana. Memetakan lebih 450 kabupaten-kota memang persolan rijit dan rumit, apalagi belum terdukung data yang akurat. Memang, untuk mewujudkan jampersal sebagai tali perekat nasionalisme kita, masih butuh waktu untuk merencanakan dengan lebih baik, sistem pencairan yang cepat dan akurat, serta didukung para pelaksana yang profesional dan jiwa patriotik yang tinggi. Bila ada jiwa patriotik yang tinggi dari para perencana dan pelaksana, tentu akan menghilangkan hambatan kesulitan merencanakan yang baik. Bagi pelaksana juga dapat mengalahkan imbalan yang diterima, walau tak seberapa. Semangat untuk membantu dan kerja secara progesional akan tetap terjaga. Sebagai salah satu nasionalisme bidang kesehatan yang sebenarnya. Yakni: Nasionalisme Jampersal. ∞
RAGAM
Satu Lagi Korban Flu Burung Meninggal Daftar korban Flu Burung meninggal bertambah satu menyusul kasus yang menimpa PD, warga Sunter Jakarta Utara. Total jumlah kumulatif korban meninggal mencapai 151 orang terhitung sejak 2005 hingga 9 Januari 2012. Merujuk Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang telah dikonfirmasi oleh Pusat Biomedis dan Teknologi dasar Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI, selain korban flu burung meninggal, total tercatat 183 kasus flu burung sejak 2005 lalu hingga Januari 2012. Awal kasus PD terjadi ketika pria berusia 23 tahun ini mengalami gejala demam, batuk dan pilek sejak 31 Desember 2011. Guna meringankan sakitnya, ia membeli obat di warung. Karena sakitnya tidak kunjung sembuh, empat hari berselang, tepatnya 3 Januari 2012, penderita berobat jalan ke Rumah Sakit swasta di kawasan Jakarta Utara.
Selanjutnya pada 6 Januari 2012, penderita mengalami sesak nafas dan tidak sadarkan diri, sehingga harus dipindahkan ke ruang ICU. Esok harinya, 7 Januari 2012, penderita dirujuk ke RS Rujukan Flu Burung, RSU Tangerang, Banten. Sayangnya, nyawa penderita tidak tertolong dan meninggal pada hari yang sama, pukul 22.50 WIB. Guna menyikapi hal tersebut, Tim Terpadu Kemenkes dan Dinas Kesehatan setempat telah melakukan penyelidikan epidemiologi ke rumah penderita dan lingkungan sekitar. Hasilnya, adanya kemungkinan faktor risiko yaitu kontak langsung dengan burung merpati peliharaan PD yang sakit kemudian mati. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp(K), MARS, DTM&H, DTCE, selaku vocal point International Health Regulation (IHR) juga telah menginformasikan kasus ini ke WHO. ∞ (Pra)
Tetap Waspada Meski Kasus Flu Burung Menurun Jumlah kasus Flu Burung di dunia maupun Indonesia pada 2011 mengalami penurunan. Meski demikian, masyarakat harus tetap waspada mengingat kemungkinan penularan ke manusia masih ada. Untuk diketahui, puncak jumlah kasus flu burung di dunia terjadi pada 2006. Saat itu, tercatat 115 kasus flu burung skala dunia dan 55 kasus di antaranya terjadi di Indonesia. Seiring perjalanan waktu, jumlah kasus flu burung mengalami penurunan. Data terakhir pada 2011, mengutip penjelasan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, terdapat 11 kasus flu burung di Indonesia, dan 60 kasus di dunia.
Meski cenderung terjadi penurunan, upaya penanggulangan terhadap flu burung terus dilakukan. Salah satunya melalui Program Penanggulangan Avian Influenza (AI) yang dilakukan secara komprehensif baik pada hewan maupun pada manusia. Program penanggulangan yang umumnya dilakukan pada hewan, antara lain biosecurity dan lain-lain. Sedangkan pada manusia, penyuluhan masyarakat dilakukan sejumlah pencegahan yakni: menghindari kontak dengan unggas sakit, selalu membiasakan cuci tangan pakai sabun (CTPS), senantiasa menjaga kesehatan, dan segera berobat saat tubuh mulai menunjukkan gejala tanda sakit. Tidak ketinggalan baik fasilitas maupun kewaspadaan petugas kesehatan harus ditingkatkan. ∞ (Pra)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
31
RAGAM
Kemenkes Siapkan Rumah Sakit Tangani Kasus Flu Burung Menanggapi munculnya kembali kasus flu burung di Indonesia, Kemenkes telah lengkapi ruang isolasi rumah sakit khusus untuk Avian Influenza (AI). “Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 414/Menkes/SK/IV/2007 tanggal 10 April 2007, telah ditetapkan 100 Rumah Sakit rujukan penanggulangan Flu Burung, terdapat di 31 Provinsi di Indonesia,” ujar dr. Ratna Rosita Hendardji, MPHM, Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, 17 Januari 2012, di Jakarta Sesjen mengingatkan masyarakat agar segera mencari pertolongan ke fasilitas kesehatan dan mencari perawatan dokter jika mulai mengalami panas tinggi hingga 38oC atau lebih, demam, sakit tenggorokan, batuk, pilek, dan secara sengaja atau tidak bersinggungan dengan unggas (cairan maupun kotoran). Saat ini, terdapat 10 RS yang sudah dilengkapi ruang isolasi bertekanan negatif. Pemilihan 10 RS ini dengan mempertimbangkan endemisitas daerah tersebut terhadap kasus Flu Burung. Saat ini, sudah siap 2 RS, yaitu RSU Tangerang, Banten, dan RSUP Persahabatan Jakarta. Sesjen meminta agar dokter-dokter di Puskesmas, RS, dan klinik-klinik swasta kembali
32
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
melakukan pelatihan anamnesa khusus flu burung. “Gejala klinis AI sama seperti gejala flu biasa. Perlunya anamnesa yang lebih sensitif untuk mengetahui apakah pasien memiliki riwayat kontak dengan unggas, atau terdapat unggas di sekitar tempat tinggalnya”, tandas Sesjen. Hal lainnya adalah Tamiflu perlu didistribusikan kepada dokter-dokter agar dapat segera diberikan kepada
pasien yang terindikasi. Ketersediaan stok Tamiflu menjadi penting, karena harus dapat memenuhi kebutuhan di setiap daerah. Pernyataan ini diperkuat oleh keterangan Direktur Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, Dra. Sri Indrawaty, Apt. MKes, bahwa buffer stock obat flu burung (oseltamivir) masih tersedia di Pusat. “Saat ini tersedia sejumlah 1.395.000 kapsul dengan kadaluarsa: 54.000
kapsul (Juni 2012); 510.200 kapsul (Desember 2013); 831.600 kapsul (Desember 2014); dan rencana pengadaan 540.000 kapsul di tahun 2012 agar buffer pusat tetap berjumlah 1.000.000 kapsul,” jelas Sri Indrawaty. Pada tahun 2011, telah dikirim ratarata 100.000 kapsul per provinsi dengan tanggal kadaluarsa tahun 2013. Tahun ini, direncanakan kembali pengiriman 100.000 kapsul ke setiap provinsi . ∞ (Pra)
RS Rujukan Flu Burung Pulau Sumatera (29 RS): Provinsi Nangroe Aceh Darussalam: RSU Dr. Zainoel Abidin dan RSU Cut Meutia Lhokseumawe Provinsi Sumatera Utara: RSU H. Adam Malik Medan, RSU Kabanjahe, RSU Pematang Siantar, RSU Tarutung, RSU Padang Sidempuan Provinsi Sumatera Barat: RSU Dr. M. Jamil Padang, RSU Dr. Achmad Mochtar Provinsi Riau: RSU Arifin Ahmad Pekanbaru, RSU Kab. Karimun, RSU Tanjung Pinang, RSU Puri Husada, RSU Dumai Provinsi Kepulauan Riau: RS Otorita Batam Provinsi Jambi: RSU Raden Mattaher Provinsi Sumatera Selatan: RSU DR. M. Hoesin Palembang, RSU Lubuk Linggau, RSU Kayu agung, RSD Kab. Lahat Provinsi Bangka Belitung: RSU Tanjung Pandan, RSU Pangkal Pinang Provinsi Bengkulu: RSU Dr. M. Yunus, RSU Arga Makmur, RSU Manna Provinsi Lampung: RSU Abdul Moeloek, RSU Kalianda, RSU Mayjen HM Ryacudu, RSU Ahmad Yani
Provinsi Jawa Barat: RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSU Dr. Slamet Garut, RSU Gunung Jati Cirebon, RSTP Dr. H.A. Rotinsulu Bandung, RSU R. Syamsudin Sukabumi, RSU Indramayu, RSU Subang Provinsi Banten: RSU Serang, RSU Tanggerang Provinsi Jawa Tengah: RSU Dr. Kariadi Semarang, RSU Dr. H. Soewondo, RSU Dr. Moewardi, RSU Banyumas, RSU Kudus, RSU Dr. H RM Soeselo W. Slawi, RSU Pekalongan, RSU Tidar Magelang, RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, RSU Dr. Suraji Tirtonegoro Provinsi Jawa Timur: RSU Dr. Soetomo, RSU Dr. Saiful Anwar, RSU Dr. Soebandi, RS Dr. R Koesma Tuban, RS Dr S Djatikoesoemo, RS Pare, RS Blambangan Banyuwangi, RS Dr Soedono Provinsi DI Yogyakarta: RSU Dr. Sardjito dan RSU Panembahan Senopati Bantul Bali dan Nusa Tenggara (9 RS): Provinsi Bali: RSU Sanglah Denpasar, RSU Tabanan, RSU Sanjiwani Gianyar Provinsi NTB: RSU Mataram, RSU Raba Kab. Bima, RSU Dr. R Sudjono, RSU Praya
Provinsi Kalimantan Tengah: RSU Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya, RSU Dr. Murjani Sampit Provinsi Kalimantan Selatan: RSU Ulin, RSU H Boejasin Pelaihari Provinsi Kalimantan Timur: RSU Tarakan, RSU Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan, RSU H A Wahab Sjaranie Samarinda, RSU Kota Bontang, RSU Panglima Sebaya, RSU Tanjung Selor Pulau Sulawesi (16 RS): Provinsi Sulawesi Utara: RSU Prof. DR. RD Kandou, RSU Dr. Sam Ratulangi Provinsi Sulawesi Tengah: RSU Undata Palu, RSU Luwuk, RS Mokopido Toli-toli, RSU Kolonedale Provinsi Sulawesi Selatan: RSU Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, RSU Andi Makkasau Pare-pare, RSU Lakipadada Tana Toraja, RS Islam Faisal Makassar, RS Akademis jaury, RSU Sinjai Provinsi Sulawesi Tenggara: RSU Kendari Provinsi Gorontalo: RSU Prof. Dr. H. Aloei Saboe Provinsi Maluku: RSU Dr. M. Haulussy Ambon
Provinsi NTT: RSU Prof. Dr. WZ Johanes dan RSU Dr TC Hillers
Provinsi Maluku Utara: RSU Chasan Basoeri Ternate
Pulau Jawa (32 RS):
Pulau Kalimantan (13 RS):
Provinsi DKI Jakarta: RSPI Dr. Sulianti Saroso, RSU Persahabatan, dan RSPA Gatot Subroto
Provinsi Kalimantan Barat: RSU Dr. Sudarso Pontianak, RSU Dr. Abdul Aziz Singkawang, RSU Sintang
Papua (1 RS): RSU Jayapura.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
33
DAERAH
Potret
Pelayanan Kesehatan di Kaltim
34
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Dengan luas daerah satu setengah kali Pulau Jawa dan Madura, memberikan pelayanan kesehatan di Kalimantan Timur tentu bukan hal yang mudah. Belum lagi masih banyaknya daerah perbatasan yang sulit terjangkau transportasi. Namun, kendala tersebut bukan berarti tidak diantisipasi oleh Kementerian Kesehatan.
aat ini, prioritas utama bidang Kesehatan di Kalimantan Timur adalah pelayanan kesehatan dengan akses yang mudah untuk dijangkau dan di layanani oleh tenaga kesehatan terutama oleh penduduk di pedalaman dan perbatasan. Target pelayanan kesehatan harus 24 jam. Sehubungan dengan itu Pemerintah Kalimantan Timur telah menyediakan fasilitas penunjang kesehatan di antaranya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Puskesmas Pembantu (Pusban) serta Puskesmas Keliling. Ketiga fasilitas tersebut dipilih karena mampu menjangkau segala lapisan masyarakat hingga ke daerah pedalaman dan terpencil yang tersebar di 14 Kabupaten/kota. Saat ini yang paling utama adalah harus memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat. Untuk mencapai itu tentu saja pelayanannya harus bisa diakses dengan mudah. Menggalakkan Puskesmas 24 jam salah satu solusinya.
Kadinkes Kalimantan Timur dr. Syafak Hanum, Sp.A.
“Dengan adanya pelayanan Puskesmas 24 jam di beberapa wilayah yang jauh dari rumah sakit,
tidak boleh ada lagi warga Kalimantan Timur yang berobat ke luar negeri. Masyarakat harus berobat di rumah sakit di Kalimanatan Timur. Kalaupun harus di rujuk, harus dirujuk ke luar daerah, bukan ke luar negeri,” ujar Kadinkes Kalimantan Timur dr. Syafak Hanum, Sp.A . Oleh sebab itu, menurut dr. Syafak, pelayanan rumah sakit harus ditingkatkan dan harus sudah memadai. Ia juga berharap kualitas SDM-nya juga harus meningkat seiring dengan meningkatnya sarana prasarana rumah sakit. Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat ini juga merupakan upaya Pemprov Kaltim untuk mewujudkan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Sehubungan dengan itu perlu adanya upaya Pemerintah dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) guna meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kerja sama serta koordinasi antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota serta lembagalembaga kesehatan dan masyarakat tentu sangat diharapkan supaya tujuan yang ingin dicapai dapat terealisasi dengan baik. Terutama dalam usaha mensukseskan program Jampersal yang dapat menekan tingkat kematian Ibu dan bayi.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
35
DAERAH Puskes Pelayanan Prima Dalam usaha lebih meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Kalimantan Timur juga --selain pelayanan Puskesmas 24 jam-- membuka Puskesmas Pelayanan Prima. Puskesmas yang sudah menerapkan Pelayanan Prima adalah Puskesmas Wonoredjo di Kelurahan Teluk Lerong Ulu, Kecamatan Sungai Kujang, Kota Samarinda. Puskesmas Pelayanan Prima ini mengutamakan pelayanan 3 S yaitu: Sapa, Senyum, Santun. Selain mengutamakan pelayanan 3 S, Puskesmas Wonoredjo juga melayani program lansia, yaitu mengadakan senam untuk para manula setiap Jumat pagi. Dalam program ini pelayanan diutamakan kepada para lansia ketimbang yang bukan lansia.. Kegiatan ini dilakukan untuk mempererat para peserta yang lansia yang membutuhkan perhatian khusus. Puskesmas Wonoredjo juga dikenal sebagai Puskesmas Sayang Anak karena selain memberikan pelayanan kepada lansia juga memberikan lingkungan tempat bermain bagi anak-anak yang sedang menunggu untuk berobat. Sambil menunggu dipanggil dokter, anak-anak bisa bermain di lingkungan tersebut.
36
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Di Puskesmas Pelayanan Prima juga disiapkan pojok ASI sebagai wujud kepedulian pada gerakan ibu menyusui. Berkat pelayanan dan terobosan yang dilakukan, Puskesmas Wonoredjo yang dipimpin drg. Aprilia Lailati ini sudah pernah mendapat piagam dan piala pada pelayanan prima dari Pemerintah Kota Samarinda dan Menteri Kesehatan. Selain Puskesmas Wonoredjo, di jalan raya Balikpapan menuju Samarinda, ada Puskesmas Karang Joang yang juga buka 24. Puskesmas ini dijadikan Puskesmas 24 jam karena selain berada di jalan utama BalikpapanSamarinda, juga karena berada di daerah perbatasan antara Balikpapan dan Samarinda, daerah rawan kecelakaan, dekat beberapa pabrik, dan dekat dengan lokalisasi. Puskesmas 24 Karang Joang juga sudah mempunyai trauma center dengan SDM yang memadai. Adapun beberapa masalah yang dihadapi yaitu kurangnya alat kesehatan, dan fasilitas bad. Diharapkan ke depannya fasilitas seperti mobil ambulan bisa ditambah mengingat Puskesmas Karang Joang yang dipimpin dr. Sriyono adalah Puskesmas yang banyak menangani kecelakaan karena posisinya yang berada di lintas utama jalan Balikpapan menuju Samarinda dan berdekatan dengan
pabrik. Rumah Sakit yang terdekat untuk merujuk pasien yaitu RSUD Dr.Kanujoso Dajtiwibowo. SDM Masalah terbesar yang dihadapi Kaltim adalah soal SDM (Sumber Daya Manusia). Saat ini Kaltim masih kekurangan dokter spesialis, farmasi dan ahli gizi. Program-programnya yang dibuat sudah bagus, namun sayang kurang didukung oleh SDM yang dapat melaksanakan program tersebut. Oleh sebab itu, Kaltim sekarang menyekolahkan beberapa tenaga dokter untuk mengambil spesialis. Mereka di antaranya diambil dari dokter-dokter umum. Bukan hanya itu, bidan-bidan pun diminta sekolah lagi untuk menambah pengetahuan mereka. Bahkan dokter-dokter yang bertugas di pedalaman pun diapreasiasi dengan memberi mereka kesempatan untuk mengikuti seminar atau pertemuan-pertemuan untuk meningkatkan aktualitas diri mereka. Untuk dokter yang bertugas di daerah perbatasan dan terpencil di Kalimantan Timur diberikan insentif khusus. Oleh sebab itu jangan heran bila banyak dokter yang bertugas di pedalaman betah tinggal di sana. Mereka kadang minta diperpanjang setahun lagi untuk tinggal di daerah terpencil itu. ∞ EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
37
POTRET Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH
KITA HARUS BEKERJA
DENGAN BERSIH
Saat ini korupsi sudah menjalar ke mana-mana. Beberapa kementerian tak terkecuali terkena wabah korupsi. Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH mengingatkan kementerian di bawah komandonya untuk bekerja dengan bersih. “Kita harus bekerja dengan bersih. Kalau kita bersih, tidak dalam pengaruh tekanan manapun, maka kita bisa bekerja dengan tenang dan tenteram,” kata lulusan S3 dari Harvard School of Public Health ini. Selain mengungkapkan harapannya agar bisa bekerja dengan bersih, ibu tiga anak ini juga membeberkan program-program yang tengah bergulir di Kemenkes serta capaian yang sudah diraih semenjak ia memimpin. Tak ketinggalan mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes, ini juga bercerita banyak soal program Jampersal. Berikut penuturannya lebih jauh. Mediakom: Apa saja program-program prioritas Kemenkes? Menkes: Saat ini kita tengah mempersiapkan tatanan dan sistem untuk nanti berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 2014. Target SJSN 1 Januari 2014, mudah-mudahan pada tanggal tersebut kita bisa running. Sebetulnya, ada banyak hal yang perlu kita bereskan karena pada tahun 2014 tersebut yang pertama akan berjalan secara penuh adalah BPJS 1 (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) ke-1 yang mengurus mengenai jaminan kesehatan. BPJS itu nanti akan mengurus jaminan-jaminan yang lain juga, tetapi yang saat ini dianggap paling siap adalah jaminan kesehatan karena itu BPJS 1 yang didahulukan untuk berjalan. Yang harus disiapkan adalah perangkat aturannya, yaitu turunan dari Undang-Undang SJSN. UndangUndang BPJS itu banyak yang perlu kita selesaikan. Kementerian Kesehatan telah membentuk tim yang diketuai oleh Pak Wakil Menteri Kesehatan, antara lain untuk menangani peraturan-peraturan. Selain itu, yang juga harus dibenahi adalah fasilitas pelayanan atau pemberi pelayanan kesehatan. Percuma saja ada sistemnya, tapi kalau tidak tersedia rumah sakitnya atau Puskesmasnya, dia mau ke mana? Jadi itu yang harus kita bereskan. Di antaranya adalah menata kembali, apa fungsi Puskesmas? Apakah cuma untuk kesehatan masyarakat, tapi jangan berobat. Tapi hal ini tidak bisa, karena ternyata di daerah-daerah yang memang adanya Puskesmas. Jadi ini perlu ditata juga adalah bagaimana kemudian dokter-dokter yang
praktek swasta, di mana tempatnya di dalam sistem ini? Apakah dia jadi dokter keluarga, jadi rujukan pertama, atau bagaimana? Kemudian yang utama adalah menyediakan tempat tidur kelas III. Kalau seseorang perlu dirawat, di mana dia dirawat? Ada beberapa kiat, misalnya Puskesmas perawatan diperbanyak, Rumah Sakit Pratama, dan sebagainya. Itu ada kiat-kiatnya tapi ini adalah yang kedua. Kemudian yang ketiga adalah sistem jaminan kesehatannya sendiri bagaimana? Paketnya seperti apa , yang diganti apa? Tentu saja harapannya adalah sebaik jaminan kesehatan masyarakat yang sekarang berlaku, jangan sampai kurang, kalau bisa lebih baik. Nanti dalam perkembangan lebih lanjut pasti akan ada hal-hal yang muncul, biasanya demikian. Saya kebetulan belum lama ini bertemu dengan Menteri atau Pejabat Kementerian Kesehatan Arab Saudi. Di sana ternyata seluruh masyarakatnya berobat gratis bahkan dibayari kalau berobat keluar negeri. Tapi dia tanya saya, “Apakah Saudari Menteri mengira bahwa masyarakat Arab puas?”. “Tidak, tiap hari ada saja keluhan di koran”. Jadi artinya itu demand masyarakat, tuntutan masyarakat itu naik, kita penuhi sekian dia naik lagi, penuhi sekian naik lagi. Jadi kita juga pasti nanti akan mengalami hal seperti itu. Kalau kita sudah tetapkan paketnya pasti ada demand lain yang kemudian akan muncul, itu nanti kita atur. Kemudian bagaimana sistem pembayaran? Seperti sekarang memakai Indonesia Case Based Group (INA-CBGs) itu juga akan kita atur lagi.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
39
POTRET Kemudian keempat adalah transisinya bagaimana? Kita nanti mengharapkan atau sudah ditetapkan bahwa PT Askes itu nanti akan menjadi BPJS 1 dan tentu saja ada fase transisi, di mana mungkin tahun 2013 mereka akan mulai menangani Jamkesmas sebagai fase transisi untuk berlakunya SJSN. Kemudian yang tidak kalah pentingnya, tidak boleh dilupakan sejak sekarang adalah advokasi dan sosialisasi. Kalau kita terlambat repot mengurusinya. Kalau sosialisasi belakangan nanti masyarakat tidak menerima atau salah mengerti dan hal tersebut tidak hanya berhubungan dengan masyarakat, tetapi juga dengan berbagai kalangan seperti pengusaha, yang bisa tidak menerima. Jadi dari sekarang tim itu sudah ada bagiannya untuk mengurus sosialisasi dan advokasi. Dalam waktu dekat akan ada rapat membahas masalah ini. Saya akan tanyakan bagaimana perkembangannya. Itu satu pekerjaan yang paling besar buat kita, namun demikian bukan berarti tidak ada hal lain yang perlu kita perhatikan. Pekerjaan lain tetap penting, terutama upaya kita dalam mencapai target MDG’s karena 2015 sudah di depan mata. Jadi upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan terutama Angka Kematian Bayi (AKB), sudah kita lakukan. Salah satunya dengan Jampersal.
Ada lagi hal penting yang harus kita lakukan yaitu gerakan nasional sadar gizi, itu juga tahun 2012 kita mulai dengan 1.000 hari pertama untuk negeri. Jadi 1.000 hari pertama dari kehidupan kita intervensi dari ibu hamilnya sampai melahirkan, sampai dia berumur 2 tahun.
Ada lagi hal penting yang harus kita lakukan yaitu gerakan nasional sadar gizi, tahun 2012 kita mulai dengan 1.000 hari pertama untuk negeri, yaitu1.000 hari pertama dari kehidupan kita intervensi mulai dari ibu hamilnya sampai melahirkan, sampai si bayi berumur 2 tahun. Selain itu, masalah penyakit tidak menular juga mulai kita perhatikan karena penyakit menular sudah lumayan walaupun belum semuanya, masih juga harus kita selesaikan. Tetapi penyakit tidak menular termasuk juga kesehatan jiwa, sudah memperihatinkan, termasuk juga penyalahgunaan Napzah. Kita lihat ada pilot yang menggunakan narkoba.
Mediakom: Apa capaiancapaian yang sudah diraih semenjak Ibu menjadi menteri? Menkes: Yang pertama adalah kita mungkin kembali meletakkan sistem kesehatan nasional, di mana sistem rujukan dimulai dengan upaya kesehatan berbasis komunitas. Jadi kita tidak berat ke rumah sakit, tetapi kita
40
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
tekankan pada memandirikan masyarakat di dalam hal kesehatan. Pencapaian tentu sudah ada, bahwa itu belum sempurna, pasti. Jadi kita akan menata sistem tersebut mulai dari basis komunitas, kemudian Puskesmas, kemudian baru tingkat rujukan sampai rumah sakit tersier, dan rumah sakit yang bertaraf internasional. Jadi rentangannya cukup lebar artinya dari yang berbasis masyarakat sampai ke rumah sakit bertaraf internasional. Upayanya juga cukup lebar, tidak hanya kuratif dan reabilitatif, tetapi mulai dari promotif juga kita tekankan. Semuanya itu dalam rangka SJSN. Kalau kita tidak melakukan ini, nanti pada waktu SJSN berlaku, agak berat karena semua orang datang sudah pada keadaan sakit semua. Di antaranya yang kita mau perbaiki juga adalah cakupan imunisasi. Itu juga upaya-upaya promotif preventif, deteksi dini dari kanker-kanker tertentu, dan pengobatannya tentu saja, sehingga semuanya tidak sampai ke sakit. Kemudian juga kita akan upayakan meningkatkan kesehatan calon haji. Jadi yang kita hidupkan kembali adalah Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) atau dulu disebut public health nursing, itu juga salah satu capaian ataupun upaya kita. Jadi sistem yang kita letakkan, sistem pelayanan. Kedua, sistem yang lain adalah SDM. Kita juga mulai meletakkan kembali dengan misalnya PTT itu tidak 6 bulan, tetapi satu tahun supaya lebih lama. Kita melakukan apa yang disebut dokter dengan tambahan kewenangan. Kita sadar, kalau menunggu spesialis selesai, sampai kapan terpenuhi? Kemudian ada sistem hospital, sekarang rumah sakit yang maju punya mitra di rumah sakit yang kecil. Kemudian ada Rotasi PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis), dokter yang sedang spesialisasi. Nah kita melakukan pendekatan kepada ikatan profesi supaya pendidikannya jangan lama-lama. Kalau lama-lama tidak kelar-kelar. Dari spesialis penyakit dalam, kelihatannya sudah siap untuk memperpendek masa pendidikannya. Kita juga mau mendekati spesialis yang lain supaya bisa mempersingkat pendidikannya. Kita berusaha untuk memperbanyak dokterdokter spesialis. Kemudian ada sistem lagi yang sedang ditata, yaitu masalah obat dan Alkes. Obat-obat generik itu kita tingkatkan. Tetapi bukan hanya itu saja, kita ingin adanya kemandirian bahan baku obat. Ini sudah mulai menunjukkan hasil, kita mulai dengan artimisinin pengubahan obat untuk malaria yang sudah mulai dirintis, tetapi kita akan coba juga dengan yang lain-lain. Soal Alkes, tahun ini akan mulai dengan mempertemukan peneliti, para penemu, dengan industri karena banyak sekali hasil penelitian yang berhenti di lab saja. Nah, ini kita mau pertemukan, sehingga mana-mana yang potensial untuk sosial ekonomis bisa diperbanyak dan dipakai.
Mediakom: Terkait Jampersal. Sekarang banyak orang berbondong-bondong ke rumah sakit, tanpa lewat Puskesmas. Menurut Ibu, ini terjadi karena pelayanan yang tidak bayar, atau ada sebab lain? Menkes: Macam-macam. Ada faktor bidannya tidak mau menolong. Bagi bidan lebih mudah dia merujuk ketimbang dia mengerjakan, karena kalau dia ambil akan tekor. Itu salah satu sebabnya.
Kita sekarang menganut, yang terutama adalah bersih. Kalau kita bersih melaksanakannya, tidak terpengaruh oleh tekanan dari manapun ya, untuk menggunakan uang, ya. Itu buat kita kerja juga lebih sederhana, lebih gampang, buat para pegawainya juga lebih tenang, tenteram
Lalu kemungkinan yang lain, bagi pasien itu sendiri mungkin dia lebih nyaman di rumah sakit. Masyarakat merasa nanti kalau anaknya sakit atau sang ibu ada komplikasi bisa cepat ditolong. Bisa juga karena rumahnya dekat dengan rumah sakit. Jadi ada banyak faktor.
Buat saya semua itu sebetulnya tidak mengherankan. Kita kan baru mulai. Sesuatu yang baru mulai, pasti terjadi reaksi seperti itu. Tahun pertama ini kita masih direpotkan dengan “Ini uangnya cukup atau tidak? Bagaimana penyelesaian administrasi?”. Nah, untuk tahun kedua kita akan meningkatkan cost, biaya per unitnya kita tingkatkan. Tetapi kita juga harus memperbaiki sistem rujukannya, di samping kita juga meminta dengan sangat bahwa, ibu-ibu yang hamil ketiga, keempat itu untuk ikut KB pasca persalinan. Kan kita dikritik karena kelihatannya malah jadi tambah banyak orang yang melahirkan. Padahal sebetulnya tidak demikian. Kalau tahun 2011 itu baru mulai, masa ya tiba-tiba terus dia mumpung gratis nih “Kita bikin anak yuk sekarang.” Ya, kan tidak. Dan kalau memang begitu, artinya yang paling banyak terjadi kelahiran pada bulan November padahal launching Jampersal baru Juni. Jadi kalau banyak yang melahirkan, itu terjadi karena memang sebelumnya sudah hamil. Mediakom: Bagaimana soal usulan menaikkan uang Jampersal dari Rp 350.000 ke Rp 500.000? Menkes: Pertama, kita naikkan ya. Tetapi di beberapa daerah harga yang kita tetapkan masih di bawah Jampersal. Kita tidak bisa mengambil patokan yang paling tinggi, itu sudah pasti. Kita akan ambil yang rata-rata, menengah. Kita akan coba berbicara dengan berbagai pihak terkait. Kita harapkan partisipasi mereka dalam program Jampersal ini. Kalau mereka mau, pasiennya pasti akan lebih banyak. Cuma yang kita masih belum tahu bagaimana mengatasinya.
Rupanya si bidan itu tidak hanya menolong, tetapi misalnya memberikan popok, dan itu tidak tercakup dalam biaya Jampersal, hal tersebut sebetulnya pada tempatnya untuk minta tambahan. Nah, ini yang popok dan sebagainya kan bayar, tetapi masyarakat tidak mau tahu. “Katanya gratis, kok tetap bayar?”. Nah, ini juga nanti yang harus kita sosialisasikan ke masyarakat. Bidan juga harus mengatakan, ”Ini mau pakai Jampersal saja atau Jampersal ditambah dengan yang lain.” Ada apa saja yang lain itu, ya terserah bidan. Biasanya dari situ bidan dapat untungnya. Nah, ini yang mesti kita benahi. Intinya kita tentu saja tak mau merugikan bidan. Mediakom: Bagaimana kebijakan kita terhadap pasien yang langsung masuk ke rumah sakit tanpa lewat Puskesmas? Menkes: Ini masalah sosialisasi. Karena begini, rumah sakit itu tidak boleh menolak pasien. Nah, jadi memang sudah ketentuan dari kita mereka tidak boleh menolak pasien. Jadi kita tidak bisa menyalahkan rumah sakit. Justru kita harus memperkuat Puskemas. Kemudian juga perlu sosialisasi yang intens. Harus diperbanyak penjelasan bahwa persalinan yang normal cukup ditangani di Puskesmas. Nanti bidan dapat menandai mana yang berisiko, mana yang tidak. Kalau itu yang berisiko, silakan dirujuk. Saya juga akan minta rumah sakit yang besar untuk membina rumah sakit yang tersier, membina rumah sakit yang lebih kecil, membina Puskesmas. Sekalikali bidan atau dokter rumah sakit besar datang ke Puskesmas atau rumah sakit kecil sehingga masyarakat bisa melihat dan tahu bahwa Puskesmas atau rumah sakit tersebut dalam binaan rumah sakit mereka. Itu yang nanti kita lakukan. Mediakom: Apa harapan Ibu ke depan untuk Kementerian Kesehatan? Menkes: Harapan saya dalam waktu dekat adalah, saya ingin Kementerian Kesehatan bisa WTP. Saat ini kita satu di antara dua kementerian yang disclaimer. Saya kira itu satu hal yang sangat tidak membanggakan. Oleh sebab itu kita harus WTP, bukan tahun ini saja, tapi seterusnya. Harapan saya kedua, saya ingin supaya atmosfer kerja yang sekarang ini bisa dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Kita sekarang menganut, yang terutama adalah bersih. Kalau kita bersih melaksanakannya, tidak terpengaruh oleh tekanan dari manapun, untuk menggunakan uang, itu buat kita kerja juga lebih sederhana, lebih gampang, buat para pegawainya juga lebih tenang, tenteram. Nah, tetapi dalam hal ini saya minta juga kesadaran dari para pegawai saya, artinya kalau memang kita ditentukan tidak ada THR, ya harus diterima. Jangan nanti dicari-cari. Kalau dicari-cari ada saja buntutnya. Jadi itu saya menginginkan semuanya punya kesadaran bahwa kita itu bekerja bersih karena dengan bersih itu lebih tenang, lebih beres, dan kita nanti bisa pensiun dengan tenang. Yang kita lihat sekarang banyak orang pensiun tidak tenang. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
41
KOLOM
Menuju Iklan Kesehatan yang Sehat
dan Tidak Menyesatkan Pernahkah Anda melihat atau mendengar iklan sabun cuci di televisi dan radio yang berbunyi: “Sabun cuci tangan super cepat W menghilangkan 99% kuman dalam 10 detik”. Atau iklan bermodelkan seorang tenaga kesehatan dengan berpromosi “Walau terlihat bersih, bukan berarti bebas kuman. Air saja tidak cukup. Selalu pakai Z, 10x lebih efektif membunuh kuman penyakit agar keluarga selalu terlindungi”. Atau lagi, slot program di televisi dan radio yang mengetengahkan tentang salah satu metode pengobatan tradisional, alternatif, dan komplementer. Unik sekali hanya dengan melakukan telewicara sang terapis mampu mendeteksi penyakit juga mengobati sang penelepon. Di media cetak, Anda akan melihat dan membaca iklan-iklan yang menawarkan berbagai metode pengobatan penyakit seperti “pengobatan mata buta tanpa operasi”, ada lagi jargon iklan yang berpromosi “mampu membesarkan alat vital dengan cepat”, dan sejumlah dokter maupun fasilitas kesehatan yang turut meramaikan dunia advertising di media cetak maupun elektronik dan online.
Maraknya iklan-iklan, baik di media cetak, elektronik, maupun online yang gencar mempromosikan berbagai produk, jasa dan fasilitas layanan kesehatan dengan metode medis maupun tradisional, komplementer, dan alternatif dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat sebagai konsumen. Iklan melalui kitab Etika Pariwara Indonesia (EPI) didefinisikan sebagai pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Disebutkan pula dalam EPI bahwa masyarakat sebagai konsumen merupakan pengguna dari sesuatu produk yang diiklankan sangat perlu dilindungi. UndangUndang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 17 mengamanatkan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang (a) Mengelabui konsumen mengenai fasilitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang 42
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
dan/atau jasa; Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; (b) Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; (c) Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; (d) Mengeksploitasi kejadian dan/atau seorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; dan (e) Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. Kementerian Kesehatan dalam menyikapi dan mengadvokasi ramainya dunia periklanan pelayanan kesehatan yang menyesatkan berupaya melindungi masyarakat dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. Pasal 4 Permenkes ini mempersyaratkan bagi iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan harus memenuhi syarat yang meliputi (1) memuat informasi dengan dan/atau fakta yang akurat; (2) berbasis bukti; (3) informatif; (4) edukatif; dan (5) bertanggung jawab. Dokter Robert Imam Sutedja, MIPRA, kepala Divisi Humas dan Informasi, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menyambut baik Permenkes No. 1787 tahun 2010 itu. Saat ini, rumah sakit tidak bisa lagi dipandang hanya sebagai institusi sosial belaka, tetapi sudah menjadi institusi yang bersifat sosioekonomis. Berkembangnya paradigma baru tersebut, mengisyaratkan bagi ”industri” rumah sakit untuk memberlakukan kaidah bisnis tanpa meninggalkan fungsi rumah sakit sebagai institusi sosial yang sarat norma, moral, dan etika. Hadirnya Pedoman Etika Promosi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh PERSI memperkaya ranah etika legal bagi rumah sakit untuk berpromosi yang bertujuan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Prof. Dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F(K), Sp.KP, staf ahli Menteri Bidang Mediko Legal, menyebutkan bahwa berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang RS pasal 30 ayat (1) huruf g, Rumah Sakit berhak untuk mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ada beberapa rambu-rambu yang harus diketahui dan ditaati dalam Permenkes No. 1787 tahun 2010, di mana iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan apabila bersifat: (1) menyerang dan/atau pamer yang bercita rasa buruk, informasi atau pernyataan yang tidak benar, palsu, bersifat menipu dan menyesatkan, informasi yang menyiratkan fasyankes memperoleh
keuntungan dari pelayanan kesehatan yang tidak dapat dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan lainnya atau menciptakan pengharapan yang tidak tepat dari pelayanan kesehatan yang diberikan; (2) membandingkan mutu pelayanan kesehatan mencela mutu pelayanan fasyankes lainnya, memuji diri secara berlebihan, termasuk, pernyataan yang bersifat superlatif, mengiklankan pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang fasilitas pelayanan kesehatannya tidak berlokasi di negara Indonesia; mengiklankan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki izin; (3) mengiklankan obat, makanan suplemen, atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar atau tidak memenuhi standar mutu dan keamanan; mengiklankan susu formula dan zat adiktif; mengiklankan obat keras, psikotropika dan narkotika kecuali dalam majalah atau forum ilmiah kedokteran; (4) memberi informasi kepada masyarakat dengan cara yang bersifat mendorong penggunaan jasa tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut; mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun termasuk pemberian potongan harga (diskon), imbalan atas pelayanan kesehatan dan/atau menggunakan metode penjualan multi-level marketing; (5) memberi testimoni dalam bentuk iklan atau publikasi di media massa; memublikasikan metode, obat, alat dan/ atau teknologi pelayanan kesehatan baru atau non-konvensional yang belum diterima oleh masyarakat kedokteran dan/atau kesehatan; dan menggunakan gelar akademis dan/atau sebutan profesi di bidang kesehatan; dan (6) Iklan dan/ atau publikasi pelayanan kesehatan oleh fasilitas kesehatan melalui internet, tidak boleh digunakan sebagai sarana konsultasi medis jarak jauh (telemedicine). Persoalan lain datang dari promosi bagi pengobatan tradisional, alternatif, dan komplementer. Menjamurnya tempat pengobatan tradisional dan iklan serta program pengobatan tradisional turut mewarnai sejumlah media cetak, elektonik, dan online. Tidak bisa dipungkiri sejarah pengobatan di Indonesia berawal dari pengobatan tradisional dan jamu/ramuan berbahan baku alami. Sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal
48 bahwasanya pelayanan kesehatan tradisional menjadi bagian dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di Indonesia. Pengobatan tradisional beserta jamu/ ramuannya mengakar pada sosio-budaya di Indonesia. Akan tetapi, masyarakat perlu cerdas dalam memfilter informasi yang ada terhadap pelaksanaan pengobatan tradisional. Sebagai contoh, iklan pengobatan di salah satu media cetak ibukota, ”Terapi kanker atau tumor dengan K.A. Element Therapy., adalah salah satu dari lima metode terapi herbal tanpa operasi yang diterapkan di Klinik Y.... Jangan tunggu hingga kanker sulit diatasi.
Segera Periksakan di Klinik Y”. Jadi, apakah anda tertarik dengan iklan tersebut? Tunggu dulu, cobalah dicek apakah klinik tersebut memiliki Surat Izin Praktik (SIP) yang terdaftar di Dinas Kabupaten/Kota setempat. Lalu, apakah jamu/ramuan tersebut memiliki izin di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maupun tersertifikasi di BPOM. Saat ini, masyarakat yang pintar dengan mudah akan mendapatkan berbagai informasi yang ada melalui dunia maya. Lewat situs: www. depkes.go.id, masyarakat dapat mengakses informasi dan kebijakan kesehatan, selain itu pula situs: www.pom.go.id, masyarakat juga dapat mengetahui obat dan makanan yang memiliki perizinan, aman, dan
tersertifikasi. Sebagai informasi, dalam waktu dekat ini Kementerian Kesehatan akan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang Tim Pembinaan dan Pengawasan Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan, implementasi Permenkes No. 1787 tahun 2010. Masyarakat dapat menghubungi Kementerian Kesehatan (021-500567) maupun Dinas Kesehatan bilamana diketahui adanya pelanggaran dalam iklan dan publikasi pelayanan kesehatan. Memang dalam Permenkes tersebut masih terdapat kekurangan terutama yang terkait etika periklanan.
Contoh kasus, bagaimana jika seorang tenaga kesehatan yang mengiklankan dirinya karena berprofesi juga sebagai artis. Siapa yang akan dikenai sanksi? Si tenaga kesehatan, perusahaan periklanan, atau siapa? Bagaimana pula, bila iklan layanan masyarakat yang bermodelkan tenaga kesehatan, akan tetapi di akhir iklan ternyata membawa nama sebuah produk. Sudah saatnya, masyarakat melek informasi, melek hukum agar jangan sampai dibodohi oleh informasi palsu dan menyesatkan. Kementerian Kesehatan dengan senang hati menerima segala masukan dan saran dari masyarakat Indonesia untuk pembangunan kesehatan yang lebih baik. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
43
Kinerja Dua Tahun Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009-2011 Pada periode 2010-2014, Pembangunan Kesehatan dilaksanakan sejalan dengan visi Kabinet Indonesia Bersatu II, yaitu Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan. Sasaran Pembangunan Kesehatan dalam periode ini adalah 1. Umur harapan hidup naik dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun; 2. Angka Kematian Bayi turun dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup; 3. Angka Kematian Ibu melahirkan turun dari 228 menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup; dan Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita turun dari 18,4 persen menjadi 15 persen.
LAPORAN KHUSUS
Pembangunan Kesehatan selama beberapa dasawarsa telah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia secara bermakna. Namun disparitas derajat kesehatan masyarakat antar kawasan, antar kelompok masyarakat, dan antar tingkat sosial ekonomi masih dijumpai. Oleh karena itu, visi Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Dan, fokus Pembangunan Kesehatan selama periode tersebut adalah peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu. Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan,dilaksanakan empat misi, yaitu: (1) meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; (2) melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan; (3) menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan (4) menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik dan berkeadilan. Dalam periode2010-2014 Kementerian Kesehatan menerapkan
44
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
lima nilai yang menjiwai pelaksanaan programnya, yaitu: prorakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih. Dalam pada itu Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode 20102014 menggariskan bahwa Pembangunan Kesehatan diarahkan pada delapan prioritas, yaitu: (1) Kesehatan ibu, bayi dan balita; (2)Perbaikan status gizi masyarakat; (3) Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti penyehatan lingkungan; (4) Pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan; (5) Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, serta pembinaan produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan; (6) Pengembangan jaminan kesehatan; (7) Penanggulangan bencana dan krisis kesehatan; (8) Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier. Langkah mewujudkan visi Kementerian Kesehatan adalah dengan: meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu, melaksanakan delapan prioritas, dan mencapai sasaran-sasaran Millennium Development Goals (MDG), dilaksanakan Reformasi Pembangunan Kesehatan yang merupakan terobosan terdiri dari tujuh upaya, yaitu: 1. Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar dan pemenuhan Bantuan Operasional Kesehatan. 2. Penyediaan, distribusi, dan retensi sumber daya manusia kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. 3. Penyediaan, distribusi, dan pemenuhan obat dan alat kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan. 4. Peningkatan pelayanan kesehatan di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan Terluar 5. (DTPK) serta penanganan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). 6. Pencapaian universal coverage jaminan kesehatan. 7. Reformasi birokrasi kesehatan. 8. Pengembangan world class health care.
1. KESEHATAN IBU, BAYI DAN BALITA Pemerintah mempunyai komitmen yang sangat kuat dalam peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita. Dalam sewindu terakhir ini, tampak kecenderungan penurunan angka kematian ibu dari waktu ke waktu. Upaya penting dalam peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Upaya ini dititik beratkan pada pemberdayaan masyarakat dalam mendukung persiapan persalinan dan pencegahan komplikasi. Sampai tahun 2011, pelaksanaan P4K telah mencakup 85% dari 78.198 desa seluruh Indonesia, diperkuat dengan berbagai terobosan seperti di bawah ini. • Peningkatan kesehatan ibu hamil: membuka Kelas Ibu Hamil di desa yang diikuti oleh Kelompok Ibu Hamil, didampingi oleh suami/keluarga dan difasilitasi oleh tenaga kesehatan bersama Kader. Pada kegiatan tersebut disampaikan berbagai hal yang harus diperhatikan pada masa kehamilan, persalinan dan nifas. Informasi yang disampaikan mencakup: tanda bahaya kehamilan-persalinannifas, persiapan persalinan, konseling KB, perawatan bayi, mitos, penyakit menular, akte kelahiran, dan senam ibu hamil. Pada tahun 2011 terbentuk 2.508 Kelas Ibu Hamil.
• Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan: Program Kemitraan Bidan dan Dukun, yaitu bentuk kerja sama antara bidan dan dukun dalam pertolongan persalinan. Pada program ini peran dukun dalam persalinan dialihkan pada aspek perawatan nonmedis. Tahun 2011 program kemitraan bidan dan dukun meningkat dari 60,5% pada tahun 2010 menjadi 75% pada tahun 2011 dengan jumlah dukun mencapai 114.290 orang di seluruh Indonesia. Sementara itu, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. 24 • Pelayanan kesehatan bayi baru lahir Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, kematian bayi baru lahir pada usia 0-6 hari sebesar 78,5% dari total kematian bayi. Dalam upaya menurunkan kematian bayi baru lahir dilakukan kunjungan pertama oleh tenaga kesehatan untuk memberikan perawatan dan pemeriksaan risiko dini bayi. Sampai dengan Desember 2011 cakupan kunjungan pertama pelayanan bayi barulahir adalah sebesar 4.101.130 (87,3% ). • Penanganan penyulit pada ibu dan bayi baru lahir Dalam rangka meningkatkan penanganan penyulit pada ibu dan bayi baru lahir dilaksanakan program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas dan Pelayanan Obstetri NeonatalEmergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit. Sampai dengan tahun 2011, jumlah Puskesmas PONED mencapai 1.579 Puskesmas. Sedangkan Rumah Sakit PONEK meningkat dari 358 di tahun 2010 menjadi 378 di tahun 2011. • Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Buku ini berfungsi sebagai alat bantu keluarga dan tenaga kesehatan untuk memantau kesehatan ibu sewaktu hamil, persalinan, dan nifas, serta memantau kesehatan anak sejak dalam kandungan hingga anak berusia 5tahun. Pada 20092011 Kementerian Kesehatan telah mendistribusikan buku KIA sebanyak 4,5 juta buku setiaptahun. • Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Pada tahun 2010 kegiatan penjaringan
kesehatan pada murid kelas 1 SD dan sederajat telah menjangkau 88.817 sekolah dasar, data per November tahun 2011 telah menjangkau 79.630 sekolah dasar. 27 UKS terutama diarahkan untuk menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat sejak usia dini. Pada sasaran anak usia SD lebih diarahkan pada pembentukan dokter kecil disekolah. Sedangkan pada siswa SMP dan SMA dilakukan dengan pembentukan konselor sebaya untuk kesehatan reproduksi.
2. JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) Komitmen Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terhadap ibu dan bayi ditunjukkan antara lain dengan meluncurkan program Jaminan Persalinan(Jampersal), pada awal tahun 2011. Pada tahun 2011 diperkirakan terjadi 4,6 juta angka persalinan di Indonesia. Dari angka tersebut sebanyak 1,7 juta diantaranya dibiayai Pemerintah melalui Jamkesmas. Tahun 2011 disiapkan anggaran Jampersal untuk mencakup 2.850.000 ibu hamil dan melahirkan dengan unit cost persalinan sebesar Rp.430.000,00.
3. PERBAIKAN STATUS GIZI MASYARAKAT
Pencapaian status gizi secara nasional merupakan hasil dari berbagai terobosan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bersama dengan instansi terkait dan masyarakat. Menteri Kesehatan telah mencanangkan Rintisan Fortifikasi Vitamin A dalam minyak goreng pada tahun 2011 dengan EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
45
dilaksanakannya pilot project di beberapa wilayah, dimulai di Jawa Timur dan Jawa Barat. Pada tahun 2012 studi dilanjutkan dengan penerapan kewajiban (mandatory) fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng.
4. PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR, PENYAKIT TIDAK MENULAR, DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN Penyakit Menular
• HIV-AIDS Pada tahun 2011, proporsi kasus AIDS tertinggi adalah pada kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 33,2%, kelompok umur 20-29 tahun 30,9%, dan kelompok umur 40-49 tahun 12,9%. Angka kematian (Case Fatality Rate=CFR) AIDS tahun 2011 menurun dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu dari 3,7% (2010) menjadi 1% (2011). Bila masyarakat ingin mengetahui status HIVnya, tersedia layanan Konseling dan Tes (KT) HIV. Sampai dengan Desember 2011 terdapat 388 layanan KT, dari jumlah tersebut sebanyak 135 layanan KT dikembangkan pada tahun 2004-2009, dan 253 layanan KT dikembangkan pada 2009-2011 tersebar di 173 kabupaten/ kota. Jumlah orang yang mengikuti KT dari tahun 2004–September 2009 (5 tahun) sebanyak 266.234 atau rata–rata 53.000 orang per tahun. Pada periode Oktober 2009–September 2011 sebanyak 488.506 orang mengikuti KT, atau rata–rata 244.253 orang per tahun. Dari jumlah tersebut yang teridentifikasi positif HIV sebanyak 43.177 dan HIV positif yang terdiagnosis
sampai dengan September 2011 berjumlah 71.437 kasus. Pelayanan Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS). Jumlah kasus IMS yang diobati pada tahun 2009-2011 berjumlah 246.448 kasus. Program Pengurangan Dampak Buruk pada Penasun dilaksanakan dengan Program Terapi RumatanMetadon (PTRM) di 68 lokasi layanan dan Program Layanan Alat Suntik Steril (LASS) di194 lokasi layanan. Pada tahun 2011, sebanyak 29.000 orang aktif mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon dan atau Layanan Alat Suntik Steril. • Tuberkulosis (TB) Menurut Global Report WHO, tahun 2010, Indonesia menunjukkan prestasi yang membanggakan dalam penurunan angka kematian tuberkulosis. Pada tahun 2007, Indonesia berada di urutan ke-3 di antara negara-negara dengan kasus TB terbanyak. Tahun 2010 sudah berada di urutan ke-4 di bawah India, Cina, dan Afrika Selatan dengan penurunan angka kematian yang tadinya 168.000/tahun (tahun 1990) menjadi 64.000/tahun (tahun 2010). Target MDG untuk pengendalian TB tahun 2015 untuk angka kematian adalah 46 per 100.000 penduduk, proporsi kasus TB yang terdeteksi 70%, proporsi keberhasilan pengobatan 85%. Pada tahun 2010 angka kematian sudah menurun menjadi 27 per 100.000 penduduk, proporsi kasus TB sebesar 78,3%, dan proporsi keberhasilan pengobatan 91,2%. Dengan demikian target MDG 2015 tersebut sudah tercapai pada tahun 2010. Untuk mempercepat pencapaian MDG pengendalian TB, maka pada tahun 2011 telah diluncurkan Strategi Nasional Pengendalian TB dan Rencana Aksi Nasional Periode 2011-2014 untuk menjadi acuan seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. • Malaria dan Penyakit Bersumber Binatang Lainnya Indonesia telah berhasil menekan Annual Parasite Incidence (API), yaitu jumlah kasus malaria per 1.000 penduduk, dari 4,96 per 1.000 penduduk tahun 1990 menjadi 1,96 per 1.000 penduduk tahun 2010 dan 1,75 per 1.000 penduduk tahun 2011. Diperkirakan target MDG 2015 untuk menurunkan API sebesar 1 per 1.000
46
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
penduduk akan tercapai. Kementerian Kesehatan menargetkan eliminasi penyakit malaria secara bertahap. Eliminasi artinya suatu daerah angka API-nya kurang dari 1 per mil (<1 per 1.000 penduduk). Provinsi DKI Jakarta, khususnya Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi Bali dan Kota Batam, pada tahun 2011 sedang dalam proses memasuki tahap eliminasi malaria. Untuk mencapai eliminasi malaria kegiatan diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang seluruhnya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria. Pemakaian kelambu adalah salah satu upaya pencegahan penularan penyakit malaria. Selama tahun 2010-2011 telah didistribusikan 7,5 juta kelambu berinsektisida ke wilayah endemis di 26 provinsi. Untuk memastikan adatidaknya parasit malaria, dilakukan pemeriksaan sediaan darah mikroskopis atau pemeriksaan RDT (Rapid Diagnostic Test). Pemeriksaan ada tidaknya parasit malaria telah dilakukan pada 75,6% (2009), 82% (2010), dan sebesar 85% (2011) dari sasaran penduduk. Obat malaria yang digunakan adalah ACT (Artemisininbased Combination Therapy), obat ini menggantikan chloroquin yang telah resisten. Pada tahun 2010, dari 1,2 juta kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya terdapat 240 ribu yang positif dan seluruhnya telah diobati dengan ACT. Pada tahun 2011, dari 1 juta kasus malaria klinis, terdapat 200 ribu yang positif dan seluruhnya telah diobati. • Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada periode 2009 - 2011, angka insiden penyakit DBD di Indonesia cenderung menurun. Pada tahun 2011 telah mencapai 21 per 100.000 penduduk dibandingkan dengan angka tahun 2009: 68,2 per 100.000 dan angka tahun 2010: 62,5 per 100.000 penduduk. Angka kematian DBD juga cenderung menurun pada periode 2009-2011, yaitu 0,90% pada 2009, 0,87% pada 2010 dan 0,80% pada 2011. Penurunan ini dicapai berkat upaya Kementerian Kesehatan bersama seluruh jajaran lintas sektor di Pusat dan Daerah yang mencakup upaya penanggulangan DBD dan dukungan alokasi dana di sebagian besar provinsi dan kabupaten/ kota. Keberhasilan ini juga dicapai
berkat dukungan peran serta seluruh lapisan masyarakat, termasuk kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik). • Filariasis Sebanyak 368 kabupaten/kota di Indonesia endemis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah. Eliminasi Filariasis akan dicapai pada tahun 2020 dengan melakukan Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP). Pada tahun 2011 dilaksanakan POMP di 98 kabupaten/kota yang dimulai sejak tahun 2006. Jumlah yang dicakup POMP tahun 2011 sebanyak 50 juta orang. Kabupaten/kota yang endemis Filariasis akan dilakukan POMP secara bertahap. Pada tahun 2012 akan dilaksanakan POMP di 114 kabupaten/kota. • Flu Burung Jumlah kasus Flu Burung pada manusia di Indonesia dari tahun ke tahun terus menurun. Kementerian Kesehatan melakukan berbagai upaya pengendalian Flu Burung, termasuk menetapkan 100 rumah sakit rujukan Flu Burung yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain kegiatan pengendalian Flu Burung dilakukan pula antisipasi pandemi influenza mencakup: simulasi penanggulangan episenter pandemi influenza, table top simulation, pelatihan petugas kesehatan, penguatan kapasitas laboratorium, surveilans epidemiologi, pengembangan WHO Collaborating Centre Human Animal Interface di Jakarta, dan penyediaan ruang isolasi di 10 rumah sakit rujukan Flu Burung.
Penyakit Tidak Menular
• Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah mencakup pengembangan pedoman faktor risiko, manajemen kasus dan intervensi berbasis komunitas di pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular (Posbindu PTM). Program skrining faktor risiko juga dilaksanakan di 16 kabupaten di 14 provinsi. • Kanker Skrining kanker leher rahim dan kanker payudara adalah kegiatan prioritas. Skrining kanker leher rahim dilakukan dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan cryotherapy untuk IVA positif. Program deteksi dini kanker
payudara dilakukan dengan pemeriksaan payudara oleh petugas kesehatan (Clinical Breast Examination) dan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari/Breast Selft Examination). Pada tahun 2011 telah dilatih pelaksana skrining sebanyak 954 orang di 79 Puskemas dan 102 orang dari 17 provinsi. • Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) Program deteksi dini PPOK dilaksanakan dengan melatih 20 tenaga kesehatan dari 5 provinsi. Deteksi dini dengan pemeriksaan spirometri dilakukan pada masyarakat yang berisiko, seperti pekerja tambang dan perokok. Dilaksanakan pula surveilans epidemiologi PPOK di Puskesmas dan rumah sakit. • Diabetes Melitus (DM) Pengendalian diabetes melitus dilaksanakan dengan mengembangkan pedoman tatalaksana kasus, pelaksanaan kontrol diabetes melitus, pengukuran faktor risiko utama (obesitas, gula darah, aktivitas fisik, diet sayur buah, hipertensi), pelaksanaan surveilans epidemiologi, pencegahan DM di Posbindu PTM, pelatihan Training of Trainer (TOT) untuk deteksi dini, serta manajemen DM dan penyakit metabolik di 16 provinsi.
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Dalam rangka pencapaian 100% Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan tahun 2014, dilakukan akselerasi program imunisasi Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional (GAIN-UCI) pada tahun 2010. Pengertian 100% UCI desa/ kelurahan adalah bahwa 100% desa/kelurahan di Indonesia telah mencapai tahap UCI yaitu 80% atau lebih bayi sampai dengan usia 1 tahun di desa/kelurahan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Pada tahun 2009 UCI desa/kelurahan di Indonesia telah mencapai 69,8% dan pada tahun 2010 naik signifikan menjadi 75,3%. Pada tahun 2011, jumlah bayi di Indonesia yang harus mendapatkan imunisasi adalah 4,7 juta orang. Dilaksanakan pula kampanye imunisasi tambahan campak dan polio tahun ketiga di 17 provinsi yang mencakup 13.655.803 Balita usia 0-59 bulan (97,8%) untuk polio dan mencakup 11.544.190 Balita 9-59 bulan (97,5%) untuk campak. Imunisasi tambahan Campak dan Polio telah dilakukan pada tahun 2009 dan
tahap kedua pada tahun 2010. Kampanye ini dimaksudkan untuk mendukung pencapaian Reduksi Campak dan Eradikasi Polio di Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 2011, Tetanus Maternal dan Neonatal dinyatakan telah mencapai tahap eliminasi oleh WHO di sebagian wilayah Indonesia. Pada tahun 2010, eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal tercapai di regional Jawa-Bali dan regional Sumatera, tahun 2011 eliminasi tercapai di regional Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara, dan tahun 2012 diharapkan seluruh wilayah Indonesia telah mencapai tahap eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal.
Surveilans Epidemiologi
Untuk penguatan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB), pada tahun 2011 dikembangkan Early Warning Alert Response System (EWARS) di 4 provinsi sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun 2010 di 6 provinsi. Di samping itu, dikembangkan pula SMS gateway di seluruh provinsi untuk penguatan sistem pelaporan penyakit menular, dengan tujuan agar informasi kejadian penyakit menular di seluruh Indonesia dapat diperoleh sedini mungkin untuk ditanggulangi. Penguatan sumber daya manusia telah dilakukan pada periode 2009-2011 dan 99 orang telah mengikuti S2-Field Epidemiology Training Programme (FETP). Pada tahun 2011 dilatih 353 Tim Gerak Cepat (TGC) Penanggulangan KLB tingkat kabupaten/kota. Untuk membangun jejaring epidemiologi dan
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
47
FETP, telah dilaksanakan Konferensi Internasional Jejaring Kesehatan Masyarakat atau FETP/Training of Epidemiology and Public Health Networking (TEPHINET) di Bali. Konferensi ini dihadiri 600 peserta dari 30 negara. Pada tahun 2011, implementasi International Health Regulations (IHR) 2005 di Indonesia, diperkuat dengan dibentuknya Komisi Nasional Implementasi IHR yang bertugas mengkoordinasikan implementasi IHR 2005 di Indonesia. Untuk penguatan kapasitas inti (core capacities) di pintu masuk negara, pada tahun 2011 dimulai mini simulasi penanggulangan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) di tujuh lokasi dan pendidikan pelatihan karantina kesehatan bagi 40 orang staf kantor kesehatan pelabuhan.
Pemantauan Arus Mudik
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas selama arus mudik lebaran pada H-7 sampai dengan H+7, Kementerian Kesehatan menyiagakan 630 pos kesehatan arus mudik lebaran dan 171 rumah sakit di jalur utama mudik, terutama di daerah rawan kemacetan dan rawan kecelakaan bekerjasama dengan lintas sektor terkait. Kegiatan yang dilakukan selama arus mudik lebaran tahun 2011, jumlah kematian dapat diturunkan 9% yaitu dari 853 orang di tahun 2010 menjadi 799 orang di tahun 2011. Kesiapsiagaan arus mudik tidak hanya dilaksanakan pada saat Idul Fitri tapi juga pada saat Natal dan Tahun Baru setiap tahun. Upaya penyediaan pos kesehatan arus mudik dimaksudkan untuk mendukung Decade of Action for Road Safety 2011-2020
Penyehatan Lingkungan
Upaya penyehatan lingkungan adalah kegiatan yang mendukung pengendalian penyakit menular dan tidak menular, sebagai bagian dari pengendalian faktor risiko penyakit dan lingkungan. Salah satu upaya adalah melalui Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu penyediaan sarana air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan pendekatan perubahan perilaku, pemberdayaan
48
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
masyarakat di desa melibatkan Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat. Kumulatif jumlah desa yang melaksanakan Program STBM sampai Oktober tahun 2011 adalah 5.886 desa. Hasil Survei BPS triwulan pertama tahun 2011, menunjukkan persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat adalah 55,2%. Sedangkan persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas adalah 43,4%. Laporan provinsi dan berbagai tinstansi kesehatan sampai dengan Oktober 2011 menunjukkan bahwa persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan adalah 87%. Keberhasilan ini dicapai berkat kerja sama antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri dan berbagai sektor lainnya. Pada tahun 2012 akan dilakukan replikasi dan perluasan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat di 140 desa pada 28 kabupaten di 10 provinsi. Telah dilaksanakan pula proyek percontohan 10 Pasar Sehat di 9 provinsi. Pasar percontohan tersebut yaitu (1) Pasar Ibuh, Kota Payakumbuh; (2) Pasar Bunder, Kabupaten Sragen; (3) Pasar Gianyar, Kabupaten Gianyar; (4) Pasar Podosugih, Kota Pekalongan; (5) Pasar Cibubur, Kota Jakarta; (6) Pasar Argosari, Kabupaten Gunung Kidul; (7) Pasar Madyopuro, Kota Malang; (8) Pasar Rawa Indah, Kota Bontang; (9) Pasar Margorejo, Kota Metro Lampung; dan (10) Pasar Pengesangan, Kota Mataram. Konsep Pasar Sehat adalah peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat para pedagang dan pengunjung pasar tradisional. Proyek percontohan ini berlangsung 3 tahun (2009-2011). Replikasi Pasar Sehat di daerah lain akan dilakukan tahun 2012. Kementerian Kesehatan juga mendorong Gerakan Nasional Bersih Negeriku yang merupakan amanat Presiden RI. Dengan gerakan ini seluruh komponen bangsa diajak melakukan tindakan nyata mewujudkan hidup bersih dan sehat. Di lingkungan Kementerian Kesehatan gerakan ini dilaksanakan di rumah sakit, kantor-kantor dan unit pelaksana teknis di seluruh Indonesia.
• Mushola Sehat Bentuk lain pemberdayaan masyarakat yang berbasis kesehatan adalah melalui program Mushola Sehat yaitu kegiatan masyarakat untuk memperbaiki tempat berwudhu dan sanitasi mushola yang dilaksanakan secara mandiri dengan bantuan dana stimulan dari pemerintah sebesar 5-15 juta rupiah per mushola. Kementerian Kesehatan telah memberikan bantuan program Mushola Sehat secara berturut-turut tahun 2009 sebanyak 154 mushola, tahun 2010 sebanyak 26 mushola dan tahun 2011 sebanyak 29 mushola. • Kota Sehat Peningkatan derajat kesehatan masyarakat perlu didukung oleh tatanan kota yang bersih dan sehat. kabupaten/kota sehat adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi. Penyelenggaraan kabupaten/ kota sehat merupakan pendekatan terpadu, menyeluruh, lintas sektor berbasis masyarakat dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Selain itu dilaksanakan operasionalisasi pembangunan berkelanjutan, berbasis pembangunan berwawasan lingkungan dan pembangunan berwawasan kesehatan seperti yang diatur dalam peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan. Sampai tahun 2011 ada 267 kabupaten/kota (56%) yang tersebar di 28 provinsi yang telah melaksanakan pendekatan kabupaten/ kota sehat.
5. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK HIDUP SEHAT Pada tahun 2010 Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Dalam Negeri telah meluncurkan Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Pada tahun 2010, peningkatan perilaku sehat di masyarakat telah mencapai 50,1% rumah tangga. Upaya untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dilakukan melalui pengembangan desa
pengendalian malaria. Dewasa ini terdapat 2.022 Posmaldes di daerah endemis malaria di Indonesia. • Peran Serta Masyarakat Kementerian Kesehatan telah menjalin hubungan dengan lembaga masyarakat melalui penandatanganan Nota Kesepahaman dengan 18 organisasi kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan ini melakukan kegiatan memberdayaan masyarakat di 23 provinsi, 200 desa, 25 rumah sakit, 200 pondok pesantren sehat, 18 pasraman sehat, dan 18 pura sehat. Saat ini jumlah kader ormas/motivator yang sudah dilatih sebanyak 800 orang.
siaga aktif. Sampai tahun 2011 telah dikembangkan 43.329 desa/kelurahan siaga aktif.
mendistribusikan Posyandu Kit sebanyak 150 paket untuk 67 kabupaten/kota di 11 provinsi.
Poskesdes adalah bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) di desa/kelurahan dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa/ kelurahan. Bentuk UKBM yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:
• Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) Di daerah tertentu Posbindu PTM disebut juga Posyandu Lansia, dan karang werdha. Sasaran kegiatan Posbindu PTM adalah kelompok masyarakat berusia di atas 10 tahun sampai lanjut usia. Kegiatan Posbindu PTM dibina oleh Puskesmas. Pada tahun 2011 tercatat 3.000 Posbindu PTM di Indonesia. Di masa mendatang kegiatan Posbindu PTM diharapkan dapat berkembang cepat di tengah masyarakat agar penyakit tidak menular terkendali di Indonesia.
• Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Poskesdes adalah fasilitas kesehatan desa/ kelurahan yang memberikan pelayanan meliputi upaya promotif, preventif, dan pengobatan sederhana; dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama kader. • Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, gizi, dan pengendalian diare. Pada tahun 2011 terdapat 266.827 Posyandu di Indonesia. Berdasarkan laporan rutin program per Desember 2011, sejumlah 15.483.264 ibu (80,9%) telah membawa anak Balitanya ke Posyandu. Dalam meningkatkan pelayanan di Posyandu pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah
• Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah memberikan Poskestren Kit sebanyak 100 paket untuk 55 kabupaten/kota di 10 provinsi. Poskestren Kit berupa peralatan yang digunakan untuk kegiatan promotif di Poskestren dalam penggalakan keteladanan berperilaku hidup bersih dan sehat di kalangan santri/santriwati pondok pesantren dan masyarakat di sekitar pondok pesantren. • Pos Malaria Desa (Posmaldes) Kegiatan Posmaldes mencakup penemuan kasus malaria dan penyuluhan tentang
Selain itu, tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah mengajak dunia usaha untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan. Pada peringatan Hari Kesehatan Nasional di bulan November 2011 yang lalu telah dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Kesehatan dengan 23 Dunia Usaha yang terdiri dari 4 BUMN dan 19 perusahaan swasta nasional dan internasional. Sepanjang tahun 2011, ada beberapa bentuk pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan terkait dengan kampanye PHBS.
6. PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN Pada tahun 2010-2014 pembangunan kesehatan dititikberatkan pada peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu. Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan guna meningkatkan akses masyarakat ini. • Pelayanan Kesehatan Dasar Pada tahun 2010, jumlah Puskesmas tercatat sebanyak 9.005 unit, meningkat pada tahun 2011 menjadi 9.323 unit,
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
49
Pada tahun 2011 RSUP Dr. Sardjito telah meraih penghargaan Patient Safety dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). Sementara itu dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit, RSUP Fatmawati dan RS Jantung Harapan Kita telah mendapat penghargaan dari Bayer pErdalin: Competition On ManageMENt of healthcare asSociAted infection controL (BE COMMENSAL).
7. BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) terdiri dari Puskesmas Perawatan berjumlah 3.019 unit dan Puskesmas Non Perawatan sebanyak 6.304 unit. • Pelayanan Kesehatan Rujukan Pada tahun 2010 terdapat 1.632 rumah sakit di seluruh Indonesia. Terjadi peningkatan bermakna di tahun 2011 sebanyak 89 rumah sakit, dan 18 rumah sakit di antaranya berada di DTPK/DBK di 17 kabupaten/kota. • Akreditasi Rumah Sakit Pada tahun 2011, rumah sakit yang terakreditasi telah mencapai 819 rumah sakit, atau terjadi peningkatan sebanyak 182 dibandingkan dengan tahun 2010 (637 rumah sakit). Terdapat 3 jenis akreditasi rumah sakit, yaitu akreditasi 5 pelayanan, 12 pelayanan dan 16 pelayanan. • Penanganan Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan menggelar Jambore Kesehatan Jiwa pada tanggal 8-9 Oktober 2011 di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dr. Marzoeki Mahdi Bogor dengan tema Investasi Kesehatan Jiwa melalui Ajang Prestasi dan Kreativitas Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Kegiatan jambore meliputi: lomba poster, malam renungan, berkemah bersama, fun games, lomba olahraga serta seni dan budaya. • World Class Health Care Sampai tahun 2011 terdapat 4 rumah sakit swasta yang terakreditasi internasional. Selain itu, 7 rumah sakit pemerintah sedang dalam proses akreditasi internasional, yaitu RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Soebroto, RSUP Sanglah, RSUP Fatmawati, RSUP H. Adam Malik, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, dan RSUP Dr. Sardjito.
50
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Pada tahun 2011 seluruh Puskesmas yang berjumlah 8.967 di seluruh Indonesia memperoleh BOK. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah meningkatkan anggaran BOK dari tahun 2010 yang berjumlah Rp.215.262.000.000,00 untuk 17 provinsi menjadi Rp.904.555.000.000,00 untuk 33 provinsi. Dana BOK pada tahun 2011 disalurkan langsung ke seluruh 497 kabupaten/kota dengan perbedaan alokasi anggaran BOK di berbagai regional. Terdapat perbedaan alokasi anggaran per Puskesmas per tahun untuk regional Sumatera Jawa-Bali sebesar Rp.75juta/ Puskesmas/tahun, regional KalimantanSulawesi sebesar Rp.100juta/Puskesmas/ tahun, Maluku Rp.200 juta/Puskesmas/ tahun dan regional Nusa Tenggara dan Papua sebesar Rp.250juta/Puskesmas/ tahun. Perbedaan alokasi anggaran ini ditentukan antara lain berdasarkan adanya perbedaan geografis. Sebanyak 490 kabupaten/kota (98,6%), dari 497 kabupaten/kota telah memanfaatkan dana BOK, sehingga masih ada 7 kabupaten/ kota (1,4%) yang belum memanfaatkan dana BOK secara optimal. Pada umumnya daerah Indonesia Timur yang memiliki kondisi geografis sulit, seperti Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Sulawesi Barat; pemanfaatan BOK-nya cukup besar, dibandingkan dengan daerah lainnya.
8. peningkatan pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan
terluar (dtpk dan penanggulangan daerah bermasalah (pdbk) Upaya meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan di DTPK dilakukan dengan: 1. Peningkatan status Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan di DTPK. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebanyak 83 Puskesmas Perawatan dibandingkan dengan tahun 2010 yang berjumlah 76 Puskesmas Perawatan. Pembangunan Puskesmas Perawatan di DTPK akan terus dilakukan hingga mencapai target 101 Puskesmas. 2. Pengadaan alat dan sarana penunjang di Puskesmas dan Puskesmas Perawatan. Untuk mendukung pelayanan kesehatan di DTPK, Kementerian Kesehatan juga menyediakan beberapa sarana penunjang seperti: Rumah Sakit Bergerak, flying health care, Puskesmas Terapung dan Puskesmas Keliling Air (Pusling Air). • Rumah Sakit Bergerak Pada tahun 2010, Rumah Sakit Bergerak berjumlah 14 unit, dan pada tahun 2011 dipersiapkan 10 unit Rumah Sakit Bergerak baru di Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Rumah Sakit Bergerak merupakan fasilitas kesehatan yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu; serta dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain di daerah tertinggal, terpencil, kepulauan dan daerah perbatasan. • Puskemas Terapung Sampai dengan tahun 2011 Kementerian Kesehatan bersama pemerintah Daerah menyediakan 15 unit Puskesmas Terapung, yaitu 4 unit di kabupaten perbatasan Papua, 4 unit di kabupaten erbatasan Nusa Tenggara Timur, 2 unit di kabupaten perbatasan Kalimantan Timur dan 5 unit di kabupaten perbatasan Kalimantan Barat. • Puskesmas Keliling Untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan di daerah kepulauan dan perairan, Kementerian Kesehatan menyediakan fasilitas Puskesmas Keliling
Air (Pusling Air). Pusling Air berbentuk perahu motor dan dapat dimanfaatkan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan di kabupaten/kota yang memiliki wilayah kepulauan. Sampai dengan tahun 2010, Kementerian Kesehatan mengadakan 908 Pusling Air dan pada tahun 2011 ditambah 17 Pusling Air, sehingga total jumlah Pusling Air sampai 2011 adalah 925 Unit. Selain Puskesmas Keliling Air, Kementerian Kesehatan pada tahun 2011 mengadakan 17 Puskesmas Keliling Double Gardan untuk wilayah yang sulit dijangkau dengan kendaraan biasa. PuslingDouble Gardan tersebut didistribusikan ke Provinsi Papua 4 unit, Nusa Tenggara Timur 4 unit, Kalimantan Timur 3 unit, dan Kalimantan Barat 6 unit. • Flying Health Care Flying Health Care (FHC) adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tim kesehatan untuk meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan di DTPK dengan dukungan transportasi udara. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan mengoperasikan FHC untuk menjangkau daerah terpencil di 8 provinsi yang sulit ditempuh dengan kendaraan darat maupun perairan. Daerah tersebut adalah Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Maluku, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
9. pengembangan jaminan kesehatan Kementerian Kesehatan terus melakukan perbaikan dan pengembangan jaminan kesehatan menuju universal coverage. Sejak tahun 2008 program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu diberi nama program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Pada tahun 2011 jumlah penduduk yang memiliki jaminan kesehatan menjadi 63,1%, dengan demikian jumlah penduduk yang tidak mempunyai jaminan berkurang menjadi 36,9%. Ditargetkan pada tahun 2014 seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan sebagai pelaksanaan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dari 63,1% penduduk yang memiliki
jaminan kesehatan pada tahun 2011, 32,4% merupakan peserta program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), 13,5% peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), 7,4% peserta Askes PNS, TNI, dan Polri, 2,2% peserta Jamsostek, 6,5% peserta jaminan kesehatan perusahaan, dan 1,2% peserta asuransi swasta lainnya. Pada tahun 2011, sasaran Jamkesmas sebesar 76,4 juta jiwa mencakup masyarakat miskin dan tidak mampu, para penghuni panti sosial, penghuni Rutan/Lapas, dan masyarakat miskin akibat korban pasca bencana. Untuk meringankan beban keuangan para penderita Thalassaemia major, Kementerian Kesehatan juga memberikan bantuan pelayanan pengobatan. Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/ kota yang memiliki kemampuan sumber daya yang memadai telah mengembangkan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dengan peserta masyarakat miskin yang tidak dicakup oleh Jamkesmas. Tahun 2011 terdapat 335 kabupaten/kota atau 67,4% dari 497 kabupaten/kota di Indonesia yang telah melaksanakan program Jamkesda. Sampai akhir tahun 2011 empat provinsi telah mencapai universal coverage, yaitu
Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, dan Aceh. Dua provinsi yang cakupan jaminan kesehatannya besar adalah Kepulauan Riau (88,6%) dan Bangka Belitung (84,9%). Pemerintah telah meningkatkan anggaran Jamkesmas sejak tahun 2009. Alokasi anggaran Jamkesmas tahun 2009 sebesar Rp.4,6 triliun, meningkat pada tahun 2010 menjadi Rp.5,125 triliun dan pada tahun 2011 meningkat kembali sebesar Rp.6,3 triliun. Pada tahun 2011 realisasi penggunaan anggaran Jamkesmas sebesar 99,9%. Peningkatan ketersediaan anggaran diikuti dengan peningkatan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan. Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan telah mempersiapkan 9.133 Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar bagi peserta Jamkesmas dan pelayanan kesehatan rujukan di 1.078 Fasilitas Kesehatan (Faskes) sebagian besar adalah rumah sakit.
10. pengembangan DAN pemberdayaan sdm kesehatan Mulai tahun 2011, masa pengabdian tenaga PTT dokter, dokter gigi, dan dokter spesialis untuk daerah terpencil dan sangat terpencil diperpanjang dari 6 bulan menjadi 1 tahun. Selain itu, pemerintah daerah juga turut memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dengan mengangkat tenaga kesehatan melalui program PTT Daerah. Pada tahun 2011 telah diangkat 10.810 PTT yang terdiri dari 2.425 dokter, 504 dokter gigi, 7.881 bidan. Total sampai dengan tahun 2011 berjumlah 39.452 orang. Selama tahun 2010, sebanyak 401 dokter telah menyelesaikan Program Internsip Dokter, dan pada tahun 2011 sebanyak 1.141 dokter sedang mengikuti program ini.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
51
Untuk memenuhi pelayanan kesehatan di DTPK, pada tahun 2011 telah diangkat 1.391 tenaga kesehatan strategis yang antara lain terdiri dari ahli kesehatan lingkungan, ahli gizi, perawat, ahli madya farmasi, dan analis kesehatan di 35 kabupaten/kota prioritas DTPK di 12 provinsi. Pemenuhan tenaga dokter spesialis di DTPK dikembangkan Program Dokter Dengan Kewenangan Tambahan (PDDKT) bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Jumlah residen senior yang didayagunakan pada tahun 2011 berjumlah 383 orang di 78 kabupaten/kota dan di DBK. Setiap tahun, Kementerian Kesehatan melaksanakan pemilihan tenaga kesehatan teladan. Penghargaan internasional untuk tenaga kesehatan teladan diberikan pada tenaga kesehatan Indonesia, yaitu penghargaan Asia Pacific Action Alliance on Human Resources for Health kepada dr. Brahim dan bidan Diana Maryem. Dalam rangka pelaksanaan Program Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), pada tahun 2011 telah dikirim sebanyak 363 tenaga perawat untuk bekerja di rumah sakit di Jepang selama tiga tahun. Dalam upaya mewujudkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing, pada tahun 2011 telah dibentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Komite Nasional Farmasi (KNF). Kesehatan, Kementerian Kesehatan mengembangkan Program Tugas Belajar (Tubel) yaitu dengan memberikan bantuan beasiswa kepada 1.510 tenaga kesehatan pada 2011. dengan rincian pada Tabel 9 berikut ini.
11. peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, serta pembinaan produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan Tahun 2011 telah dilakukan beberapa upaya yaitu: reposisi dan revitalisasi obat generik, menyediakan Online Logistic System, melakukan kemandirian bahan baku obat, harmonisasi peraturan
52
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
perundangan, dan menerapkan E-Register alat kesehatan. • Reposisi dan Revitalisasi Obat Generik Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan kebijakan Online Logistic System di fasilitas kesehatan dan pencitraan obat generik yang lebih baik di masyarakat. Setiap tahun Kementerian Kesehatan menyediakan obat dan vaksin untuk buffer stock pusat dan provinsi, obat untuk penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/bencana, obat program dan vaksin. Pada tahun 2011 disediakan anggaran sebesar Rp.1,29 triliun untuk keperluan tersebut. Ketersediaan obat di instalasi farmasi kabupaten/kota mengalami peningkatan yang bermakna, yaitu selama 15,66 bulan di tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2010 selama 14,2 bulan dan tahun 2009 selama 12,6 bulan. Penggunaan obat generik di fasilitas kesehatan menunjukkan angka yang menggembirakan. Pada tahun 2011 penggunaan obat generik di Puskesmas mencapai 96,7%, sedangkan di rumah sakit sebesar 66,5%. Jumlah item obat generik yang mengalami rasionalisasi harga dilakukan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, rasionalisasi harga obat generik dilakukan pada 453 item, dan di tahun 2011 pada 499 item • Online Logistic System Pada tahun 2011 dikembangkan Software Online Logistic System yang diujicobakan di beberapa kabupaten/ kota dan disosialisasikan ke seluruh instalasi farmasi di Indonesia. Pada tahun 2012 seluruh kabupaten/kota akan mengimplementasikan sistem informasi logistik ini. • Fasilitasi License Compulsory/ Government Used Untuk mendukung penanggulangan penyakit HIV-AIDS dan Hepatitis B di Indonesia dipandang perlu memberikan akses kepada masyarakat pada obat antiviral yang saat ini masih dilindungi Paten. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Hukum an HAM menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah Terhadap Obat Antiviral, sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Paten oleh Pemerintah Terhadap Obat Anti Retroviral. Kerja sama dengan pemegang paten bukan hanya untuk obat HIV-AIDS tetapi juga untuk obat Hepatitis B agar dapat diproduksi di Indonesia. • Resep Elektronik (E-Prescription) Peresepan secara elektronik telah dilakukan oleh RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo-Jakarta, RS BethesdaYogyakarta, Eka Hospital-Tangerang, dan RS Mitra Keluarga-Bekasi, RS Karawang, RS HasanSadikin, RS Borromeus, dan RS Sentosa. Beberapa Puskemas di Jawa Barat telah pula melakukan peresepan secara elektronik yaitu di Puskesmas Babakan Sari-Bandung dan Puskesmas Telaga Murni-Bekasi. Saat ini Kementerian Kesehatan sedang menyusun Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penggunaan Resep Elektronik di Fasilitas Kesehatan dengan melibatkan para pakar di bidang hukum kesehatan, kefarmasian, kedokteran, organisasi profesi dan praktisi kesehatan. • Perizinan Alat Kesehatan Secara Online Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah membangun sistem E- Government pada Perizinan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Sistem ini akan mempermudah pelaku industri untuk mengakses pelayanan perizinan alat kesehatan secara
online sehingga meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. • Kemandirian Bahan Baku Obat Upaya menciptakan kemandirian di bidang bahan baku obat dan obat tradisional dilakukan dengan memberdayakan keragaman hayati yang dimiliki Indonesia, terutama bahanbahan yang telah diyakini khasiatnya berdasarkan hasil penelitian. Hasilnya adalah sejumlah bahan baku obat yang dapat diproduksi di dalam negeri guna memenuhi kebutuhan produksi obat jadi, antara lain Fraksi Bioaktif Cinamomumburmanidan Lagerstroemia speciosa untuk menurunkan resistensi insulin dan pengobatan diabetes, pengobatan kanker, pengobatan sindroma pramenstrual dan nyeri menstruasi, dan fraksi Lumbricusrubellusuntuk pengobatan aterosklerosis dan perbaikan sirkulasi darah. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku impor.
12. pengelolaan anggaran pembangunan kesehatan tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Secara nominal, Kementerian Kesehatan telah meningkatkan alokasi anggaran preventif dan promotif dengan konsisten sejak 2 tahun terakhir ini. Anggaran preventif dan promotif pada tahun 2010 sebesar Rp.12,08 triliun, alokasi anggaran ini ditingkatkan pada tahun 2011 menjadi Rp.13,46 triliun dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 14,34 triliun. Sejalan dengan kebijakan desentralisasi, alokasi anggaran Kementerian Kesehatan untuk pembangunan kesehatan di daerah mendapat perhatian Kementerian Kesehatan. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan proporsi anggaran untuk pembangunan kesehatan di daerah. Pada tahun 2009 anggaran untuk Keberhasilan pemanfaatan anggaran pembangunan kesehatan di Pusat maupun Daerah ditunjukkan dengan tercapainya realisasi anggaran. Realisasi anggaran Kementerian Kesehatan menunjukkan kecenderunganmeningkat.
13. reformasi birokrasi Keterbukaan Informasi Publik Kementerian Kesehatan sebagai badan publik berkomitmen menjalankan amanat UU KIP, sehingga tahun 2010 telah dilaksanakan berbagai kegiatan persiapan menyambut pemberlakuan UU KIP, yaitu salah satunya dengan membentuk Pejabat Pengelola dan Informasi dan Dokumentasi (PPID). Pada tahun kedua (2011) pelaksanaan UU KIP, Kementerian Kesehatan termasuk dalam 10 besar badan publik paling terbuka berdasarkan monitoring dan evaluasi Komisi Informasi Pusat terhadap 82 badan publik tingkat pusat. Sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat tersebut, sejak tahun 2010 Kementerian Kesehatan telah meningkatkan akses masyarakat dan untuk mendapatkan informasi pengaduan melalui Pusat Tanggap dan Respon Cepat (PTRC), Pojok Informasi, dan berbagai media sosial yang dikembangkan. LAYANAN INFORMASI & PENGADUAN ALAMAT Pemanfaatan sarana informasi dan pengaduan oleh masyarakat menunjukkan
peningkatan yang signifikan sejak 2010. Selama 2011 jumlah layanan informasi dan pengaduan yang masuk sebanyak 1.171 layanan. Pada tahun 2011 jumlah layanan meningkat 288 layanan (32,6%) bila dibandingkan dengan kurun waktu yang sama tahun 2010. Adapun jenis layanan PTRC selama 2011 menunjukkan proporsi permohonan informasi 79%, pengaduan masyarakat 19% dan sisanya 2% memberikan saran dan perbaikan kepada Kementerian Kesehatan. Layanan informasi melalui sosial media twitter mengalami penambahan pengikut (followers) yang cukup banyak. Sampai tahun 2011 followers untuk twitter Kementerian Kesehatan telah mencapai 3.162 followers. Jumlah layanan publik yang diberikan selama April–Desember 2010 tercatat sebanyak 22.150 layanan, sementara jumlah layanan tahun 2011 tercatat sebanyak 30.730 layanan. b. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Sejak tahun 2010 seluruh pengadaan barang dan jasa di Kementerian Kesehatan telah menggunakan layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik melalui website: www.lpse.depkes.go.id. Dengan komitmen mem-bangun pengadaan yang terbuka, bersaing dan transparan, Kementerian Kesehatan mendapatkan penghargaan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk kategori kementerian dengan jumlah pagu terbesar menggunakan layanan pengadaan barang/jasa secara elektronik tahun 2010. Sejak ditetapkan penggunaan sistem LPSE untuk pengadaan barang dan jasa, telah terjadi peningkatan efisiensi yang cukup bermakna. Efisiensi pengadaan barang dan jasa melalui LPSE pada tahun 2010 mencapai nilai Rp.191.194.895.478,meningkat di tahun 2011 senilai Rp.398.295.472.085,Penataan (Right Sizing) PNS di Kementerian Kesehatan. Pemerintah secara resmi telah menetapkan penundaan sementara penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
53
yang lebih dikenal dengan moratorium, selama 16 bulan yang dimulai pada tanggal 1 September 2011- 31 Desember 2012. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) Opini BPK terhadap laporan keuangan Kementerian Kesehatan sejak tahun 2009 dan 2010 berturut-turut adalah disclaimer, hal ini mendorong para pengambil keputusan dan jajaran Kementerian Kesehatan untuk memperbaiki pengelolaan administrasi keuangan guna meraih penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 2012 untuk laporan keuangan tahun 2011. Komitmen Kementerian Kesehatan untuk meraih WTP 2012 ditandai dengan penandatanganan piagam Komitmen Meraih Opini Laporan Keuangan WTP oleh seluruh pejabat struktural dan pengelola keuangan di lingkungan Kementerian Kesehatan. Penguatan Perangkat Perundangundangan • Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengamanatkan Kementerian Kesehatan untuk menyusun 9 Peraturan Pemerintah (PP), 2 Peraturan Presiden (Perpres), dan 11 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Dari 9 buah PP yang diamanahkan telah ditetapkan PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor, dan PP No 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Sementara 7 RPP lainnya disatukan materinya menjadi satu RPP yang berjudul Pelaksanaan UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dari 11 Permenkes yang diamanahkan telah ditetapkan Permenkes Nomor 2415/Menkes/Per/ XII/2011 tentang Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahgunaan dan Korban Penyalahgunaan Narkotika. • Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, mengamanatkan untuk menyusun 1 Undang-Undang (UU), 24 Peraturan Pemerintah (PP), 2 Peraturan Presiden (Perpres), dan 20 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
54
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Pemerintah telah menyusun RUU tentang Tenaga Kesehatan, dan pada tahun 2011 telah memasuki proses harmonisasi. Dari 24 PP yang diamanahkan telah ditetapkan tiga PP, yaitu PP Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, PP Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang masih cukup relevan,sementara dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) telah selesai tahap harmonisasi yaitu RPP tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif dalam proses penandatanganan oleh 5 Menteri untuk ditetapkan menjadi PP dan RPP tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Pada tahun 2011, Kementerian esehatan masih melakukan pembahasan internal untuk Rancangan Peraturan Presiden yaitu Peraturan Presiden tentang Sistem Kesehatan Nasional dan Peraturan Presiden tentang Badan Pertimbangan Kesehatan. Untuk 20 Permenkes yang diamanahkan, 17 di antaranya sudah ditetapkan menjadi Permenkes, sedangkan Permenkes tentang Hak Penggunaan Pelayanan Kesehatan, Permenkes tentang Penentuan Kematian dan Permenkes Pembinaan dan Pengawasan masih dalam pembahasan. • Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, mengamanatkan untuk menyusun 5 Peraturan Pemerintah (PP), 1 Peraturan Presiden (Perpres), 15 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), dan 1 Peraturan Daerah untuk setiap daerah. Dari 5 PP amanah UU, saat ini Kementerian Kesehatan telah menyusun RPP tentang Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS). Sedangkan RPP lainnya masih dalam pembahasan di internal Kementerian Kesehatan termasuk RPP tentang Tenaga Kesehatan Asing. Sistem Informasi Kesehatan Nasional Saat ini Kementerian Kesehatan, telah mengembangkan berbagai sistem elektronik baik untuk mendukung proses pelayanan kesehatan maupun administrasi kesehatan, di antaranya: E-Pharm, sistem registrasi kefarmasian dan alat kesehatan, Sistem Informasi Puskesmas (SIMPUS),
Sistem Informasi Manajemen RS (SIMRS), website Kementerian Kesehatan, sistem registrasi dokter/dokter gigi online dan Sistem Informasi Laporan Keuangan (SILK).
14. HUBUNGAN LUAR NEGERI BIDANG KESEHATAN Keketuaan ASEAN tahun 2011 dimanfaatkan Kementerian Kesehatan untuk berperan aktif dalam menerapkan kesepakatan ASEAN di bidang kesehatan dalam mencapai Komunitas Sosial Budaya ASEAN 2015. Penyelenggaraan The Official Launch of the ASEAN Dengue Day pada 15 Juni 2011 yang waktunya bersamaan dengan dilaksanakannya International Conference on Dengue di Jakarta mendapatkan apresiasi internasional. Sesuai dengan tema konferensi “Dengue Is Everybody’s Concern, Causing Socioeconomic Burden, but It’s Preventable” telah membuka mata dunia bahwa demam berdarah adalah masalah bersama yang dapat diatasi. Melalui event tersebut, Indonesia berhasil mendeklarasikan “Jakarta Call for Action on Combating Dengue”. Pemanfaatan obat tradisional dikenal di seluruh negara ASEAN, namun informasi tentang kemanjuran obat tradisional masih berdasarkan pengalaman empiris belum didukung bukti ilmiah. Tema konferensi The 3rd Conference on Traditional Medicine in ASEAN Countries -“Utilization of Evidence Based Traditional Medicine in Health Care” yang diselenggarakan di Surakarta, Jawa Tengah, Oktober 2011 menjadi titik tolak bagi negara ASEAN untuk mewujudkan rencana pengintegrasian obat tradisional ke dalam sistem kesehatan. Untuk meningkatkan upaya pengendalian HIVAIDS, telah diselenggarakan “International Symposium on Getting to Zero New HIV Infections, Zero Discrimination and Zero AIDSRelated Deaths in ASEAN”. Simposium
ini diselenggarakan dalam rangkaian pertemuan The 19th ASEAN Task Force on AIDS di Bandung, Jawa Barat, 21-24 November 2011. Pada kesempatan ini dicanangkan Kampanye AIDS dengan tema “Aku Bangga Aku Tahu” untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai HIV-AIDS. Pada tahun 2011 diplomasi kesehatan Indonesia di forum WHO telah mencatat sejarah yang mengubah tatanan kesehatan global dengan disepakatinya resolusi “The Framework for Pandemic Influenza Preparedness (PIP): Sharing of Influenza Viruses and Access to Vaccines and Other Benefits” pada Sidang ke-64 World Health Assembly (WHA) di Jenewa, Mei 2011. Tahun 2007, dalam perjuangan mengubah mekanisme virus sharing yang diterapkan WHO selama lebih dari 60 tahun. Disetujuinya penerapan Standard Material Transfer Agreement pada virus sharing, menciptakan mekanisme perlindungan pada global public health yang adil, transparan, setara, dan menguntungkan semua pihak. Indonesia telah terpilih menjadi Vice Chair Advisory Group (Wakil Ketua Komite) pada pertemuan PIP Framework Advisory Group di Jenewa, November 2011. Advisory Group bertugas memberikan pandangan dan rekomendasi PIP kepada WHO. Di sela-sela sidang KTT ASEAN November 2011 di Bali, Menteri Kesehatan berkesempatan melakukan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon yang menyampaikan apresiasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas pelayanan Puskesmas yang dinilai cukup berhasil. Dalam konteks kerja sama internasional, sepanjang tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah menandatangani Nota Kesepahaman kerja sama bidang kesehatan dengan Islamic Development Bank (IDB) tentang pendirian Indonesian
Cardiac Center di Gaza, Palestina; Joint Statement ke-2 dengan Malaysia; Subsidiary Arrangement (SA) Program AIPPMH (Australia/Indonesia Partnership on Maternal Neonatal Health) tentang kesehatan ibu dan anak; Record of Discussion (ROD) RI-JICA tentang Prima Kesehatan; dan Record of Discussion (ROD) RI Qatar tentang kesepakatan pembahasan pengaturan pengiriman tenaga kesehatan.
15. PENANGGULANGAN BENCANA DAN KRISIS KESEHATAN Dalam rangka menurunkan risiko kesehatan pada setiap kejadian yang menimbulkan atau berdampak pada krisis kesehatan, sejak tahun 2010-2011 telah dilakukan upaya peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam manajemen dan teknis penanggulangan krisis kesehatan di 150 kabupaten/kota. Selain itu telah didistribusikan sebanyak 300 unit emergency kit, 750 unit personal kit, dan sebanyak 150 unit peralatan pengolah data ke seluruh kabupaten/kota tersebut. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah memberikan dukungan tenaga, logistik dan dana operasional untuk mengatasi krisis kesehatan sebanyak 20 kejadian baik di dalam maupun di luar negeri. Dalam penanganan peristiwa ledakan bom di Cirebon yang terjadi pada tanggal 15 April 2011 dan ledakan bom di Surakarta yang terjadi pada tanggal 29 September 2011, Kementerian Kesehatan telah mengkoordinasikan dan mendukung penanganan korban ledakan di rumah sakit. Selain itu Kementerian Kesehatan juga telah memberikan pelayanan kesehatan kepada 3.800 WNI overstay pada saat pemulangan dengan kapal laut dari Arab Saudi ke Indonesia, dengan menugaskan 20 tenaga kesehatan dalam dua kali perjalanan selama kurang lebih 14 hari. Sementara itu, dalam penanganan kesehatan pemulangan WNI ke Tanah Air akibat krisis Mesir, Kementerian Kesehatan menyediakan tenaga kesehatan, ambulans, dan rumah sakit rujukan. Salah satu bentuk kepedulian Indonesia pada masalah krisis kesehatan global, ditunjukkan dengan mengirim Tim Kesehatan selama dua minggu
untuk membantu masyarakat Pakistan, khususnya yang tinggal di Lahore, ibukota Provinsi Punjab dalam rangka menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB) demam berdarah dengue pada bulan Oktober-November 2011. Kementerian Kesehatan telah mengirimkan obat dan tim kesehatan yang berjumlah 20 orang untuk membantu pemerintah Pakistan.
16. pelayanan kesehatan haji Kementerian Kesehatan terus berupaya meningkatkan kondisi kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan ke Tanah Suci; menjaga agar jemaah haji dalam kondis sehat selama menunaikan ibadah haji sampai tiba kembali di Tanah Air; dan mencegah terjadinya penularan penyakit menular. Jumlah jemaah haji reguler tahun 2011 adalah 02.343 orang. Dari jumlah tersebut terdapat 102.346 (50,6%) jemaah haji risiko tinggi (Risti). Untuk memastikan kesehatan jemaah haji sebelum berangkat, Kementerian Kesehatan telah melaksanakan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji di kabupaten/ kota. Cakupan pelaksanaan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji di kabupaten/kota meningkat dari 30% pada tahun 2010 menjadi 50% pada tahun 2011. Pemeriksaan sebelum keberangkatan dimulai di Puskesmas, jika ada yang menderita penyakit tertentu dirujuk ke rumah sakit. Selanjutnya sebelum keberangkatan, dilakukan pemeriksaan kesehatan di embarkasi. Untuk pelayanan kesehatan haji di Tanah Suci tahun 2011, Kementerian Kesehatan mengirim tenaga kesehatan sebanyak 1.803 orang, terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, apoteker, asisten apoteker, tenaga elektro medik, tenaga rekam medik, penata rontgen, ahli gizi, tenaga sanitasi, tenaga surveilans epidemiologi, dan tenaga non-medis. Kementerian Kesehatan juga merekrut 108 orang Tenaga Musim (Temus), yaitu warga negara Indonesia yang bermukim
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
55
di Arab Saudi dan mahasiswa Indonesia yang belajar di Arab Saudi atau di negara sekitarnya untuk membantu pelayanan logistik, administrasi dan transportasi. Untuk meningkatkan akses jemaah haji Indonesia pada pelayanan kesehatan di Arab Saudi, tahun 2011 Kementerian Kesehatan mengadakan 9 ambulans sehingga total ambulans berjumlah 44 buah; 2 buah mobil bus mini coaster. Satu bus mini coaster dapat mengangkut 2530 jemaah pada kegiatan Safari Wukuf. Untuk pelayanan kesehatan jemaah haji tahun 2011, disediakan 40 macam jenis obat dengan berat total 1.200 kg. Selain itu, Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) ditingkatkan jumlah tempat tidurnya dari 40 tempat tidur di tahun 2010 menjadi 70 tempat tidur tahun 2011. asil evaluasi sampai dengan tanggal 11 Desember 2011, menunjukkan jumlah kunjungan rawat jalan adalah 3.137 kunjungan dan rawat inap 173 kunjungan di sektor Mekkah dan Madinah. Kunjungan rawat jalan di BPHI sebanyak 701 kunjungan dan jemaah haji yang rawat Inap di BPHI Mekkah, Madinah, dan Jeddah adalah 2.183 orang.
17. penelitian dan pengembangan kesehatan Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk lebih mengembangkan program penelitian dan pengembangan kesehatan. Dari tahun ke tahun, telah terjadi peningkatan kualitas dan pemanfaatan program penelitian, sehingga dapat memberikan kontribusi mendasar, strategis dan jangka panjang bagi keberhasilan pembangunan kesehatan. Penelitian yang difokuskan untuk mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan pada tahun 2010-2011 antara lain adalah Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes), saintifikasi jamu, penelitian biomolekular, dan penelitian kemandirian bahan baku obat. Selain pelaksanaan penelitian, juga didirikan Pusat Informasi dan Dokumentasi Dunia Vektor dan Reservoir (Duver). • Riset Fasilitas Kesehatan Tahun 2011 Riset Fasilitas Kesehatan merupakan salah satu riset kesehatan berskala nasional yang dimaksudkan untuk melakukan
56
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
pengukuran dan pengamatan data primer serta penelusuran data sekunder mengenai penyediaan fasilitas kesehatan dan kinerjanya. Riset dilakukan di seluruh Rumah Sakit Pemerintah sejumlah 684 Rumah Sakit, Puskesmas sejumlah 9.148 dan laboratorium klinik mandiri pemerintah dan swasta sebanyak 888 laboratorium. • Saintifikasi Jamu Pada tahun 2011, kegiatan yang dilakukan dalam mendukung saintifikasi jamu adalah: 1. Penelitian studi pra klinik antimyalgia, antihemoroid, anti-kanker, aphrodisiakadan hepatoprotektor. Dari penelitian ini akan diperoleh apakah jamu tersebut dapat menimbulkan efek toksik pada hewan uji, sehingga dapat dipakai acuan untuk menentukan dosis jamu dengan uji klinik. 2. Penelitian studi observasi klinik anti-obesitas, antiosteoarthritis, anti-hemorroid, anti-dispepsiadan penambah volume ASI. Dengan studi tersebut akan diperoleh formula jamu yang terbukti aman dan berkhasiat sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. 3. Pengembangan mutu dan jumlah sarana dan prasarana yang ada di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu dengan membangun laboratorium terpadu 3 lantai, kebun penelitian, etalase tanaman obat dan kebun produksi seluas 15,85 Ha. 4. Klinik Saintifikasi Jamu HortusMedicus. Sejak dicanangkan pada tahun 2010, klinik saintifikasi jamu berkembang sangat pesat dengan jumlah pasien yang meningkat signifikan. Pada tahun 2010 tercatat 5.994 pasien, dan tahun 2011 berjumlah 16.379 pasien. 5. Usaha pemanfaatan tanaman obat terus ditingkatkan diantaranya, dengan melakukan uji klinis empat formula jamu untuk obat hipertensi, hiperkolesterolemia, hiperurisemia, dan hiperglikemia. Hasil sementara menunjukkan empat formula ini cukup baik untuk megobati empat jenis penyakit degeneratif. 6. Diklat dokter saintifikasi jamu untuk menghasilkan dokter dengan kompetensi di bidang penelitian dan pelayanan jamu. Pada tahun 2010 sebanyak 63 dokter serta tahun 2011
sebanyak 60 dokter telah mengikuti diklat saintifikasi jamu. 7. Klinik jamu medik di 12 Rumah Sakit Pendidikan yaitu di RSU SanglahBali, RS Kanker Dharmais-Jakarta, RS Persahabatan-Jakarta, RS Dr. SoetomoSurabaya, RS Wahidin-Makassar, RS Angkatan Laut Mintohardjo-Jakarta, RS Pirngadi-Medan, RS Syaiful AnwarMalang, RS Dr. Suharso-Solo, RS Dr. Sardjito-Yogyakarta, RS Suraji-Klaten, dan RS Kandau-Manado. • Penelitian Biomolekular Hasil yang telah diperoleh dari penelitian biomolekularadalah pemetaan dan karakterisasi molekular virus influenza termasuk virus avian influenza H5N1, pemetaan dan karakterisasi molekular virus HIV dan AIDS di 8 provinsi, pemetaan dan karakterisasi molekular virus dengue, pemetaan dan karakterisasi molekular bakteri M. tuberculosis, pemetaan kasus diare yang disebabkan rotavirus, dan pengembangan primer diagnostik molekular tuberkulosis metode Loopmediated isothermal amplification (LAMP). • Kemandirian Bahan Baku Obat a. Artemisinin Sebagai Senyawa Anti Malaria Artemisia annuamengandung artemisinin yang berkhasiat sebagai antimalaria. Telah dilakukan pengembangan teknologi dan perkebunan Artemisia annuaseluas 2 Ha dengan melibatkan lintas sektor terkait. Luaran dari kegiatan ini adalah tercapainya kemandirian penyediaan bahan baku obat artemisinin. Pemanis Rendah Kalori dari Stevia Rebaudiana Stevia rebaudianamengandung zat pemanis rendah kalori. Kementerian Kesehatan telah melakukan dan mengembangkan database karakterisasi morfologi dan genetik Stevia rebaudiana, sehingga tersedianya bibit terstandar. • Dunia Vektor dan Reservoir (Duver) dan Atlas Vektor Pada tanggal 14 September 2011 telah diresmikan Pusat Informasi dan Dokumentasi Dunia Vektor dan Reservoir (Duver) di Salatiga. Pusat informasi ini didedikasikan dalam upaya penelitian penanggulangan dan pengendalian penyakit tular vektor dan reservoirpenyakit. Dalam kesempatan peresmian Duver, telah diterbitkan pula “Atlas Vektor Penyakit di Indonesia”.
18. partisipasi kementrian kesehatan pada kegiatan nasional dan internasional Guna mewujudkan akselerasi pembangunan kesehatan khususnya di kawasan kepulauan dan daerah terpencil, Kementerian Kesehatan telah memanfaatkan kegiatan nasional dan internasional untuk memberikan pelayanan kesehatan bersama lintas sektor terkait. • Sail Wakatobi-Belitung Sail Wakatobi-Belitung adalah kegiatan kelautan internasional yang diikuti oleh para pecinta maritim dari seluruh dunia. Partisipasi Kementerian Kesehatan dalam acara ini berupa pelayanan kesehatan kegawatdaruratan dan pelayanan kesehatan rujukan, serta kegiatan bakti sosial. • Perkemahan Tingkat Nasional Saka Bhakti Husada (Pertinas SBH) Pertinas SBH ke IV tahun 2011 dilaksanakan tanggal 25 September-2 Oktober 2011 di Bumi Perkemahan Bongohulawa, Provinsi Gorontalo. Kegiatan ini dibuka oleh Menteri Kesehatan, dengan tema “Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega Siap Menjadi Kader Pembangunan yang Sehat, Bersahabat, Cerdas dan Berkualitas”, diikuti oleh 1.500 peserta dari seluruh Indonesia. Selama Pertinas SBH ini, Kementerian Kesehatan melakukan sejumlah kegiatan. • SEA Games SEA Games ke-26 tahun 2011 dilaksanakan di Jakarta dan Palembang tanggal 11–25 November 2011. Dalam kegiatan internasional ini, Kementerian Kesehatan memberikan dukungan dalam bentuk evakuasi cepat bagi atlet di venue yang lokasinya jauh dari keramaian. Seperti venue cabang olahraga Paralayang di Puncak, Jawa Barat; lintas alam di Sentul; olahraga berkuda di Cinere; serta open water swimming di Pulau Putri, Kepulauan Seribu. Pelayanan kesehatan dipersiapkan mulai dari bandara, hotel/wisma, venues, dan medical centreyang berada di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan.
• ASEAN Paragames Dalam rangka mendukung kegiatan ASEAN Paragames di Surakarta tanggal 12-22 Desember 2011, Kementerian Kesehatan menyiapkan tim medis berjumlah 25 tim, terdiri dari petugas medis dan paramedis sport injury. Ambulans siap siaga di 11 venues selama 17 hari. Selain itu, Kementerian Kesehatan membangun medical center/mini hospital. • TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) Kementerian Kesehatan bermitra dengan TNI dalam kegiatan TMMD sejak tahun 1980. Empat prioritas utama kegiatan ini adalah peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita, peningkatan status gizi masyarakat, pengendalian penyakit menular serta tidak menular dan penyehatan lingkungan serta pemberdayaan masyarakat.
Tantangan Pembangunan Kesehatan Tantangan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah wilayah Indonesia yang luas dengan 17 ribu pulau, jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 230 juta jiwa tersebar tidak merata dengan budaya yang beraneka-ragam, letak Indonesia di wilayah yang rawan bencana, dan bentuk pemerintahan dengan dua tingkat otonomi yang terdiri dari 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota. Selain itu, pembangunan kesehatan masih menghadapi tantangan lain, yaitu beban ganda penyakit, suatu keadaan morbiditas dan mortalitas penyakit menular masih merupakan masalah dan pada saat yang bersamaan morbiditas dan mortalitas penyakit tidak menular mulai meningkat, serta sumber daya kesehatan yang masih terbatas. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan jugadihadapi tantangan berupa masih adanya stigmatisasidan diskriminasi terhadap penderita penyakit tertentu di masyarakat dan perlunya ditingkatkan pemahamanmasyarakat tentang berbagai aspek kesehatan, sepertiperilaku hidup bersih dan sehat. Perkembangan sosialpolitik, keterbukaan, dan kesadaran masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang bermutu merupakantantangan tersendiri
bagi Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan juga harus memberikan perhatianyang besar bagi terciptanya tata kelola kepemerintahanyang baik. Untuk menyikapi dan mengatasi berbagai tantanganyang dihadapi, pada tahun 2012 Kementerian Kesehatanantara lain akan melakukan langkah-langkah upaya promotif dan preventif; pencegahan dan pengendalian penyakit,terutama penyakit tidak menular; menuju Universal Coverage dengan penambahan tempat tidur khususnya untuk kelas III; upaya penurunan angka kematian ibu dengan menambah pelayanan PONED, PONEK, Jampersal, dan KB; upaya perbaikan gizi terutama masalah stunting; saintifikasi jamu dan kemandirian bahan baku obat; perencanaan pembangunan kesehatan paralel dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); peningkatan penggunaan teknologi informasi di berbagai aspek pelayanan kesehatan, pelaksanaan manajemen birokrasi yang bersih, akurat, efektif, dan efisien, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) yang akan dikembangkan di provinsi dan kabupaten/ kota.
penutup Pembangunan Kesehatan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2009-2014 telah berlangsung selama dua tahun. Berbagai terobosan telah dilakukan untukmeningkatkan akses masyarakat pada pelayanankesehatan yang bermutu. Masih ditemui kekurangandalam pelaksanaan pembangunan kesehatan yang harussegera diperbaiki. Usul, masukan, dan kritik dari masyarakatsangat diperlukan Kementerian Kesehatan agar dapatmemberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagirakyat Indonesia. Dukungan dan kerja sama dari seluruhjajaran kesehatan dan jajaran lintas sektor di tingkat Pusatdan Daerah beserta seluruh lapisan masyarakat sangatdiharapkan bagi terwujudnya visi Masyarakat. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
57
58
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Kalimantan Tengah:
Memenuhi
Hak Sehat di Belantara Tropis Oleh: Hikmandari dan Udiani; Fotografer: Anitasari dan ADM Tangkudung
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
59
Kalimantan Tengah dalam Angka Pertengahan Juli 1957, tepat tanggal 17—angka istimewa bagi warga Kalimantan Tengah—sekitar 12.000 orang telah berkumpul di Kampung Pahandut sejak subuh. Wajah penuh harap dan syukur itu menunggu kedatangan presiden mereka, Sukarno. Tepat pukul 10, bersama rombongan menteri dan pejabat lain, orang nomor 1 ini meletakkan tiang pembangunan pertama ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya. Sejak itu roda alat berat terus bergerak: jalan, saluran air, listrik, dan sarana kota lainnya bermunculan. Meski demikian, Sungai Kahayan tak ditinggalkan. Transportasi air tetap bergantung pada surut pasangnya sungai sepanjang 250 km ini, sementara ikan sungai, seperti saluang, sanggang, baung, lais, dan jalwat serta buah-buah tropis menjadi santapan utama warga. Palangka Raya tumbuh. Kalteng mekar. Pada 2002, provinsi terluas ketiga di Indonesia ini berkembang dari 8 kabupaten menjadi 13 kabupaten dan 1 kota dengan luas wilayah 153.564 km2. Jumlah penduduk : 2.212.089 km2 atau rata-rata 14,7 jiwa/ km2. Berikut cuplikan data tentang sarana dan tenaga kesehatan serta beberapa indikator kesehatan masyarakat. ∞ 60
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
n Sarana kesehatan yang dimiliki: Rumah sakit: 17 unit Puskesmas : 178 unit (Rawat inap 115)Pustu: 985 Posyandu : 2304 n Tenaga kesehatan: Dokter 40 (ratio Kalteng: 18,9) Dokter spesialis 6 (3) Dokter gigi 10 (3,6) Perawat 117 Bidan 100 (60) Gizi 22(11.8) n Indikator kesehatan masyarakat: AKI: 228 per 100.000 kel. hidup AKB: 30 per 1.000 kel. hidup Penemuan TB Paru 28% AKMalaria 10 per 1.000 penduduk Balita gizi buruk 4% Balita gizi kurang 13% EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
61
Mengayuh hingga “Barigas” “Mereka yang cinta karya, mencapai kesenangan bekerja di Palangka Raya. Mereka akan menemukan lapangan karya yang luas sekali, akan menemukan lapangan bakti yang mulia sekali” (Tjilik Riwut) Bidan Tety Anggela (depan, ketiga dari kanan) bersama para kader di Polkesdes Mintin Hampir setengah abad sudah kata-kata di atas dilontarkan Tjilik Riwut, mantan gubernur sekaligus salah seorang pendiri Provinsi Kalimantan Tengah. Namun, ucapan itu masih relevan, terutama bila menilik kondisi kesehatan di provinsi bungsu dari keempat provinsi di Kalimantan ini. Antara kutuk dan berkah Dibanding daerah lain di Nusantara, Kalimantan Tengah adalah daerah mahaluas dan kaya raya. Provinsi ke17 ini hanya bisa dikalahkan oleh Provinsi Papua Barat dan Kalimantan Timur dalam hal luas wilayahnya. Belum lagi berbicara tentang kekayaan alamnya, baik yang di permukaan maupun di dalam bumi. Seluruh dunia berdecak kagum sekaligus berdebar cemas memandang rimba belantara yang menjadi paru-paru dunia di bumi Kalimantan Tengah. Bagaimanapun, di sinilah hutan lindung, taman nasional, dan hutan konservasi bekerja menyuplai gas kehidupan untuk dunia. Namun, gula tak selamanya mengundang semut. Penduduk negeri ini kurang dari seperempat penduduk Jabotabek di siang hari, yaitu sekitar 2,23 juta jiwa. Itu pun sebagian terpusat di kota, dan sebagian lain tersebar mengikuti arus Sungai Kahayan yang membujur sejauh 250 kilometer, kemudian beranak pinak hingga ke daerah-daerah jauh di pedalaman rimba. Bila dirata-rata, kepadatan penduduk Kalteng hanya 14 jiwa/km2. Buat kita yang berada di daerah-daerah berpenduduk padat, keluasaan itu tentu sebuah berkah. Namun, berkah juga bisa menjadi kutuk untuk pihak lain. Setidaknya itulah yang dialami oleh petugas Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah. “Untuk mengantarkan satu set dental kit ke Mendawai Kasongan, saya perlu biaya untuk bahan bakar speedboat saja Rp3 juta lebih,” tutur Lutfil Aman sembari mengingat perjalan yang ditempuhnya sehari semalam seluruhnya lewat sungai itu. Ketika itu Lutfil menjadi pengelola proyek DHS (Decentralised Health Service) 2. Letak penduduk yang terpencil dan medan yang teramat luas dan sulit memang merupakan hambatan utama para 62
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
petugas kesehatan. Demikian pula dengan minimnya infrastruktur, termasuk listrik. Menurut dokter Rhizall M. Hutapea, Kepala Puskesmas Bukit Hindu, Kota Palangka Raya, pusat rujukan rabies untuk seluruh provinsi, kecuali Kabupaten Kapuas, hanya ada satu saat ini, yaitu puskesmas Bukit Hindu. Pasalnya, hanya daerah itu yang dianggap memiliki pembangkit listrik andal: bekerja selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan, dan 365 hari dalam setahun. Di kabupaten lain, apalagi di tingkat kecamatan, rata-rata pembangkit listrik masih menggunakan PLTD yang tidak bisa diandalkan untuk penyimpanan vaksin. Angka pun menjadi relatif Dalam kondisi semacam ini, angka bisa menjadi sesuatu yang relatif, sebagaimana dituturkan oleh dokter ADM Tangkudung, M. Kes., Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah. “Menurut target, mungkin kita sudah berhasil menjangkau jumlah yang ditetapkan. Tapi, bayangkan, ketika Anda memutuskan untuk memutar haluan kapal hendak pulang, tiba-tiba Anda lihat di dalam hutan sana ada satu keluarga yang belum terkunjungi. Apa yang mesti kita lakukan? Apa iya mereka akan kita tinggalkan karena toh target sudah terpenuhi?... Kami hanya memberikan hak mereka atas kesehatan, walaupun itu berarti kami harus menempuh medan yang berbahaya,” tutur dokter Rian. Sejalan dengan dr Rian, panggilan Kadinkes Prov Kalteng di atas, seorang bidan sekaligus kepala Poskesdes Mintin, Kecamatan Kahayan Hilir, Tety Anggela, agaknya juga tak berhitung berapa angka rupiah di koceknya. Ia mewakafkan sepetak tanah miliknya untuk digunakan sebagai polindes. Belum cukup, ia pun terjun mengelola polindes itu dan menggerakkan warga di sekitarnya untuk menjadi kader yang siap bekerja, con amore. Bukan hanya prakarsa pribadi, dinas kesehatan dengan ditopang pemerintah daerah agaknya juga telah berupaya menyediakan layanan kesehatan yang layak. Salah satunya adalah adalah program PM2L, atau program membangun dan memelihara desa yang mengikutsertakan semua pihak.
Puskesmas Keliling
Dalam satu tahun, akan diprioritaskan pembangunan beberapa desa di beberapa kabupaten, termasuk di bidang kesehatan. Di samping itu ada pula usaha untuk menambah tenaga kesehatan dengan mendirikan sekolah kedokteran dan STIKES. Kalteng Barigas sudah dicanangkan. Kali ini bukan ke-17 Segala upaya tersebut sudah seharusnya dilakukan. Dari hasil riset kesehatan dasar, peringkat kesehatan Kalimantan Tengah saat ini berada pada peringkat 22, bukan pada angka istimewa yang kerap dikaitkan dengan provinsi ini, 17, atau di atasnya. Kalteng juga dinyatakan sebagai daerah endemi malaria di samping baru-baru ini juga berada dalam situasi KLB DBD. Rendahnya persalinan oleh tenaga kesehatan berujung pada angka kematian ibu dan bayi yang tinggi. Belum selesai di situ, muramnya wajah indikator dasar tersebut masih dibebani lagi dengan penyakit-penyakit tidak menular atau
degeneratif , termasuk hipertensi. Gubernur Teras Narang tak menyangkal buruknya kondisi kesehatan di wilayahnya. Itu sebabnya Kalteng kini berjibaku untuk membangun infrastruktur. “Saya percaya pembangunan infrastruktur akan berdampak pada akses kesehatan yang lebih mudah,” tuturnya. “Selain itu, masyarakat hendaknya mengutakan upaya promotif dan preventif untuk menjaga kesehatannya.” Keyakinan itu memang beralasan bila melihat kondisi sarana prasarana di Kalteng. Namun, berkaca pada daerah lain dengan prasarana yang jauh lebih lengkap, kesehatan, bagaimanapun, merupakan suatu kebijakan (lihat: “Bukan Sekadar Melayani, tapi Memihak”). Dan beruntung, Kalteng telah menyaksikan keberpihakan itu. Mudah-mudahan kayuh itu tak lapuk hingga Kalteng Barigas. ∞
dr. ADM Tangkudung, M.Kes. (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng)
Agustin Teras Narang (Gubernur Kalimantan Tengah) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
63
Menangkal “Ilmu” dengan Kelambu
Rita Juliawaty (Koordinator GF Malaria)
Program penanggulangan malaria di banyak daerah terkadang menghadapi keengganan masyarakat menggunakan kelambu berinsektisida. Padahal ini salah satu langkah penting dalam program yang lengkap. Di Kalteng, daerah endemis malaria yang cukup tinggi, masyarakat menyukai pemakaian kelambu. Rita Juliawaty, pengelola program Global Fund untuk Malaria, mengatakan bahwa pada dasarnya penduduk memang sudah mempunyai kebiasaan memakai kelambu. Jadi malah senang kalau sekarang diberi kelambu berinsektisida. Bahkan, tambahnya, “ada sebagian masyarakat yang percaya bahwa kelambu dapat menangkal ‘ilmu-ilmu’.” Menurut Rita, tak terlalu sulit menyadarkan masyarakat untuk berperan dalam penanggulangan malaria. Selain soal kelambu, yang dinilai berhasil oleh tim monitoring Global Fund, peran kader dalam menjalankan aktivitas di Pos Malaria Desa (Posmaldes) juga signifikan. Selain yang didirikan oleh pemerintah, saat ini terdapat sekitar lima belas Polmades juga dididirikan dan dikelola dengan baik oleh LSM, yayasan dan kelompok keagamaan. Posmaldes (Pos Malaria Desa) menjadi tumpuan di daerah yang sulit dijangkau.
64
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Di Kabupaten Kotawaringin Barat, ada Posmaldes, yaitu Posmaldes Pangkalan Tiga, yang sudah menyatu dengan Desa Siaga. Ini memungkinkan pelayanan yang lebih terpadu dan lebih terjamin karena didukung oleh sumber daya yang lebih kuat, baik SDM maupun fasilitas lainnya. “Mereka juga membantu untuk skrining kasus di daerah pertambangan” ujar Rita. Global Fund Penanganan malaria di Kalteng didukung oleh Global Fund sejak 2010. Sejak itu pula target dan metode lebih ditajamkan, dan hasilnya senantiasa dimonitor. Meskipun jalan masih cukup panjang, namun perbaikan keadaan sudah mulai tampak. Menyelesaikan masalah malaria memerlukan kerjasama semua pihak. Lintas sektor dan partisipasi masyarakat. Koordinasi penanganan semestinya semakin ke depan semakin baik. Apalagi Gubernur Kalteng sudah menerbitkan Peraturan Gubernur nomor 19 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Provinsi Kalimantan Tengah. Tentunya pengendalian faktor risiko termasuk pengelolaan pertambangan dan perkebunan akan lebih dapat dilaksanakan dengan baik. ∞
Bukan sekadar melayani,
tetapi memenuhi hak Membicarakan pelayanan kesehatan di daerah terpencil adalah membicarakan keberpihakan, komitmen, keberanian, dan bukan omong kosong atau manisnya janji. Bahkan bisa jadi tentang berani ‘nyleneh’ dan sedikit gila. Bagaimana mungkin memberikan potongan kue terbesar kepada seseorang yang tidak meminta, yang terpekur di pojok nyaris tak terlihat, sementara di depan mata, teman, kerabat, sahabat, yang hadir dengan baju necis dan senyum manis, menunggu pembagian potongan kue legit anggaran. Di manapun di Indonesia, bahkan di dunia, menerapkan keadilan dalam penyediaan pelayanan kesehatan adalah hal sulit di lapangan. Pemihakan yang nyata kepada daerah pedesaan dan daerah terpencil dari sisi anggaran saja masih sulit dilakukan, apalagi menggapai kualitas pelaksanaan programnya. Pastilah lebih rumit. Laporan Kemenkes yang memperlihatkan tren peningkatan alokasi anggaran APBN untuk daerah cukup menggembirakan, namun belum cukup untuk melacak perbandingan alokasi perkotaan dan pedesaan. Padahal Riset Kesehatan Dasar sangat teliti mengupas disparitas desa dan kota. Disparitas ini juga yang di era Menteri Endang sangat sering diangkat isunya. Dalam banyak wawancara dengan media, Menteri peneliti ini selalu menjawab isu disparitas sebagai tantangan yang sangat sadar akan ia perjuangkan. “Satu langkah maju, berarti satu langkah lebih dekat dengan tujuan,” ujarnya tak gentar. Itu pula barangkali yang mendasari penyesuaian visi Kementerian Kesehatan dari Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat menjadi Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Kata terakhir itu adalah pernyataan verbal politik, kebijakan, dan komitmen untuk mengurangi kesenjangan. Rasanya tak perlu lagi mengulas tentang kesenjangan pelayanan kesehatan di desa dan kota. Tak sulit melihatnya dengan kasat mata. Harus diakui, meskipun upaya sudah makin besar dan nyata, disparitas masih menganga di banyak wilayah negeri tercinta. Di negara maju seperti Kanada saja, rasio dokter terhadap penduduk misalnya, di daerah pedesaan hanya separuh dari perkotaan, dan rata-rata penduduk pedesaan harus menempuh jarak lima kali lebih jauh dibanding penduduk perkotaan untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan, atau sekitar 10 kilometer. Di Amerika Serikat pada 19992000 dilaporkan terjadi penutupan 228 rumah sakit di daerah pedesaan, yang mencakup 2.228 tempat tidur karena ketidak-mampuan daerah mempertahankan pelayanan. Di China pada tahun sembilan-puluhan, hanya 20% dari total anggaran kesehatan digunakan
dr Rhizall M. Hutapea (Ka Puskesmas Bukit Hindu)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
65
untuk menopang kesehatan penduduk di pedesaan yang jumlahnya mencapai 70% dari seluruh populasi. (Wikipedia, Rural Health). Angka semacam itu sudah tak mengagetkan lagi saking lazimnya berada di paparan statistik negara seantero dunia, yang maju maupun berkembang. Inverse Care Law Julian Tudor Hart, seorang dokter Inggeris, pada tahun 1971 mencetuskan hukum pelayanan terbalik atau inverse care law yang mendasari terbentuknya sistem pembiayaan kesehatan yang dikenal dengan National Health System (NHS) di negara Inggeris. Hukumnya berbunyi: “The availability of good medical care tends to vary inversely with the need for it in the population served.” Makin butuh, makin jauh. Makin sulit, makin ditinggal. Sumber daya kesehatan cenderung lebih melayani golongan yang sebetulnya lebih berdaya, yaitu masyarakat di perkotaan dan golongan ekonomi kuat. Dalam kalimat Hart: “…operates more completely where medical care is most exposed to market forces, and less so where such exposure is reduced.” Jika di Inggeris kemudian lahir NHS, di Indonesia sesungguhnya sudah lebih dari itu. Inisiatif sudah banyak direalisasikan, baik dari pemerintah pusat maupun daerah, dari swasta maupun masyarakat. Kementerian Kesehatan menggulirkan lebih lima program untuk mendorong pelayanan dan pendekatan akses pelayanan kesehatan: program khusus pembangunan daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK), pendampingan khusus untuk meningkatkan kemampuan perencanaan kesehatan di daerah bermasalah kesehatan (DBK), alokasi dana khusus untuk operasional Puskesmas melalui skema bantuan operasional kesehatan (BOK), penyediaan sarana rumah sakit bergerak dan dokter terbang di daerah terpencil, serta skema pembiayaan bagi masyarakat tidak mampu melalui Jamkesmas serta pembiayaan persalinan melalui Jampersal. Jadi, perlu keberanian, selain kemauan berpikir out of the box dan dukungan politik yang kuat, untuk memenuhi hak kesehatan para penduduk di daerah terpencil. Kalau tidak, hitunghitungan perencanaan program di atas kalkulator akan kembali ke angka inefisien. Padahal, seperti kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, Ryan Tangkudung, “ini masalah memenuhi hak setiap penduduk atas pelayanan kesehatan, bukan semata melayani.” ∞
66
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
KOLOM
Keterbukaan Informasi Publik Salah satu tugas humas yaitu memberikan informasi. Berkaitan dengan UU no 14 tentang keterbukaan informasi publik. Siapa saja berhak mendapatkan informasi yang diinginkan. ight to know Day atau Hari Hak Untuk Tahu diperingati setiap tanggal 28 September. Tujuan adanya Hari Hak untuk Tahu, untuk meningkatkn kesadaran global dari individu untuk mengakses infoemasi pemerintah dan juga untuk mempromosikan akses informasi yang mengacu pada Hak Asasi Manusia.
Keterbukaan informasi harus tersedianya empat unsur yaitu ketersediaan, pelayanan, aksesibilitas dan kualitas. Ketersediaan berarti kita sebagai seorang humas harus terus mengisi informasi itu update-ting. Dari segi pelayanan bagaimana pemberi informasi itu apakah sudah mempunyai SOP (Standar Operasional Presedur).
Kewajiban badan publik yaitu menyediakan, memberikan , dan menerbitkan informasi publik yang akurat, benar, tidak menyesatkan dan membangun sistem informasi dan dokumentasi serta membuat pertimbangan tertulis atas kebijakan yang diambil terkait pemenuhan hak atas informasi publik.
Aksesibilitas yaitu apakah masyarakat dapat memperoleh informasi tersebut? dan untuk kebutuhan apa ? dan yang terakhir adalah kualitas apakah informasi yang disampaikan itu bermanfaat, misalnya data yang diinginkan th 2010, diberikan data 2008, tentu dalam hal ini kurang bermanfaat.
Ada pepatah lama mengatakan membaca adalah jendela dunia. Sama hal dengan informasi, semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula kita mengetahui segala sesuatunya. Diharapkan dengan keterbukaan informasi publik masyarakat berhak untuk tahu tentang informasi apasaja yang dapat menuju bangsa yang cerdas. Keterbukaan informasi publik bukan hanya memberikan informasi tetapi juga sebagai kontrol masyarakat terhadap badan publik. Juga sebagai penguatan dan kontrol kebijakan.
Media-media dalam penyampaian informasi yaitu pamplet, website, baliho, iklan, advetorial dan lainnya. Semakin beragam media yang digunakan tentunya beragam juga yang mendapatkan informasi tersebut. Keterbukaan informasi dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas informasi yang tinggi. Semakin sering informasi diminta, semakin besar peluang informasi di buka. Jangan tunggu banyak permintaan baru kita mencari informasi tetapi perbanyaklah informasi sehingga kapanpun di butuhkan informasi sudah siap disampaikan ∞ (Yn)
Pedoman Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) Sehat adalah harapan setiap orang dan merupakan hak azasi setiap warga negara Indonesia. Selama ini masyarakat diarahkan untuk memelihara kesehatan secara mandiri sebagaimana visi kesehatan “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Dalam perkembangannya masyarakat mempunyai alternatif dalam memelihara kesehatan, baik untuk kepentingan pencegahan maupun pengobatan. Di antaranya dengan cara memanfaatkan pelayanan kesehatan konvensional,
menerapkan gaya hidup kembali ke alam, serta pilihan pelayanan kesehatan secara tradisional.
petugas/pengelola program dalam memberikan pelayanan kesehatan tradisional ramuan yang bermutu di masyarakat.
Pedoman pengelolaan dan pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (Toga) merupakan revitalisasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan Toga yang dijadikan acuan dalam pengembangan pengelolaan dan pemanfaatan Toga yang disesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat setempat.
Tujuan diterbitkannya pedoman ini juga merupakan salah satu upaya dalam mempercepat pembangunan kesehatan, khususnya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), terutama di daerah yang sulit mendapat akses pelayanan kesehatan, seperti daerah terpencil perbatasan dan kepulauan serta di daerah bermasalah kesehatan. ∞
Dengan pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
RESENSI
Impresum Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; Ditjen Bina Gizi dan KIA,- 2011 Kolasi 122 hlm. ; ilus. ; 16 x 24 cm. Subyek 1. PLANTS MEDICINAL; 2. TRADITIONAL MEDICINE; 3. HERBS; MEDICINE HERBAL
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
67
Mediakom raih Silver Winner
The Best Government Inhouse Magazine InMa 2012 Pada acara Hari Pers Nasional yang digelar oleh komunitas dan insan pers Indonesia di Jambi, Mediakom menerima penghargaan “Silver Winner” sebagai majalah dengan tampilan cover terbaik. Acara yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) itu mengadakan pemilihan “Indonesia Inhouse Magazine Awards (InMA) dan Indonesia Print Media Awards (IPMA) 2012”, berlangsung di Ballroom Hotel Novita Jambi, 7 Februari 2012. InMA dan IPMA 2012 diadakan untuk memberikan apresiasi atas karya kreatif sampul muka majalah internal dan media cetak Indonesia terkait dengan isi majalah. Dahlan Iskan, selaku Ketua Panitia, mengatakan bahwa “Kata-kata memang masih sangat penting, tapi grafis sudah lebih penting dan grafis bisa menggantikan fungsi kata-kata”. Ajang InMA Award 2012 diikuti 67 entri majalah dari 19 lembaga kategori Lembaga Pemerintah, BUMN, BUMD, Perguruan Tinggi, Perusahaan Multi Nasional, Swasta. Dewan Juri untuk InMA adalah Oscar Motuloh (Antara), Prof.Dr. Ibnu Hamad (Universitas Indonesia), Daniel Surya (DM IDHolland Singapura), Ndang Sutisna (Adwork Euro RSCG), Dian Anggraeni (Konsultan PR), dan Ricardo Indra (Telkomsel). Mediakom, yang ikut berpartisipasi pada acara ini, mendapat dua penghargaan untuk kategori government, masing-masing untuk cover Mediakom Edisi 31 bulan Agustus 2011 dengan cover Potret Anak Indonesia (membahas Hari Anak Nasional) dan Mediakom Edisi 33 bulan Desember dengan cover WTP ( Wajar Tanpa Pengecualian) dan Reformasi Birokrasi. Award diserahkan langsung oleh Dewan Pers kepada Pemred Mediakom.
MEDIA KUIS 1. Apa yang dimaksud dengan Jampersal (Jaminan Persalinan)? 2. Apa tujuan dari program Jampersal? 3. Jampersal dapat diperoleh di mana saja? Kirimkan jawaban kuis dengan mencantumkan biodata lengkap (nama, alamat, kota/kabupaten, provinsi, kode pos dan nomor telepon yang mudah dihubungi). Jawaban dapat dikirim melalui: Email :
[email protected] Fax : 021 - 52907421 Pos : Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kemenkes Jl. HR. Rasuna Said Blok X5, Kav. 4-9, Jakarta Selatan Jawaban diterima Redaksi paling lambat minggu keempat bulan Maret 2012. Nama pemenang akan diumumkan di Mediakom edisi XXXV April 2012. 10 Pemenang MediaKuis masing-masing akan mendapat hadiah t-shirt dari Mediakom. Hadiah pemenang akan dikirim melalui pos. Kuis ini tidak berlaku bagi Keluarga Besar Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI.
68
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
PEMENANG MEDIA KUIS EDISI XXXII OKTOBER 2011
Dr. Indah Musyiatun Da. UPTD Puskesmas Jambu Jl. Raya semarang Magelang Km 3 Jambu Kab. Semarang 50663
Ana Ikhsan Hidayatulloh Kampung Urur Rt. 05 Rw. 02, Desa Pusakasari, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat 46252, No HP : 08131363XXXX
Sri Purwantiningsih Puskesmas Ngluwar, Jl. KR Sahid No. 14 Ngluwer Magelang Jateng
Agus Sulistianto, SKM Puskesmas Kalibening, Banjarnegara, Jln. Raya Km. 01, Kabupaten, Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah, No HP : 08574737XXXX Eva Gustini, SKM Pustu Permunas Bukit Merapen, Jl. Puyuh Raya No. 246 Rt. 05 Rw. 02, Kelurahan Bukit Merapin, Kota Pangkalpinang, Propinsi Bangka Belitung 33123, No HP : 08521055XXXX
PEMENANG MEDIA KUIS EDISI XXXIII DESEMBER 2011 Lova Irgianty, S.IP Perumahan Pejuang Pratama Blok H No. 20. RT. 002/06 Kel. Pejuang, Kec. Medan Staria, Kota Bekasi, Kode Pos : 1713, HP : 08131721XXXX Juarnengsih, S.Sos, M.Kes Perumahan Pejuang Pratama Blok H No. 20. RT. 002/06 Kel. Pejuang, Kec. Medan Staria, Kota Bekasi, Kode Pos : 17131, HP. 021-887XXXX, 08129222XXXX
Evy Dhamayanti, Amd.Kep Puskesmas Ngawi Purba, Jl. Ngawi – Cepu Km.03 Desa Ngawi, Kec/Kab. Ngawi Prop. Jatim 63251, Telp. 08574949XXXX Irfan Saepulloh RS Paru Dr.H.A Rotinsulu , Jl.Bukit Jarian No.40 Bandung, Jawa Barat 40141, HP : 0899792XXXX, 022-203XXXX Ursula Uba Tupen RSUD Larantuka – Kab. Flores Timur – NTT. Monika, S.Si., MPH, Apt. Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur, Jln. R. Soeprapto No.22 Waingapu, Kab. Sumba Timur, NTT 87113, Hp. 08123660XXXX Rosnaniar, dr Puskesmas Kampung Baka, Jl. Lamadukeleng, No. 106 Samarinda Seberang, Kaltim Teguh Sulistyono, dr Puskesmas Trucuk, kecamatan Trucuk, kabupaten Bojonegoro, Jatim 62155. HP. 08133534XXXX
LENTERA
Pengendalian Diri Oleh: Prawito
Siagian (45), terpaksa terbaring lemah di rumah sakit selama 15 hari. Ia terkena serangan jantung yang tak diduga sebelumnya. Separo tubuhnya lumpuh, bibirnya menyon, dan semua aktivitas kebutuhan dirinya memerlukan bantuan orang lain. Padahal, sebelum serangan jantung tersebut, pria maco dan perlente ini, membawa kendaraan sendiri. Tampak sehat, segar, dan bugar. Tak ada keluhan yang keluar dari mulutnya, di kala berbincang dengan keluarga maupun tetangga. etelah serangan, ia berusaha untuk sembuh dengan menjalani pola hidup sehat. Makan sesuai kebutuhan, menghindari makanan berlemak, berganti dengan serba rebus dan olahraga secara teratur. “Aku harus sanggup melawan kesukaan makanan berselera tinggi, berganti dengan makanan tak ada rasa, olahraga teratur, walau harus berlatih jalan dengan dipapah. Kaki harus diseret, karena sulit untuk mengangkat. Sungguh terasa berat, tapi harus ku jalani,” ujar Siagian lirih. Seiring berjalannya waktu, jalan tak lagi dipapah, walau masih pincang. Setiap pagi, Siagian berolahraga dengan berjalan kaki. Menyelusuri gang demi gang, di lingkungan rumahnya. Terkadang ditemani istri tercinta, terkadang sendiri. Tak peduli, gerimis, hujan atau bercuaca cerah. Ia tetap berolahraga. Dan ia pun melakukan perubahan pola hidup yang paling drastis, yakni berhenti merokok. Kini, Siagian tak lagi menyeret kaki atau pincang. Ia sudah bisa berjalan kaki normal seperti sedia kala. Seperti tak ada bekas terkena serangan stroke. Olahraga terus dijalaninya. Ia berguman, mengapa tidak olahraga sejak dulu, sebelum serangan jantung terjadi ?. Untung, Tuhan masih sayang, ada kesempatan untuk memperbaiki diri, sebelum ajal tiba. Apa yang disampaikan Siagian, sebuah ungkapan penyesalan yang tak berguna lagi. Sebab, serangan stroke telah terjadi, biaya pengobatan dan hilangnya waktu produktif terbuang percuma. Belum lagi biaya ikutan lain dengan kelumpuhannya, seperti harus menggunakan sopir, menambah pembantu, dan hilangnya interaksi sosial. Keberhasilan Siagian sembuh kembali, di samping Karunia Tuhan, juga karena pengaruh pengendalian diri yang kuat. Ya, pengendalian diri. Ia mampu mengendalikan diri dengan baik, untuk sembuh kembali. Hanya sayang, mengapa pengendalian diri itu terjadi setelah serangan stroke? Bukankah pengendalian diri akan lebih baik sebelum terserang sakit? Itulah manusia, sering kali baru sadar setelah pukulan berat menerpa. Seperti diakui Siagian, olahraga rutin bukan perkara
mudah. Apalagi selama ini, olahraga merupakan kegiatan yang sama sekali alfa dari kehidupannya. Sebagai kontraktor yang selalu berfikir bagaimana mendapatkan uang, menggaji karyawan, membayar hutang, menyelesaikan proyek dan urusan-urusan lain, telah abai terhadap pola hidup sehat. Ia tersadar, setelah stroke menyerangnya. Belajar dari kisah Siagian, kata kuncinya pengendalian diri untuk menempuh pola hidup sehat. Memang tidak mudah, bahkan sulit, sulit, dan sulit. Sebuah ungkapan betapa sulitnya mengendalikan diri. Bukankah kita sering melihat orang yang merasa kesulitan untuk berhenti merokok? Terkadang berhenti merokok, kemudian kumat lagi dan begitu seterusnya. Mereka terpaksa berhenti merokok, ketika masuk ICU rumah sakit. Begitu sembuh mulai merokok lagi dengan berbagai alasan yang menyertai. Akhirnya, mereka tetap merokok. Bila demikian, berarti gagal melakukan pengendalian diri. Kegagalan seperti ini yang sering menyebabkan orang menjadi putus asa, akhirnya bertambah parah penyakitnya. “Biarlah sakit, yang penting senang, mengapa hidup harus mengekang kesenangan?” ujar Muis perokok yang gagal berhenti. Memang, mengendalikan diri itu susah. Karena banyak kesenangan yang harus dikurangi bahkan ditinggalkan. Apalagi kesenangan yang sudah menjadi hobi, tentu terasa lebih berat ditinggalkan. Di sinilah sebenarnya ujian pengendalian diri. Apakah kita akan sukses atau gagal. Semua bergantung pada kekuatan, tekad, dan kesungguhan untuk hidup menjadi lebih sehat dan lebih baik. Sesulit-sulitnya upaya pengendalian diri, kemudian berakhir dengan kesehatan, kebugaran, dan kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Tentu, lebih sulit bila tidak melakukan pengendalian diri, sehingga berakhir dengan keputusasaan, pola hidup tidak sehat, dan penyakit bertambah parah. Hidup ini bukan paksaan, tapi pilihan. Maka, silahkan memilih. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
69
Entah mengapa, awal Desember 2011, di ruang tunggu Bandara Lombok, NTB, secara tiba-tiba saya mendapat panggilan untuk menemui petugas di pintu masuk pesawat. Hati pun bertanya-tanya, ada apa? Sementara teman-teman yang lain bersorak-sorak, sambil berkata hayo lho...hayo lho....!. Setelah menemui petugas, saya ternyata diminta pindah ke kelas bisnis, karena tempat duduk di kelas ekonomi sudah diborong rombongan lain. Tentu saya tidak banyak protes karena dipindahkan ke tempat yang lebih baik, terbang besama Garuda menuju Jakarta. Setelah semua penumpang naik, kelas ekonomi penuh dan kelas bisnis hanya bertiga, termasuk saya.
engalaman baru naik pesawat kelas bisnis. Ternyata, pelayanan jauh lebih baik dibanding kelas ekonomi pada umumnya. Sekurangnya ada 10 kali pelayanan pramugari kepada penumpang, yakni: setelah mempersilahkan duduk, langsung mendapat pilihan minuman dingin, handuk hangat pembasuh muka, pilihan bacaan koran, pilihan bacaan majalah, handuk penutup meja, paket kue, buah-buahan, penawaran minum teh atau kopi, air putih dan penawaran tambah minum yang diinginkan. Seluruh pelayanan itu disajikan bertahap satu per satu. Nyaris pelayanan selama penerbangan. Bandingkan dengan kelas ekonomi, satu paket layanan borongan, karena hanya 3 pramugari melayani ratusan penumpang. Sementara kelas bisnis satu pramugari melayani tiga penumpang. Ada harga ada rupa. Luar biasa....! Tentu, saya bersyukur dan senang sekali mendapat pelayanan prima, walau membayar dengan harga ekonomi. Entah mengapa, akhir Desember 2011, di Bandara SukarnoHatta Jakarta, kami bertiga yang akan terbang menggunakan pesawat Garuda, sama-sama tidak mendengar pengumuman petugas yang mempersilahkan penumpang naik pesawat tujuan Yogyakarta. Padahal kami sudah berada di ruang tunggu, 30 menit sebelum keberangkatan. Kami hanya mendengar pengumuman keberangkatan tujuan Solo dan Makasar. Setelah minta penjelasan petugas, ternyata penerbangan tujuan Yogya sudah berangkat, bersamaan dengan tujuan Solo beberapa saat yang lalu. Mbak Yuni, teman yang bertugas ke Kalimantan berkomentar, “ Kok bisa ya”. Kami bertiga hanya tertawa, “buktinya bisa”. Singkat cerita, kami harus naik pesawat berikutnya, karena kelas ekonomi penuh, maka satu penumpang harus naik kelas bisnis dengan tambahan biaya dua kali lipat kelas ekonomi. Temanteman menyepakati saya yang naik di kelas bisnis. Wah mahal banget, dalam hati berbisik. Yah, pelayanan prima memang mahal, terbayang pelayanan kelas bisnis sebelumnya. Ternyata, penerbangan kali ini nggak jauh beda dengan kelas ekonomi.
70
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
Kembali Oleh: Prawito
Penyajian makanan dan minuman oleh pramugari satu paket langsung selesai. Dari dua kisah “entah mengapa” di atas, serta kisah lain yang berbeda, telah menjadi catatan sejarah kehidupan seseorang. Kejadian “entah mengapa” itu, sebagai bukti atas kelemahan dan sekaligus ketidakberdayaan mengantisipasi kejadian sebelumnya. Baik kejadian yang menyenangkan yang ingin terus berulang dengan banyak versi, maupun kejadian yang tidak menyenangkan. Untuk kasus terakhir, umumnya berusaha dan berdoa, agar tak terulang kembali. Betapapun hebatnya manusia, dengan segudang ilmu pengetahuan, segunung harta, dan setumpuk kekuasaan, ia tetap saja lemah dihadapan Yang Maha Kuasa. Setidaknya, orang yang sadar akan kelemahan diri akan menjadi lebih waspada. Ia juga akan memiliki kesiapan mental menghadapi berbagai kemungkinan kejadian, baik suka maupun duka. Bila menemui kesulitan, sabar dan bila mendapat kemudahan dan prestasi, tak serta merta membusungkan dada. Nah, bagaimana mempersiapkan diri, menjadi lebih kuat, bermental baja, dan tahan dengan berbagai tekanan dan ujian? Sekurang-kurangnya ada tiga unsur yang harus terus melekat dan menjadi kebiasaan hidup sehari-hari. Pertama, merasa lemah di hadapan Yang Maha Kuasa. Kesadaran ini akan membentuk pribadi yang rendah hati. Sekalipun berbagai prestasi disandangnya, ia tak merasa hebat dan besar kepala. Mereka tetap menyandarkan berbagai prestasi dan kelebihan merupakan milik-Nya. Manusia hanya mendapat titipan sementara. Karena pada suatu saat titipan akan kembali kepada sang pemilik sesungguhnya. Kedua, selalu bersandar kepada-Nya. Baik di kala senang atau sedih, sukses atau terpuruk, tua atau muda, kaya atau miskin. Sebab, ia sangat yakin tak ada sandaran yang lebih tahu dan lebih kuat, selain Yang Maha Kuasa. Harta, jabatan, kemewahan, dan berbagai bentuk kemuliaan, akan segera berakhir seiring dengan berjalannya waktu. Maka, ia bersandar, berlindung, dan bermohon kepada yang tak pernah berakhir. Ketiga, selalu berserah diri kepada-Nya. Setelah berikhtiar dengan sekuat tenaga, pikiran, dan seluruh pontensi yang ada, kemudia ia berdoa: “Kabulkan semua harapan dan cita-cita hamba. KepadaMu hamba berlindung, hamba meminta pertolongan, dan berserah diri”. Dengan demikian, apapun kejadiannya, tak masalah. ia akan tetap kokoh menghadapi. Ia sadar banyak kejadian di luar kemauan, kemampuan, dan perkiraan. Namun, tetap, kepada-Nya ia kembali dan berserah diri. ∞
Untuk Apa Hutang ?
Oleh: Prawito
Anak-anak Yunani terlantar, banyak ibu-ibu meninggalkan anak-anaknya di panti asuhan. Bahkan seorang ibu, tega meninggalkan Natasha, bocah dua tahun di rumah panti asuhan Antonius begitu saja. Di Athena, seorang guru TK, harus menjadi ‘ibu baru’ bagi Anna, berusia empat tahun yang ditinggal ibunya, hanya berbekal sepucuk surat bertuliskan “ Saya tak akan menjemput Anna lagi hari ini, karena tidak mampu merawatnya. Tolong jaga Dia baik-baik. Maaf”.
erita getir dan pilu itu, akibat dampak krisis ekonomi yang menghebat di Eropa, khususnya Yunani. Diperkirakan, kegetiran itu masih akan terus berlangsung, karena tumpukan hutang negara diluar batas kemampuan membayar, yang jatuh tempo pada Maret 2012. Padahal, Yunani pernah makmur, bahkan pernah berada di posisi 25 negara dengan pendapatan perkapita tertinggi versi IMF tahun 2009. Mengapa tiba-tiba menjadi krisis ekonomi ? Hutang, memang tidak dilarang, bahkan sudah menjadi perilaku hidup sehari-hari dalam pergaulan bermasyarakat. Mulai dari urusan bisnis dan sosial. Hutang, juga dapat menjadi solusi atas permasalahan keuangan bagi individu, keluarga, perusahaan maupun negara. Hutang, sudah sangat lazim dilakukan dalam urusan perbankan. Secara konvensional maupun elektronik. Sehingga, bagi kalangan tertentu, sangat mudah untuk berhutang. Bahkan, hutang tanpa anggunan. Diantaranya, kartu kredit. Ery, 45 tahun, bisnis multi level marketing terkemuka dengan gaji rata-rata 13 juta/ bulan, lumpuh total perekonomiannya, gara-gara terbelit hutang dengan “kartu kredit” suatu bank swasta tertentu. Gaji habis untuk membayar cicilan kartu kredit. Setelah uang habis, Ia gunakan kembali kartu kredit untuk membeli kebutuhan pokok. Walau, sudah berkeinginan kuat untuk mengurangi pengeluaran yang tidak penting, tetap saja “gatot” gagal total, mempertahankan perputaran uang keluarga secara sehat. Setelah berdiskusi, beberapa temannya menyarankan agar kartu kredit digunting saja. Kemudian menjual peralatan berharga yang ada untuk membayar separo hutang kartu kredit tersebut. Sisanya, dibayar dengan menggunakan sebagian gaji bulanan yang diterima. Dalam hitungan bulan, Ia sudah mulai bernapas lega. “Hutang berkurang dan berniat tak akan berhutang lagi”, kata Ery semangat. Belajar dari dua kasus di atas, hidup hemat, menjadi
pilihan agar tidak terlilit hutang. Baik untuk ukuran pribadi maupun institusi. Sebab hutang yang tak terkendali, akan menggulung seluruh harta yang ada, bahkan pailit. Itulah mengapa, harus berhatihati bila terpaksa berhutang. Pertimbangkan tujuan berhutang, penting atau tidak. Bila hanya untuk konsumtif, sebaiknya urungkan saja, walau banyak kemudahan untuk berhutang. Juga pertimbangkan cara pengembaliannya. Mampukah mengembalikan dengan baik ? Persoalannya, ternyata bukan hanya mampu mengembalikan. Bila hanya mampu, mungkin banyak yang mampu. Tapi, apakah hutang yang dilakukan itu benar-benar perlu ? Jika tidak perlu, batalkan saja. Sehingga dapat hidup dengan optimalisasi modal yang tersedia untuk mengawali kesuksesan, tanpa hutang. Hemat pangkal kaya, begitu peribahasa lama yang dipahami banyak orang itu benar adanya. Sebab hemat, bukan pelit akan mengawali sikap menjadi orang kaya. Ia akan menggunakan uang secara cermat. Pengeluaran hanya akan dilakukan bila benar-benar diperlukan. Artinya, harus menjauhkan bentuk kemubaziran atau berlebihan. Sehingga mencerminkan pola hidup sederhana, walau mempunyai uang. Apalagi tidak punya uang. Jadi agar tidak terlilit hutang, ada baiknya hidup hemat dan bersahaja. Bukan zamannya lagi hidup bermahzab “ yang penting nyohor, walau tekor”. Hidup berpenampilan wah, glamor dan berbiaya mahal. Tak ada uang, rela berhutang untuk sebuah penampilan. Pola hidup seperti ini yang menyebabkan orang akan berhutang dan akhirnya terlilit hutang. Selain berikhtiar agar tidak terlilit hutang, ada baiknya melakukan penguatan sikap hidup sembari berdoa bebas lilitan hutang, artinya: Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari rasa sedih dan gelisah, malas dan lemah, pengecut dan pelit, terlilit hutang dan penindasan orang dzalim.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM
71