I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata menunjukkan tren meningkat dalam kontribusi terhadap devisa Indonesia. Pada tahun 2006, pariwisata menyumbangkan devisa sebanyak USD 4,447 miliar. Pada tahun 2007, devisa dari naik menjadi USD 5,345 miliar. Pada tahun 2008, devisa melesat ke USD 7,377 miliar. Pada tahun 2009, devisa menurun ke angka USD 6,298 miliar. Pada tahun 2010, devisa meningkat hingga mencapai USD 7,603 miliar. Selama tahun 2007 hingga 2010, pariwisata menempati lima besar sektor penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia (Gambar1). 8000.00 7000.00 6000.00 5000.00 4000.00 3000.00 2000.00 1000.00 0.00 2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 1. Kontribusi Pariwisata dalam Devisa Indonesia 2006-2010 (dalam juta USD) Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2012)
Pertumbuhan wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia selalu bernilai positif dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan berkisar antara 913%, kecuali pada tahun 2009. Pertumbuhan wisman paling tinggi pada tahun 2007, dengan nilai pertumbuhan sebesar 13,02%. Pertumbuhan paling rendah pada 2009 sebesar 1,43% (Tabel 1).
Dari wisman yang datang, Indonesia menerima devisa yang cukup besar dan cenderung meningkat nilainya. Pada tahun 2007, penerimaan devisa mencapai USD 5,346 miliar. Pada tahun 2011, devisa mencapai USD 8,554 miliar. Tabel 1. Perkembangan Wisman di Indonesia 2007-2011 Rata-Rata Pengeluaran Per Orang (USD)
Wisatawan Mancanegara Tahun jumlah 2007 2008 2009 2010 2011
5.505.759 6.234.497 6.323.730 7.002.944 7.649.731
Pertumbuhan (%) 13,02 13,24 1,43 10,74 9,24
Per hari 107,70 137,38 129,57 135,01 142,69
Per kunjungan 970,98 1.178,54 995,93 1.085,75 1.118,26
Penerimaan Devisa Jumlah Pertumbuhan (juta (%) USD) 5.345,98 20,19 7.347,60 37,44 6.297,99 -14,29 7.603,45 20,73 8.554,39 12,51
Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2012)
Peningkatan wisatawan nusantara (wisnus) tahun 2006-2010 relatif sedikit, namun total pengeluaran wisnus meningkat pesat. Pada tahun 2006, jumlah wisnus yang melakukan perjalanan sebanyak 114.270.000 orang. Pada tahun 2010, jumlah wisnus sebesar 122.312.000 orang. Jumlah wisnus dari tahun 2006 hingga 2010 meningkat sebesar 8.042.000 orang. Pengeluaran wisnus pada tahun 2006 sebesar Rp. 88,21 triliun. Pada tahun 2010, pengeluran wisnus sebesar Rp. 150,41 triliun. Peningkatan pengeluaran wisnus dari tahun 2006 hingga 2010 sebesar Rp. 62,2 triliun (Tabel 2). Tabel 2. Perkembangan Wisnus Indonesia 2006-2010
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Wisnus (Ribuan Orang) 114.270 115.335 117.213 119.944 122.312
Perjalanan (Ribuan)
Rata-Rata Perjalanan (Kali)
Pengeluaran Per Perjalanan (Ribu Rp)
204.553 222.239 225.041 229.731 234.377
1,79 1,93 1,92 1,92 1,92
431,24 489,95 547,33 600,30 641,76
Total Pengeluaran (Triliun Rp) 88,21 108,96 123,17 137,91 150,41
Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2012
Sagala, Muntasib, dan Novianto (2008) berpendapat bahwa Indonesia belum memiliki gambaran yang memadai mengenai permintaan wisata khususnya
ekowisata padahal ekowisata sedang menjadi trend dan diminati oleh wisatawan sehingga berpeluang untuk menarik lebih banyak wisatawan. Oosterman (1999) menjelaskan beberapa karakteristik ekowisata di Indonesia. Pertama, jumlah pengunjung menurun seiring meningkatnya jarak tempuh menuju lokasi dari bandara internasional utama, yaitu di Bali dan Jakarta. Kedua, kebanyakan lokasi ekowisata bekerjasama dengan sangat baik dengan lembaga konservasi internasional (contoh: WWF di pulau Komodo dan UN di Tana Toraja). Ketiga, masyarakat lokal tinggal di sekitar lokasi ekowisata. Keempat, kebanyakan lokasi ekowisata memiliki simbol yang khusus (contoh: Komodo dan Badak). Oosterman (1999) juga menjelaskan bahwa ekowisata di Indonesia didominasi oleh orang-orang asing dan wisatawan nusantara tidak tertarik dengan ekowisata. Kebun raya (KR) menarik pengunjung dalam jumlah yang besar, baik pengunjung domestik maupun mancanegara. Botanic Gardens Conservation International mengestimasi 250 juta orang mengunjungi kebun raya dan arboretum di seluruh dunia setiap tahun. Beberapa kebun raya yang menarik bagi pengunjung di seluruh dunia adalah KR Monet di Perancis, KR Central di Amerika Serikat, KR Kirstenbosch di Afrika Selatan, KR Butchart di Kanada, dan KR Kew di Inggris (Ballantyne et al 2008). Kebun raya yang pertama dan paling terkenal di Indonesia saat ini adalah Kebun Raya Bogor (KRB). Kebun raya ini merupakan salah satu icon wisata Kota Bogor. Setiap tahun, ratusan ribu orang datang mengunjungi KR ini. Jumlah kunjungan yang tinggi tersebut memberi dampak negatif pada koleksi tumbuhan di KRB. Menurut Dr. Joko Ridho Witono, Kepala Bagian Konservasi Ex Situ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB), jumlah pengunjung yang datang diperkirakan sudah berlebih dari daya tampung KRB. Berlebihnya jumlah pengunjung akan berujung pada kerusakan tanaman koleksi. Banyaknya pengunjung di KRB akan memadatkan tanah. Pemadatan tanah ini akan mengurangi daya serap tanah terhadap air. Jika tidak terserap dengan baik, air akan lama berada di permukaan tanah. Sifat akar tanaman yang mengikuti sumber air, akan menjadikan akar tanaman tumbuh dipermukaan tanah. Jika akar tumbuh kesamping, tanaman akan cenderung mudah tumbang. Saat ini
sudah beberapa lokasi KRB yang mengalami pemadatan tanah, terlihat dari semakin banyak lokasi yang lama tergenang air setelah hujan. Dr. Joko Ridho Witono menyatakan bahwa mayoritas pengunjung KRB datang dengan tujuan berekreasi. Hal ini kurang mewujudkan visi misi dan tujuan PKT-KRB yang menitikberatkan pada peran konservasi, penelitian, dan pendidikan dibanding pariwisata. Jumlah pengunjung di KRB mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya lokasi wisata lain di sekitar KRB, baik di dalam kota maupun di dalam kabupaten Bogor. Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor, dan Laporan Tahunan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT-KRB), dapat disimpulkan bahwa terdapat lima besar objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Lima besar objek wisata tersebut yaitu: Taman Safari Indonesia, Taman Wisata Mekarsari, Wisata Agro Gunung Mas, Curug Cilember dan Kebun Raya Bogor.
1200000 1000000
Taman Safari Indonesia
800000
Taman Wisata Mekarsari
600000
Wisata Agro Gunung Mas
400000
Curug Cilember
200000
KRB LIPI
0 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 2. Jumlah Kunjungan Lima Objek Wisata di Kabupaten dan Kota Bogor Tahun 2005-2009 Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, dan Pusat KonservasiTumbuhan Kebun Raya Bogor
Lima objek wisata yang ada di Kabupaten dan Kota Bogor ini akan memperebutkan wisatawan yang ada di Bogor. Persaingan belum terlihat jelas dalam Gambar 2, namun perlu diperhatikan bahwa jumlah kunjungan Taman Wisata Mekarsari (TWM), dan Curug Cilember (CC) cenderung mengalami peningkatan, sedangkan jumlah kunjungan Kebun Raya Bogor (KRB), Taman Safari Indonesia (TSI), dan Wisata Agro Gunung Mas (GM), cenderung menurun. Selain lima objek wisata yang telah disebutkan, ada objek wisata lain yang berpotensi menjadi objek pilihan wisatawan di Kabupaten dan Kota Bogor, salah satunya The Jungle Waterpark. Jumlah kunjungan The Jungle Waterpark pada tahun 2009 mencapai 955.256 kunjungan. Pada pertengahan tahun 2012 akan diadakan soft launching objek wisata baru di Sentul (Kabupaten Bogor), yaitu Jungleland. Jungleland adalah theme park seluas 40 hektar, hasil kerjasama PT. Sentul City Tbk. dan PT. Bakrie Land Tbk. (Kompas Ekstra, 27 Februari 2012 hal.16-17). Penurunan dan peningkatan jumlah pengunjung serta adanya pemain baru yang berhasil mendapatkan banyak pengunjung mengindikasikan adanya persaingan dalam industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor. Pelaku-pelaku dalam industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor akan berusaha untuk memenangi persaingan mendapatkan market share yang ada. Demikian juga dengan pemain lain, mereka akan berusaha memperoleh pangsa pasar yang lebih besar, apalagi jika ada pemain baru yang masuk dalam industri pariwisata. Keadaan ini (red ocean) akan menyebabkan prospek akan laba dan pertumbuhan menurun, sehingga industri menjadi tidak menarik (Kim dan Mauborgne, 2005) Keadaan akan menjadi berbeda apabila pelaku industri dapat membuka batasan-batasan pasar, membuat pasar yang lebih luas dan menjadikan persaingan menjadi tidak relevan. Kim dan Mauborgne (2005) meyakini bahwa perluasan pasar menjadi akar dari pertumbuhan (dalam hal ini tingkat kunjungan wisatawan). Perluasan pasar ini dibentuk dengan memunculkan samudra biru (blue ocean). Samudra biru diciptakan dengan menekan biaya sembari meningkatkan nilai bagi para pembeli. Karena nilai pembeli berasal dari utilitas dan harga yang ditawarkan perusahaan kepada pembeli, dan karena nilai bagi perusahaan
diciptakan dari harga dan struktur biaya, maka inovasi nilai tercapai hanya ketika keseluruhan sistem kegatan utilitas, harga, dan biaya perusahaan berpadu dengan tepat. Inovasi nilai menjadi dasar bagi penciptaan samudra biru (Kim dan Mauborgne, 2005).
1.2. Perumusan Masalah Kabupaten dan Kota Bogor memiliki banyak objek wisata, salah satunya adalah Kebun Raya Bogor. Jumlah kunjungan merupakan salah satu indikator kemampuan objek wisata menarik wisatawan. Berdasarkan Gambar 2, terjadi dinamika peningkatan dan penurunan pengunjung beberapa objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor. Hal ini memunculkan pertanyaan: bagaimana kondisi persaingan industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor? Persaingan dalam industri objek wisata dapat dilihat dari pengunjung yang datang. Tiap-tiap objek wisata menentukan segmen pasar yang akan diambil sebagai pasar pengunjungnya. Penentuan segmen pasar bagi suatu objek wisata seringkali sama dengan segmen pasar objek wisata lain. Persamaan ini akan menjadi titik persaingan, termasuk bagi KRB. Hal ini menimbulkan pertanyaan: segmen pasar apa yang belum digarap oleh objek wisata lain dan sesuai dengan visi misi KRB? Keberadaan pengunjung dalam KRB dapat menjadi merupakan sebuah keuntungan dan kerugian. Pengunjung yang masuk ke KRB dengan tujuan penelitian dan pendidikan adalah pengunjung yang sejalan dengan visi misi utama KRB, yaitu konservasi. Pengunjung yang datang untuk sekedar rekreasi membawa sampah dan beraktivitas yang berujung pada terganggunya tanaman koleksi. Sayangnya, proporsi pengunjung lebih besar ke rekreasi daripada penelitian dan pendidikan. Penelitian yang dilakukan Dolnicar dan Leisch (2008) menyimpulkan bahwa pemilihan target pengunjung yang selektif merupakan salah satu cara yang terbukti mendatangkan pengunjung yang pro-lingkungan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana meningkatkan jumlah pengunjung yang memiliki kepedulian pada lingkungan?
1.3. Tujuan 1. Memetakan kondisi industri objek wisata dan posisi Kebun Raya Bogor dalam persaingan industri objek wisata di Kabupaten dan Kota Bogor. 2. Merumuskan pasar pengunjung baru yang belum digarap oleh objek wisata lain dan sejalan dengan visi misi KRB 3. Meningkatkan jumlah pengunjung KRB yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan.
1.4. Manfaat Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran khususnya bagi manajemen Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dalam menentukan strategi pemasaran wisata KRB di tengah-tengah persaingan wisata Bogor, menjadi wacana bagi strategi pembangunan kebun rayakebun raya lain yang sedang dibangun di Indonesia, dan juga mendidik lebih banyak orang mengenai pentingnya melestarikan lingkungan.