I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanaman lidah buaya sudah dimanfaatkan sebagai tanaman hias, bahan makanan kesehatan, bahan industri dan tanaman obat (Medical plant) (Anonim, 2010 a; Anonim, 2010 b; Anonim, 2010 c ; Tenny et al., 2005; Anonim, 2007). Oleh karena itu tanaman ini merupakan tanaman multifungsi, sehingga tanaman ini disebut tanaman yang menakjubkan Miracle plant (Boudreau and Beland, 2006). Daun tanaman ini mengandung senyawa lemak, karbohidrat, protein dan 18 asam amino esensial. Vitamin meliputi: A, B1, B2, B3, B6, B12, asam folat, cholic , C dan E. Mineral meliputi: Ca, P, K, Fe, Na, Mg, Mn, Cu, Cr dan Zn. Enzim meliputi: katalase, amilase, oksidase, lipase, sellolase dan bradikinase. Metabolit sekunder meliputi:
aloin,
lektin,
lignin, saponin, tanin dan glukomanan.
Kesinergisan aktifitas seluruh zat aktif inilah yang berkontribusi terhadap khasiat daun lidah buaya. Daun lidah buaya dapat dimanfaatkan untuk: meningkatkan kesuburan rambut, antiinflamasi, penyembuhan luka dan iritasi kulit, proses regenerasi sel, kekebalan tubuh, antiseptik, antibotik, antioksidan, antikanker, antidiabetis dan antikolesterol, sehingga daun lidah buaya saat ini dimanfaatkan sebagai bahan fitoterapeutik
(Bunyaprapphatsara et al., 2007; Kane, 2007;
Yongchiyudha et al., 2007; Nandal et al., 2012). Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam membawa perubahan pola konsumsi pangan
dan obat yang terbuat dari bahan alami.
1
2
Berdasarkan data W H O sekitar 80 % penduduk dunia dalam perawatan kesehatan memanfaatkan obat tradisional yang berasal dari ekstrak tumbuhan. Sekitar 25 % produk farmasi dunia bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini membuktikan bahwa tanaman obat telah menjadi sumber penting untuk obat modern (Anonim, 2009). . Salah satu tanaman hortikultura yang berfungsi ganda yang dapat memenuhi tuntutan masyarakat berupa bahan pangan daN bahan obat adalah tanaman lidah buaya. Tanaman lidah buaya telah dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan negara di benua Eropa sebagai bahan baku industri farmasi dan pangan kesehatan (Anonim, 2010 d). Di Indonesia, Pontianak merupakan sentra penghasil tanaman lidah buaya jenis Aloe barbadensis yang telah mampu memenuhi permintaan bahan maupun produk tanaman lidah buaya oleh negara Malaysia dan Hongkong. Demikian juga kebutuhan daun tanaman lidah buaya di dalam negeri khususnya Jakarta, dipenuhi dari sentra penghasil tanaman ini (Soelaeman, 2005). Di pulau Jawa khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta tanaman lidah buaya jenis Aloe vera atau Aloe chinensis, baik kuantitas maupun kualitas lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil
tanaman
lidah
buaya
dari
Kalimantan
jenis
Aloe
barbadensis
(Tjitrosoepomo, 1994; Sasli, 2008; Darini, 2010), sehingga tanaman ini kurang diminati konsumen lokal. Dalam hal kuantitas tanaman meliputi bobot dan ukuran daun, sedangkan kualitas tanaman meliputi kandungan nutrisi, vitamin, mineral dan senyawa bahan obat lebih rendah dibandingkan tanaman lidah buaya Pontianak. Perbedaan kuantitas dan kualitas tanaman lidah buaya karena jenis
3
tanaman, kondisi lahan dan budidaya yang belum intensif. Peningkatan kualitas tanaman berupa bobot segar, kandungan nutrisi serta metabolit skunder, dapat dilakukan mulai tingkat planlet melalui elisitasi. Proses elisitasi dapat berlangsung dalam kondisi lingkungan biotik dan abiotik yang tercekam yang akan menghasilkan planlet dengan kadar metabolit sekunder tinggi, sehingga selanjutnya dapat digunakan sebagai bibit unggul. Peningkatan kuantitas melalui peningkatan produksi pertanian, dapat dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Ekstensifikasi merupakan peningkatan produksi tanaman dengan perluasan lahan. Hampir seluruh lahan potensial telah diusahakan secara intensif sehingga perluasan lahan pertanian diarahkan pada lahan-lahan marginal seperti podsolid merah kuning, gambut, pasang surut dan pasir pantai (Anonim, 2005 a). Beberapa lahan marginal yang terdapat di pulau Jawa khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah lahan pasir pantai di bagian selatan. Kondisi agroklimat lahan pasir pantai dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman lidah buaya yang mempunyai kelebihan mampu tumbuh pada kondisi kering. Untuk meningkatkan produktivitas lahan pasir pantai dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain pemberian bahan pembenah tanah. Bahan pembenah tanah yang mudah diperoleh di daerah sekitar lahan adalah pupuk organik. Untuk meningkatkan kandungan mineral lahan pasir dan kebutuhan tanaman lidah buaya perlu ditambahkan sumber N berupa pupuk urea. Dalam budidaya tanaman lidah buaya selain dibutuhkan lahan, juga dibutuhkan bahan tanaman yaitu bibit. Bibit yang digunakan mempunyai sifat
4
keunggulan berhubungan dengan manfaat tanaman yaitu kandungan gizi, vitamin, mineral dan metabolit sekunder sebagai antioksidan dan bahan obat herbal. Salah satu metode peningkatan kandungan metabolit sekunder tanaman adalah metode elisitasi (Morais et al., 2012). Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan D. I. Yogyakarta dapat menghasilkan tanaman lidah buaya dengan kuantitas lebih tinggi dan kualitas lebih baik (kandungan gizi dan senyawa bahan obat). Tanaman lidah buaya yang mempunyai sifat-sifat demikian ini dapat lebih meningkatkan daya tarik konsumen. B. Keaslian dan kedalaman Penelitian ini merupakan penelitian berkesinambungan dimulai dari menghasilkan planlet yang mempunyai kandungan metabolit aloin tinggi, hingga tumbuh menjadi tanaman sempurna. Hasil planlet merupakan calon bibit yang akan dibudidayakan dalam media tanah pasir pantai dalam polibag yang ditambahkan pupuk kandang dan
pupuk urea dengan takaran dan dosis
suboptimal hingga optimal hingga diperoleh bibit unggul. Selanjutnya bibit unggul tanaman ini dipindahkan ke lahan pasir pantai dengan penggunaan pupuk kandang sapi dan urea sampai pemanenan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh tanaman dengan umur panen lebih cepat, ukuran, bobot helaian daun lebih besar, kualitas fisik lebih baik serta kandungan metabolit nutrisi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta kandungan bahan obat khusus lebih tinggi. Pengembangan budidaya tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik
5
sebagai bahan baku industri pangan, industri kosmetik dan kesehatan farmasi serta industri obat herbal. C. Tujuan Penelitian Penelitian mempunyai tujuan untuk: 1) Mempelajari macam dan dosis elisitor yang tepat untuk meningkatkan kualitas ( kandungan senyawa aloin) tanaman lidah buaya secara in vitro. 2) Memperoleh planlet produksi aloin tinggi dari macam dan dosis elisitor yang tepat. 3) Mempelajari pengaruh takaran pupuk kandang dan dosis pupuk urea terhadap sifat tanah, pertumbuhan, sifat fisiologi dan hasil tanaman lidah buaya di lahan pasir pantai. 4) Mempelajari pengaruh takaran pupuk kandang dan dosis pupuk urea terhadap kualitas (kandungan nutrisi dan senyawa aloin) tanaman lidah buaya di lahan pasir pantai. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat bermanfaat untuk: 1) Menghasilkan planlet calon bibit unggul dengan bobot dan kadar aloin tinggi. 2) Menghasilkan tanaman lidah buaya dengan bobot daun dan kandungan nutrisi tinggi. 3) Menghasilkan tanaman lidah buaya dengan kadar aloin tinggi.
6
4) Bagi petani pantai dapat menambah keanekaragaman tanaman yang diusahakan sehingga dapat menambah pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan.