ETALASE
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
ETALASE
Tahun Baru Semangat Baru
S
drg. Murti Utami, MPH
esuatu yang baru, biasanya membawa semangat baru, termasuk hadirnya tahun baru 2011. Setalah melewati berbagai tantangan dan hambatan tahun sebelumnya, tentu termasuk berbagai keberhasilan yang telah dicapai. Pasti capaian keberhasilan tidak serta merta membuatnya puas dan mencukupkan atas keberhasilan tersebut, apalagi pembangunan dalam bidang kesehatan. Sebab masih banyak masalah kesehatan yang harus diminimalisir, seperti penyakit menular, gizi buruk dan upaya menurunkan angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan. Semua itu masih membutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas pada masa mendatang. Untuk itu mari mengawali tahun baru dengan semangat baru, menyambut tantangan baru dengan anggaran baru pula. Mengawali tahun 2011, Kementerian Kesehatan melanjutkan program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk tahun ke dua. Diakui pelasksana BOK di puskesmas, keberadaannya sangat mendukung operasional pelayanan kesehatan. Walau demikian, mereka masih mengakui ada sedikit kebingungan memahami buku petunjuk teknis penyelenggaraan BOK. Rubrik Media Utama Mediakom edisi XXVIII Februari mengetengahkan penggunaan kegiatan BOK secara rinci. Harapannya 2011 tidak ada lagi kebingunan bagi pelaksana di puskesmas maupun pihak Dinas Kesehatan. Disamping itu, Mediakom juga mengetengahkan rubrik daerah dengan muatan lebih mendalam dari berbagai sudut pandang pembangunan daerah. Meliputi pengembangan SDM Kesehatan, keunggulan daerah dalam bidang kesehatan, pariwisata dan lainnya yang dilengkapi dengan fotofoto terkini sebagai pendukung. Tak ketinggalan terdapat rubrik untuk rakyat. Rubrik ini mengetengahkan berbagai informasi parlementaria yang terkait dengan kebijakan pembangunan kesehatan. Selain itu, untuk kali ini rubrik potret menampilkan Sesmenko Kesra Prof. Indroyono Soesilo, salah satu dari enam kandidat Dirjen Food and Agriculture Organization (FAO) asal Indonesia. Sebuah organisasi pangan dan pertanian di bawah Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ia menjelaskan secara lugas tentang bagaimana ketahanan pangan secara nasional maupun internasional. Selamat membaca.§Redaksi
Mediakom
Susunan Redaksi Penanggung Jawab : drg. Murti Utami, MPH Redaktur : Dra. Hikmandari A, M.Ed, Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS Editor/Penyunting : Drs. Sumardi, Mulyadi, SKM, M.Kes, Prawito, SKM, MM, M.Rijadi, SKM, MSc.PH, Busroni S.IP, Mety Setiowati, SKM, Aji Muhawarman, ST Desain Grafis dan Fotografer : Drg. Anitasari, M, Resti Kiantini, SKM, M.Kes, Dewi Indah Sari, SE, MM, Sri Wahyuni, S.Sos, MM, Giri Inayah, S.Sos., Wayang Mas Jendra, S.Sn Sekretariat : Waspodo Purwanto, Endang Retnowaty, Dodi Sukmana, S.I.Kom, Okto Rusdianto, ST, Yan Zefrial Alamat Redaksi: Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kementerian Kesehatan RI Blok A, Ruang 107, Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta 12950 Telepon : 021-5201590; 021-52907416-9 Fax : 021- 5223002; 021-52960661 Email:
[email protected],
[email protected] Call Center: 021-500567, 021-30413700 Redaksi menerima naskah dari pembaca, dapat dikirim ke alamat email redaksi
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
DAFTAR ISI 2
ETALASE
6
INFO SEHAT Mengurangi Stres Dalam Merawat Bayi Otak Manusia Menyusut Dalam 20 Ribu Tahun Terakhir Umur Berapa Otak Manusia Berkembang Optimal?
8
SURAT PEMBACA
9
STOP PRESS MENKES LANTIK PEJABAT BARU ESELON II SUSU FORMULA YANG BEREDAR AMAN Andakah seorang Humas?
14
MEDIA UTAMA BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN dr. Retni Yonti, BOK Sebaiknya ada Komponen Jaspel Dr. Retno Maharsi, MKM, Dana BOK mendatangkan Berkah MENGINTIP BOK DI PUSKESMAS CIPUTAT REFORMASI PRIMARY HEALTH CARE
25
RAGAM ROKOK PENYEBAB UTAMA RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR
UNTUK RAKYAT MENKES BEBERKAN PROGRAM PRIORITAS DI DPR RAKER DPR: REALISASI BELANJA KEMENKES MENINGKAT
Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
PERISTIWA
31
HARI GIZI NASIONAL: GIZI LEBIH ANCAM MASA DEPAN ANAK RUMAH SAKIT SAYANG RAKYAT MENKES RESMIKAN RUANG OPERASI RUMAH SAKIT UMUM SAYANG RAKYAT MENKES KUNJUNGI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG BROMO MELETUS LAGI PENANGULANGAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BANJIR LAHAR DINGIN
POTRET
38
Prof. Dr. Indriyono Soesilo, MSc, KANDIDAT KUAT DIRJEN FAO
NASIONAL
40
INDONESIA BERTANGGUNG JAWAB JAGA KESEHATAN GLOBAL PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN 2011 Indonesia sebagai Ketua ASEAN Tahun 2011
DAERAH 1
47
KOLOM
57
DAERAH 2
58
BERKAH PUSKESMAS CIGALONTANG SETELAH GEMPA MENKES MENGUNJUNGI RSUD ENDE SENGSARA MEMBAWA NIKMAT RS RATATOTOK BUYAT UNTUK MASYARAKAT
SIAPA DIA
66
IRFAN BACHDIM HAPPY SALMA LULA KAMAL OMESH
RESENSI BUKU
68
LENTERA
70 No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
INFO SEHAT perubahan gula darah yang cepat sehingga meningkatkan kecemasan. Selain itu hindari kafein yang bisa memicu kecemasan dan gangguan tidur. Olahraga secara teratur Lakukan olahraga beberapa hari dalam seminggu seperti berjalan kaki, bersepeda atau aerobik selama 20-30 menit. Jika sangat sulit melakukannya, cobalah untuk keluar rumah sambil membawa bayi ke taman dan berjalanjalan atau meluruskan kaki. Berjalanjalan di udara segar bisa membantu mengurangi stres.
Mengurangi Stres Dalam Merawat Bayi
Mengurus bayi bukanlah hal yang mudah, karenanya tak heran jika banyak ibu yang merasa stres. Untuk mengatahui cara mengatasi stres yang muncul saat merawat si kecil. Kelahiran seorang bayi adalah suatu tantangan yang mencakup perubahan hormon, fisik, emosional, psikologis dan senyawa kimia tertentu di tubuh. Tak heran jika seorang ibu bisa merasa lelah, bersemangat, frustasi, khawatir dan gembira dalam waktu yang sama, sehingga bisa memicu stres. Penting bagi ibu yang baru memiliki bayi untuk menjaga dirinya sendiri, khususnya dalam bulan-bulan awal kehidupan bayi. Berikut ini tips yang bisa dilakukan untuk mengurangi stres, yaitu:
Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
Usahakan untuk tetap mendapat tidur Usahakan untuk tidur sebanyak dan sesering mungkin, karena kurang tidur bisa membuat segala sesuatunya menjadi lebih buruk. Jika bayi sulit tidur di malam hari, maka istirahatlah ketika bayi tidur di siang hari. Jika tidak juga bisa tertidur, memejamkan mata dan mengambil napas panjang untuk bersantai bisa sangat membantu. Karena tidur atau menutup mata adalah cara alami untuk memulihkan dan menjaga sistem tubuh agar tetap prima. Mengonsumsi makanan yang bernutrisi Usahakan untuk menghindari junk food, karena bisa menyebabkan
Luangkan waktu untuk diri sendiri Meluangkan sedikit waktu untuk diri sendiri bukanlah hal yang egois, karena ini penting untuk kesejahteraan emosional. Ibu bisa berendam di air hangat, pergi selama satu jam untuk mencari buku favorit, menonton film kesukaan, melakukan pemijatan atau merawat kuku dan tubuhnya. Kondisi ini akan membantu mengurangi tekanan dan stres di dalam tubuh. Meluangkan waktu dengan pasangan Setelah memiliki anak, kadang semua fokus tertuju pada si kecil dan merasa kehilangan saat-saat bersama pasangan. Mintalah bantuan baby sitter atau orangtua untuk menjaga si kecil agar bisa berjalan-jalan untuk makan malam, menonton film atau menghabiskan waktu bersama pasangan. Kondisi ini penting untuk menjaga kesehatan hubungan sehingga mengurangi pemicu stres. Mintalah bantuan orang lain Saat merawat bayi ada kalanya ibu merasa kewalahan dan tidak bisa melakukan kegiatan lain selain merawat si kecil. Untuk itu tidak ada salahnya mencari bantuan orang lain seperti orangtua, kerabat, teman atau orang lain yang memang bisa dipercaya. Dengan adanya bantuan orang lain, maka ibu bisa istirahat sejenak atau melakukan tugas lain.§ YN-berbagai sumber
Otak Manusia Menyusut Dalam 20 Ribu Tahun Terakhir
Ketika manusia moderen begitu bangga dengan kecerdasannya, temuan para ahli menunjukkan volume otak manusia yang hidup 20.000 tahun lalu justru lebih besar. Tidak tanggung-tanggung, selisihnya hampir sebesar bola tenis. “Dalam 20.000 tahun terakhir, volume rata-rata otak manusia menyusut dari 1.500 cm3 menjadi sekitar 1.350 cm3. Penyusutan ini terjadi pada pria maupun wanita, tidak peduli dari etnis manapun,” Berbagai spekulasi dikembangkan para ahli untuk menjelaskan temuan
yang cukup mengejutkan tersebut. Salah satunya terkait dengan peradaban masa itu yang termasuk dalam periode zaman batu tua (Upper Paleolithic). Pada masa tersebut, aktivitas manusia purba mengalami peralihan cukup drastis dari yang semula tinggal di gua menjadi lebih banyak di luar ruangan. Diduga hawa yang lebih dingin dibanding saat berada di dalam gua memicu terjadinya adaptasi fisiologis pada ukuran tengkorak manusia. Teori lain mengatakan, perubahan itu lebih terkait dengan perubahan pola makan. Dari yang semula hanya makan daging kuda atau rusa, manusia zaman batu mulai mengolah makanan menjadi lebih mudah dikunyah. Jarang mengunyah menyebabkan rahang tidak tumbuh dan secara keseluruhan ukuran tengkorak mengecil. Spekulasi yang agak berbeda dikembangkan University of Missouri,
yang mengaitkannya dengan kepadatan penduduk. Ketika populasi manusia dan kompleksitas hubungan dengan masyarakat meningkat, manusia tidak dituntut untuk terlalu cerdas sehingga volume otak cenderung menyusut. Namun teori yang terakhir ini tidak terlalu mendapat dukungan dari ahli yang lain, sebab volume otak memang tidak selamanya berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan. Faktanya kemampuan dan kreativitas manusia terutama untuk menggunakan bahasa dalam berkomunikasi terus meningkat dari masa ke masa. ”Menyusutnya volume otak justru menunjukkan bahwa manusia moderen makin cerdas. Meski volumenya lebih kecil, otak manusia bisa bekerja lebih efisien sehingga tidak boros energi,”.§ YN-berbagai sumber
Umur Berapa Otak Manusia Berkembang Optimal?
Selama satu dasawarsa, orang begitu percaya otak manusia tumbuh optimal saat usia dini dan tidak terlalu berharap pada perkembangan otak manusia saat dewasa. Tapi kini peneliti menemukan hal yang sebaliknya. Sebagian besar orang berpikir dirinya akan memiliki kematangan berpikir ketika berusia 21 tahun. Namun saat ini hal tersebut tidak terbukti, karena otak terus berkembang dan mencapai kematangannya ketika seseorang berusia 40-an tahun. Hasil studi scan otak telah menunjukkan bahwa korteks prefrontal, yaitu daerah otak yang tepat berada di belakang dahi akan terus mengalami perubahan bentuk dan berkembang sampai ia berusia 30-an hingga 40-an tahun. Hasil temuan ini sangat signifikan, karena korteks prefrontal adalah area utama dari otak dan sering dianggap sebagai kunci pembentukan seorang manusia. Daerah ini
berkaitan dengan pengambilan keputusan, interaksi sosial dan sebagian besar ciri kepribadian lainnya. “Selama sekitar 10 tahun yang lalu, kita banyak mengasumsikan bahwa otak manusia berhenti berkembang saat usia dini. Tapi sekarang kita mengerti dan memiliki kebenaran baru bahwa otak manusia terus berkembang selama beberapa dekade”. Profesor Sarah menuturkan area otak yang perkembangannya berjalan paling panjang adalah bagian depan otak yaitu korteks prefrontal bagian kanan. Bagian otak ini terlibat dalam fungsi kognitif yang tinggi serta berkaitan dengan pemahaman terhadap orang lain. “Daerah otak ini mulai berkembang pada anak usia dini, lalu mengalami reorganisasi di akhir masa remaja dna terus berkembang dengan baik hingga seseorang berusia 30-an dan 40-an tahun,” ungkapnya.
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
SURAT PEMBACA PERTANYAAN Saya dokter baru lulus dan ingin menjadi dokter PTT di daerah, bagaimana dan apa syarat menjadi dokter PTT? Terima kasih. JAWAB Untuk dokter PTT daerah persyaratan dan waktunya dapat ditanyakan ke Dinas Kesehatan peminatan yang akan dituju, karena untuk PTT daerah yang mengadakan adalah Pemerintah Daerah setempat. Sedangkan untuk PTT Pusat dapat dilihat di website Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan: http://www.depkes.go.id. PERTANYAAN Saya mahasiswa fakultas kedokteran salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Saya telah membaca dari website Kementerian Kesehatan yang menjelaskan program internsip dokter Indonesia. Saya berminat untuk mengikuti program tersebut. Apakah saya bisa mengikuti program internship di daerah asal yang membutuhkan tenaga internship? JAWABAN Untuk pengajuan daerah program Internsip masih ditentukan berdasarkan pertimbangan Komite Internship Dokter Indonesia (KIDI) Propinsi dan Pusat pada tempattempat yang telah disiapkan (wahana yang telah dinilai berdasarkan pertimbangan KIDI). Pengajuan program Internsip dilakukan secara kolektif melalui universitas masingmasing. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan: Jl. Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan No Telp. (021) - 7245517 / 72797302 / 7258606
MediaKuis 1. Apa kepanjangan dari PKMD ? 2. Kapan Hari Gizi Nasional diperingati ? 3. Apa itu Jampersal ? Kirimkan jawaban kuis dengan mencantumkan biodata lengkap (nama, alamat, kota/kabupaten, provinsi, kode pos dan no telp yang mudah dihubungi). Jawaban dapat dikirim melalui : • Email :
[email protected] • Fax : 021 - 52907421 • Pos : Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kemenkes Jl. HR. Rasuna Said Blok X5, Kav. 4-9, Jakarta Selatan Jawaban diterima redaksi paling lambat minggu keempat (terakhir) bulan Maret 2011. Nama pemenang akan diumumkan di Majalah Mediakom edisi XXIX April 2011. 10 Pemenang MediaKuis masing-masing akan mendapat t-shirt dari Mediakom. Hadiah pemenang akan dikirim melalui pos. Kuis ini tidak berlaku bagi Keluarga Besar Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI.
Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
STOP PRESS
MENKES LANTIK PEJABAT BARU ESELON II enin, 3 Januari 2011, Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH melantik para pejabat Eselon II di lingkungan Kementerian Kesehatan sesuai dengan struktur organisasi yang baru berdasarkan Permenkes No. 1144 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata kerja Kementerian Kesehatan. Para pejabat yang dilantik sebagian besar adalah pejabat lama, ada yang mutasi dan ada pula yang promosi. Para pejabat yang dilantik di lingkungan Sekretariat Jenderal, dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran, dr. H. Abdul Rival, M.Kes, sebagai Kepala Biro Kepegawaian, Achmad Djohari, SKM, MM sebagai Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara, Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F(K), Sp.KP sebagai Kepala Biro Hukum dan Organisasi,
S
Sukendar Adam, DIM, M.Kes sebagai Kepala Biro Umum, dr. Elizabeth jane Soepardi, MPH, DSC sebagai Kepala Pusat Data dan Informasi, Dra. Niniek Kun Naryatie sebagai Kepala Pusat Kerjasama Luar Negeri, Mudjiharto, SKM, MM sebagai Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, drg. Usman Sumantri, M.Sc sebagai Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, drg. Murti Utami, MPH sebagai Kepala Pusat Komunikasi Publik, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM sebagai Kepala Pusat Promosi Kesehatan, dr. H. Kemas M. Akib Aman, Sp.R, MARS sebagai Kepala Pusat Intelegensia Kesehatan, dr. H. Taufik Tjahjadi, Sp. S sebagai Kepala Pusat Kesehatan Haji. Inspektorat Jenderal, drg. S.R. Mustikowati, M.Kes sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal, Drs. Wijono Budihardjo, MM sebagai Inspektur I, dr. Zusy Arini Widyati, MM sebagai Inspektur II, Arsil Rusli, SH, MH sebagai Inspektur III, Drs.
Mulyanto, MM sebagai Inspektur IV, Drs. Wayan Rai Suarthana, MM sebagai Inspektur Investigasi. Direktorat Bina Upaya Kesehatan, dr. H. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal, dr. Bambang Sardjono, MPH sebagai Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar, dr. H. Chairul Radjab Nasution, Sp.PD, KGEH, FINASIM, M.Kes sebagai Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Suhartati, S.Kp, M.Kes sebagai Direktur Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan Medik, dr. Zamrud Ewita Aldy, Sp.PK, MM sebagai Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, dr. Irmansyah, Sp.KJ(K) sebagai Direktur Bina Kesehatan Jiwa, dr. Czeresna Heriawan Soejono, Sp.PD sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Ayi Djembarsari, MARS sebagai Direktur Pengembangan dan Pemasaran RSUPN Dr. Cipto No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
STOP PRESS Mangunkusumo Jakarta, dr. MohammadAli Toha, MARS sebagai Direktur Keuangan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Tri Wisesa Soetisna, Sp.B(K) BTKV sebagai Direktur Pelayanan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, drg. Dience Erwina Indriyani, MARS sebagai Direktur Umum dan Operasional RS Kanker Dharmais Jakarta, dr. Andi Wahyuningsih Attas, Sp.An sebagai Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta, drg. RR. Poppy Mariani Julianti, MARS sebagai Direktur Keuangan RSUP Persahabatan Jakarta, dr. Rochman Arif, M.Kes sebagai Direktur Umum dan Operasional RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, drg. Tri Putro Nugroho, M.Kes sebagai Direktur SDM dan Pendidikan RSUP Sanglah Denpasar, dr. Elzarita Arbain, M.Kes sebagai Direktur Umum dan Operasional RSUP Sanglah Denpasar, dr. Lukmanul Hakim Nasution, Sp.KK sebagai Direktur medik dan Keperawatan RSUP H. Adam Malik Medan, Agustinus Pasalli, SE, MM sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi Umum RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado, dr. Iwan Sovani, Sp.M, M.Kes sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RS Mata Cicendo Bandung, drg. Liliana Lazuardy, M.Kessebagai Direktur RS Kusta Sitanala Tangerang, dr. Ali Muchtar,
Sp.Pk, MARS sebagai Kepala Balai Besar Labkes Jakarta. Di lingkungan Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dr. Wistianto Wisnu, MPH sebagai Sekretaris Direktorat jenderal, Dr. Minarto, MPS sebagai Direktur Bina Gizi, dr. Ina Hernawati, MPH sebagai Direktur Bina Kesehatan Ibu, dr. Kirana Pritasari, MQIH sebagai Direktur Bina Kesehatan Anak, dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes sebagai Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer, dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS sebagai Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga. Di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Drs. Prwadi, Apt., MM, ME sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal, dr. Setiawan Soeparan, MPH sebagai Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt., M.Bio. Med. sebagai Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, Dra. Nasirah Bahaudin, Apt., MM sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Drs. T. Bahdar Johan Hamid, M.Pharm sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Di lingkungan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dr. Yusharmen, D.Comm. H, M.Sc sebagai Sekretaris Direktorat
Jenderal, dr. H. Andi Muhadir, MPH sebagai Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra, dr. H. M. Subuh, MPPM sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. Rita Kusriastuti, M.Sc sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, dr. H. Azimal, M.Kes sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, drh. Wilfred Hasiholan Purba, MM, M.Kes sebagai Direktur Penyehatan Lingkungan, Hary Purwanto, SKM, M.Epid sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi Umum RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta, dr. Slamet, MHP sebagai Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Makassar. Di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, drg. Tini Suryanti Suhandi, M.Kes sebagai Sekretaris Badan, Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt. sebagai Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, dr. Siswanto, MHP, DTM sebagai Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Dede Anwar Musadad, SKM, M.Kes sebagai Kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, drg. Agus Suprapto, M.Kes sebagai Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Di lingkungan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Suhardjono, SE, MM sebagai Sekretaris Badan, drg. Tritarayati, SH sebagai Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Drs. Sulistiono, SKM, M.Sc sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, dr. Asjikin Iman Hidayat Dachlan, MHA sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Ir. Ace Yati Hayati, MS sebagai Kepala Pusat Standardisasi, Sertifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan SDM Kesehatan, serta Dra. Meinarwati, Apt., M.Kes sebagai Kepala Balai Besar Pelatihan Kesehatan Jakarta.§
menkes memberikan ucapan selamat kepada pejabat baru
10 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
SUSU FORMULA YANG BEREDAR AMAN enkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH menyatakan susu formula yang beredar di Indonesia aman dikonsumsi. Untuk memberikan jaminan keamanan pangan termasuk produk susu formula, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan sampling dan pengujian susu formula yang beredar di pasaran. Uji sampling produk itu dilakukan berturut-turut sejak tahun 2008, 2009, 2010 dan sampai awal Februari 2011. Hasilnya menunjukkan seluruh sampel yang diuji tidak mengandung Enterobacter sakazakii. Para ibu yang memiliki bayi diimbau untuk memberikan air susu ibu (ASI) Eksklusif. Yaitu memberikan ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan dan tetap melanjutkan sampai 2 tahun. Setelah 6 bulan disamping ASI bayi
M
diberi makanan pendamping ASI. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Hal ini disampaikan Menkes dalam jumpa pers bersama Kepala BPOM Dra. Kustantinah, Apt, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Badriul Hegar, Sp.A dan Kepala Kantor Hukum dan Organisasi IPB Dedy Muhammad Tauhid, SH, MM di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta 10 Februari 2011. Jumpa Pers yang dipandu Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring itu mendapat perhatian luas media massa cetak, elektronik maupun online. Para kuli tinta ini sudah menanti-nanti kapan pemerintah mengumumkan merk susu formula yang mengandung bakteri Enterobacter sakazakii. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 2975 K/Pdt/2009 tanggal 26
April 2010 memenangkan gugatan David Tobing agar para pihak yaitu IPB sebagai tergugat I, Kepala Badan POM sebagai tergugat II dan Menteri Kesehatan sebagai tergugat III mengumumkan merk dan jenis susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter sakazakii (ES). Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih menambahkan, tindakan produsen susu formula yang memasarkan produknya dengan membagi-bagikan sampel gratis di rumah bersalin, merupakan kebijakan yang tidak etis. “ Saya mengecam keras pihakpihak yang mempromosikan susu formula dengan cara membagikan sampel gratis di rumah bersalin”, ujar Menkes. Kementerian Kesehatan tidak tahu menahu merek susu formula yang menurut hasil penelitian FKH IPB tahun 2006 mengandung bakteri Enterobacter sakazakii. “Dipaksa seperti apa pun, kami tidak tahu No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
11
STOP PRESS nama produk susunya karena bukan kami yang melakukan penelitian”, ujar Menkes. Menkes mengatakan, penelitian yang dilakukan peneliti IPB adalah kajian ilmiah yang independen. Penelitian ilmiah itu prosesnya bertahap dan IPB memiliki independensi untuk melakukan penelitian. IPB tidak mempunyai kewajiban untuk melaporkan hasil penelitiannya kepada Menteri Kesehatan maupun kepada Badan POM. Ditambahkan, kasus infeksi Enterobacter sakazakii jarang ditemukan. Berdasarkan publikasi WHO tanggal 13 Februari 2004 dan laporan tahun 1961 sampai 2003, di seluruh dunia ditemukan 48 bayi yang sakit, sementara di Indonesia belum ada laporan. Kementerian Kesehatan tidak menganjurkan pemberian susu formula bagi bayi, kecuali ada indikasi medis baik bagi ibu maupun bayinya yang tidak memungkinkan memberikan ASI Eksklusif, maka susu formula boleh diberikan. Namun harus disiapkan secara baik untuk mencegah terinfeksi bakteri Enterobacter sakazakii, yaitu menggunakan air yang dimasak sampai mendidih lalu dibiarkan selama 10-15 menit agar suhunya turun menjadi kurang lebih 70 derajat celcius. Siapkan susu sebanyak yang dapat dihabiskan oleh bayi dan sesuai takaran yang tertera pada label. Sisa susu yang dilarutkan dibuang setelah 2 jam. Para ibu juga perlu mengetahui bahwa susu bubuk formula bukanlah suatu produk yang steril dan dapat terkontaminasi oleh kuman yang menyebabkan penyakit, tambah Menkes. Kepala BPOM, Dra. Kustantinah menyatakan, institusi yang dipimpinnya memiliki otoritas pengawasan secara terus menerus terhadap produk pangan termasuk produk formula bayi. Pengawasan dilakukan secara komprehensif sesuai dengan kaidah yang berlaku secara internasional meliputi pengawasan yang dimulai dari produk sebelum beredar (pre market control) sampai
12 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
dengan produk di peredaran (post market control). Post market control dilakukan secara rutin antara lain melalui inspeksi terhadap sarana produksi untuk pemenuhan penerapan persyaratan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). Selain itu juga dilakukan sampling produk dari peredaran untuk dilakukan pengujian laboratorium . Sebagai respon atas hasil penelitian IPB yang dipublikasikan Februari 2008 dan untuk melindungi kesehatan masyarakat serta menjamin bahwa susu formula bayi yang beredar memenuhi syarat pada Maret 2008, BPOM telah melakukan sampling dan pengujian terhadap 96 produk formula bayi. Meskipun pada saat itu sebenarnya belum ditetapkan adanya persyaratan cemaran bakteri ES dalam produk formula bayi berbentuk bubuk baik secara nasional maupun internasional (Codex Alimentarius Commission=CAC). Hasil pengujian Badan POM menunjukkan seluruh sampel yang diuji tidak mengandung Enterobacter sakazakii. Pada tahun 2009 dilakukan sampling dan pengujian terhadap 11 sampel, tahun 2010 sebanyak 99 sampel, dan tahun 2011 sampai dengan awal Februari sebanyak 18 sampel. “Hasil pengujian menunjukkan seluruh sampel tidak mengandung Enterobacter sakazakii,” papar Kustantinah. Kepala Badan POM menghimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir untuk mengkonsumsi susu formula bayi dengan tetap mengikuti petunjuk penyimpanan, penyiapan dan penyajian sesuai dengan petunjuk yang tercantum dalam label. Badan POM akan tetap mengawal keamanan, mutu dan gizi produk pangan yang beredar dan apabila masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Biro Hukum dan Humas atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen dengan alamat
[email protected] atau telp. 021-4263333 021-4263333 atau 021-32199000 021-32199000, ujar Kustantitah.
Penelitian pada tikus. Polemik tentang susu formula berbakteri muncul ketika tahun 2008 IPB mempublikasikan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dari FKH IPB. Dari penelitian itu ditemukan 22,73% dari 22 sampel susu formula yang diteliti mengandung bakteri Enterobacter sakazakii. Peneliti mengambil sampel penelitian produk susu formula dan makanan bayi yang beredar tahun 2003 hingga 2006. Penelitian dilakukan pada mencit (anak tikus). Ketua Umum IDAI dr. Badriul Hegar mengatakan, bakteri Enterobacter sakazakii sebetulnya ada dimanamana, seperti air dan udara. Namun pada suhu 70 derajat celcius bakteri itu mati. “ Botol susu yang tidak bersih, cara memasak air yang tidak sampai mendidih, dan cara penyajian susu yang tidak tepat merupakan potensi terjadinya kontaminasi bakteri”, ujarnya. Dr. Hegar meminta semua pihak melakukan upaya promotif dan preventif, misalnya memperhatikan cara-cara penyajian susu formula yang hygienis. Yang lebih penting adalah memprioritaskan pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak kelahiran bayi dibandingkan memberikan susu formula. “ Kami juga meminta agar pemerintah tetap menjamin keamanan pangan terutama makanan bayi”, kata Katua IDAI. Sementara itu, Kepala Kantor Hukum dan Organisasi IPB, Dedi Muhammad Tauhid, SH, MM menyatakan ia tidak dapat mengumumkan susu formula yang mengandung bakteri ES karena hingga 10 Februari 2011, IPB belum menerima secara resmi salinan putusan kasasi dari MA. Pihaknya tahu tentang Putusan Kasasi MA dari website Mahkamah Agung. “Jika kami telah menerima salinan putusan MA itu, IPB akan melaksanakan hal-hal yang sudah diatur secara hukum, tentunya setelah melalui kajian dan pertimbanganpertimbangan. Karena itu IPB belum bisa memaparkan datanya seperti yang diminta pengadilan. “, papar Dedi.§
Andakah seorang Humas? ekerjaan seorang humas yaitu mempromosikan. Humas proses terus menerus dari usaha-usaha untuk memperoleh kemauan baik dan pengertian dari pelanggan, pegawai, dan publik yang lebih luas. Dalam pekerjaannya, seorang humas membuat analisis ke dalam dan perbaikan diri, serta membuat pernyataan-pernyataan keluar. Pada umumnya kesan yang jelek datang dari ketidak-pedulian, prasangka buruk, sikap melawan, dan apatis. Seorang humas harus mampu untuk mengubah hal-hal tersebut menjadi pengetahuan dan pengertian, penerimaan dan ketertarikan. Berikut hal-hal yang perlu mendapat perhatian bagi seorang humas.
P
Kesan (image) Kesan disini berarti ”gambaran yang diperoleh seseorang tentang suatu fakta sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pengertian mereka (terhadap suatu produk, orang, atau situasi)”. Pengetahuan Humas memiliki peran penting dalam membantu menginformasikan pada publik internal (dalam organisasi) dan publik eksternal (luar organisasi) dengan menyediakan informasi akurat dalam format yang mudah dimengerti. Untuk itu diburuhkan pengetahuan yang luas.
Menciptakan ketertarikan Humas juga harus dapat menciptakan ketertarikan publik dalam suatu situasi atau serial situasi, yang bisa jadi berpengaruh besar dalam suatu organisasi atau sekelompok orang. Menggunakan strategi yang efektif. Penerimaan masyarakat mungkin bersikap melawan pada sebuah situasi karena mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi, atau menganggap hal tersebut terjadi. Profesi humas mempunyai peran kunci untuk menjelaskan sebuah situasi atau kejadian dengan sejelasjelasnya.Sehingga sikap menentang, berubah menjadi atmosfer menerima penjelasan Simpati Dengan mengemukakan informasi secara jelas dan tidak bias, merupakan salah cara untuk meraih simpati. Kesalahan umum Kesalahan umum terjadi karena menganggap program humas sebagai program jangka pendek, dan program penanggulangan reaktif saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau ketika hubungan dengan masyarakat menjadi buruk. Pekerjaan Humas Tujuh puluh persen dari kegiatan seorang humas berhubungan
dengan tulis menulis selain tugastugas lainnya. Diantaranya adalah menjalin hubungan baik antar lembaga baik pemerintah maupun non pemrintah, menjalin hubungan baik dengan mitra (disini Media), Merancang pesan tematik agar pesan yang disampaikan oleh organisasi memiliki keseragaman/ keterkaitan pesan, melakukan segmentasi media, dimana seorang humas harus mampu memformulasikan keseimbangan saling dukung antara media cetak dan elektronik, komunikasi interaktif. Tersedianya rubrik konsultasi atau jasa layanan konsumen melalui telpon (PTRC), menjaga reputasi dan citra melalui pemanfaatan kekuatan pesan dan atau kombinasinya, Iklan multiguna (memanfaatkan momentum psikologis), Melakukan iklan layanan masyarakat. Semua itu berkaitan pesan yang akan di sampaikan kepada publik dengan media yang di kemas berbeda sesuai kebutuhan. Produk-produk tertulis kehumasan antara lain siaran pers yaitu informasi yang mengandung nilai berita dan disampaikan kepada publik melalui media massa., media internal (contohnya Mediakom), laporan tahunan, advetorial, profil instansi/perusahaan, lembaran berita (Newsletter), penulisan komentar pembaca ( surat pembaca), penulisah naskah pidato, Iklan layanan masyarakat dan lainnya.§ YN-dari berbagai sumber)
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
13
MEDIA UTAMA
M E DI A U TA M A
BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran
14 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
P
embangunan kesehatan tidak terlepas dari kinerja Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan paripurna. Puskesmas, sebagai unit pelaksana teknis dari istitusi pemerintah bidang kesehatan yang bertanggung jawab pada penyelenggaraan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kecamatan, menyelenggarakan pelayanan pengobatan, pemulihan kondisi pasien, pencegahan penyakit, peningkatan kualitas hidup dan promosi kesehatan. Puskesmas telah berkembang di Indonesia sejak tahun 1968 dan hasil yang dicapai telah cukup membanggakan. Sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat, Puskesmas telah banyak berperan dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) serta peningkatan
Umur Harapan Hidup (UHH). Sampai saat ini tercatat 8.737 Puskesmas yang beroperasi dengan segala keterbatasan kondisi dari setiap Puskesmas. Kebijakan yang mendukung keberadaan Puskesmas telah ada melalui Kepmenkes 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, dinyatakan bahwa 1 Puskesmas memiliki fungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama meliputi upaya kesehatan perorangan (UKP = private goods) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM = public goods). Penerapan kebijakan dasar Puskesmas perlu dukungan yang mantap dari berbagai pihak, baik politis, peraturan perundangan maupun sumber daya dan pembiayaannya. Di era desentralisasi, pemerintah daerah mendapat kewenangan yang besar dalam pengelolaan keuangan dan fungsi-fungsi pemerintahan serta pelayanan, termasuk Puskesmas. Keadaan ini menyebabkan perubahan yang mendasar dalam pelayanan kesehatan. Perbedaan faktor sosio budaya, tingkat ekonomi, keadaan geografi dan demografi, tingkat kemampuan keuangan daerah menjadi pertimbangan dalam perencanaan termasuk pengalokasian anggaran daerah. Pada kondisi yang bersamaan, ada beberapa daerah mengalami efek kurang menguntungkan dari kebijakan otonomi daerah, antara lain terjadi kurangnya biaya operasional Puskesmas sehingga keadaan tersebut memberi dampak pada penurunan performa Puskesmas. Kondisi ini diasumsikan merupakan predisposisi berbagai dampak buruk pada kesehatan masyarakat antara lain stagnansi penurunan AKI, AKB dan munculnya kembali beberapa penyakit infeksi serta meningkatnya kasus balita malnutrisi. Secara spesifik kondisi ini berdampak kepada utilitas pelayanan kesehatan terutama pada kelompok rentan seperti orang miskin, ibu dan anak, karena pentingnya peran puskesmas dalam pembangunan
kesehatan, maka performa puskesmas harus dioptimalkan kembali. Mengantisipasi hal ini, Kementerian Kesehatan melakukan revitalisasi puskesmas dan rencana aksinya. Maksud dari Revitalisasi Puskesmas adalah mengembalikan Puskesmas kepada konsep Puskesmas, ketenagaan Puskesmas dan pemenuhan sarana dan peralatan di Puskesmas sesuai nilai-nilai dasar dalam Kebijakan Dasar Puskesmas. Revitalisasi Puskesmas ini didukung dengan upaya terobosan yang dilakukan Kementerian Kesehatan yang sudah mulai diterapkan akhir tahun 2010 lalu, yaitu Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). BOK adalah bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota dalam rangka Tugas Pembantuan untuk operasional puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan menuju Millennium Development Goals (MDGs) dengan meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan melalui BOK ini adalah: 1) Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana (KB); 2) Imunisasi; 3) Perbaikan Gizi Masyarakat; 4) Promosi Kesehatan; 5) Kesehatan Lingkungan; dan 6) Pengendalian Penyakit. Untuk pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana, dilakukan kegiatan antara lain: 1) Pemeriksaan kehamilan; 2) Pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten Fasilitasi untuk mendapatkan persalinan oleh tenaga kesehatan; 3) Pelayanan nifas; 4) Pelayanan kesehatan neonatus; 5) Pelayanan kesehatan bayi; 6) Pelayanan kesehatan balita; 7) Upaya kesehatan anak sekolah; 8) Pelayanan KB; 9) Pencegahan dan penanganan kekerasan, termasuk penelantaran gangguan jiwa; 10) Upaya kesehatan reproduksi remaja. Sumber dana untuk kegiatan BOK
bersmber dari APBN Kementerian Kesehatan melalui Tugas Pembantuan (TP). Alokasi dana BOK tiap kabupaten/ kota ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan. Selanjutnya kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota menetapkan alokasi dana BOK tiap Puskesmas di daerahnya dengan mempertimbangkan antara lain: IPKM (Linakes, UCI, D/S, Peserta KB Aktif), jumlah penduduk, luas wilayah/kondisi geografis, kesulitan wilayah, dan jumlah Puskesmas. Dana BOK dimanfaatakan untuk membiayaan kegiatan operasional yang terdiri dari: perjalanan dinas, bahan habis pakai, pemeliharaan ringan, paket kegiatan manajemen, orientasi, dan sosialisasi program, serta honor. Perjalanan dinas ini meliputi: transport petugas Puskesmas, Pustu, Poskesdes; transport kader kesehatan/dukun/ lintas sektor yang terlibat dalam kegiatan upaya kesehatan (ojek, jalan kaki, sepeda motor, perahu, sewa perahu); transport Rujukan dari Desa ke Puskesmas, dari Puskesmas ke Rumah sakit kasus resiko tinggi dan komplikasi kebidanan peserta Jampersal; uang penginapan bila diperlukan sesuai peraturan yang berlaku (untuk desa terpencil/sulit dijangkau); dan uang harian bila diperlukan sesuai peraturan yang berlaku (untuk desa terpencil/sulit dijangkau). Guna menjaga anggaran yang tepat guna dan tepat sasaran, pembinaan pengelolaan BOK dilakukan oleh Tim Pengelola BOK. Tim ini berada di setiap tingkat (Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota) ditujukan agar dana BOK dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk pencapaian tujuan sehingga dapat memberikan hasil seoptimal mungkin. Tim Pengelola BOK di Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota mencakup: 1) Pembinaan dilakukan secara berkala; 2) Pembinaan dilakukan secara terintegrasi dengan kegiatan Jamkesmas/Jampersal; 3) Pembinaan Puskesmas oleh Tim Pengelola BOK Kabupaten/Kota dilakukan terhadap aspek teknis
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
15
MEDIA UTAMA kegiatan dan administrasi; 4) Pembinaan dilakukan mulai dari penyusunan RPK/POA dan penggerakkan-pelaksanaan kegiatan BOK; 5) Pembinaan dapat dilakukan melalui kunjungan lapangan secara acak untuk pembuktian laporan Puskesmas; dan 6) Pembinaan dapat dilakukan melalui pertemuan koordinasi di tingkat Kabupaten/Kota dengan mengundang Puskesmas. Pembinaan dilakukan secara berjenjang oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan kegiatan BOK dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional (APF). Kegiatan pengawasan BOK adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi dan/atau menghindari masalah yang berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan keuangan negara, pungutan liar, atau bentuk penyelewengan lainnya. Pengawasan kegiatan BOK meliputi pengawasan melekat (Waskat), pengawasan fungsional internal dan pengawasan eksternal. BOK berasal dari dana pusat (Kementerian Kesehatan), maka yang berhak melakukan pengawasan adalah pengawas internal dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan pengawas eksternal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ke depan BOK menjadi sumber pembiayaan di Puskesmas yang potensional mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang lebih baik lagi. Diharapkan, masalah keterbatasan anggaran dapat diminimalisir dengan jumlah minimal anggaran BOK yang akan diberikan di seluruh Puskesmas di Indonesia.§
16 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
dr. Retni Yonti
BOK Sebaiknya ada Komponen Jaspel
S
etahun Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bergulir. Aneka ragam sambutan dari pelaksana dilapangan bermunculan. Semua menyambut positif, walau masih ada keluhan yang sayup-sayup terdengar seperti kerumitan melaksanakan dilapangan, laporan keuangan dan juga ada permintaan komponen Jasa pelayanan ( Jaspel), khususnya dari Kota Bekasi. Sebab Pemerintah Daerah Kota Bekasi memberi jaspel pada APBD nya. Untuk mengetahui lebih rinci bagaimana seluk beluk pelaksanaan BOK di Kota Bekasi, mediakom mewawancarai Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, dr. Retni Yonti.
Mohon diceritakan pengaruh dana BOK terhadap upaya peningkatan pelayanan kesehatan di kota Bekasi? Saya tidak bisa menilai seperti itu, karena kita total anggaran di Puskesmas tahun 2010 itu 10 Milyar untuk satu Puskesmas. Kemudian, mereka sudah membuat rencana kegiatan per tahun. Membuat rencana pelaksanaan kegiatannya (RPK) terpadu setahun, terpadu per bulan. Jadi RPK terpadu itu sudah ada sumber dananya APBD. Sedangkan dari pusat yang ada sumber dananya baru Jamkesmas waktu itu. Sementara BOK turun danannya baru bulan Juni. Setelah turun dana BOK sebesar Rp 18 juta rupiah, penggunaanya antara BOK dan Jamkesmas tidak
boleh tumpang tindih, artinya sudah ditetapkan bahwa Jamkesmas hanya dalam gedung, BOK luar gedung. Yang tadinya sudah menganggarkan dengan Jamkesmas di luar gedung, ganti dengan BOK. Kan begitu. Akhirnya BOK itu sebagai pengganti Jamkesmas yang tadinya sudah dibikin perencanaanya pelayanan luar gedung. Cuma masalahnya ada beberapa kegiatan yang tadinya dibiayai Jamkesmas tidak boleh dengan BOK. Saya melihat saklek banget juknisnya. Kalau Puskesmas membuat perencanaan tidak sesuai dengan Juknis, saya coret. Tapi saya tidak tau apa ada yang lewat, kan itu terbatas ya. Kemudian kita lihat outputnya apa, outcomenya apa, yang diharapkan apa. Jadi membuat perencanaannya memang ketat arah dan tujuannya percepatan pencapaian MDGs. Mungkin tahun lalu belum terlalu kelihatan pengaruhnya karena itu hanya sebagian kecil dari anggaran yang ada di Puskesmas. Hanya suplemen untuk operasional saja? Untuk operasional uji coba. Cuma walaupun begitu, kalau menurut orang-orang Propinsi Jawa Barat. Anggaran Puskesmas APBD 2 untuk Kota Bekasi itu cukup lumayan kalau dibandingkan kota-kota lain. Karena ada istilah gratis di Puskesmas, jadi Pemerintah Daerah mengalokasikan operasional Puskesmas. Menurut saya sih cukup, sampai rawat inap juga gratis dibiayai Pemerintah Daerah selama ini. Jadi BOK selama ini memang tiap bulan buat RPK terpadu, yaitu APBD, Jamkesmas dan BOK. Kalau selama ini untuk kegiatan di luar gedung sudah ada biaya operasionalnya belum? Sudah, dari APBD 2, tahun 2010 dari APBD 2 dan Jamkesmas. Jamkesmas juga boleh di luar gedung. Jadi dengan adanya BOK itu hanya untuk menambah jangkauannya saja? Menambah jangkauan, pengganti yang tidak dibiayai Jamkesmas. Jamkesmas sebelumnya boleh di
luar gedung, boleh didalam gedung. Kemudian ada BOK, tidak boleh luar gedung. Jadi, BOK ini kan promotif, preventif. Jamkesmas kuratif saja. Yang sudah direncanakan Puskesmas dengan Jamkesmas, diganti dengan BOK. Kemudian tambahan, barangkali di tengah perjalanan mereka mungkin ada cakupan-cakupan yang kurang. Misalnya untuk sweeping yang belum teranggarkan pada awal tahun, boleh pakai BOK. Atau yang frekuensinya kurang boleh ditambahkan? Iya ditambah, karena perencanaannya setahun. Saya bilang kalau APBD kan tidak boleh diubah-ubah karena sudah ketat RKA nya. Kalau kita merubah harus pakai perubahan. Kalau dari jamkesmas dan BOK masih fleksibel, bukan berarti fleksibel seenaknya juga enggak. Jadi bener-bener perencanaannya bener, tapi bukan berarti di tengah perjalanan tidak boleh berubah, boleh berubah sesuai aturan. Dapat dijelaskan tingkat kemanfaatannya, tadi ibu belum bisa menilai. Tapi secara umum apa? Kalau secara umum sangat membantu operasional. Untuk tahun 2011 mungkin baru kelihatan. Saya mendapat informasi dapat 100 juta sekarang, saya sudah membuat perencanaan, nanti kalau tidak dapat bisa kalang kabut. Karena anggaran APBD sudah diturunkan dari sana, dikurangi. Karena mereka bagaimana pun kemarin menutupi karena tidak ada sumber lain. Sebetulnya kalau ada sumber lain, tidak boleh tumpang tindih. Karena sudah tahu ada BOK, maka APBD dikurangi. Dengan adanya BOK, mungkin dari sisi tenaganya tambah semangat dan pencapaian programnya lebih baik, paling tidak 3 bulan terakhir? Mungkin untuk pencapaian ini ya, misalnya sasaran-sasarannya. Kemarin ada beberapa kegiatan yang tidak teranggarkan seperti lansia dan jumantik dibiayai BOK . PHBS awalnya dari APBD tidak ada anggaran,
masuk BOK. Jadi ada seperti itu. Sweeping-sweeping untuk pemenuhan pencapaian target terutama imunisasi, itu juga dengan dana BOK. Setelah dievaluasi ternyata targetnya belum tercapai, maka dana BOK dialihkan untuk mendukung. Bisa mobile ya? Program-program yang prioritas, diutamakan dulu seperti KIA dan pencapaian ibu hamil. Tapi kalau ibu hamil tercapai, tapi ada yang agak riskan seperti imunisasi, yaitu UCInya. Cakupannya belum tercapai, dengan adanya BOK dapat dikejar? Cakupannya belum, perencanaannya belum untuk sweeping, boleh dirubah untuk sweeping, hilangkan yang lain dulu. Fleksibel kalau saya bilang sih, tergantung pada cakupannya. Kalau untuk 2011 malah lebih banyak. Kalau menurut ibu, idealnya BOK untuk Kota Bekasi berapa per puskesmas? Ada masalah kalau BOK diperbanyak. Kalau ideal itu kan kebanyakan juga tidak, kurang juga tidak, pas gitu lah, sehingga mencapai target? Ada masalah, kenapa? Kalau tadi menanyakan ada tidak kegairahan petugas, boleh saya bilang kegairahan sih tidak ya karena di APBD itu ada jasa pelayanan (jaspel), sementara di BOK tidak ada. Jadi mereka tambah banyak BOKnya, tambah hilang jaspelnya. Begitu masalahnya. Berapa Jaspel dari APBD? Dana APBD ada jasa pelayanan sebesar 30%, sebagai proteksi lah...! Memang kalau dengan BOK, jaspelnya hilang? Tidak ada, kalau BOK tidak ada jaspel. Tidak boleh mengeluarkan untuk jaspel. Artinya kalau misalnya operasional 1 Puskesmas itu Rp 300 juta rupiah, kemudian sekarang ada BOK Rp 100 juta rupiah, berarti tinggal Rp 200 juta rupiah. Kemarin mungkin
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
17
MEDIA UTAMA dengan APBD dibiayai 300, 30% nya sudah hampir Rp 100 juta rupiah. Sekarang dengan adanya Rp 100 juta rupiah, tinggal Rp 200 juta rupiah, sehingga jaspelnya lebih sedikit yaitu 30% dari Rp 200 juta rupiah. Itu dari sisi petugas. Kalau kita mau total anggaran puskesmas itu, sebagian untuk jasa pelayanan. Sebetulnya bukan jasa pelayan, tapi proteksi. Artinya mereka mendapat tambahan. Bagaimana membagi dana BOK Rp 100 juta rupiah tahun 2011? Penggunaan dan kebutuhan Puskesmas banyak yang tidak sesuai dengan juknis BOK. Ada program topdown, itu tidak ada, walaupun bukan basic tapi wajib. Kadang-kadang tidak terbiayai karena BOK. Dana Rp 100 juta rupiah nanti membaginya proporsional, bukan 100 juta per Puskesmas. Proporsional berdasarkan besar kecilnya Puskesmas. Kalau disamaratakan, Puskesmas nanti bingung. Karena kegiatan yang sudah rutin dilakukan Puskesmas itu sudah tercukupi, tapi ada yang lain yang tidak ada dalam BOK yang belum terbiayai. Dalam BOK tidak boleh digunakan, APBD tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan tersebut. Jadi akhirnya ada sisa uangnya, tapi ada kegiatan yang belum terbiayai, diharapaka BOK dapat menutupi. Bagaiamana seni mengatur penggunaan APBD dan BOK dilapangan? Memang APBD untuk pembelian, pemeliharaan, pembelian atk, untuk dalam gedung. Kemudian ada juga kegiatan dalam gedung seperti transport ke Dinas Kesehatan . Kalau Jamkesmas, untuk konsultasi masalah Jamkesmas, dibiayai Jamkesmas. Kalau BOK tidak ada transport ke Dinas untuk konsultasi. Terus terang di Puskesmas itu tenaganya lebih banyak yang fungsional, jadi kalau dibebani terlalu berat semacam administrasi dengan sumber dana yang bermacammacam, menuntut untuk sering datang ke Dinas perbaikan laporannya. Sedangkan dalam BOK tidak ada dana untuk transport. Administrasinya
18 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
yang dipisah dan dibedakan antara Jamkesmas dan BOK menyulitkan tenaga di Puskesmas dan juga Dinas. Dari administrasi BOK, Jamkesmas, dan APBD mana yang lebih rumit? Sama saja. Kalau APBD terikat dengan RKA, tidak fleksibel. Kalau dari pertanggung jawabannya atau pembukuannya sama saja. Namun yang membuat rumit adalah buku kas umum yang harus dibedakan dengan sumber dananya yang berbeda pula. Kalau BOK itu lebih banyak digunakan untuk apa oleh Puskesmas? Untuk kegiatan luar gedung, misalnya Posyandu, penyuluhan, kunjungan rumah, sweeping untuk ibu hamil, validasi balita gizi buruk. Kemarin pernah dipakai untuk bulan penimbangan balita, untuk kader Rp 5000,- per balita. Biasanya seperti itu, setiap bulan penimbangan balita setahun sekali bulan Agustus. Satu balita, kadernya dikasih. Sebenarnya kalau pun dibatasi, tidak terlalu ketat? Ketat juga. Soalnya sudah ada di Juknisnya secara rinci. Misalnya jenis kegiatannya ada seperti penyuluhan, tapi di indikator outcomenya tidak berkaitan. Kita melihat juga kegiatan yang diusulkan Puskesmas itu ada kaitannya dengan outcomenya, apabila tidak berkaitan, tidak disetujui. Yang dilihat itu adalah indikator outcome bukan prosesnya atau input. Hal itu juga membuat rumit dalam pemeriksaan RPK nya karena terpisah. Kalau bisa ya digabung saja ke APBD agar mempermudah, sehingga kita hanya memantau outcomenya saja. Yang terpenting sasaran dan target tercapai, kematian ibu dan balita turun, semua indikatornya tercapai. Kesulitannya juga dalam memeriksa apakah kegiatannya sesuai atau tidak dengan Juknis karena terlalu rinci. Mengulang kembali bu, tadi belum dijawab tentang berapa idealnya BOK? Saya sebenarnya tidak bisa mengatakan berapa idealnya BOK, mungkin hanya bisa mengusulkan
agar dalam BOK itu dimasukkan jasa pelayanan (jaspel). Jadi idealnya ada jaspel? Yang jelas operasional Puskesmas itu kan setahun 12 Milyar, terserah sumbernya dari mana saja. Pemerintah Daerah memang berharap ada sumber dana lain, tapi dengan penggunaan yang fleksibel. Begitu juga kalau besarnya BOK disamaratakan misalnya 100 juta per Puskesmas, sedangkan ada Puskesmas yang anggarannya 132 juta, artinya hanya 32 juta dana dari APBD. Berapa jaspel mereka, pemeliharaan pembelian atk dan lain-lain tidak mencukupi. Ada pula Puskesmas besar yang memiliki ruang rawat inap, anggarannya sampai milyaran rupiah. Bila mendapat BOK 100 juta, 900 juta dana dari APBD sehingga 300 juta hanya untuk jaspel. Ada kesenjangan antara sesama Puskesmas. Jadi serba salah, diterima bikin rumit, tidak diterima memang butuh dana tambahan? Diterima, Puskesmas teriak karena tidak ada jaspel. Dan kalau tidak diterima, kita memang kekurangan untuk operasional. Jadi intinya dimasukkan jaspel dalam BOK. Mungkin hanya di Kabupaten/Kota Bekasi saja, didaerah lain belum tentu ada jaspel. Apakah tidak bisa kalau jaspelnya dari APBD untuk BOK ini? Bunyinya tidak seperti itu. Kecuali BOK masuk ke dalam APBD, itu bisa dipertimbangkan seperti itu. Tapi kalau terpisah, untuk kegiatan dana dari BOK sedangkan jaspel diambil dari APBD, agak sulit laporannya. Mungkin bisa saja setengah dari APBD dan setengah lagi dari BOK. Jaspel ini sudah ada sejak awal sehingga sulit untuk dihilangkan, untuk penyemangat juga bagi tenaga Puskesmas. Begitu juga dengan kader, biasanya kita beri insentif. Apabila tidak ada insentif, maka akan menuntut. Pada prinsipnya BOK sangat membantu untuk kegiatan operasional.§Pra, Echi
Dr. Retno Maharsi, MKM
Dana BOK mendatangkan Berkah
B
antuan operasional kesehatan (BOK) diluncurkan untuk meningkatkan mobilitas pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas. BOK dapat digunakan untuk membiayai pendataan sasaran seperti ibu hamil, bersalin, nifas, bayi, balita, kasus resiko tinggi, pasangan usia subur, kunjungan rumah, surveilans, pelayanan posyandu, kegiatan sweeping, rujukan, pemberian makanan tambahan (PMT) dan berbagai kegiatan preventif dan promotif lainnya. Puskesmas Pejuang Kota Bekasi, salah satu dari ribuan puskesmas yang menyelenggarakan BOK. Banyak keunikan dan suka-dukanya, mulai dari membuat perencanaan sesuai dengan petunjuk teknis, pelaporan dan pertanggung jawaban keuangannya. Bagaimanakah suka dukanya ? Berikut penjelasan Kepada mediakom dari Kepala Puskesmas Pejuang, dr. Retno Maharsi, MKM.
Mohon diceritakan pencairan dana BOK? Untuk menggunakan dana BOK harus membuat rencana terlebih dahulu, kemudian diajukan ke Dinas Kesehatan. Mengajukan rencana tidak cukup sekali, karena masih ada perbaikan dan penyesuaian dengan juknis. Pada tahun 2010, BOK baru turun bulan Juli, sehingga baru dapat melakukan realisasi. Kecamatan Pejuang Kota Bekasi mempunyai 4 desa, data penduduk menurut BPS kurang lebih 130 ribu, dengan 100 Posyandu. Dengan dana APBD cukup mepet, dana BOK menjadi berkah. Setelah membaca juknisnya berulangulang, intinyai kegiatan BOK untuk di luar gedung seperti pencegahan. Tahun 2010, kami mengutamakan data PHBS. Dari 4 Kelurahan diambil 2000 KK, masing masing Kelurahan 500 kk, kemudian dibagi ke seluruh Posyandu untuk mengambil data PHBS. Data PHBS antara lain tentang imunisasi, perilaku merokok, ASI ekslusif, ibu, anak dan lingkungan.
Bagaimana mengalokasikan kegiatan menggunakan dana BOK? Dana BOK dapat mengurangi beban APBD 2. Puskemas Penjuang mendapat dana BOK Rp 18 juta rupiah. Dana tersebut digunakan dua setengah bulan, termasuk untuk foging atau transportasinya. Material foging berasal dari Dinas Kesehatan, operasional tenaga penyemprot menggunakan dana BOK. Saat ini penyakit demam berdarah sangat tinggi, tentu tidak ingin terjadi wabah seperti tahun lalu. Tahun 2011 gejalanya meningkat dua kali lipat. Dengan menyatakan KLB demam berdarah, masyarakat menjadi sangat peduli dan semangat melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Apa sudah pernah KLB DBD? Pernah, tahun 2008 Bekasi dinyatakan KLB oleh Pemerintah. Sehingga sekarang harus terus melakukan antisipasi utamanya melakukan penyuluhan, pertemuan kader maupun di lokakarya mini untuk memaksimalkan juru manteri jentik (Jumatik). Bagaimana peng- SPJ-an BOK? BOK sama Seperti Jamkesmas. Awalnya sulit, tapi setelah mendapat pelatihan dan berdiskusi, memang terasa mudah. Demikian juga dengan BOK, setelah memahami pasti akan mendapat kemudahan dan sederhana. Tak sepelik dan kaku seperti yang dibayangkan. Memang awalnya meraba- raba, ternyata di luar dugaan setelah dikerjakan, ternyata sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Bagaimana rencana BOK 2011? BOK 2011 kelihatan lebih heboh dari 2010. Saat ini sudah rencana. Berawal dari data PHBS, tampaknya membutuhkan dana yang cukup banyak dari BOK, terutama pelaksanaan PHBS kelapangan. Sebab begitu ada kasus diikuti tindak lanjut untuk antisipasi. Begitu juga bila ada laporan dari rumah sakit langsung ditindak lanjuti. Kepada teman-teman Pembina wilayah, di masing-masing pos tiap kelurahan, saya berpesan begitu ada panas, harus No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
19
MEDIA UTAMA kunjungan lapangan, itu berarti survei nonaktif. Kalau ada panas 300C, sudah harus waspada, kemungkinan kasus demam berdarah. Tidak hanya pasif , menunggu surat dari rumah sakit, tapi harus bergerak untuk antispasi. Dapat dirinci kegiatan PHBSdengan budget Rp 100 juta rupaih tahun 2011? Untuk membiayai kegiatan PHBS di Posyandu selama setahun pada 4 puskesmas membutuhkan Rp 48 juta rupiah, diantaranya transport kader Posyandu. Sehingga akan mempunyai daya ungkit yang besar, seperti pencapaian imunisasi, pendataan Ibu hamil, penimbangan balita dengan baik, dan penyuluhan kepada masyarakat. Disamping itu, dibutuhkan Rp 1 juta rupiah setiap bulan untuk validasi gizi buruk. Bagaimana cakupan kegiatan BOK di tingkat puskesmas? Bila dilihat dari rekap hasil cakupan akhir desember 2010, dari 14 indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM), terdapat 9 indikator yang tingkat capaiannya melebihi 90% yaitu cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan, cakupan pelayanan nifas, cakupan kunjungan bayi, cakupan pelayanan balita, cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan dan cakupan penjaringan anak SD dan setingkatnya, cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat serta cakupan penemuan dan penanganan penderita DBD, TB Paru, Kusta, Pnemoni dan diare. Sedangkan yang dibawah 90 % yaitu cakupan kunjungan ibu hamil, cakupan komplikasi risti dan cakupan peran KB aktif. Bagaimana realisasi keuangannya? Dari pagu Rp 18 juta rupiah, terserap Rp 16.320.000,- . Sebenarnya masih banyak program yang akan dikerjakan, karena terbatas waktu pelaksanaan, sehingga penyerapannya tidak mencapai seratus persen. Apalagi pencairannya juga dua kali. Kali pertama 80% dan setelah menjelang cloosing 20% lagi. Pencairan terakhir ini yang tidak terserap.§Pra
20 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
MENGINTIP BOK DI PUSKESMAS CIPUTAT
P
uskesmas Ciputat yang terletak di jl. Ki Hajar Dewantara Ciputat mendapatkan bantuan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bulan Juli tahun 2011 sebesar 11, 725 juta, dana tersebut salah satunya di gunakan untuk transport dalam penyuluhan posyandu, poswindu misalnya penyuluhan sanitasi, penyuluhan hidup sehat, perilaku bersih sekolahsekolah dan lainnya. Di Tangerang Selatan sebagaidaerah penyanggah ibu
kota DKI Jakarta, jumlah bantuan BOK yang di terima disetiap Puskesmasnya pun berbeda, “ Puskesmas Ciputat adalah yang paling sedikit menerima bantuan BOK ini” di sampaikan Kepala Puskesmas ciputat dr. Abdilah Assegaf. Bantuan BOK di berikan atas kewenanggan dari Dinas Kesehatan setempat. Dengan adanya BOK ini sangat membantu untuk kegiatan di lapangan, karena selama ini dana operasional tidak ada, kalaupun ada sangat kurang.
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) bagi Puskesmas Pemerintah Pusat telah membantu Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) untuk meringankan kebutuhan biaya operasional/kegiatan melalui kucuran dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Realisasi BOK telah dimulai pada pertengahan tahun 2010 dan akan terus ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang. BOK adalah bantuan dana dari Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan di harapkan dapat meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) menuju Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan pemberian dana BOK Tujuan umum meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif untuk mewujudkan pencapaian target SPM bidang kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Tujuan khusus yaitu 1. Memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif kepada masyarakat. 2. Menyediakan dukungan biaya untuk upaya kesehatan yang
Misalnya untuk lokakaryamini transport dan konsumsinya. Sebelum mendapatkan BOK kita menggunakan dana Jamkesmas termasuk untuk operasional. Yang menjadi masalahnya adalah walaupun perbulannya kegiatannya lebih banyak, tetapi di akhir bulan ini sudah habis biayanya, di khawatirkan jika dana habis
bersifat promotif dan preventif bagi masyarakat. 3. Mendukung terselenggaranya proses Lokakarya Mini di Puskesmas dalam perencanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Alasan lain diluncurkannya dana BOK yaitu empat fungsi Puskesmas dinilai belum berjalan optimal yaitu: Puskesmas sebagai pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan perorangan primer, dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer. Upaya Kesehatan apa saja yang dapat didanai dari dana BOK? Alokasi pemakaian dana BOK di Puskesmas & jaringannya serta UKBM meliputi 3 kelompok besar, yaitu: Upaya kesehatan, penyelenggaraan manajemen Puskesmas, serta upaya dukungan untuk keberhasilannya. Upaya kesehatan wajib yang dapat dibiayai dari dana BOK mencakup upaya-upaya kesehatan promotif dan preventif yang meliputi: 1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB) 2. Imunisasi 3. Gizi 4. Promosi kesehatan 5. Pengendalian Penyakit 6. Penyehatan Lingkungan
kegiatan juga ikut berhenti sedangkan penyuluhan tetap harus berjalan. Untuk mengantisipasi hal tersebut kepala Puskesmas Ciputat dr. Abdilah Assegaf mendata bantuan dana dari Jamkesmas berapa dan BOK berapa, di rinci dan di bagikan untuk kegiatan dua belas bulan. Jangan sampai dana habis tetapi kegiatan masih
terus berjalan, Sedangkan perioritas kegiatan tidak bisa di tunda lagi. Dana BOK untuk 2011 turun sekitar bulan Maret di harapkan tidak telat, karena kegiatan sudah berjalan. Di Puskesmas Ciputat dokter ada lima dan untuk spesialisnya hanya seminggu sekali yaitu spesialis obgyn. Untuk SDM semuanya ada 25 tenaga medis untuk melayani melayani 300400 pasien setiap harinya. Target di harapkan SDM nya ada penambahan untuk melayani pasien yang banyak karena puskesms lebih mengutamakan pelayanan untuk masyarakat. Kalau pelayanan tidak dilaksanakan kualitasnyapun kurang baik, banyak masalah, protes, surat kaleng dan sebagainya. Selama ini kita sudah berupaya dalam perbaikan sehingga surat kaleng, kotak saran tidak ada lagi, tidak ada lagi kritikan dari masyarakat, kalaupun ada kami melayaninya karena itu merupakan masukan buat kami. Untuk kaderisasi kami terus melakukan bimbingan bagi kader untuk dilapangan karena tenaga SDM yang terbatas. Dana BOK sangat di harapkan oleh Puskesmas untuk operasional kegiatan, di harapkan setiap Puskesmas mendapatkan 100 juta. Informasi yg kami terima dana BOK dapat turun bulan Maret ini tetapi kami belum tau dapatnya berapan Puskesmas Ciputat tahun ini, ujar dr. Abdilah. Dalam penggunaan BOK ini juga di harapkan ada panduan yang mengatur khusus dana BOK ini boleh nya di gunakan apasaja, kami juga takut jika nantinya ada pemeriksaan dan dana yang di gunakan tidak sesuai. Puskesmas Ciputat juga mengharapkan dari dana Bok dapat di gunakan lebih fleksibel seperti untuk Alkes pembelian alat tensi dan lainnya. Di harapkan juga BOK harus jelas juga ada aturannya dalam penggunaannya dan pertanggung jawabannya supaya tidak menyalahi aturan. Tahun 2011 ini di harapkan dari BOK ini juga dapat membeli makanan untuk pasien gizi buruk, yang sebelumnya menggunakan dana Jamkesmas, karena pasien yang di tangani disini banyak.§
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
21
MEDIA UTAMA
Apa itu BOK? BOK adalah bantuan dana dari Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) menuju Millenium Development Goals (MDGs). Kementerian Kesehatan telah mengucurkan BOK mulai tahun 2010 dan akan terus ditingkatkan pada tahun mendatang. Tujuan BOK? Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif untuk mewujudkan pencapaian target SPM bidang kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Serta mendukung terselenggaranya proses Lokakarya Mini di Puskesmas dalam perencanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Alasan diluncurkan BOK? Empat fungsi Puskesmas dinilai belum berjalan optimal yakni, Puskesmas sebagai pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan perorangan primer, dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer. Upaya Kesehatan yang didanai BOK? 1. Pendataan sasaran (ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi, balita, kasus risiko tinggi, rumah tangga, siswa, sekolah, pasangan usia subur, wanita usia subur, tempat-tempat umum, dll) 2. Surveilans (gizi, KIA, imunisasi, penyakit menular, penyakit tidak menular, vektor, dll) 3. Kunjungan rumah/lapangan (kasus drop out, kasus risiko tinggi, perawatan kesehatan masyarakat, pendampingan minum obat, pemasangan stiker P4K, dll) 4. Pelayanan di Posyandu (penimbangan, penyuluhan, pelayanan KIA, KB, imunisasi, gizi dll) 5. Kegiatan sweeping, penjaringan, pelacakan, dan penemuan kasus 6. Pengambilan spesimen 7. Pengendalian dan pemberantasan vektor (fogging, spraying, abatisasi, pemeriksaan jentik, pembagian kelambu, dll) 8. Kegiatan promosi kesehatan termasuk untuk mendukung program prioritas (penyuluhan, konseling luar gedung, pembinaan Poskesdes dan Posyandu, dll) 9. Kegiatan pemantauan (sanitasi air bersih, rumah, tempat-tempat umum, pengelolaan sampah, dll) 10. Pengambilan vaksin 11. Rujukan dari Poskesdes ke Puskesmas dan atau dari Puskesmas ke Rumah Sakit terdekat untuk kasus KIA risiko tinggi dan komplikasi kebidanan bagi peserta Jampersal 12. PMT penyuluhan dan PMT pemulihan untuk balita 6-59 bulan dengan gizi kurang
22 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
REFORMASI PRIMARY HEALTH CARE
P
rimary Health Care atau PHC sesuai dengan Deklarasi Alma Ata tahun 1978 adalah kontak pertama individu, keluarga, atau masyarakat dengan sistem pelayanan kesehatan. Pengertian ini sesuai dengan definisi dalam SKN 2009, yang menyatakan bahwa Upaya Kesehatan Primer adalah upaya kesehatan dasar dimana terjadi kontak pertama perorangan atau masyarakat dengan pelayanan kesehatan sebagai awal dari proses pelayanan kesehatan langsung maupun pelayanan kesehatan penunjang, dengan mekanisme rujukan timbal-balik, termasuk penanggulangan bencana dan pelayanan gawat darurat. Pelaku PHC adalah Pemerintah atau Swasta.
Di jajaran Pemerintah, PHC dilaksanakan oleh Puskesmas dan jejaringnya (Pusling, Pustu, Poskesdes, Polindes, Posyandu, Poskestren, dll). Di kalangan swasta, PHC dilaksanakan oleh dokter praktik, bidan praktik, dan bahkan oleh Battra (pengobat tradisional). Untuk meningkatkan kinerja PHC di Indonesia perlu dilakukan “revitalisasi” (menghidupkan kembali), atau “reformasi” (melakukan perubahan terhadap kebijakan yang sudah ada untuk perbaikan). Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat memberikan keynote speech yang bertema “Reforming Primary Health Care In Indonesia” pada Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI) di Batu, Malang 21 Januari 2011. Menkes menyebutkan setidaknya ada 3 hal yang menyebabkan PHC belum optimal yaitu pencapaian indikator SPM belum optimal berdasarkan hasil Riskesdas ; pencapaian indikator MDGs belum
optimal, khususnya angka kematian ibu ; adanya disparitas IPKM antar kab/kota yang akar penyebab masalahnya terdapat pada “proses” dan “masukan”. Proses, misalnya: kurang optimalnya kegiatan public health (promotif dan preventif), kegiatan public health menurun, seperti: cakupan imunisasi, penanganan gizi buruk, Antenatal Care, ASI Eksklusif, P2M. Masukan, misalnya: kurangnya tenaga, dan juga pembiayaan yang tidak optimal dan perlu kejelasan peran Pusat, Propinsi, Kabupaten/ Kota, ujar Menkes. Menurut Menkes, di masa depan Puskesmas sebagai pelaksana PHC sebaiknya tidak hanya dibina oleh Dinkes Kab/kota terkait kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), tapi juga perlu dibina oleh RS Kab/kota terkait Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Menkes menambahkan, Puskesmas sebagai focal point Primary Health Care (PHC) dibawahnya terdapat Puskesmas Pembantu (Pustu), Puskesmas Keliling (Pusling), Dokter Praktik dan Bidan Praktik. Di tingkat desa terdapat Polindes, Poskesdes, Posyandu, Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), Bina Keluarga Balita (BKB). Di tingkat supra-sistemnya terdapat Dinkes Kab/kota dan RS Kab/kota. Ditegaskan oleh Menkes bahwa masalah yang dihadapi dalam proses terkait PHC, antara lain setelah otonomi daerah, Puskesmas dinilai masih berat ke kuratif. Perlu diidentifikasi lagi apakah front line atau ujung tombak pelaksana public health yang tepat adalah di tingkat Puskesmas atau tingkat Poskesdes/Polindes. Di Thailand dan Malaysia posisinya di Klinik Desa. Selanjutnya, perlu dikaji lagi bagaimana remunerasi yang tepat untuk tenaga kesehatan. Apakah dalam bentuk gaji atau dengan model kontrak kinerja. Juga perlu dipikirkan struktur organisasi Puskesmas yang tanggap terhadap upaya public health, misalnya memisahkan UKP dan UKM. Karena itu diharapkan para dokter yang tergabung dalam PDK3MI memberikan masukan dalam melakukan reformasi PHC. Menkes mengingatkan, hendaknya Reformasi PHC mengadopsi pendekatan WHO dalam the WHO Annual Report 2008 dengan judul: “Primary Health Care, Now More Than No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
23
MEDIA UTAMA Ever”, yang terdiri empat pilar yaitu : • Reformasi pembiayaan kesehatan, pembiayaan pemerintah lebih diarahkan pada upaya kesehatan masyarakat (public goods) dan pelayanan kesehatan bagi orang miskin. • Reformasi kebijakan kesehatan, kebijakan kesehatan harus berbasis fakta (evidence based public health policy) • Reformasi kepemimpinan kesehatan (kepemimpinan kesehatan harus bersifat inklusif, partisipatif, dan mampu menggerakkan lintas sektor melalui kompetensi advokasi) • Reformasi pelayanan kesehatan (pelayanan kesehatan dasar harus mengembangkan sistem yang kokoh dalam konteks puskesmas dengan jejaringnya serta dengan suprasistemnya (Dinkes Kab/kota, dan RS Kab/Kota). Di samping itu, Menkes menegaskan agar dalam mereformasi PHC memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku, baik yang
24 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
terkait dengan kesehatan, keuangan, otonomi daerah, dan lainnya, misalnya UU No 36 tahun 2010 tentang Kesehatan, UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dari ketiga UU tersebut, titik berat otonomi berada di pemerintah Kab/kota, dan alokasi keuangan dari pemerintah pusat sudah diserahkan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Dengan sistem DAU, maka alokasi besaran anggaran kesehatan di APBD Kabupaten/Kota sangat bergantung kepada interaksi politik antara pihak eksekutif, yaitu Dinkes Kab/Kota, Bupati/Walikota dan pihak legislatif, yaitu DPRD, ujar Menkes. Menurut Menkes, di masa mendatang konsep PHC yang diinginkan adalah : Puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; pusat pemberdayaan masyarakat; pusat pelayanan kesehatan komprehensif di strata pertama dan (UKM dan
UKP). Disamping itu Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dapat berjalan secara lintas sektor, Puskesmas sebagai pembina teknis, mendapat alokasi anggaran yang cukup untuk upaya kesehatan masyarakat (public goods), serta terdapat sistem yang jelas mengenai peran Puskesmas dan jejaringnya termasuk dengan Dinkes Kab/Kota, RS Kab/Kota. Sejalan dengan berlakunya UU Otonomi Daerah, Puskesmas tidak lagi menjalankan program pokok yang seragam. Berdasarkan Kepmenkes No.128/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, program Puskesmas terbagi dua, yakni program wajib dan program pengembangan. Program wajib terdiri dari enam program pokok (six basics), yakni promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, perbaikan gizi, pemberantasan penyakit menular, KIA dan KB, serta pengobatan dasar. Bila diperlukan penambahan Program Puskesmas, maka program tersebut disebut program pengembangan sesuai kebutuhan lokal atau lokal spesifik.§Smd
RAGAM
ROKOK PENYEBAB UTAMA RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR enurut data WHO, lebih dari satu milyar orang di dunia menggunakan tembakau dan menyebabkan kematian lebih dari 5 juta orang setiap tahun. Diperkirakan sebagian besar kematian terjadi pada masyarakat yang tinggal di negara dengan berpenghasilan rendah dan menengah termasuk Indonesia. Penggunaan rokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar pada penyakit tidak menular, karena itu kebijakan menerapkan kawasan tanpa rokok (KTR) telah diidentifikasi sebagai strategi intervensi utama pengendalian penyakit tidak menular. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah adanya kebijakan KTR di tingkat Nasional. Untuk mencapai hal itu, Kementerian Kesehatan dan lintas sektor secara bersama-sama telah memperkenalkan Inisiatif Kota
M
Sehat pada tahun 2005 dengan tujuan membuat kota sehat melalui inisiatif lokal. Hampir 200 kota dan kabupaten di Indonesia telah dilatih dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Untuk membangun komitmen pemegang kebijakan pusat maupun daerah dalam Pengendalian Masalah Kesehatan akibat Tembakau dan Penyakit Tidak Menular, diselenggarakan Workshop “Pengendalian Masalah Kesehatan akibat Tembakau dan Penyakit Tidak Menular” yang dibuka Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH di Jakarta, 24 Januari 2011. Workhsop diikuti perwakilan WHO, International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUTLD), Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri dan 11 Walikota (Bogor, Padang Panjang, Palembang, Payakumbuh, Padang, Pontianak, Denpasar, Bengkulu,
Makassar, Semarang, Bandung), 3 Bupati (Enrekang, Sragen, Bangli) dan 14 Dinkes Kabupaten/Kota (Padang Panjang, Bogor, Palembang, Payakumbuh, Padang, Pontianak, Denpasar, Bengkulu, Makassar, Semarang, Bandung, Bangli, Sragen, Enrekang) dan Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Menkes dalam sambutannya menyatakan, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2005 penyakit tidak menular merupakan penyebab utama 58 juta kematian di dunia, meliputi penyakit jantung dan pembuluh darah (30%), penyakit pernafasan kronik dan penyakit kronik lainnya (16%), kanker (13%), cedera (9%) dan diabetes melitus (2%). Di wilayah Asia Tenggara penyakit tidak menular merupakan 51% penyebab kematian pada tahun 2003, dan menimbulkan DALYs (Disability Adjusted Life Years No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
25
RAGAM
= kehilangan bertahun-tahun usia produktif) sebesar 44%. “Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 115 menyatakan Pemerintah Daerah wajib menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya. Sekitar 22 kabupaten/kota sudah mulai melaksanakan kebijakan tersebut, walaupun program ini belum seragam di seluruh kabupaten/kota. Untuk itu diperlukan komitmen para pemegang kebijakan di tingkat Daerah untuk menerapkannya”, ujar Menkes. Menurut data Susenas tahun 2001, jumlah perokok di Indonesia sebesar 31,8%. Jumlah ini meningkat menjadi 32% pada tahun 2003, dan meningkat lagi menjadi 35% pada tahun 2004. Pada tahun 2006, The Global Youth Survey (GYTS) melaporkan 64,2% atau 6 dari 10 anak sekolah yang disurvei terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Lebih dari sepertiga (37,3%) pelajar biasa merokok, dan yang lebih mengejutkan lagi adalah 30,9% atau 3 diantara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun. Data Riset Riskesdas 2007 juga memperlihatkan tingginya penduduk yang merokok. Jumlah perokok aktif penduduk umur > 15 tahun adalah
26 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
35.4% (65.3% laki-laki dan 5.6% wanita), berarti 2 diantara 3 laki-laki adalah perokok aktif. Lebih bahaya lagi 85,4 % perokok aktif merokok dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga mengancam keselamatan kesehatan lingkungan, kata Menkes. Menkes menyatakan, proporsi angka kematian penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia, seperti hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke (0,83%), diabetes melitus (1,1%) dan diabetes melitus di perkotaan (5,7%), asma (3,5%), penyakit sendi (30,3%), kanker/tumor (0,43%), dan cedera lalu lintas darat (25,9%). Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, jumlahnya mencapai 15,4%, hipertensi 6,8%, cedera 6,5%, diabetes melitus 5,7%, kanker 5,7%, penyakit saluran nafas bawah kronik (5,1%), penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit jantung lainnya 4,6%. “Pengendalian masalah kesehatan akibat tembakau dan penyakit tidak menular perlu dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan
berkesimbungan dengan melibatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat’, imbuh Menkes. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya, seperti membuat jejaring kerja dengan LSM, perguruan tinggi dan masyarakat madani dalam pengendalian tembakau dan penyakit tidak menular ; Melakukan inisiasi pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai daerah ; Mengembangkan KIE melalui media masa ; Melakukan peningkatan kapasitas tingkat nasional dan lokal, dan Deklarasi perlindungan anak dari bahaya rokok. Pada kesempatan itu Menkes menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas terselenggaranya workshop sehingga terjalin kerjasama yang baik antara Kementerian Kesehatan dengan The International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union), WHO, dan para Walikota, para Bupati dan Para Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta para pemerhati masalah kesehatan. Menkes berharap, workshop yang diadakan selama dua hari dapat menghasilkan rekomendasi dan rencana tindak lanjut untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan kesehatan akibat tembakau dan penyakit tidak menular di masa mendatang. Prof. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menambahkan, saat ini sebanyak 22 kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki kebijakan KTR berupa Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan Walikota, Peraturan Bupati, Surat Keputusan/Surat Edaran dan Instruksi. Kabupaten/Kota tersebut adalah Jakarta, Palembang, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Pontianak, Surabaya, Semarang, Sragen, Bangli, Makassar, Enrekang, Lombok Timur, Payakumbuh, Padang Panjang, Padang, Bukit Tinggi, Cirebon, Karanganyar, Pekalongan, Lampung dan Denpasar. Sedangkan Provinsi yang telah mensosialisasikan dan merencanakan KTR adalah Sumsel, Sumbar, Bali, Kalbar, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, DI Yogyakarta, Sulsel, NTB dan NTT.§Smd
UNTUK RAKYAT
MENKES BEBERKAN PROGRAM PRIORITAS DI DPR alam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPRRI tanggal 18 Januari 2010 di Jakarta, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, selain memaparkan evaluasi Kinerja Tahun 2010 juga membeberkan 5 prioritas program pembangunan kesehatan Tahun 2011. Dalam Raker yang juga dihadiri para pejabat Eselon I dan II tersebut, Imam Soeroso dari Fraksi PDIP menanyakan penyakit yang diderita dr. Endang Rahayu Sedyaningsih. Pertanyaan ini langsung memancing interupsi Dhiana Anwar dari Fraksi Partai Demokrat (FD) yang menyatakan anggota FD akan walkout bila dalam Raker membahas hal-hal pribadi. “ Interupsi Ketua, mohon maaf Ibu Endang ke sini mewakili pemerintah, jangan sangkut pautkan dengan masalah pribadi”, ucap Dhiana. Menurut Menkes, sesuai Perpres No. 29 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011, terdapat 5 kebijakan program prioritas. Pertama, pelaksanaan program kesehatan preventif terpadu
D
yang meliputi pemberian imunisasi dasar, penyediaan akses sumber air bersih dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas, penurunan tingkat kematian ibu, serta tingkat kematian bayi. Kedua, Revitalisasi progam KB melalui peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB. Ketiga, peningkatan sarana kesehatan melalui penyediaan dan peningkatan kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional.Keempat, peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan obat terutama obat esensial generik. Kelima, Universal
coverage (cakupan pembiayaan kesehatan untuk semua penduduk). Ditambahkan, untuk mendukung program tersebut Kementerian Kesehatan memperoleh anggaran sebesar 27,6 Triliun yang diperuntukkan pada 8 program, yaitu : Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kemenkes Rp. 2,81 Triliun; Pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kemenkes Rp. 88 Milyar; Bina Gizi dan KIA Rp. 1,87 Triliun; Pembinaan Upaya Kesehatan Rp. 16,47 Triliun; Pengendalian No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
27
untuk rakyat penyakit dan penyehatan lingkungan Rp. 1,62 Triliun; Kefarmasian dan alat kesehatan Rp. 1,45 Triliun; Penelitian dan pengembangan kesehatan Rp. 540 Milyar; Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan Rp. 2,78 Triliun. Sedangkan anggaran prioritas pada tahun 2011 meliputi : Jamkesmas sebesar Rp. 5,125 Triliun; Jampersal sebesar Rp. 1,223 Triliun; Bantuan Operasional sebesar Rp. 904 Miliar; Gaji, termasuk untuk PTT sebesar Rp. 3,929 Triliun; Dana Pendidikan sebesar 1,924 Triliun; Dana Dekonsentrasi sebesar Rp. 798 Miliar; Dana Tugas Pembantuan sebesar Rp.2,981 Triliun; Obat dab Vaksin sebesar Rp. 1,22 Triliun; Riset Fasilitas Kesehatan sebesar Rp.147 Miliar, ujar Menkes. Selanjutnya Menkes menegaskan,
3. Ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektivitas, keterjangkauan obat, vaksin, alkes. Kegiatan ini terdiri dari bantuan buffer stock obat/instalasi farmasi di 476 Kab/Kota, terlaksananya tahap pertama pengobatan dgn Jamu di 60 Puskesmas dan 12 RS, dan 115 kab/kota melakukan Elogistic obat. 4. Kegiatan unggulan selanjutnya adalah Jaminan Kesehatan Untuk 76,4 juta penduduk miskin disertai peningkatan/perluasan kelas III di 93 RS dan peningkatan 85 RS Fasilitas kesehatan yang menangani Jamkes sehingga total menjadi 1.100 RS. 5. Inovasi terbaru yang dilakukan pada tahun 2011 adalah Jaminan Persalinan berupa penyediaan
Puskesmas/tahun. 7. World Class Health Care, telah ada 3 Rumah Sakit yang lulus akreditasi internasional dari Joint Commite International (JCI). Pada tahun 2011 disiapkan 3 RS Pemerintah untuk akreditasi JCI, yaitu RSCM, RS Sanglah dan RSPAD Gatot Subroto. Disamping itu akan dilakukan penyempurnaan sistem akreditasi dengan ISQUA (International Society for Quality in Health Care) serta Peningkatan bantuan akreditasi RS publik di wilayah Indonesia Timur sebanyak 66 RS. Alokasi BOK Menkes menambahkan, pada tahun 2011, telah dialokasikan dana BOK sebesar 904.250 Milyar, yang diperuntukkan pada2.271 Puskesmas
anggaran prioritas pada tahun 2011 meliputi : Jamkesmas sebesar Rp. 5,125 Triliun; Jampersal sebesar Rp. 1,223 Triliun; Bantuan Operasional sebesar Rp. 904 Miliar; Gaji, termasuk untuk PTT sebesar Rp. 3,929 Triliun; Dana Pendidikan sebesar 1,924 Triliun; Dana Dekonsentrasi sebesar Rp. 798 Miliar; Dana Tugas Pembantuan sebesar Rp.2,981 Triliun; Obat dab Vaksin sebesar Rp. 1,22 Triliun; Riset Fasilitas Kesehatan sebesar Rp.147 Miliar
dalam upaya mengantisipasi berbagai tantangan yang terjadi, maka pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah menyusun 7 kegiatan unggulan. 1. Revitalisasi pelayanan kesehatan. Komponen penunjang kegiatan ini adalah Peningkatan sarana prasarana kesehatan rujukan: 450 RSUD Provinsi/Kab/Kota, Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dasar di 397 kab/kota. 2. Ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu SDM yang teriri dari Beasiswa/Tugas Belajar: pendidikan dokter spesialis sebanyak 1.040, Pendayagunaan dokter residen akhir sebanyak 1.550 orang, Pengangkatan tenaga PTT: dokter 4.543 (naik 59% dari 2010), drg 1.344 (naik 58% dari 2010), bidan 30.901 (naik 8% dari 2010).
28 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
alokasi anggaran untuk paket persalinan dgn sasaran 2,5 juta ibu hamil di seluruh Indonesia diharapkan mampu mempercepat pencapaian angka kematian Ibu dan bayi di Indonesia. 6. Keberpihakan pada Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK) dan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK), kegiatan ini terdiri dari Flying health care di provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat; peningkatan sarana prasarana di 99 Puskesmas dan jaringannya di daerah perbatasan;dan penempatan tenaga kesehatan di DTPK sebanyak 2.445 orang. Peningkatan bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Provinsi Maluku dan Malut, senilai Rp 200 juta/Puskesmas/ tahun; Provinsi NTB, NTT, Papua, Papua Barat, senilai Rp 250 juta/
di Pulau Sumatera dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 75 juta; 3.617 Puskesmas di Pulau Jawa-Bali dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 75 Juta; 836 Puskesmas di Pulau Kalimantan dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 100 Juta; 1.126 Puskesmas di Pulau Sulawesi dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 100 juta; 256 Puskesmas di Pulau Maluku dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 200 juta; 458 Puskesmas di NTT dan NTB dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 250 juta; 403 Puskesmas di Papua dengan besaran alokasi per puskesmas sebesar Rp. 250 juta. Selain itu, untuk beberapa kabupaten/kota yang alokasi anggaran manajemennya di bawah 50 juta, diberikan tambahan dengan total anggaran sebesar Rp. 305 juta. §
RAKER DPR: REALISASI BELANJA KEMENKES MENINGKAT
ealisasi Belanja Kementerian Kesehatan 2010 mengalami peningkatan dibandingkan realisasi Tahun 2009. Pada tahun 2009 mencapai 86,11 %, sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 89,65%. Selain itu dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pemakaian anggaran mulai tahun 2010, telah menerapkan pengadaan barang/jasa secara elektronik (LPSE = Layanan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik). Dengan LPSE tersebut, Kemenkes dapat melakukan penghematan sebesar Rp 186 milyar dan menduduki rangking satu jika dibandingkan dengan instansi lain di Pusat dan Daerah. Atas prestasi ini, Kemenkes mendapat menghargaan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP). Hal itu disampaikan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH., pada Rapat Kerja degan Kimisi IX DPR-RI yang dipimpin dr. Ribka Tjiptaning, Ketua Komisi IX di Jakarta tanggal 18 Januari 2011. Menkes menambahkan, peningkatan juga dicapai dalam pembangunan sarana pelayanan. Selama tahun 2010, Kemenkes telah berhasil memfasilitasi pembangunan 44 rumah sakit baru di kabupaten/kota, pembangunan 2.828 Posyandu, 283 Poskesdes (Pos Kesehatan Desa), 377 Puskesmas Pembantu, 17 Puskesmas Non Perawatan dan 177 Puskesmas Perawatan. Di samping peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menetapkan kewajiban penggunaan obat generik di fasilitas kesehatan pemerintah
R
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
29
untuk rakyat dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran. Pada tahun 2010 penggunaan obat generik di rumah sakit telah mencapai hampir 60% dari obat yang digunakan, sedangkan penggunaan obat generik di Puskesmas hampir mencapai 100%, ujar Menkes. Kementerian Kesehatan juga memperkuat SDM kesehatan di daerah melalui program pengangkatan tenaga kesehatan sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang terdiri 3.020 dokter umum, 904 dokter gigi, 86 dokter spesialis/ dokter gigi spesialis, dan 28.968 bidan. Sedangkan untuk pemenuhan dokter spesialis di daerah-daerah akan dipenuhi dari program beasiswa atau tugas belajar. Sampai tahun 2010, Kementerian Kesehatan telah memberikan beasiswa kepada 2.919 dokter yang nantinya akan disebar ke daerah-daerah yang membutuhkan, tambah Menkes. Tentang proram Jamkesmas, Menkes menambahkan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang melayani program Jamkesmas terus diperluas, baik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun
kurang dan gizi buruk. Prevalensi Gizi Kurang telah menurun secara signifikan, dari 31.0 % pada tahun 1989 menjadi 17.9 % pada tahun 2010. Dalam pada itu prevalensi gizi buruk turun dari 12.8% pada tahun 1995 menjadi 4.9 % pada tahun 2010. Untuk mencapai penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sebesar 15,0 % dan 3,5 % pada tahun 2015, kata Menkes. Berbagai upaya perbaikan gizi masyarakat melalui kegiatan yang mencakup peningkatan program ASI Ekslusif, upaya penanggulangan gizi mikro melalui pemberian Vitamin A, Taburia, tablet besi bagi bumil, dan iodisasi garam serta tata laksana kasus gizi buruk dan gizi kurang. Target MDG 4 terkait dengan penurunan kematian balita. Angka Kematian Balita, Bayi, dan Neonatal terus mengalami penurunan. Data Suvey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan Angka Kematian Balita sebesar 44/1000, Angka Kematian Bayi 34/1000, dan Angka Kematian Neonatal 19/1000.
Angka Kematian Balita, Bayi, dan Neonatal terus mengalami penurunan. Data Suvey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
swasta. Pada tahun 2009 rumah sakit pemerintah yang melayani peserta Jamkesmas baru mencapai 650 rumah sakit, meningkat menjadi 665 rumah sakit pada tahun 2010. Untuk fasilitas kesehatan swasta tahun 2009 baru mencapai 304 rumah sakit berhasil ditingkatkan menjadi 337 rumah sakit. Target MDG Tujuan Millenium Development Goals (MDG)-1 terkait dengan kemiskinan dan kelaparan, yang paling menentukan adalah prevalensi gizi
30 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
Jika trend penurunan ini dapat tetap terus dipertahankan, maka target MDGs pada tahun 2015 akan tercapai, bahkan sebelum tahun 2015. Target MDGs 5 terkait dengan penurunan angka kematian ibu (AKI). Indikator AKI merupakan salah satu indikator yang diramalkan sulit dicapai. Tidak hanya di Indonesia akan tetapi di banyak negara berkembang di dunia. Data terakhir pada 2007 menunjukkan AKI sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, masih jauh dari target MDGs sebesar 102/100.000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2010, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan telah mencapai angka di atas 80 % dan terjadi peningkatan yang bermakna sejak tahun 1990. Cakupan persalinan yang tinggi dan yang memenuhi standar persalinan merupakan indikator proxy dari angka kematian ibu, jelas dr. Endang. Untuk mempercepat pencapaian target MDGs, pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan telah menetapkan kebijakan bahwa semua persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan memulai program Jampersal (Jaminan Persalinan), yaitu suatu paket program yang mencakup pelayanan antenatal, persalinan, posnatal dan Keluarga Berencana. Untuk target MDG 6 yang terkait dengan penyakit HIV/AIDS, TB, dan Malaria. Jumlah kasus HIV yang masuk perawatan mengalami peningkatan, tahun 2010 sebanyak 15.275 orang. Sedangkan jumlah kasus AIDS pada tahun 2010 sebanyak 4.158 orang. Strategi yang dilakukan dalam pengendalian HIV/AIDS adalah : Penguatan Pokja AIDS sektor kesehatan, Penguatan kapasitas manajemen dan teknis program di semua tingkatan, Penguatan/ pengembangan Sistem Informasi dan Surveilans, Pengembangan Kolaborasi TB-HIV, Penguatan Sistem Distribusi Logistik, Penerapan PITC (Provider Initiative Testing and Counseling), dan Pengembangan fasilitas layanan konseling, diagnostik dan pengobatan. Angka penemuan Kasus TB (CDR), dan angka keberhasilan TB (SR) tahun 2009 sudah melampaui target MDGs tahun 2015. Angka kesakitan malaria yang diukur dengan angka API (Annual Parasite Incidence) menunjukan penurunan pada Periode Lima (5) tahun kebelakang s/d 2010 menjadi 1,58. Angka ini telah mendekati target MDGs yang harus dicapai pada tahun 2015. Persentase rumah tangga yang akses terhadap sumber air minum diperdesaan terus mengalami peningkatan (Riskesdas, 2010).§
ETALASE
HARI GIZI NASIONAL: GIZI LEBIH ANCAM MASA DEPAN ANAK
enomena gizi lebih merupakan ancaman yang serius karena terjadi di berbagai strata ekonomi, pendidikan, desakota, dan lain sebagainya. Hal ini diketahui berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, 14% Balita termasuk gizi lebih, dimana besarannya hampir sama dengan Balita kurus. Pada kelompok usia diatas 15 tahun prevalensi obesitas sudah mencapai 19.1%. Analisis lebih lanjut menunjukkan tidak terdapat perbedaan prevalensi
F
Balita gizi lebih pada keluarga yang termiskin (13.7%) dengan keluarga terkaya (14.0%). Demikian pula tidak terdapat perbedaan menurut kelompok umur anak, jenis kelamin, pendidikan orang tua. Hal ini dikemukakan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH pada puncak peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) di Jakarta (25/1). Hadir dalam acara ini Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Fasli Jalal, Wakil Menteri Pertanian, Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS, Wakil Menteri Perisndustrian, Dr. Ir. Alex SW
Retraubun, MSc, Wakil Menteri Negara PPN/BAPPENAS, Dr. Ir.Lukita Dinarsyah Tuwo, MA, Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Drs. Ayip Muflich, SH, MSc, Executive Director GAIN, dan undangan lainnya. Menurut Menkes, hasil Riskesdas 2010 juga menunjukkan prevalensi gizi kurang pada Balita adalah 17,9%. Walaupun terjadi penurunan dibandingkan kondisi tahun 1990 (31.0%), tetapi masih akan ditemui sekitar 3.7 juta Balita mengalami kekurangan gizi. Masalah lain adalah 35.7% anak-anak Indonesia No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
31
peristiwa tergolong pendek. “Inilah tantangan masalah gizi ke depan. Kita masih akan menghadapi masalah-masalah gizi kurang terutama yang kronis dan akut pada beberapa kelompok masyarakat kita, disisi lain kita harus segera memerangi masalah gizi lebih yang sampai saat ini merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit degeneratif,” kata Menkes. Masalah gizi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Padahal masalah ini bukan hanya domain kesehatan saja, melainkan seluruh institusi, pemerintah maupun swasta yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia masih akan
menghadapi masalah-masalah gizi kurang terutama yang kronis dan akut pada beberapa kelompok masyarakat, disisi lain juga harus segera memerangi masalah gizi lebih sebagai salah satu faktor risiko utama penyakit degeneratif, tambah Menkes. Menurut Menkes, masalah gizi dan kesehatan telah bergeser, gaya hidup berubah, kondisi lingkungan juga berubah, sudah saatnya kita melakukan penyesuaian seiring dengan perubahan yang telah dan sedang terjadi. “Seharusnya bila gizi seimbang diterapkan oleh seluruh masyarakat kita, masalah gizi kurang bisa dihindari dan masalah gizi lebih bisa dicegah,”
32 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
tegas Menkes. Menkes menjelaskan, pemerintah dalam Rencana Pembangunan Nasional ini telah menetapkan 3 strategi dasar perbaikan gizi masyarakat, yaitu menekankan upaya pemberdayaan dan pendidikan gizi. Mendorong meningkatkan mutu konsumsi pangan, baik melalui pendekatan penganekaragaman pangan atau maupun melalui pendekatan fortifikasi pangan dan suplementasi gizi. Meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan. Bertepatan dengan Hari Gizi Nasional, diluncurkan produk anak bangsa mulai dari Rencana Aksi
Nasional Pangan dan Gizi 2011 – 2015, Buku Panduan Kader Posyandu, Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, Buku ”Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang”, Buku Penuntun Konseling Gizi, Kegiatan Rintisan Fortifikasi Vit A dalam Minyak Goreng, dan Penggunaan Taburia (sejenis multi vitamin yang ditaburkan dalam makanan anak). Hari Gizi Nasional diperingati setiap tanggal 25 Januari. Tahun ini, HGN mengambil tema "Gizi Seimbang, Investasi Bangsa". Sejumlah kegiatan dilaksanakan dalam peringatan HGN 2011, diantaranya lomba karya tulis ilmiah popular mahasiswa jurusan gizi, talk show dan pameran.§
RUMAH SAKIT SAYANG RAKYAT
alam meningkatkan mutu dan jangkauan Pelayanan Kesehatan, saat ini Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menetapkan Program Pelayanan Kesehatan Gratis di Sarana Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Kelas III yang bernama “Rumah Sakit Sayang Rakyat”, terletak di Kecamatan Biringkanaya, Makassar Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Rumah Sakit memiliki pelayanan rawat inap terdiri Gedung Perawatan A sampai Gedung Perawatan L, menampung 250 tempat tidur lengkap dengan matrasnya yang siap digunakan serta Gedung Instalasi Rawat Darurat (IRD) termasuk dengan peralatannya. Tujuan pembangunan Rumah Sakit Sayang Rakyat yaitu untuk mengembangkan, menata pelayanan dan Sistem rujukan Rumah Sakit. Selain itu juga untuk meningkatkan jangkauan Pelayanan Kesehatan rujukan dan meningkatkan mutu Pelayanan Kesehatan rujukan Rumah Sakit. Dengan adanya RS Sayang Rakyat, diharapkan masyarakat mendapat Pelayanan Kesehatan lebih cepat, tepat, pasti dan aman, sehingga program Kesehatan Gratis terpenuhi secara efisien dan efektif. Hal ini dapat meningkatkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyatakat
D
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
33
peristiwa
miskin (kurang mampu) di Sulawesi Selatan, melayani kesehatan secara merata bagi masyarakat yang tidak tertampung di Pelayanan Rumah Sakit lain, sebagai pusat rujukan bagi masyarakat tidak mampu dari Kabupaten/Kota dan pusat rujukan Pelayanan Kesehatan Dasar. RS Sayang Rakyat dengan visi menjadi RS Kelas A dengan fasilitas 1000 Tempat Tidur itu memberikan pelayanan gratis dan profesional kepada masyarakat Sulawesi Selatan pada 2015. Untuk mewujudkan visi, telah disusun misi yakni meningkatkan sarana dan prasarana memadai dalam menunjang pelayanan bermutu dan profesional sesuai standar RS Kelas III, meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan meningkatkan manajemen Rumah Sakit guna mencapai pelayanan prima dan meningkatkan Kesejahteraan Karyawan yang berdampak terhadap kepuasan pasien. RS yang mempunyai moto “melayani dengan hati” itu berharap dapat bekerja dengan professional. Saat ini dipimpin dr.Hj.Khasmawati Padjalangi, M.Kes. Selain melayani orang miskin RS ini juga melayani Peserta Askes, Keluarga, Jamsostek dan Jamkesmas. Khusus pelayanan rawat jalan telah disediakan Poliklnik Umum, Penyakit Dalam, Anak, Obgyn, Bedah, Gigi, THT, Kulit & Kelamin, Mata dan Syaraf.§Yanti
34 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
MENKES RESMIKAN RUANG OPERASI RUMAH SAKIT UMUM SAYANG RAKYAT enteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, meresmikan Ruang Operasi Kamar Besar (OKB), Rumah Sakit Umum Sayang Rakyat, Makassar, Sulawesi Selatan, 7 Januari 2011. Selanjutnya kamar operasi besar ini dinamai Gedung dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH. Dalam sambutannya, Menkes menyatakan pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama yang diwujudkan melalui program pelayanan kesehatan bagi masyarakat tanpa memandang status sosial masyarakat maupun golongan. Tetapi dengan meningkatnya pendidikan dan sosio-ekonomi masyarakat, berdampak terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan umum yang lebih baik, lebih nyaman dan berkualitas, termasuk pelayanan di rumah sakit. Menurut Menkes, untuk memenuhi
M
semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan RS, maka RS wajib melakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali. Ini berarti pemerintah menginginkan rumah sakit selalu meningkatkan mutu pelayanannya, sesuai Pasal 40 UU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Menkes menyatakan berdirinya RSU Sayang Rakyat ini merupakan salah satu bentuk peran swasta dalam mengembangkan pelayanan kesehatan. Dengan diresmikannya gedung OKB ini berarti akan meningkatkan cakupan pelayanan operasi rumah sakit sesuai standar yang berlaku, terutama dalam mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Menkes berharap RS Sayang Rakyat ini dapat menjadi tempat pelayanan kesehatan yang terbaik dengan selalu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan antara lain melalui sistem akreditasi.§
MENKES KUNJUNGI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG omunikasi jajaran rumah sakit dengan masyarakat harus dikembangkan dengan baik sehingga tercipta komunikasi yang jelas, transparan dan komunikatif. Rumah sakit juga tidak boleh menolak pasien dan jika harus merujuk pasien, harus diberikan fasilitasi sebaik-baiknya untuk menghindari munculnya salah paham terhadap citra dan kinerja rumah sakit. Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH ketika mengunjungi RSU Dr. Saiful Anwar Malang, Jumat, 21 Januari 2011. Menkes yang didampingi Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS, mengatakan akses seluruh masyarakat termasuk masyarakat
K
miskin dan hampir miskin di rumah sakit sering mendapat sorotan tajam dari media massa. Sering diberitakan adanya masyarakat miskin yang ditolak masuk rumah sakit karena alasan pembiayaan atau karena adanya hambatan administratif. Padahal berita itu tidak semuanya benar bahkan terkadang tidak menggambarkan duduk perkara yang sebenarnya. Menurut Menkes, dalam menghadapi persaingan global, Kementerian Kesehatan mengarahkan beberapa rumah sakit pemerintah yang memiliki potensi untuk dikembangkan agar mampu memberikan pelayanan yang memenuhi standar rumah sakit kelas dunia. Untuk mewujudkan rumah sakit kelas dunia, diperlukan manajemen rumah sakit yang efektif dan efisien
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, didukung institusi-institusi pendidikan kesehatan yang melahirkan SDM kesehatan yang juga mampu bersaing di tingkat global, ujar Menkes. Selain itu agar SDM kesehatan mampu bersaing secara global, harus bekerja di lingkungan rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan prima, efektif dan efisien, terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta memiliki rasa tanggung jawab dan ketulusan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Menkes menegaskan, di era keterbukaan saat ini tantangan yang dihadapi rumah sakit semakin kompleks. Oleh karena itu mutu pelayanan di rumah sakit perlu terus ditingkatkan sesuai perkembangan, kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Di samping itu, pelayanan di rumah sakit harus dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan minimal rumah sakit, standar profesi, dan standar operasional prosedur. Rumah sakit setiap saat harus melakukan self assessment, meningkatkan etos kerja, dan memperhatikan keselamatan pasien sebagaimana diamanatkan UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. § No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
35
peristiwa
BROMO MELETUS LAGI
romo meletus lagi, tepatnya 26 November 2010. Bromo mengeluarkan abu vulkanik yang berdampak di 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Probolinggo, Malang, Pasuruan dan Lumajang. Akibat letusan tersebut, sebanyak 133 unit rumah rusak dan 28.243 jiwa beresiko kesehatan. Hal ini Berdasarkan informasi PPK Regional Jawa Tengah, 10 Januari 2010. Akibat bencana, tidak ada korban meninggal dunia, korban rawat inap satu orang di puskesmas dan telah sembuh. Korban rawat jalan di puskesmas, poskes dan mobile klinik sebanyak 5.840 orang, berasal dari Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo. Terdapat beberapa jenis penyakit rawat jalan yang telah terdiagnosa di poskes, puskesmas, pengobatan massal dan mobile klinik antara lain Common Cold, Penyakit Tulang & Otot, Hipertensi, ISPA, Cephalgia, Gastritis, Kulit, Asma Bronkiale, Mata, Febris, Hipotensi, Diare, Gigi
4.bp.blogspotbromo.com
36 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
bromowaspada.co.id
B
dan Mulut. Kasus penyakit tertinggi yang terdiagnosa periode 29 November 2010 s/d 8 Januari 2011 yaitu Common Cold sebanyak 1.567 kasus dan penyakit terendah, yaitu Penyakit Gigi dan Mulut 17 kasus. Akibat kejadian tersebut terjadi pengungsian sebanyak 37 orang yang berasal dari Desa Ngadirejo. Sejak tanggal 31 Desember 2010 semua pengungsi telah kembali ke rumah masing-masing. Kerusakan fasilitas kesehatan terdiri 3 unit Polindes yakni 2 unit rusak sedang (Polindes Ngadirejo Kec.Sukapura dan Polindes Wonokerso Kec.Sumber dan 1 unit rusak ringan (Polindes Ngadas Kec.Sukapura). Semuanya masih bisa berfungsi untuk memberikan pelayanan. Selain itu juga terjadi kerusakan penampungan mata air sebanyak 5 unit.
BBTKL PPM Surabaya bulan Desember 2010 melakukan surveilans epidemologi faktor resiko penyakit dan masalah kesehatan yang berpotensi terjadi di sekitar Gunung Bromo melalui pemeriksaan laboratorium kualitas udara ambient dan kualitas air telah dilakukan di 7 dusun di 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Sukapura, Sumber dan Kuripan. Masyarakat di seluruh lokasi tersebut beresiko mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup dan kontak dengan udara akibat cemaran erupsi Gunung Bromo, terutama untuk parameter debu dan mengalami gangguan kesehatan akibat penggunaan air dari sumber Tandon dan kran. Pemerintah telah mendirikan pos kesehatan 24 jam di puskesmas Sukapura dan pustu Wonotoro Kec. Sukapura dan puskesmas Sumber, melakukan pelayanan kesehatan di RS, puskesmas, pustu, polindes, poskes, fasilitas kesehatan swasta, mobile klinik, dan sebagainya. Selain itu, Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan juga telah memberikan biaya operasional sebesar Rp 50.800.000,- yang diperuntukkan bagi Kab.Lumajang sebesar Rp 5.600.000,-, Kab.Probolinggo sebesar sebesar Rp 34.000.000,. Kab.Pasuruan sebesar Rp 5.600.000,- dan Kab.Malang sebesar Rp 5.600.000,-. Selain itu, Dinkes Kab.Probolinggo juga telah membuat daftar petugas
piket puskesmas 24 jam, mobilisasi tenaga kesehatan, mobilisasi bantuan berupa masker sebanyak 662.150 buah, MP-ASI sebanyak 465 kilo, obat-obatan sebanyak 4 paket, tenda RS lapangan sebanyak 1 set, genset sebanyak 2 unit dan mobil operasional sebanyak 1 unit. Untuk mendukung penanggulangan bencana, Dinas Kesehatan Kab. Pasuruan juga telah melaksanakan penyuluhan kesehatan keliling desa, mendistribusikan 17 ribu masker ke fasilitas kesehatan, melakukan Rapid Health Assesment (RHA), melakukan analisis dan pemetaan daerah beresiko, sosialisasi penanggulangan bencana dampak aktivitas Gunung Bromo, menyiapkan sumber daya manusia siaga tenaga kesehatan, menyiapkan peralatan/mendistribusikan masker, memasang tanda dan menyiapkan pos kesehatan dan melakukan sweeping pemakaian masker. Dinas Kesehatan Kab.Lumajang, membagikan 43 ribu masker di daerah yang terpapar abu erupsi Gunung Bromo, memberikan pelayanan kesehatan di pos kesehatan, sosialisasi pemakaian masker dan kacamata, rapat koordinasi dengan puskesmas dan perangkat desa, melakukan koordinasi dan pengecekan kebutuhan masker masih mencukupi dan tidak ada peningkatan morbiditas penyakit kaitan dengan aktivitas Gunung Bromo, koordinasi dengan tim kesehatan. PPK Regional Jawa Timur telah mengirimkan bantuan berupa masker sebanyak 22.000 buah, temepos/abate sebanyak 2 phill, oxytetraciklin salep mata sebanyak 400 kotak, kantong mayat sebanyak 20 buah. Berikutnya, mengirimkan bantuan berupa masker sebanyak 248.650 buah, MP-ASI Biskuit sebanyak 465 kilo, kantong mayat sebanyak 10 buah, obat-obatan 3 paket, oxytetraciklin salep mata sebanyak 9.600 buah, 6.000 tube tetes mata steril, obat batuk sebanyak 800 botol, peminjaman tenda pelayanan kesehatan dan perlengkapannya, Masalah kesehatan saat itu, khususnya masyarakat di Kec.Sukapura, Kec.Sumber dan Kec.Kuripan beresiko mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup dan kontak dengan udara
akibat pencemaran erupsi Gunung Bromo, terutama untuk parameter debu dan mengalami gangguan kesehatan akibat penggunaan air dari sumber tendon dan air kran terutama gangguan kesehatan akibat parameter pH, dibutuhkan perbaikan polindes yang rusak di 3 lokasi di Kab. Probolinggo, Dinkes Kab.Pasuruan membutuhkan kacmata safety untuk daerah ring 1 dan 2 sebanyak 50 buah. Untuk antisipasinya dampak buruk, BBTKL PPM Surabaya merekomendasikan menggunakan alat pelindung diri berupa masker
dan kacamata secara benar dan terus menerus bagi penduduk maupun petugas yang berada di daerah beresiko sampai dengan kondisi kualitas udara di bawah ambang normal. Penyediaan air minum dan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan bagi penduduk di daerah beresiko, melalui pasokan air dari luar maupun pengolahan secara fisik maupun kimia terhadap air di daerah setempat. Sebaiknya dilakukan edukasi secara intensif kepada penduduk di daerah beresiko terutama pada saat terjadi erupsi.§ Pra, Yanti
PENANGULANGAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BANJIR LAHAR DINGIN erkembangan permasalahan kesehatan akibat Banjir lahar dingin kembali terjadi di Kabupaten Magelang, seperti disampaikan Dinkes Kab.Magelang dan PPK Regional Jawa Tengah. Tepatnya 4 Januari 2010 terjadi banjir lahar dingin di Kali Putih, Sungai Pabelan, Sungai Blongkeng, Sungai Lamat, Dusun Gempol, Desa Jumoyo Kec.Salam dan Desa Sirahan, Dusun Salakan, Dusun Sirahan, Desa Candi, Dusun Glagah, Dusun Gemampang, Dusun Trayem, Dusun Gebayan, Kec. Ngluwar. Dalam kejadian tersebut
P
dinyatakan korban meninggal dunia sebanyak 2 orang dan korban rawat inap di RSUD Muntilan sebanyak 4 orang. Tidak ada pengungsian bagi warga Magelang. Untuk meringankan beban korban, telah dilakukan evakuasi korban, memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas Salam dan melakukan pemanatauan di lokasi bencana. Sampai saat ini permasalahan kesehatan warga Magelang masih dapat diatasi oleh jajaran kesehatan setempat. Pemantauan tetap dilakukan oleh Dinkes Kab.Magelang, PPK Regional Jateng dan PPK Kemenkes.§yanti No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
37
POTRET
Prof. Dr. Indriyono Soesilo, MSc
KANDIDAT KUAT DIRJEN FAO ria kelahiran tahun 1955 ini telah malang melintang diberbagai negara dengan berbagai amanah pula. Saat ini Doktor lulusan Universitas Iowa, USA (1987) menjabat sebagai Sekretaris / Wakil Menteri Senior Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. Dia bertanggung jawab untuk memastikan koordinasi yang baik dan efektif mengelola masalah-masalah yang berkaitan dengan berkelanjutan, pendidikan pembangunan dan kemiskinan, perumahan, makanan dan gizi perempuan dan anak-anak, dan lingkungan. Pria tersebut bernama lengkap Prof. Dr. Indriyono Soesilo, MSc. Ia dipercaya pemerintah Indonesia untuk mengikuti pemilihan Dirjen FAO (Food and Argiculture Organization) yang akan berlangsung di Roma pada tanggal 25 Juni – 2 Juli 2011, konferensi FAO akan menunjuk Direktur Jenderal FAO yang baru untuk periode 1 Januari 2012 – 31 Juli 2015. Prof.Dr.Ir. Indriyono Soesilo, MSc sebagai kandidat kuat telah mendapat dukung dari yudikatif maupun legislatif mewakili Asean maju ke pemilihan Dirjen FAO. Dengan demikian, secara tidak langsung, Indonesia diberi kepercayaan penuh untuk menyelesaikan ketahanan pangan di dunia ini. Indiriyono salah satu kandidat yang akan maju ke pemilihan Dirjen FAO
P
38 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
bulan Juni 2011 mendatang bersama 5 kandidat lain yang berasal negara Austria, Brasil, Iran, Irak dan Indonesia. FAO (Food & Argiculture Organization) merupakan organisasi pangan dan pertanian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memimpin upaya internasional untuk mengurangi kelaparan. Melayani negara maju maupun berkembang, FAO bertindak sebagai forum yang bersifat netral, semua negara bertemu setara dalam menegosiasikan perjanjian dan perdebatan dalam suatu kebijakan. FAO juga mempunyai peran sebagai sumber pengetahuan dan informasi untuk menghapuskan kelaparan didunia. FAO juga membantu negara berkembang dan negara yang sedang dalam tahap transisi untuk memodernisasi dan meningkatkan praktek-praktek pertanian, kehutanan, perikanan, serta memastikan nutrisi yang baik untuk semua. Sejak didirikan tahun 1945 FAO telah memfokuskan perhatian untuk pengembangan daerah pedesaan, serta perumahan untuk 70 persen orang miskin dan kelaparan di dunia. Ketahanan pangan Ketika di wawancarai Mediakom, Indriyono menyampaikan tiga hal penting dalam ketahanan pangan yaitu pangan harus tersedia, terjangkau, terbeli dan aman, aman dari segi kesehatan maupun kehalalannya. Menurut bapak beranak tiga ini, beberapa tahun terakhir sering impor beras. Impor disini hanya untuk memperkuat cadangan pangan. Selain menguatkan cadangan pangan, pemerintah juga meningkatkan produksi pangan, seperti meningkatkan lahan pertanian, intensifikasi lahan, bibit unggul, penanganan hama dan lainnya untuk meningkatkan hasil pangan. Selain itu, perlu memulai dengan keanekaragaman pangan. Keanekaragaman dengan mengkonsumsi karbohidrat tidak hanya yang berasal dari beras, tapi dapat juga berasal dari jagung dan singkong, sebab Indonesia terdapat banyak karbohidrat
selain beras. Untuk keanekaragaman pangan dari kecil hendaknya sudah dibiasakan untuk mengkonsumsinya, ujar pria yang lahir di Bandung ini. Sebagai orang yang sudah berkecimpung dibidang kesehatan rakyat, Indriyono mempunyai konsep mengurangi tingkat kelaparan di dunia. Ia membagi dalam 3 cara untuk 3 kelompok yaitu: Pertama; bantuan langsung, yakni memberi bantuan langsung ke masyarakat. Misalnya memberikan bantuan pada orang yang tidak mampu untuk sekolah, bantuan keluarga harapan. Istilahnya memberi ikan, bukan kail. Bantuan yang langsung dapat dirasakan. Dalam keadaan lapar harus di beri makan, jika sudah ada energi, sampai mampu berusaha. Untuk tingkat dunia ada lembaga World Food Programe (WFP) yang dapat berpartisipasi pada kelompok ini. Kedua; memberi kail. Seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) Mandiri yaitu empowering, pemberdayaan masyarakat. Seperti masyarakat di desa-desa membuat program dan mengembangkan program melalui pengawasan dan pendampingan atau fasilitator. Apabila sudah tumbuh maka akan naik tahap berikutnya. Ketiga; Kredit Usaha Rakyat (KUR). Untuk program ini dana sudah di siapkan bekerjasama dengan bank. Untuk Indonesia telah disediakan Rp 2 triliun sebagai jaminan. Dengan penjaminan ini, bank dapat meminjamkan pada masyarakat yang membutuhkan Rp 20 triliun rupiah. Melalui KUR ini prosesnya di permudah seperti agunan dan bunga terjangkau. Prediksi Indriyono, saat ini rakyat di Indonesia terbanyak berusia 16-50 tahun, merupakan usia produktif. Kalau berhasil menyiapkan pangan dengan gizi yang baik Indonesia dapat menjadi negara kuat pada tahun 2030. Berbekal pengalaman Dr. Indriyono sebagai Sekretaris / Deputi Senior Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, bertanggung jawab untuk
memastikan koordinasi yang baik dan efektif antara 17 Kementerian dan Badan Negara yang mengelola masalahmasalah terkait dengan pembangunan yang berkelanjutan, pendidikan dan kemiskinan, perumahan, makanan dan gizi, perempuan dan anak, serta lingkungan. Pengalaman Dr. Indriyono di tingkat regional dan internasional termasuk sebagai wakil ketua dalam APEC Senior Official Meeting yang terkait mengenai isu-isu kelautan pada tahun 2005. Sebagai pemrakarsa dalam pembentukan Rencana Aksi Daerah Mengenai Pemancingan yang Bertanggung Jawab yang melibatkan 10 negara di kawasan Asia Tenggara – Australia (2007). Memimpin pengelolaan konservasi sumber daya kelautan dari APEC Working Group pada tahun 2006-2008, serta menjadi Ketua Delegasi Indonesia dalam konferensi dan pertemuan baik daerah maupun internasional, sangat cukup menjadi modal memimpin FAO. Selain itu, pria yang beristrikan Dr. Nining Indroyono Soesilo, seorang pakar ekonomi mikro untuk usaha kecil dan menengah ini mendapat penghargaan dan pengakuan bukan hanya datang dari Indonesia, tapi juga dari Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang. Ia juga menerima Bintang Mahaputra Pratama Medal yang merupakan salah satu penghargaan tertinggi di Indonesia atas dedikasi dan pelayanan bagi masyarakat Indonesia pada tahun 2009. Menyadari keterampilan manajerial Dr. Indriyono, kapasitas intelektual, serta pengalaman kepemimpinan yang luas di tingkat nasional maupun internasional, pemerintah Republik Indonesia meyakini bahwa Dr. Indriyono akan memberikan kepemimpinan yang kuat dan kompeten bagi FAO dalam memastikan keberhasilan untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu, Pemerintah Republik Indonesia telah mengajukan pencalonan Prof. Dr. Indroyono Soesilo sebagai Direktur Jenderal untuk Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Semoga Sukses..!§ Pra,Yuni
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
39
NASIONAL
INDONESIA BERTANGGUNG JAWAB JAGA KESEHATAN GLOBAL eberadaan Internasional Health Regulations (IHR) bertujuan mencegah penyebaran penyakit antar negara. Sejak IHR disahkan tahun 2005 dan diberlakukan tanggal 15 Juni 2007, Indonesia sebagai bagian dari negara anggota WHO telah mengambil tanggung jawab secara proporsional dalam menjaga kesehatan global. Hal itu disampaikan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH saat membuka acara Seminar Nasional dan Pameran Akselerasi Implementasi Internasional Health Regulations (IHR) 2005, di Jakarta 19 Januari 2011. Menurut Menkes, regulasi kesehatan internasional yang diseminarkan merupakan dokumen perjanjian
K
40 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
internasional yang mengikat negara-negara anggota badan kesehatan dunia (WHO) untuk menerapkan amanat yang tertuang dalam dokumen perjanjian tersebut. Menkes mengingatkan kembali 4 poin IHR, yaitu berhasilnya eradikasi beberapa penyakit menular. Mobilitas penduduk yang semakin cepat akibat kemajuan moda transportasi yang melebihi masa inkubasi penyakit. Transmisi penyakit tidak mengenal batas administratif negara, sehingga dapat menyebar dengan cepat ke berbagai negara. Penanggulangan suatu penyakit dilaksanakan tanpa menghambat perdagangan dan perjalanan internasional, sehingga memerlukan kerjasama antar sektor terkait Menurut Menkes, tahun 2010 merupakan tahun ketiga
implementasi IHR 2005 di Indonesia. Diharapkan tahun 2012 keempat hal tersebut dapat tercapai dan berjalan seperti yang diharapkan, jelas Menkes. Setelah dua dekade berlalu, berbagai penyakit baru bermunculan, masalah kesehatan tidak lagi hanya diakibatkan oleh gangguan dalam tubuh seseorang ataupun penyakit akut, melainkan apapun yang mengganggu kesehatan orang banyak seperti peningkatan suhu, perubahan iklim, penurunan mutu lingkungan, limbah kimia, hingga bioterorisme. Dengan masyarakat yang makin kolektif karena makin kerapnya manusia melakukan perjalanan dan perdagangan antar negara, dirasakan adanya keharusan bagi masyarakat dunia untuk bersama-sama bertanggungjawab melindungi bumi dari risiko terjadinya wabah, resesi dan musnahnya penduduk. “Kasus SARS (Severe Acute Respitory Syndrome) yang terjadi beberapa waktu lalu, sudah membuktikan betapa rentannya dunia dengan tingginya mobilitas, saling terkait
dan kuatnya ketergantungan satu dengan yang lainnya. Telah nyata bahwa masalah kesehatan mampu mengguncang kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat dunia,” terang Menkes. Ditambahkan, Kemkes melalui Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan sebagai IHR National Focal Point telah melaksanakan berbagai upaya dengan menyelaraskan aspek legal dan peningkatan kapasitas baik di pintu masuk negara dan wilayah perbatasan. Kapasitas yang harus dibangun untuk mencapai implementasi IHR 2005 adalah penguatan surveilans di setiap lini dalam kemampuan mendeteksi penyebaran penyakit yang berbeda dari keadaan normal. Untuk implementasinya tidak mungkin dilakukan hanya oleh sektor kesehatan saja, namun memerlukan kerjasama yang baik dengan institusi lainnya dan dukungan masyarakat. IHR 1969 yang semula berfokus pada pengendalian tiga penyakit (pes, kolera, demam kuning/yellow fever),
mengalami revisi menjadi IHR (2005) yang membawa pengendalian ke tingkat yang lebih luas pada sumber masalah. Salah satu perubahan utama dalam IHR 2005 dibandingkan dengan IHR 1969 adalah penetapan kapasitas yang harus diperkuat setiap negara untuk mendeteksi, melaporkan dan merespon terhadap risiko kesehatan masyarakat dan kegawatdaruratan kesehatan masyarakat yang patut ditanggulangi di tingkat dunia. Juga diatur pengamanan yang harus dilakukan oleh bandara dan pelabuhan internasional, serta pos perbatasan antar negara. IHR 2005 sebagai instrumen hukum internasional yang mengikat 194 negara di seluruh dunia, termasuk semua negara anggota WHO, memiliki tujuan dan lingkup dalam mencegah, melindungi dan memberikan respon
menkes membuka seminar ihr
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
41
NASIONAL
menkes mengunjungi stan pameran kesehatan
kesehatan masyarakat terhadap penyebaran penyakit secara internasional, dengan prinsip tanpa menghambat lalu lintas perdagangan dan perjalanan internasional. Pemahaman yang tepat, peningkatan mekanisme komunikasi cepat dan koordinasi dengan berbagai pihak tentu diperlukan agar Indonesia sejajar dengan negara lain, mampu menerapkannya dengan tepat, dan terhindar dari kesalahan yang tidak saja berbuah sanksi terhadap Indonesia, tapi berimbas pada membengkaknya masalah kesehatan. IHR 2005 ini tidak hanya mendefinisikan penyakit baru sebagai ancaman kesehatan, tetapi menggerakkan negara-negara untuk memperhatikan pula pengendalian berbagai aspek seperti pencemaran bahan kimia dan radioaktif, demi menjaga kesehatan masyarakat dan mencegah menyebarnya masalah kesehatan lintas batas wilayah yang dapat menimbulkan kerugian bagi sebagian besar umat dunia. Dalam perjalanannya hingga saat ini, Pemerintah terus berupaya dengan terobosan penting dalam rangka akselerasi dengan memobilisasi sumber daya dengan cara fleksibel dan responsif. Karena peningkatan kapasitas sumber daya tidak lepas dari upaya penyelenggaraan pembangunan kesehatan dalam jalur rel sistem kesehatan nasional, yang diarahkan
42 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan pada saat ini sangat komplek sejalan dengan kompleksitas desentralisasi, globalisasi dan tantangan lainnya yang juga semakin berat dan cepat berubah dan sering tidak menentu terkait permasalahan kesehatan di lingkungan kehidupan. Menkes mengajak seluruh jajaran pemerintah dan sektor terkait untuk siap siaga dan berlaku responsif terhadap setiap kejadian yang dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat, karena permasalahan kesehatan bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan tetapi menjadi tanggung jawab bersama. Menkes berharap agar setiap bidang kerja untuk terus memperkuat surveilans faktor risiko penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, manajemen risiko spesifik dengan penguatan keamanan kesehatan masyarakat dalam transportasi yang didukung pengawasan dan sistem respon melalui koordinasi dan komunikasi diseluruh jajaran lintas sektor karena kemitraan global sangat penting untuk keberhasilan pelaksanaan IHR.§
PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN 2011 ada tahun 2011, Kementerian Kesehatan menggulirkan prioritas pembangunan kesehatan yaitu 1) revitalisasi pelayanan kesehatan, 2) ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu sumber daya manusia, 3) mengupayakan ketersediaan, distribusi, kemanan, mutu, efektifitas, keterjangkauan obat, vaksin dan alkes, 4) Jaminan kesehatan, 5) keberpihakan kepada daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), 6) reformasi birokrasi dan 7) World Class Health Care. Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH,DR.PH bersama para menteri di lingkungan Kementerian Kesra pada paparan program prioritas tahun 2011 dengan media massa di Kantor Kemenkokesra, Jakarta tanggal 4 Januari 2011. Menurut Menkes, dalam upaya pelayanan kesehatan pada tahun 2011 diutamakan pelayanan kesehatan berbasis masyarakat dengan menekankan upaya promotif dan preventif. Tidak mungkin melakukan pelayanan kesehatan menunggu orang sampai jatuh sakit, karena hal itu akan menghabiskan biaya yang besar. Selain itu, juga menekankan pencegahan penyakit tidak menular yang disebabkan pola makan dan pola hidup yang tidak sehat, tanpa meninggalkan pengendalian penyakit menular yang masih belum hilang. “Selain itu juga diupayakan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan primer dan rujukan di rumah sakit
P
daerah maupun pusat”, ujar Menkes. Untuk pemerataan kebutuhan tenaga kesehatan di seluruh daerah akan dilakukan pendataan Sumber Daya Manusia Kesehatan secara elektronik, sehingga dapat diketahui seberapa besar kebutuhan baik jumlah maupun jenisnya, sehingga untuk memenuhinya dapat dilakukan secara cepat. Sebelumnya, pendidikan dokter spesialis hanya diadakan di Fakultas Kedokteran perguruan tinggi negeri. Nantinya, Fakultas Kedokteran swasta yang mempunyai kualifikasi baik akan diperjuangan dapat melakukan program studi spesialis, kata Menkes. Menurut Menkes, untuk memenuhi kebutuhan SDM jangka pendek dilaksanakan program Sister hospitals, yaitu program kerja sama antara rumah sakit yang lemah dengan rumah sakit yang lebih maju, sehingga terjadi proses pembelajaran tenaga kesehatan. Sedang dalam jangka menengah, dilakukan program dokter plus yaitu dokter umum diberi keterampilan tambahan spesialis. Program dokter plus ini diutamakan di wilayah Indonesia Timur yang bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada. Sedangkan program jangka panjang dengan memberikan beasiswa dokter dari daerah untuk mengikuti pendidikan spesialis. Dalam memantapkan posisi obat generik akan diupayakan peningkatan pengawasan agar mutu tetap terjaga, harga terjangkau dan distribusi merata. Untuk mendukung monitoring penggunaan obat generik akan digulirkan E-logistic. Selain itu, juga diselenggarakan No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
43
NASIONAL
E- prescription untuk mengawasi penulisan resep obat generik oleh dokter di pelayanan kesehatan pemerintah, ujar Menkes. Menkes menambahkan, untuk memantapkan program jaminan kesehatan dasar, diupayakan sistem pembiayaan menjadi satu sistem nasional, dengan menerapkan paket benefit dasar, perhitungan biaya dan besaran premi yang sama, baik yang dibayar PT Askes, Jamkesmas, Jamkesda dan PT Jamsostek, sehingga tidak ada perbedaan pelayanan kesehatan. Untuk mendukung program tersebut, RUU tentang Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) sedang dibahas pemerintah bersama DPR, serta menyiapkan kelengkapan dasar hukum dan pedomannya. Selain itu, akan diupayakan adanya rumah sakit jamkes, yaitu rumah sakit yang hanya menyediakan pelayanan kesehatan kelas tiga. “Khusus rumah sakit jamkes, pemerintah akan melibatkan peran serta swasta”, ujar Menkes. Menurut Menkes, tahun ini akan diberlakukan program jaminan persalinan (Jampersal ) yang merupakan pelayanan paket kesehatan berupa kontrol terhadap ibu hamil (antenatal), persalinan, kontrol setelah melahiran (postnatal) dan pelayanan keluarga berencana. Paket ini berlaku untuk persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, mulai dari
44 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
Polindes, Puskesmas dan rumah sakit pemerintah di kelas tiga tanpa ada pembatasan. Sedangkan pada tahun 2012 diutamakan persalinan untuk kehamilan pertama dan kedua saja. Untuk mewujudkan keberpihakan kepada Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) dalam pelayanan kesehatan, Kementerian Kesehatan akan bekerja sama dengan kementerian terkait seperti Kementerian Sosial, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Kementerian Pekerjaan Umum, Tentara Nasional Indonesia dan lembaga terkait lainnya, ujar Menkes. Temu media massa yang dipimpin Menkokesra H.R. Agung Laksono ini dihadiri 13 Menteri dan ketua Lembaga yaitu Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH, Menteri Lingkungan Hidup Ir. Gusti Muhammad Hatta, Menteri Agama, Surya Darma Ali, Menteri Sosial, Salim Segaf Al-Jufri, Menteri Pendidikan Nasional, Muh. Nuh, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, Menteri Pemuda dan Olah Raga, Andi Malarangeng, Kepala BKKBN, dr.Sugiri Syarif, Kepada Badan POM, Dra. Kustantinah dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Syamsul Muarif.§Pra
ndonesia mendapat kepercayaan menjadi Ketua ASEAN pada Tahun 2011, sesuai hasil pertemuan KTT ASEAN ke-17 di Hanoi, Vietnam, tanggal 25 – 30 Oktober 2010. Indonesia harus bersiap-siap menghadapi berbagai hal baru setelah mendapat tugas berat ini, dengan segala keterbatasannya. Pada tahun 2003, Indonesia juga pernah menjadi Ketua ASEAN, dan pada tahun ini sekali lagi mendapat kehormatan menerima estafet kepemimpinan ASEAN dari Vietnam yang
I
Indonesia sebagai Ketua ASEAN Tahun 2011 sebelumnya menjadi Ketua ASEAN 2010. Kepemimpinan Indonesia ini dikhawatirkan tidak diimbangi dengan kekuatan internal bangsa sendiri. Kepercayaan yang diberikan kepada Indonesia diharapkan dapat menjadi semangat baru di tahun 2011 agar dapat memberikan yang terbaik bagi bangsa Indonesia. The Seoul Summit 2010 yang lalu telah membahas berbagai macam masalah yang dialami oleh ASEAN dan Indonesia dalam memasuki masa-masa penting terkait perannya di lingkup global. Selaku ketua ASEAN pada 2011, Indonesia akan berupaya membawa bangsa-bangsa di Asia Tenggara ini untuk menuju terbentuknya ASEAN Community pada
2015, sekaligus menempatkan ASEAN sebagai sentral didalam perkembangan tataran global yang tengah berubah dan bergerak ke arah titik berat strategis dan ekonomi dunia sekarang ini, yaitu Asia Pasifik. Partisipasi aktif Indonesia dalam pasang surutnya ASEAN adalah berdasarkan pengalaman sendiri dalam perspektif geo-politik dan geoekonomi. Indonesia selalu membawa ASEAN lebih maju dan berkembang. Tahun 1967, Indonesia menjadi salah satu “founding countries” penandatangan Deklarasi Bangkok yang menandai pembentukan ASEAN. Tahun 1976, Indonesia berhasil memberikan landasan yang kuat di tengah konstelasi global yang
ditandai oleh Perang Dingin, melalui kesepakatan Bali Concord I. Kemudian pada tahun 2003, Indonesia kembali berhasil memberikan landasan yang kuat bagi proses transformasi ASEAN menjadi suatu organisasi yang rules-based dan berorientasi kepada masyarakat melalui kesepakatan Bali Concord II. Perkembangan transformasi ASEAN selama ini telah berhasil berjalan seiring dengan perkembangan dan kepentingan Indonesia. Bahkan transformasi ASEAN banyak dipengaruhi oleh perkembangan dan kemajuan Indonesia di berbagai bidang kehidupan bangsa dan negara. Tema Keketuaan Indonesia adalah “ASEAN Community in a Global No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
45
NASIONAL Community of Nations”. Tema ini mengusung keberhasilan pencapaian Komunitas ASEAN 2015. Dengan terbentuknya Komunitas ASEAN di tahun 2015, maka tanggung jawab ASEAN akan lebih besar lagi. ASEAN dituntut untuk memperkuat kontribusi kolektifnya dalam penanganan berbagai isu dan tantangan global. Suatu kontribusi positif bagi komunitas global bangsa-bangsa. Bentuk dasar dari Logo Keketuaan Indonesia adalah gunungan wayang, yang direpresentasikan oleh Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2011 demi mewujudkan 3 pilar Komunitas ASEAN dan mendorong kerja sama yang saling menguntungkan. Logo dan Tema Keketuaan Indonesia di ASEAN ini telah diluncurkan pada saat KTT ASEAN ke-17 yang lalu. Dalam periode lima tahun kedepan, Indonesia harus mampu menunjukkan kapasitasnya sebagai salah satu pemimpin dunia. Peran serta Indonesia di APEC dan G20, merupakan modal bagi Indonesia untuk meningkatkan perannya di kancah dunia internasional. Terkait perencanaan regional ASEAN, Indonesia memperkenalkan konsep Dynamic Equilibrium, dengan memperluas hubungan eksternalnya dengan para mitra strategis, seperti Jepang, Cina, Korea, Australia, dan India. Dalam mendukung Keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan mengusulkan 3 (tiga) kegiatan yang akan diselenggarakan di Indonesia dan telah disampaikan kepada Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kesra, yaitu: I. The ASEAN Dengue Day Pada ASEAN Health Ministers Meeting ke-10 tanggal 22 Juli 2010 di Singapura, telah ditetapkan Official Launch of the ASEAN Dengue Day pada tanggal 15 Juni 2011, dengan Indonesia sebagai host country (tuan rumah). Kegiatan launching akan didahului kegiatan pre-launching, antara lain: 1. Pameran yang antara lain berupa hasil-hasil penelitian Dengue, yang akan diselenggarakan pada tanggal
46 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
13 – 15 Juni 2011. 2. Lomba Logo ASEAN Dengue Day tingkat ASEAN, akan melibatkan seluruh negara ASEAN. 3. International Dengue Symposium for ASEAN Dengue Day, akan diselenggarakan pada tanggal 13 – 14 Juni 2011, merupakan seminar satu setengah hari, dengan peserta pertemuan para Menteri Kesehatan negara anggota ASEAN, para ahli, ASEAN Secretariat, WHO, partner asing, pejabat Kementerian Kesehatan, dan para stakeholder terkait lainnya. Simposium tersebut diharapkan dapat menghasilkan Jakarta Dengue Declaration dan dokumen advokasi penanggulangan dengue. 4. National Dialog on the Policy of Dengue, akan diselenggarakan pada tanggal 14 Juni 2011 setelah Simposium Internasional. Peserta kegiatan adalah para Gubernur/ Bupati/ Walikota dari daerah endemis DBD. Hasil yang diharapkan adalah Pernyataan Komitmen Penanggulangan DBD. Official Launch of the ASEAN Dengue Day akan dilaksanakan di Istana Negara, dengan dihadiri oleh para Menteri Kesehatan negara anggota ASEAN, Sekretaris Jenderal ASEAN, perwakilan WHO, pejabat Kementerian Terkait, Gubernur/ Walikota/Bupati, International Partners, dan para ahli DBD. Rangkaian kegiatan Official Launch of the ASEAN Dengue Day antara lain: 1) Pembacaan Jakarta Dengue Declaration 2) Pengumuman dan Pemberian Hadiah Pemenang Lomba Jumantik dan Lomba Logo ASEAN Dengue Day 3) Sambutan Presiden RI 4) Official Launch of the ASEAN Dengue Day 5) Konferensi Pers II. 3rd International Conference on Traditional Medicine Pertemuan 2nd Conference on Traditional Medicine tanggal 31 Oktober – 2 November 2010 di
Vietnam menyepakati Indonesia sebagai tuan rumah pada 3rd International Conference on Traditional Medicine tahun 2011. Direncanakan akan diselenggarakan pada Bulan September 2011 di Solo atau Semarang, dengan rangkaian acara berupa pameran, kunjungan ke Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2TOOT) di Tawangmangu dan kunjungan ke Karanganyar meninjau penggunaan jamu di masyarakat. Peserta 3rd International Conference on Traditional Medicine adalah perwakilan negara anggota ASEAN, ASEAN Secretariat, perwakilan WHO, para ahli, pejabat Kementerian terkait, organisasi profesi, dan berbagai stakeholder terkait lainnya. III.19th Meeting of ASEAN Task Force on AIDS/ATFOA Sesuai kesepakatan focal point ASEAN Task Force on AIDS (ATFOA), Indonesia ditetapkan sebagai tuan rumah penyelenggaraan 19th Meeting of ASEAN Task Force on AIDS/ATFOA pada Bulan November 2011, di Semarang. Tema yang diusulkan oleh Kementerian Kesehatan sesuai ASEAN Strategic Framework on Health Development 2010 – 2015 adalah “HIV Among Migrants and Improve Access to Affordable ARV, OI Drugs, and Diagnostic”. Peserta pertemuan 19th Meeting of ASEAN Task Force on AIDS/ATFOA adalah para focal point ATFOA di seluruh negara anggota ASEAN, mitra strategis ASEAN, pejabat Kementerian Kesehatan, lintas sektor terkait, dan para ahli di bidang HIV/AIDS. Kita semua berharap semoga Keketuaan ASEAN pada tahun 2011 ini, Indonesia dapat lebih berperan aktif dalam upaya mewujudkan suatu People-Oriented and People-Centered ASEAN. Diharapkan segala hasil dan manfaat ASEAN yang diperoleh harus dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat ASEAN secara luas di seluruh sektor.§ DIS/dari berbagai sumber
KOLOM
Prawito
Keadilan Pelayanan Kesehatan
A
dil mudah diucapkan, tapi sulit melaksanaannya, termasuk keadilan dalam bidang pelayanan kesehatan. Sekalipun upaya untuk menegakkan terus digelorakan dengan berbagai cara, diantaranya melalui pelaksanaan UU No 25 tentang pelayanan publik. UU ini menyerukan untuk memberi pelayanan kepada publik secara adil dan tidak diskriminatif. Tak memandang status sosial, ekonomi, pendidikan dan berbagai status lainnya. Mereka mendapat kualitas pelayanan kesehatan yang sama. Bagaimana fakta dilapangan ? Apakah gambaran di atas sudah menjadi kenyataan? ataukah baru wacana demi wacana ?. Hal ini dapat ditelusuri dari berbagai bukti yang terjadi dilapangan. Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Daerah yang menggunakan dana pemerintah, masih ditemukan oknum yang memberi pelayanan sebagai berikut: ketika ada pasien datang dengan tampilan fisik mewah, Ia mendapat pelayanan yang standar atau lebih. Sebaliknya, pasien yang datang dengan penampilan sederhana, bersendal jepit lawas mendapat pelayanan berbeda dengan orang pertama. Pada saat yang lain, pasien tersebut datang dengan penampilan mewah atau membawa referensi dari pejabat tertentu. Ia baru mendapat pelayanan yang lebih baik dari institusi pelayanan kesehatan yang sama. Kasus di atas, merupakan sebagian kecil dari realitas pelayanan kesehatan pada umumnya. Dalam interaksi sosial, sering mendengar seloroh “bayar murah mau selamat”. Sekalipun sekedar seloroh, ternyata menemukan kebenaran fakta dilapangan, yaitu setiap pelayanan kesehatan harus berkolerasi dengan sejumlah kopensasi yang akan diterima. Tanpa kopensasi, semangat melayani masyarakat jadi melemah.
Meskipun dalam UU pelayanan publik telah mencantumkan sanksi bagi institusi dan petugas yang melalaikan pelayan publik, akan mendapat hukuman pemotongan gaji berkala, belum memberi dampak yang signifikan untuk mendongkrak kinerja pelayanan kesehatan seperti yang diharapkan, yaitu perilaku pelayanan kesehatan yang adil dan tidak diskriminatif, cermat, santun dan ramah, tegas, handal dan keputusan yang tidak berbelit, akurat, tepat dan cepat. Menyadari, upaya perbaikan tak secepat dan semudah membalikkan telapak tangan. Seringkali upaya perbaikan membangun SDM membutuhkan waktu yang panjang untuk berproses internalisiasi, kemudian menyadari dan bertanggung jawab. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang adil, memerlukan segenap aturan, sarana dan prasarana dan SDM sebagai pelakunya. SDM merupakan unsur terpenting dan sekaligus paling sulit memperbaikinya. Untuk itu, perbaikan SDM menjadi utama dan pertama yang harus mendapat perhatian, mulai dari pengembangan pengetahuan, melatih keterampilan dan membiasakan pelayanan dengan sepenuh hati. Selain itu, secara bertahap mereka juga harus mendapat kesejahteraan setelah memberikan pelayanan. Tentu hal ini harus menjadi tanggung jawab menagemen dari institusi pelayanan kesehatan. Perlu kesungguhan semua pihak untuk mewujudkan keadilan pelayanan kesehatan, sehingga secara bertahap harapan keadilan itu semakin mendekati kenyataan. Walau jarak tempuh yang akan dilalui terasa masih jauh. Paling tidak, optimisme ini akan tetap memberi semangat untuk terus berubah kearah yang lebih baik. Patang menyerah, terus begerak maju, mengapai visi “ Masyarakat sehat mandiri dan berkeadilan”.§ No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
57
DAERAH MENKES DIDAMPINGI GUBERNUR JABAR BERCERITA PHBS KEPADA MURID SD
BERKAH PUSKESMAS CIGALONTANG SETELAH GEMPA asyarakat Cigalontang Tasikmalaya dapat berlega hati, pasalnya Puskesmas yang dahulu hancur akibat gempa bumi September 2009, mulai hari ini (6/12) beroperasi kembali memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal. Peresmiannya dilakukan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH disaksikan Gubernur Jawa Barat, Bupati Tasikmalaya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Tasikmalaya serta tokoh masyarakat Cigalontang. Pembangunan kembali Puskesmas Cigalontang diprakarsai TV One merupakan wujud kepedulian nyata
M
58 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
masyarakat dan swasta dalam mendukung pembangunan kesehatan di daerah. Kiranya inisiatif yang baik ini dapat menjadi contoh bagi pihak lain berperan aktif dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Pada kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada TV One yang telah memprakarsai pembangunan kembali Puskemas Cigalontang yang menghabiskan dana sebesar 1,2 Milyar rupiah yang berasal dari bantuan pemirsa. Bangunan Puskesmas terdiri 2 lantai yang dilengkapi peralatan kesehatan dan rumah dokter. Desainnya dilakukan ahli ITB dan dirancang tahan gempa
MENKES BERDIALOG DENGAN PASIEN DI PUSKESMAS JIGALONTANG
berkekuatan 9 SR. Menurut Menkes, Indonesia secara geografis merupakan negara rawan bencana. Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi beberapa kali bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, angin puting beliung, gunung meletus dan lain-lain. Bencana yang terjadi selain menimbulkan dampak sosial dan ekonomi juga mempengaruhi kesehatan masyarakat. Bahkan kesehatan merupakan akibat awal yang selalu timbul setiap kali ada bencana. Oleh karenanya masyarakat harus diberdayakan agar mampu dan selalu tanggap dalam menghadapi bencana, ujar Menkes. Menkes menambahkan, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-N) tahun 2010-2014 sasaran akhir yang akan dicapai yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
dilakukan melalui pembentukan Desa Siaga. Desa Siaga adalah gambaran masyarakat yang sadar, tahu, mau dan mampu mencegah dan mengatasi berbagai masalah kesehatan di wilayahnya seperti gizi kurang, penyakit menular, bencana dan kecelakaan, dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki secara gotong royong. Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang melakukan Revitalisasi Kebijakan Dasar Puskesmas yang mencakup penguatan fungsi, kelembagaan dan pelayanan Puskesmas. Disamping itu juga akan memperkuat sumber daya kesehatan, termasuk tenaga, biaya, dan peralatan. Dari aspek pembiayaan, dukungan Pusat berupa biaya untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu melalui program Jamkesmas. Selain itu juga
kepadatan penduduk. Dengan terjadinya gempa bumi tahun 2009 yang lalu banyak sarana kesehatan yang hancur dan rusak, sehingga mempengaruhi pelayanan kesehatan. Untuk mendukung pelayanan yang optimal, PT Bio Farma sebuah BUMN produsen vaksin juga telah memberikan bantuan peralatan kesehatan berupa inkubator, bed pasien, bed persalinan, satu set alat operasi, stetoskop, tensimeter, tabung gas, masker oksigen, sekat kamar periksa, kulkas, dan peralatan kantor seperti komputer, printer, laptop dan in fokus. Menurut Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan, Pemerintah Daerah Jawa Barat telah mengalokasikan 10 persen APBD untuk pembangunan kesehatan, terutama menurunan angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan dan meningkatkan umur harapan hidup. Secara MENKES RESMIKAN PUSKESMAS CIGALONTANG
percepatan pencapaian Milleniun Development Goals ( MDGs), seperti menurunkan angka kematian ibu melahirkan, menurunkan angka kematian bayi dan penanggulangan berbagai penyakit menular, khususnya HIV/AIDS, TB dan malaria. Adapun strategi utamanya adalah pemberdayaan masyarakat yang
menyediakan BOK (Biaya Operasional Kesehatan) untuk membiayai operasional Puskesmas dalam rangka peningkatan kegiatan promotif dan preventif, ujar Menkes. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 Kabupaten Tasikmalaya pertambahan penduduknya sangat cepat menimbulkan tingginya
berkelanjutan alokasi pembangunan kesehatan akan terus ditingkatkan. Gubernur mengajak semua pihak, termasuk swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan di Jawa Barat. Bila masyarakat Jawa Barat sehat, berarti telah menyehatkan seperlima penduduk Indonesia.§ Pra No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
59
DAERAH
MENKES MENGUNJUNGI RSUD ENDE akil Presiden RI Boediono melakukan kunjungan kerja ke Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), 29 Desember 2010 didampingi Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, Dr.PH dan beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II lainnya. Wapres juga mengunjungi SMA Suradikara, lokasi Pogram Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri), Labuanbajo dan pulau Komodo.
W
60 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
Pada saat kunjungan, Menteri Kesehatan memberikan bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Ende berupa 1 Unit Ambulance, 2 buah oksigen concenerattor untuk Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar, 5 ton Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), 5 set test Rapid Diagnostik Test (RDT), Alat deteksi dini Risiko Tinggi (Risti) ibu hamil ( Lingkar lengan atas (lila) 1134, tes kehamilan 4900, urin rapid tes 14700), paket buku kesehatan reproduksi remaja untuk sekolah SMA, kelambu berinsektisida dan leaflet kelambu.
Dalam kunjungan Wapres turut serta Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhamad, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Kebudayaan dan Pariawasata Jero Wacik, Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan dan wakil dari Bank BNI, Mandiri dan BRI. Kabupaten Ende mempunyai luas wilayah 2.046,60 km terdiri dari 20 kecamatan dengan jumlah penduduk 260.428 jiwa (BPS: 2010), memiliki sarana kesehatan berupa Rumah Sakit 3 unit, Puskesmas 22 unit terdiri dari 16 unit Puskesmas Perawatan dan 6 unit Puskesmas Non Perawatan, Puskesmas Pembantu 70 unit, Poskesdes/Polindes 81 unit, Posyandu
567 unit, Puskesmas Keliling Darat roda 4 (Pusling) 8 unit, Ambulans 21 unit dan Pusling Darat roda 2 (Pusling) 144 unit. Sumber Daya Kesehatan yang ada terdiri dari dokter/dokter gigi 58 orang, Perawat dan Bidan 416 orang, Farmasi 27 orang, Gizi 10 orang, Teknisi Medis 19 orang, Sanitasi 21 orang dan Kesehatan Masyarakat 3 orang. RSUD Ende Wapres bersama rombongan mengunjungi RSUD Ende setelah berkunjung ke situs Bung Karno. Tempat dimana Bung Karno di asingkan oleh penjajah. Ditempat pengasingan
inilah Bung Karno merumuskan Dasar Negara Kesatuan RI. Di RSUD Ende, rombongan mendapat penjelasan dari direktur RSUD, dr.E.Yayik Pawitra Gati, SpM. Menurut dr. Yayik, RSUD Rumah sakit tertua di flores, berdiri sejak 1937, dibangun kembali setelah gempa 1992. Mempunyai rawat inap 115 TT, melaksanakan pelayanan obstetri neonatal komprehensip selama 24 jam. Menjadi rujukan penyakit mata di daratan flores dan lembata. Saat ini telah terakreditasi bersyarat 5 pelayanan 2010. RSUD mempunyai visi menjadi rumah sakit rujukan dan pendidikan
WAPRES DIDAMPINGI MENTERI KIB 2 MENDENGARKAN PENJELASAN DIREKTUR RSUD ENDE
terbaik di Flores. Untuk mewujudkan visi tersebut telah ditetapkan 4 misi yaitu meningkatkan kualitas pelayanan yang terjangkau oleh masyarakat dengan dilandasi etik profesi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia kesehatan, meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Untuk mempercepat penurunan No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
61
DAERAH angka kematian bayi dan ibu RSUD melakukan revolusi kesehatan ibu dan anak (KIA) dengan menyelenggarakan semua ibu melahirkan difasilitas kesehatan. Selain itu menyelenggarakan Sister Hospital, dengan rumah sakit mitra Panti Rapih untuk pendampingan peningkatan pelayanan dan manajemen. RSUD juga menerapkan perawatan metode Kangguru untuk merawat bayi lahir rendah. Saat ini
telah 12 bayi lahir rendah dengan berat 750 gram, dipulangkan dengan berat badan 1900 gram. Dalam tiga tahun terakhir, RSUD telah mengembangkan poliklinik dan Instalasi Gawat Darurat, pembangunan Kamar Bersalin Ponek dan Bank Darah, pengadaan generator oksigen dan pengadaan peralatan medis. Direktur menjelasankan, RSUD sangat memerlukan keberadaan
dokter Spesialis/Umum, Bidan Mahir dan tenaga lainnya. Membutuhkan kecukupan alat kesehatan dan alat penunjang, disertai tenaga yang trampil dalam pemeliharaan alat. Penyelesaian bangunan yang belum selesai, pembangunan instalasi pembuangan air limbah (IPAL) dan peningkatan kualitas gedung perawatan.§ Pra
SENGSARA MEMBAWA NIKMAT eluruh kamar hotel ludes habis, laris manis tak bersisa termasuk hotel kelas kios-kiosan. Kejadian itu terjadi saat kunjungan wapres ke kota Ende NTT 20 Desember 2010 yang lalu. Kunjungan wapres Boediono kali ini disertai enam kementerian, termasuk kementerian kesehatan. Masing-masing kementerian dan wapres membawa serombongan yang mengiringi. Mereka menyerbu hotel beberapa hari sebelum hari kedatangan. Ada yang memesan lewat internet, meminta bantuan pejabat setempat dan datang langsung mendatangi dari hotel ke hotel. Bagaimana hasilnya?. Iwan dari kemenkes browshing 15 hotel di Ende semua penuh. Satusatunya hotel yang masih dapat menampung yaitu H.Mansyur, harganya Rp 35.000/kamar tanpa
indonesiaflores.com
S
62 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
AC. Berhubung tak ada tempat lagi, tak pakai AC tak apa-apa, asal bisa untuk istirahat dan mandi. Begitu sampai di Ende langsung menuju hotel untuk istirahat, menggunakan kendaraan carter menuju hotel. Dalam perjalanan sopir mengatakan hotel tersebut sangat tua sepertinya sudah tidak
layak. Mendapat penjelasan tersebut kami tersentak tapi tetap berfikir positif, seburuk-buruk hotel kalau dipasarkan lewat internet, pasti masih lumayan bagus. Jadi penjelasan sopir tak terlalu merisaukan. Betapa kagetnya setelah sampai di tempat. Hotel tampak hancur,
kusam, kotor, gelap dan sunyi. Begitu masuk ke dalam lebih kaget lagi. Kamar berubin kusam, tempat tidur berseprai kotor, banyak lubang bekas api rokok. Kamar mandi gelap, lampu redup, kran rusak tak dapat ditutup dan pengab. Depan pintu kamar terdapat tumpukan kardus dan barang bekas, mirip toko madura. Ternyata ada info tempat tersebut digunakan chek in jam-jaman. Setelah melihatlihat, tak seberapa lama penjaga hotel datang, penampilan kumel, mata merah seperti sedang mabuk, kuping menggunakan anting-anting, pakai kaos dan celana gantung hitam. Setelah berbincang sebentar kami pamit untuk mencari tempat lain. Setelah berputar-putar mencari kamar, terasa lapar, lelah, sepi hasilnya nihil. Kemudian diputuskan untuk mencari tempat istirahat, tapi istirahat dimana?. Disepakati istirahat dipinggir pantai, parkir di bawah pohon dengan balai-balai papan di bawahnya. Sebagian tidur di balai-balai, yang lain tidur dalam mobil dengan pintu terbuka. Angin bertiup sepoi-sepoi sejuk. Tak terasa telah memejamkan mata beberapa saat. Begitu terbangun, perut terasa lapar, sementara acara masih akan berlangsung 5 jam kemudian. Akhirnya diputuskan mencari makan siang dengan menu ikan bakar. Ternyata menu tersebut tak ditemukan seperti di jajakan di kota Kupang ibu kota provinsi NTT. Setelah berputar-putar terhenti di warung makan padang. Padang lagi, padang lagi. Agenda berikutnya menuju RSUD Ende. Wapres bersama rombongan akan berkunjung sore hari. Untuk itu kami harus mendahului sebelum paspampres mensterilkan wilayah kunjungan. Sesampainya di RSUD ternyata sudah berkumpul temanteman dari protokol Menteri Kesehatan & Ditjen Yanmed. Rupanya, Mas Turyono dari protokol kementerian kesehatan punya cerita yang lebih unik. Karena tak kebagian hotel, ia dan rombongan menginap di wisma susteran biarawati. Tempat tersebut, bersih tapi air tidak mencukupi, di samping suasananya sunyi, sepertinya tempat itu banyak
di huni mahluk halus, hingga sebagian besar rombongan khususnya para Ibu, berketetapan mencari tempat lain, sekaligus makan malam. Setelah makan malam, menemukan hotel Flores masih kosong. Karena sebagian besar sudah membawa koper masingmasing, langsung chek in dan tidak kembali ke asrama biarawati. Fani dan Teguh anggota rombongan yang tidak ikut makan malam karena tertidur di kamar. Ketika bangun Biarawati mengungkapkan kekecewaannya kepada rombongan, karena rombongan telah meninggalkan asrama tak berpamitan, mereka juga telah menyiapkan makan malam. Kekecewaan tersebut dilimpahkan kepada Fani dan Teguh yang masih berada di asrama. Setelah mendapat inormasi atas kekecewaan para biarawati, Mas Turyono kembali ke asrama untuk menyampaikan permintaan maaf. Sebenarnya kepergiannya bukan untuk kabur tanpa pamit. Pasti akan kembali untuk pamitan jika dapat tempat lain yang lebih dekat agar mudah untuk berkoordinasi begitu kata Mas Tur menjelaskan. da lagi kisah yang tidak kalah seru, hal ini terjadi pada dr.Eko dan Mas Agus dari Ditjen Yanmedik. Mereka sudah menginap di salah satu hotel sampai tanggal 29 Desember 2010, ternyata baru tanggal 28 Desember 2010 dipaksa untuk chek out, karena sudah ada pemesan lain. Akhirnya mereka luntang lantung tanpa tujuan menginap yang jelas. Setelah ngobrol sana sini akhirnya diminta menginap di rumah dokter Risiden di RSUD, lumayanlah bisa untuk tidur dan mandi rame-rame. Kata Direktur RSUD dr.E.Yayik Pawitragati, SpM. Sementara saya, Iwan dan Toni dari Ditjen Yanfar terpaksa menginap di Kecamatan Moni, dekat Danau tiga warna Kalimutu. Waktu tempuh Ende - Moni kurang lebih 2 jam dengan kondisi jalan berbukit dan banyak
A
tikungan. Tempatnya dingin, karena berada di daerah pegunungan. Dari Desa Moni kurang lebih 8 km lagi sampai ke daerah pariwisata Danau Kalimutu. Kami sampai penginapan pukul 20.00, langsung mencari makan malam di warung kecil pinggir jalan. Keesokan pagi harinya, menyempatkan mengunjungi Danau Kalimutu, perjalanan dimulai Pukul 04.30 dengan menggunakan mobil kurang lebih 45 menit sampai di gerbang Danau Kalimutu. Untuk mencapai Danau Kalimutu harus ditempuh jalan kaki dengan menapaki tangga demi tangga kurang lebih 30 menit. Danau kalimutu berada dipuncak bukit. Ada tiga danau yang berdekatan masing-masing dibatasi oleh bebatuan yang keras dan terjal. Saat ini ketiga danau itu airnya berwarna hitam, biru dan hijau. Menurut data yang terpampang, sejak tahun 1979 sudah belasan kaki berganti warna secara ngacak, tanpa diketahui waktu periodiknya. Bila berada diatas puncak, maka tampak hamparan bukit yang hijau dari tumbuhan pinus dan bebatuan berwarna coklat tanah. Kemudian tampak tiga danau, seperti kawah yang dalam. Dalam papan informasi tertera danau itu ada yang berkedalaman 164 m dengan luas 5 ha. Pemandangan sangat indah bila disaksikan di pagi hari saat sinar matahari mulai terbit dari ufuk timur. Ada tiga keindahan yang menyatu sekaligus yaitu pantulan sinar matahari yang menyinari danau, hamparan kawah terjal dari batu cadas yang berlapis-lapis dan hamparan perbukitan yang hijau diliputi kabut berwarna putih. Walau sengsara menginap di Moni, tapi menikmati indahnya Danau Kalimutu. Jadi sengsara membawa nikmat. Pada umumnya para turis yang akan mengunjungi Danau Kalimutu menginap terlebih dahulu di Moni, terlalu jauh jika menginap di Ende. Masyarakat Moni sudah menyiapkan wisma-wisma penginapan sederhana dengan tarif Rp 200 - Rp 250 ribu/ kamar/malam. Tidak pakai AC, karena sudah dingin dengan AC alam. Tak percaya?. Datang sendiri.§Pra
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
63
DAERAH
RS RATATOTOK BUYAT UNTUK MASYARAKAT alam kunjungan kerja ke Sulawesi Utara, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra), H.R. Agung Laksono menyaksikan penandatanganan serah terima pengelolaan RSU Ratatotok Buyat dari Ketua Yayasan Pembangunan Berkelanjutan Sulawesi Utara (YPBSU), kepada Kementerian Kesehatan yang diterima Sekretaris Jenderal, dr. Ratna Rosita, MPHM, Rabu 12 Januari 2011. Menkokesra dalam sambutannya mengatakan, pembangunan RS Ratatotok Buyat merupakan salah satu program yayasan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, seiring dengan upaya dan tanggung jawab pemerintah dalam mewujudkan tujuan pembangunan milenium development goals (MGDs). “Letak RSU Ratatotok yang dapat dijangkau masyarakat sekitar diharapkan menjadi sarana pelayanan kesehatan yang handal, pusat informasi kesehatan dan sebagai sarana untuk kegiatan bakti sosial kemasyarakatan bersama institusi lain” , ujar Menkokesra. Menurut Ketua YBBSU, Prof. Dr. Indroyono Susilo yang juga menjabat Sekretaris Menko Kesra menyatakan, setelah rumah sakit ini diserahkan kepada Kemenkes, pada tahun 2011 YPBSU masih memberikan bantuan berupa pemberian insentif untuk 2 dokter umum yang bekerja di rumah
D
64 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
MENKO KESRA DIDAMPINGI SESJEN KEMENKES KUNJUNGI RSU RATATOTOK
sakit ini. Selain itu juga telah disepakati bersama antara YPBSU dengan Kemenkes untuk melanjutkan pembangunan sarana dan prasarana RS berupa pengadaan sarana penunjang yaitu pembangunan rumah dinas untuk dokter spesialis, pengadaan mobil dinas untuk dokter dan peningkatan sarana gedung dan ruang RS. YPBSU dan Kemenkes, pada tahun 2011 juga bersepakat untuk melakukan penambahan ruang operasi bedah, serta peralatan laboratorium untuk analisis kimia, analisis urin dan analisis haematologi. Kedua belah pihak juga bersepakat untuk melakukan penambahan dokter umum dan dokter spesialis.
Pada kesempatan tersebut, dr. Ratna Rosita, MPHM menyerahkan secara simbolis bantuan mobil dinas untuk operasional dokter kepada Direktur RS Ratatotok Buyat, dr. Vally Ratulangi. Selanjutnya RS Ratatotok akan dikelola sebagai unit pelaksana teknis (UPT) Kemenkes. RS Ratatotok merupakan rumah sakit tipe C akan melayani penduduk Kab. Minahasa Tenggara yang telah dimekarkan menjadi 12 kecamatan dan 144 desa/kelurahan. Menkokesra mengharapkan agar gedung yang telah dibangun dengan baik ini dapat dipelihara, dijaga dan dioperasionalkan dengan baik untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Hadir dalam acara tersebut Gubernur Sulawesi Utara yang diwakili Asiten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Sulut Alex Wowor, Kapolda Sulut Brigjen Pol Carlo Tewu, Bupati Minahasa Tenggara Telly Tjangkulung, dan Bupati Bolaang Mongondow Timur Sehan Lanjar.§ No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
65
SIAPA DIA
IRFAN BACHDIM SUKA MAKANAN INDONESIA
Beberapa bulan lalu, hanya sebagian kecil penggemar sepak bola yang mengenal Irfan Bachdim. Tapi kini siapa yang tak kenal nama pemain bola berdarah Indonesia – Belanda ini. Tak hanya penggemar sepak bola, ibu-ibu dan remaja yang tak menyukai olah raga bola ini mengenalnya bahkan mengidolakan striker Timnas dengan nomor punggung 17. Irfan Bachdim lahir di Amsterdam, Belanda 11 Agustus 1988 dari pasangan Hester Vandijk dan Noval Bachdim yang juga mantan pemain bola klub PS Fajar Lawang pada era 80-an. Ayah Irfan, menerapkan pola hidup disiplin bagi anakanaknya. Pagi sekolah, sore main bola, mahgrib mengaji, biasa dikerjakan Irfan bersama ketiga saudaranya. Tak hanya masalah agama saja, ayah Irfan juga mengajarkan keempat anaknya mencintai makanan Indonesia. Meski tinggal di Belanda, sejak kecil Irfan terbiasa makan nasi dan tempe. Martabak telur dan bakso pun jadi makanan favoritnya. Hanya satu kelemahan Irfan, yaitu kesulitan berbahasa Indonesia. Maklum di Belanda, dia lebih sering berbahasa Belanda. Demi keinginan untuk tinggal di Indonesia untuk selamanya, Irfan rajin belajar Bahasa Indonesia. Salah satu yang dilakukan adalah membawa kamus ke manapun pergi.§ Gi-berbagai sumber
HAPPY SALMA HINDARI GORENGAN
Pemain teater sekaligus film, Happy Salma ingin akhir-akhir ini makin sadar dengan kesehatan diri. Makanya, perempuan 30 tahun itu menghindari makanan gorengan. Sudah hamper setahun Happy berhenti mengkonsumsi gorengan. Selain untuk menjaga kesehatan di tengah aktifitasnya yang semakin menggunung, Happy berhenti makan gorengan karena trauma melihat sang ibu berjuang dengan kanker. Selain stop mengkonsumsi gorengan, tips hidup sehat ala Happy adalah tidak merokok dan menjahui narkotika. “No alcohol juga,” tegas pemain film Gie itu. Jadi, meskipun kesibukan menggunung di dunia entertainment, Happy tetap peduli dengan kesehatan. Ia tak ingin penyakit kanker yang menyerang sang mama juga menyerang dirinya.
66 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
Selian menjauhi gorengan, Happy juga rajin melakukan pilates, olahraga asal Jerman. Ia sudah merasakan manfaat tersebut selama empat tahun terakhir. Belakangan, perempuan asal Sukabumi ini mengkombinasikannya dengan yoga. Maklum, pilates telah membantu Happy untuk dapat hidup sehat. “Dulu waktu pertama kali latihan pilates, celana saya langsung turun dua nomor,” tuturnya. Namun, pilates bukan sebuah program yang dijalani Happy guna membuat suaminya, Tjokorda Bagus, senang. “Saya olahraga bukan untuk orang lain, tapi untuk diri sendiri. Kalau bentuk (tubuh) bagus, itu bonus,” tutur Happy, 30 tahun.§ Gi-berbagai sumber
POLA MAKAN EQUAL ALA
LULA KAMAL
Soal pentingnya hidup sehat, Lula Kamal pastilah sangat paham. Karena itu, ia mengeluarkan trik khusus ketika selera makan putrinya mulai digoda oleh lezatnya junk food. Bagi anak-anak, sayur memang kurang menggiurkan. Apalagi jika dibandingkan dengan junk food yang gurih. Perlu siasat atau trik untuk membuat anak suka sayur. “Saya siasati, kalau mau mengambil lauk, Kyla harus mengambil sayurnya juga. Nasi tentu tidak dilupakan. Intinya harus equal alias sama,” ujar Lula tentang putrinya Kyla Tahira. Saat Kyla masih lebih kecil, Lula tak terlalu kesulitan menyuruhnya menyantap sayur. Apalagi ia dan suami selalu menyantap sayur di hadapan Kyla. Saat Kyla masuk usia 5-6 tahun dan sudah merasakan enaknya junk food, porsi sayur dan nasi mulai menyusut. Akibatnya, beberapa kali putrinya mengalami kesulitan buang air besar atau sembelit. Itulah sebabnya Lula menerapkan pola makan equal. “Memang lidah tidak bisa berbohong. Rasa junk food lebih enak,” imbuh Lula. Jadilah aturan equal itu dia jalankan. Dengan cara itu, pola makan Kyla terkontrol dengan baik. Siasat lain yang dilakukan Lula yaitu membuat tempura sayur sebaqai camilan. “Misalnya asparagus goreng. Biasanya Andi yang suka masak seperti itu,” jelas Lula tentang suaminya.§Gi-senior
OMESH
MACET, PILIH BERSEPEDA
Kemacetan lalu lintas seolah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kota Jakarta. Bagi komedian dan presenter Omesh, macet sudah menjadi risiko bagi para penduduk yang hidup di kota besar seperti Jakarta. “Apalagi sekarang makin banyak kendaraan dan jumlah penduduk di Jakarta. Jadi, balik lagi pada kita, bagaimana menyiasati macet tersebut,” kala pemilik nama lengkap Ananda Rusdiana. Selain berangkat lebih awal, pria kelahiran Sukabumi, 21 Agustus 1986 ini
berusaha menghindari kemacetan dengan memilih bersepeda daripada menggunakan mobil pribadi di waktu-waktu tertentu. “Awalnya sih nggak suka naik sepeda. Tapi setelah diajak teman, akhirnya ketagihan. Bersepeda bisa bikin sehat, bebas polusi, tidak menambah parah kemacetan dan tambah gaya,” tutur Omesh yang mengaku telah merogoh kocek belasan juta rupiah demi memodifikasi sepeda fixie miliknya.§ Gi-berbagai sumber
No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
67
RESENSI BUKU
614.407 2
Riskesdas 2010 merupakan kegiatan riset kesehatan berbasis masyarakat yang diarahkan untuk mengevaluasi pencapaian indikator Millenium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan di tingkat nasional dan provinsi. Riskesdas telah menghasilkan serangkaian informasi situasi kesehatan berbasis komunitas yang spesifik berkaitan indikator MDGs sehingga merupakan masukan yang sangat berarti bagi perencanaan dan perumusan kebijakan kesehatan serta intervensi yang lebih terarah, efektif dan efisien. Tujuan Riskesdas 2010 adalah mengumpulkan dan menganalisis data indikator MDGs kesehatan dan faktor yang mempengaruhinya. Data yang dikumpulkan meliputi keterangan rumah tangga (ruta) dan keterangan anggota ruta. Keterangan ruta meliputi identitas, fasilitas pelayanan kesehatan, sanitasi lingkungan dan pengeluaran keluarga. Keterangan individu yang dikumpulkan meliputi indentitas, penyakit khususnya malaria dan TB, pengetahuan dan perilaku kesehatan, kesehatan anak, kesehatan reproduksi terkait dengan cara KB, pelayanan kesehatan selama kehamilan, persalinan, dan nifas,
68 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
Judul
: Riskesdas 2010
Impresum
: Jakarta: Kemenkes RI. Badan Litbangkes
Kolasi
: xxxiv, 431 hal, 21 x 29 cm.
Subyek
: HEALTH RESEARCH
masalah keguguran dan kehamilan yang tidak diinginkan, perilaku seksual, konsumsi makan dalam 24 jam terakhir. Pengukuran tinggi/panjang badan dan berat badan dilakukan pada setiap responden. Pemeriksaaan malaria dilakukan dengan Rapid Diagnostic Tes (RDT), sedangkan untuk TB paru dilakukan pemeriksaan dahak pagi dan sewaktu hanya pada kelompok umur 15 tahun keatas. Pengumpulan data dan entri data dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih. Pengumpulan data di beberapa daerah telah mulai dilakukan sejak bulan Mei 2010 berakhir pada pertengahan Agustus 2010. Data berhasil dikumpulkan dari sejumlah 2798 Blok Sensus (BS) sampel atau sekitar 99,9 % dari 2800 BS sampel Hasil analisis Riskesdas 2010 mengikuti indikator dan target dari MDGs 1,4,5,6, dan 7. Indikator terkait dengan indikator utama MDGs juga dilaporkan untuk mengetahui lebih jelas situasi kesehatan masyarakat pada tahun 2010. Buku ini sangat berguna sebagai petunjuk bagi pengambil kebijakan ditingkat nasional dan daerah.§
Tujuan Riskesdas 2010 adalah mengumpulkan dan menganalisis data indikator MDGs kesehatan dan faktor yang mempengaruhinya
616.092 Judul
: Perempuan perempuan Kramat Tunggak
Penulis
: Endang R. Sedyaningsih - Mamahit
Penyunting
: Isye Soentoro, Christina M. Udiani
Impresum
: Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta
Terbit
: Cet. 1, Desember 2010
Kolasi
: liii + 250 ; 15X23 cm
ISBN
: 978-979-91-0293-5
Subyek
: 1. HEALTH STATISTICS
2. HEALTH SURVEY
3. ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME
Isi buku ini ditulis ulang dari isi disertasi dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, untuk meraih gelar Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Harvard yang berjudul “Determinants of STD/AIDS related Behaviour of female commercial Sex Workers in Kramat tunggak, Jakarta, Indonesia. Pada saat itu ada perwakilan dari wartawan senior harian Kompas yang menghadiri dan menyaksikan sidang promosi terakhir pada bulan November 1996. Sudah saatnya pendekatan kesehatan masyarakat yang dikuasai Menteri Kesehatan kita ini tidak menjadi subordinat dibandingkan pendekatan hukum dan moral, tetapi ketiganya dapat dipadukan tanpa perlu ada salah satu yang dikalahkan. Risiko tertinggi kasus AIDS di kalangan perempuan di Indonesia hingga akhir Desember 2009 dipegang oleh ibu rumah tangga (sebanyak 1.970 kasus) sementara hanya 604 kasus pada penjaja seks (data Kementerian Kesehatan) Tujuan dasar penelitian ini mempelajari karakteristik penentu perilaku perempuan Kramat Tunggak yang berhubungan dengan risiko tertular IMS dan HIV. Penelitian ini dikhususkan untuk menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku memakai kondom pada saat melakukan transaksi seksual di Kramat Tunggak. Faktor utama yang akan dinilai adalah pemakaiaan kondom secara konsisten. Metodenya iris lintang.
Sedangkan studi kualitatifnya memakai cara pengamatan, wawancara mendalam dibarengi Diskusi Kelompok Terarah (DKT) Hingga September 2010 jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia sudah mencapai 22.726 orang. Sejumlah 357 VCT (Voluntary Counselling and Testing) dan PICT (Provider Initiative Counselling and Testing) telah didirikan. Modus penularan telah berubah polanya. Penularan karena hubungan heteroseksual sebesar 51, 3 %, akibat penggunaan narkotik suntik (Injection Drug User/IDU) 39,6 %,hubungan seks lelaki dengan lelaki 3,1 % dan perinatal 3,1 %. Pembentukan pembuluh darah baru yang giat dibentuk oleh tubuh saat pembuluh darah tersumbat, sehingga aliran darah dapat terus mengalir mirip dengan penutupan Rehabilitasi Kramat Tunggak. Dari hasil investigasi wartawati diceritakan bahwa di daerah tersebut, sekarang aliran kini makin jauh merambah tak terkendali. Tetap adanya pelacuran meskipun berdiri Islamic Center menunjukkan bahwa memang tugas yang tidak mudah untuk menyelesaikan permasalahan ini. Setelah lima belas tahun yang lalu dilakukan penelitian ternyata penggunaan kondom di halangan PSK tak ada peningkatan. Bahkan saat PSK ditanya tentang kondom mereka terheran-heran dan tak tahu bentuk apalagi menggunakannya.§ No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
69
LENTERA
Jadi Orang Baik Lebih Penting Prawito
M
enempati posisi penting itu baik, tapi lebih penting menjadi orang baik. Ungkapan sederhana ini menjadi relevan ketika mengawali perjalanan tahun 2011. Setelah daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) diterbitkan Kementerian Keuangan, banyak Kementerian/ Lembaga melakukan rotasi jabatan, tak ketinggalan Kementerian Kesehatan. Secara berurutan rotasi itu di mulai dari eselon yang lebih tinggi ke eselon dibawahnya. Ada yang mendapat kesempatan promosi, ada yang bergeser dan ada yang tetap pada posisi semula. Prosesi perubahan posisi ini untuk menyegarkan kinerja organisasi agar tetap tumbuh dan produktif untuk melaksanakan DIPA. Posisi penting ditandai banyak pihak ingin berinteraksi dengan berbagai tujuan. Mengapa mereka ingin berinteraksi ? Ada banyak hal yang melatarbelakangi. Orang yang menduduki posisi penting mempunyai status sosial lebih tinggi di atas rata-rata pada umumnya. Status inilah yang menempatkan seseorang menjadi orang penting. Semakin tinggi posisi makin penting status sosialnya. Sekalipun awalnya bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Setelah menyandang posisi tertentu, langsung menjadi penting sesuai posisinya, seperti presiden, menteri, gubernur dan seterusnya. Atau eselonisasi di birokrasi pegawai negeri sipil. Mengapa banyak orang ingin menduduki posisi penting? Pada umumnya, orang memandang posisi penting sebagai kemuliaan, prestise, keren, mendapat banyak fasilitas dan berbagai anggapan baik lainnya. Untuk itulah banyak orang rela berjuang, kerja keras dan berkorban agar mendapat posisi tertentu, bahkan ada yang menghalalkan segala cara untuk mendapat posisi yang diinginkan. Menjadi orang baik, lebih penting dibanding menjadi orang penting, walau tidak menempati posisi penting. Menjadi orang baik dengan sederet sifat mulia antara lain jujur, sederhana, amanah, disiplin, sabar, rendah hati, pekerja keras, komitmen, dermawan, pemaaf dll. Mengapa lebih penting ? Sebab, setiap orang, komunitas, institusi,
70 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011
masyarakat dan bangsapun membutuhkan kehadirannya, baik secara individu atau komunitas. Orang-orang baik seperti inilah yang akan menyemai kebaikan dan kedamaian hidup dimanapun berada. Semakin banyak orang baik, semakin baiklah kehidupan manusia. Idialnya, sebelum menjadi orang penting, sebaiknya menjadi orang baik. Sebab orang penting mempunyai pengaruh lebih besar kepada masyarakat sekitar. Bila orang penting itu baik, maka akan mewarnai kebaikan masyarakat sekitarnya. Demikian pula sebaliknya, bila posisi penting itu diisi orang buruk dengan perangai keburukannya, maka masyarakat sekitar akan terpengaruh menjadi buruk pula. Memang kondisi ideal itu tak selalu ada, seringkali sebaliknya. Untuk itu tugas semua orang berupaya menjadi baik, sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Sehingga akan melahirkan orang-orang baik sesuai dengan derajat kebaikannya masing-masing. Orang-orang baik inilah yang akan mengisi posisi penting itu. Untuk itu, upaya melahirkan orang-orang baik ini tidak boleh cuti, pensium apalagi mati. Menjadi orang baik, disamping lebih penting, juga lebih mudah, dibanding menjadi orang penting. Tak perlu modal besar dan pendidikan tinggi. Cukup modal kemauan dan kesungguhan, sehingga siapapun dan apapun profesinya akan dapat mencapainya. Masalahnya kemauan tak dapat dipaksakan, kesungguhan tak dapat dicangkokkan. Keduanya harus muncul atas kesadaran yang mendalam dari dalam diri, tumbuh dan berkembang. Ia mengalir bersama idealisme, tak terpengaruh arus dari sebalah kanan, kiri, depan, belakang dan seterusnya, tetap kokoh, santun, lembut dan bersahaja. Setiap orang telah mempunyai benih-benih kebaikan itu, semua bergantung pemiliknya. Apakah akan menumbuhkan, menyuburkan dan membesarkan atau mengkerdilkan dan mematikan ? Benih-benih itu membutuhkan lahan, maka jadikanlah diri menjadi lahan subur bagi tumbuhnya kabaikan, sehingga menjadi lahan tandus bagi keburukan. Sehinga lahir orang-orang baik sekaligus penting.§
Kemuliaan Abadi Prawito
M
ulia dan kemuliaan sebagai nilai universal, menyebabkan setiap orang layak mendapatkannya. Hanya saja banyak perbedaan persepsi tentang makna kemuliaan. Ada yang menganggap kemuliaan berasal dari status sosial yang dimiliki, seperti kekayaan, keturunan, pangkat dan jabatan. Begitulah kesan umum yang sering terjadi. Hal ini dapat terlihat dari prosesi peyambutan tokoh. Semakin tinggi jabatan tokoh, semakin heboh penyambutannya. Demikian pula dengan kekayaan dan keturunan. Apalagi ketika jabatan, kekayaan, popularitas dan keturunan menyatu dalam satu orang, maka dapat dipastikan puja-puji dan kebanggaan orang terhadapnya sebagai bentuk kemuliaan semu. Kemuliaan ini akan segera berakhir, seiring dengan berakhirnya embelembel yang melekat padanya. Berikutnya, kemuliaan sejati. Kemuliaan yang lahir dari aktifitas sederhana, tapi memberi banyak manfaat pada banyak pihak. Setiap orang sekecil apapun mempunyai potensi memberi manfaat bagi orang lain. Walau kecil, karena terus-menerus memberi manfaat, maka akan berdampak besar bagi orang lain. Sebagai contoh, seorang teknisi listrik di gedung perkantoran besar dengan ribuan karyawan, aset milyaran rupiah, ribuan dokumen fisik maupun online keluar-masuk, jutaan pesan komunikasi dan informasi meluncur menjelajah dunia dan triliunan rupaih keuntungan diraup. Seluruh produktivitas itu hanya akan terjadi dengan baik, jika ada suplai aliran listrik yang cukup. Terjaminnya kecukupan aliran listrik itu, berkat kinerja seorang teknisi. Kesehariannya, Ia hanya menempati ruang kecil, tersembunyi, di belakang kantor. Setiap hari berinteraksi dengan kabel dan arus listrik. Menelusuri kabel dengan memanjat tembok dan loteng gedung sendirian, hanya berteman peralatan seperti obeng, tang, tangga alumunium dan lainnya. Merawat dan memelihara seluruh sarana listrik gedung dengan teliti. Ia sangat menyadari, hasil pekerjaanya akan memberi manfaat orang lain. Untuk itu, Ia berusaha agar tidak terjadi kerusakan fatal, seperti konsleting. Tak terjadi pemadaman listrik. Bila Listrik PLN padampun, secepat kilat genset otomatis menyala, listrikpun mengalir kembali. Begitulah Ia menggeluti pekerjaan itu dalam hitungan bulan, tahun sampai usia
pensiun tiba. Karena profesinya, Ia tak banyak dikenal orang, termasuk ribuan karyawan pengguna listrik di kantor tersebut. Ribuan karyawan itu hanya dapat menikmati hasil karya seorang teknisi listrik, tanpa mengetahui siapa nama dan orangnya. Bahkan ketika usia pensiun tiba, juga tak banyak yang tahu atau mencari tahu, karena suplai listrik masih terus mengalir. Begitu besar perannya, cuma terlihat kecil, bahkan dipandang kecil, sehingga gajinyapun lebih kecil dari yang lain. Proteskah teknisi itu ? tidak...! Karena Ia juga merasa kecil, sebagai orang kecil, yang tidak memerlukan perlalukan seperti orang besar dan bergaji besar. Ia seperti organ jantung dalam tubuh, mempunyai peran sangat besar bagi kehidupan, karena tak kelihatan dari luar, sehingga sedikit diberi perhatian. Bandingkan dengan kulit, wajah, daun telingga, kawat gigi dan rambut kepala. Organ tubuh ini setiap hari mendapat perhatian dengan perawatan berbiaya tinggi. Padahal peran organ tubuh ini tak sevital jantung. Mengapa demikian ? Mulia mana dengan organ jantung dalam kehidupan dibanding organ kulit cs ? Mengapa jantung tak mendapat perawatan yang proporsional ? Banyak peran yang dianggap kecil, namun besar pengaruhnya. Seperti peran penjaga palang pintu kereta, tukang kunci pintu kantor, keamanan, cleaning servis, pembantu, pengemudi, buruh dll. Peran mereka selama ini dianggap kecil dan bergaji kecil. Padahal tanpa mereka, orang besar yang dianggap punya peran besarpun dibuat kerepotan. Hal ini terjadi seperti saat hari raya (lebaran), ibu-ibu pekerja mengeluh, repot karena pembantu dan pengemudi pulang kampung. Kemuliaan yang lahir karena adanya manfaat untuk orang lain akan lebih abadi, sekalipun pemberi manfaat itu telah tiada. Ia akan tetap dikenang jasa-jasanya, atas pengorbanan dan dedikasi yang telah dipersembahkan untuk masyarakat, bangsa dan negara. Jadi siapapun, apapun profesinya, terus beramal dalam kebaikan, walau tak banyak orang mengenalnya. Jadilah seperti jantung yang selalu berdenyut, walau tak terlihat, sepi dari pujian dan sanjungan. Mereka tetap dibutuhkan keberadaannya. Ia menjadi kemuliaan abadi sepanjang kehidupan manusia.§ No.28/FEBRUARI/2011 Mediakom
71
LENTERA
72 Mediakom No.28/FEBRUARI/2011