I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk domestik bruto (PDB) bagi negara. Berdasarkan data BPS (2011) diketahui bahwa pada tahun 2010, sektor pertanian khususnya pada tanaman perkebunan mampu memberikan kontribusi sebesar 2,1 persen dari total produk domestik bruto nasional. Peningkatan PDB yang tinggi terjadi pada perkiraan tahun 2010 yaitu sebesar 21,4 persen dibandingkan pada tahun 2009 yang hanya mengalami peningkatan sebesar 5,15 persen dari tahun 2008. Peningkatan yang terjadi tersebut dapat menjadi salah satu indikator bahwa masih banyak penduduk Indonesia yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian khususnya pada tanaman perkebunan. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) Komoditi Karet Kelapa Sawit Coklat Kopi Tembakau
2006 513,2 3748,5 101,2 53,6 5,1
2007 514,0 4101,7 106,5 52,5 5,8
Tahun 2008 515,8 4451,8 98,4 58,3 4,6
2009 482,7 4888,0 95,3 48,7 4,2
2010 ⃰ 472,2 5032,8 95,9 48,7 4,2
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Keterangan : * Angka sementara
Berdasarkan Tabel 1, terlihat jelas bahwa karet merupakan tanaman perkebunan kedua yang banyak diusahakan di Indonesia setelah kelapa sawit. Hal ini ditinjau dari luas areal perkebunan karet yang digunakan di Indonesia. Selain itu, luas areal perkebunan karet mulai tahun 2005 sampai 2008 mengalami peningkatan, sedangkan untuk tahun 2009 mengalami penurunan sebanyak 6,4 persen dari tahun sebelumnya. Perubahan luas lahan dapat salah satunya dapat disebabkan karena adanya penurunan harga karet dunia pada tahun tersebut. Akibatnya, ketertarikan masyarakat Indonesia untuk membudidayakan karet menjadi berkurang sehingga luas lahan perkebunan untuk karet pun menjadi berkurang.
1
Tabel 2. Produksi Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ton) Komoditi Karet Kelapa Sawit Coklat Kopi Tembakau
2006 2007 2.637.231 2.755.172 17.350.848 17.664.725 769.386 740.006 682.158 676.476 146.265 146.851
Tahun 2008 2009 2010 ⃰ 2.751.286 2.440.347 2.591.935 17.539.788 18.640.881 19.844.901 803.594 809.583 844.626 698.016 682.590 684.076 168.037 176.510 122.276
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Keterangan : * Angka sementara
Berdasarkan Tabel 2, perbandingan total produksi dari lima tanaman perkebunan tahun 2006-2010 menunjukkan bahwa total produksi karet merupakan total produksi terbesar kedua setelah kelapa sawit. Hal ini dapat dikarenakan jumlah luas lahan karet yang ada merupakan luas lahan kedua setelah kelapa sawit. Terlihat jelas bahwa total produksi karet di Indonesia mulai tahun 20062008 mengalami peningkatan dan mengalami penurunan pada tahun 2009, kemudian mengalami peningkatan kembali pada tahun 2010. Penurunan jumlah produksi dapat terjadi salah satunya karena penurunan luas lahan yang terjadi pada tahun tersebut. Data Kementerian Pertanian Indonesia tahun 2010 menyebutkan bahwa Indonesia memiliki luas lahan perkebunan karet yang paling luas di dunia, yaitu sekitar 3,4 juta hekar. Luas lahan perkebunan karet tersebut tersebut terdiri dari perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar negara (PBN), dan perkebunan besar swasta (PBS). Perkebunan rakyat merupakan perkebunan karet yang dimiliki dan dikelola oleh rakyat. Sedangkan perkebunan besar negara yaitu perkebunan karet yang dikelola dan dimiliki negara dan perkebunan besar swasta yaitu perkebunan karet yang dikelola perusahaan perekebunan swasta. Perkebunan karet rakyat mencapai 85 persen dari total luas perkebunan karet yang ada di Indonesia dan hanya delapan persen perkebunan besar milik negara serta tujuh persen perkebunan besar milik swasta1. Berdasarkan Tabel 3
1
[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2011. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan. http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/komoditiutama/2-Karet[12 Juli 2012]
2
dapat dilihat bahwa luas lahan perkebunan karet rakyat (PR) paling luas dibandingkan perkebunan besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Namun produktivitas karet dari PR paling rendah dibandingkan PBN dan PBS. Bahkan pada tahun 2008 dan 2009, produktivitas karet cenderung menurun. Produktivitas karet yang lebih rendah dapat dikarenakan kualitas dari klon karet yang ditanam, teknologi budidaya yang belum diterapkan petani seperti penggunaan pupuk, dan umur karet yang sudah tua dan rusak (Akiefnawati, Wibawa, Joshi, dan Noordwjik, 2007). Tabel 3. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Karet di Indonesia Tahun
2006 2007 2008 2009 2010*) 2011**)
Luas Areal (ribu Ha) PR PBN PBS 2.833 238 275 2.900 238 275 2.910 238 275 2.911 239 284 2.934 236 274 2.935 239 276
Produksi ( ribu Ton) PR 2.082 2.176 2.173 1.942 2.065 2.105
PBN 265 277 276 238 252 260
PBS 288 301 300 259 274 276
Produktivitas (Ton/Ha) PR PBN PBS 0,735 1,117 1,049 0,751 1,164 1,092 0,747 1,162 1,091 0,667 0,997 0,912 0,704 1,066 1,001 0,717 1,087 1,000
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2011), diolah Keterangan : * Angka sementara ** Angka estimasi
Penggunaan bibit unggul pada perkebunan karet rakyat tergolong masih rendah. Sumber bibit karet pada perkebunan rakyat biasanya berupa bibit cabutan atau
bibit dengan mutu yang rendah (Akiefnawati, Wibawa, Joshi, dan
Noordwjik, 2007). Penggunaan bibit yang seperti itu, dapat menyebabkan produktivitas karet menjadi lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas karet yang menggunakan bibit unggul. Faktor lain yang diduga menyebabkan rendahnya produktivitas karet pada perkebunan rakyat yaitu dari teknis produksi atau pengelolaan kebun karet. Pengelolaan perkebunan karet rakyat belum sepenuhnya melakukan penerapan teknik dan manajemen usaha yang efisien. Pengelolaan kebun karet yang dilakukan masih sederhana. Setelah bibit karet ditanam untuk selanjutnya dibiarkan tanpa ada perawatan pada kebun karet sehingga menyebabkan produktivitas karet yang rendah ( Sadikin dan Irawan, 2004). Banyaknya perkebunan karet yang sudah tua, rusak, dan kurang produktif pada perkebunan karet rakyat karena petani telat melakukan peremajaan dapat
3
menjadi salah satu penyebab rendahnya produktivitas karet. Direktorat Jenderal Perkebunan melalui program revitalisasi perkebunan tahun 2009 merencanakan pengembangan perkebunan dengan melakukan peremajaan pada tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, dan kakao. Luas perkebunan karet yang diremajakan pada program tersebut mencapai 217.000 Ha. Luas karet yang akan diremajakan tersebut mencapai sekitar 6,8 persen dari total luas lahan karet yang ada dan merupakan nilai tertinggi jika dibandingkan dengan luas peremajaan perkebunan kelapa sawit maupun kakao yang masing-masing hanya seluas 99.000 Ha dan 31.000 Ha. Tingginya luas perkebunan karet yang diremajakan, mengindikasikan bahwa banyak perkebunan karet yang sudah tua, rusak, dan kurang produktif dan telat untuk diremajakan. Produktivitas karet yang semakin menurun dan rendah dapat ditingkatkan dengan cara memperbaiki penggunaan faktor input yang digunakan, seperti penggunaan bibit unggul dan penggunaan pupuk (Akiefnawati, Wibawa, Joshi, & Noordwjik, 2007). Permasalahan umur produksi atau karet yang sudah tua dapat dilakukan dengan peremajaan dari karet itu sendiri. Peremajaan memiliki peran yang penting dalam pengelolaan suatu perkebunan. Perkebunan yang diremajakan dapat diperbaiki dan ditingkatkan tingkat produktivitas dengan cara penggunaan bibit unggul pada saat peremajaan dilakukan. Bibit unggul yang digunakan pada perkebunan dapat menghasilkan getah karet lebih banyak dibandingkan dengan bibit karet sebelumnya yang sudah tua. Lahan yang cocok untuk penanaman karet yaitu lahan yang memiliki jenis tanah podsolik merah kuning (Tim Penulis PS, 2011). Sebagian besar jenis tanah tersebut berada di wilayah Sumatera. Selain dari jenis tanah, syarat tumbuhnya tanaman karet juga dipengaruhi
iklim, curah hujan, ketinggian tempat serta
kondisi tanah. Lokasi perkebunan karet yang paling luas berada di wilayah Sumatera. Berdasarkan data Departemen Pertanian, pada tahun 2010 luas perkebunan karet di Sumatera sekitar 2,3 juta ha atau 67,6 persen total luas perkebunan karet Indonesia. Daerah perkebunan karet di Sumatera hampir tersebar di seluruh provinsi yang ada di Sumatera, salah satunya Sumatera Selatan. Luas areal perkebunan karet di Sumatera Selatan pada tahun 2010
4
memiliki luas mencapai 665.129 Ha atau sebesar 29% dari total luas lahan di Sumatera. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa peningkatan produktivitas karet di Sumatera Selatan dari tahun 2005-2008 mengalami peningkatan. Namun pada tahun 2009 dan 2010, produktivitas karet mengalami penurunan. Pada tahun 2009 terjadi penurunan produktivitas karet dan
juga penurunan luas lahan karet.
Penurunan luas lahan karet diduga karena terjadi konversi lahan dari perkebunan karet menjadi perkebunan kelapa sawit ataupun perkebunan karet menjadi perumahan atau komplek pertokoan. Banyaknya perkebunan karet yang memiliki tanaman karet yang sudah tua sehingga tidak produktif lagi namun belum dilakukan peremajaan terhadap lahan karet tersebut dapat menjadi salah satu penyebab turunnya produktivitas karet. Tabel 4. Luas dan produksi karet di Provinsi Sumatera Selatan Tahun
Luas Areal (Ha)
Produksi (Ton)
2005 2006 2007 2008 2009 2010
655.230 648.754 659.134 662.788 659.769 665.129
450.495 517.799 542.538 543.698 484.000 515.965
Produktivitas (Ton/Ha) 876 980 1.013 1.017 925 959
Sumber : Deptan (2010)
Produktivitas karet di Sumatera Selatan pada tahun 2010 juga mengalami penurunan. Penurunan yang terjadi tersebut tidak diikuti dengan penurunan luas lahan karet. Sebaliknya luas lahan karet mengalami peningkatan pada tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat menjadi salah satu indikator bahwa produktivitas karet di Sumatera Selatan mengalami penurunan beberapa tahun terakhir.
Produktivitas yang semakin menurun ini dapat dikarenakan
banyaknya perkebunan karet yang sudah tua sehingga tidak lagi produktif ataupun penggunaan input yang belum maksimal. Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Selatan yang sangat berpotensi untuk terus berkembang khususnya dalam sektor pertanian. Kabupaten Banyuasin memerioritaskan pengembangan salah satunya pada sektor perkebunan karet. Hal ini dilakukan karena Kabupaten Banyuasin 5
merupakan salah satu kabupaten di Sumatera selatan yang memiliki wilayah yang paling luas. Jenis tanah yang cocok untuk tanaman perkebunan serta lokasi yang cukup dekat dengan pabrik pengolahan karet, menjadi salah satu faktor pendukung untuk pengembangan perkebunan karet. Berdasarkan data Pemerintahan Daerah Kabupaten Banyuasin tahun 2011, Kabupaten ini memiliki luas 11.832,99 kilometer persegi . Wilayah ini sangat berpotensi untuk terus berkembang khusunya di sektor perkebunan karet. Namun dengan wilayah yang luas tidak selalu menjamin dapat meningkatkan produksi dan produktivitas karet di Indonesia, khususnya di Kabupaten Banyuasin sendiri. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Sumatera Selatan tahun 2010 pada Tabel 5 diketahui bahwa total luas perkebunan karet di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2009 yaitu 82.875 hektar. Dari total lahan tersebut terdapat sekitar 22,6 persen luas lahan perkebunan karet yang sudah rusak dan tua. Luas lahan yang rusak tersebut harus segera dilakukan peremajaan agar dapat kembali menghasilkan. Dengan jumlah luas lahan yang rusak
tersebut dapat
mengindikasikan bahwa masih terdapat petani yang belum meremajakan kebun karet yang rusak. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan untuk memilih Kabupaten Banyuasin sebagai tempat penelitian. Tabel 5. Luas Perkebunan Karet Kabupaten Banyuasin Tahun 2009 No.
Keterangan
Luas areal (Ha)
1
Lahan Karet
82.875
2
Lahan Karet Belum Menghasilkan (BM)
20.499
3
Lahan Karet Telah Menghasilkan (TM)
53.680
4
Lahan Karet yang Rusak
18.696
Sumber : Dinas Perkebunan Sumatera Selatan (2011)
1.2. Perumusan Masalah Perkebunan karet rakyat di Sumatera Selatan merupakan perkebunan yang paling luas dibandingkan dengan perkebunan karet milik negara ataupun swasta. Sebanyak 95 persen perkebunan karet yang ada di Sumatera selatan merupakan
6
perkebunan karet rakyat 2. Namun produktivitas yang dihasilkan paling rendah dibandingkan dengan perkebunan milik negara dan swasta. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan komoditi karet rakyat pada umumnya yaitu produktivitas dan mutu karet yang masih rendah. Rendahnya produktivitas karet rakyat ini salah satunya dikarenakan banyaknya perkebunan karet yang sudah tua dan rusak. Pada tahun 2009, diketahui bahwa sebanyak lebih dari 150.000 hektar perkebunan karet rakyat di Sumatera Selatan merupakan perkebunan karet yang sudah tua yang berumur di atas 25 tahun, salah satunya terdapat di Kabupaten Banyuasin. 3. Tanaman karet yang tua dapat membuat produksi menjadi turun dan berujung pada menurunnya produktivitas karet pada petani. Perkebunan karet yang sudah tua dan rusak dapat memberikan kerugian bagi petani yaitu dari sisi biaya yang dikeluarkan dan juga pendapatan yang diterima oleh petani. Biaya yang dikeluarkan petani akan semakin besar dikarenakan adanya perawatan serta pemupukan yang perlu ditingkatkan agar mampu meningkatkan hasil produksi. Petani juga akan menerima pendapatan yang semakin kecil karena produksi yang dihasilkan semakin menurun serta dengan diikuti pengeluaran biaya produksi yang semakin besar. Kemungkinan juga terdapat faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi petani untuk melakukan peremajaan, yaitu itu berupa faktor ekonomi, sosial ataupun demografi. Peremajaan pada perkebunan karet umumnya masih belum banyak dilakukan pada perkebunan rakyat. Peremajaan bila dilihat dari sisi petani dapat mengakibatkan pendapatan petani menjadi berkurang.
Pada saat peremajaan
dilakukan, petani tidak akan memperoleh pendapatan dari karet karena belum menghasilkan. Apabila mata pencaharian petani hanya bersumber dari karet saja, maka
ketika
dilakukan
peremajaan
petani
dapat
kehilangan
sumber
pendapatannya. Peremajaan yang belum dilakukan oleh petani diduga juga karena petani kekurangan modal. Petani harus mengeluarkan modal untuk peremajaan namun juga harus memenuhi kebutuhan selama karet yang diremajakan belum 2
Republika. 2009. Ribuan Hekatare Karet Sumsel Perlu Diremajakan. http://binaukm.com/2011/09/karet-sebagai-komoditas-perkebunan-unggulan/[12 Juli 2010] 3 Loc.cit
7
berproduksi. Hal inilah salah satunya yang diduga membuat peremajaan masih sedikit yang melakukannya. Petani perlu mencari penghasilan lain selama peremajaan agar kebutuhan rumah tangga dapat terpenuhi. Perkebunan karet yang sudah berumur di atas 25 tahun seharusnya dilakukan peremajaan. Namun masih masih terdapat petani yang belum melakukannya. Hal tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor yang memengaruhi keputusan petani untuk melakukan peremajaan pada kebun karet mereka. Perkebunan karet yang dilakukan peremajaan diharapkan mampu meningkatkan produktivitas serta pendapatan petani karet. Biaya yang dikeluarkan pada saat peremajaan yaitu berupa investasi pada perkebunan tersebut tidak semahal pada saat melakukan pembukaaan kebun baru. Hal ini dikarenakan petani tidak perlu mengeluarkan biaya investasi baru seperti membeli lahan ataupun peralatan yang sudah dimiliki sebelumnya pada saat perkebunan karet didirikan. Perkebunan karet yang sudah rusak dan tua harus segera dilakukan peremajaan agar dapat meningkatkan produktivitas serta memberikan pendapatan yang lebih kepada petani dimasa mendatang. Manfaat peremajaan juga harus dapat dirasakan oleh petani dengan adanya peningkatan produktivitas dan diikuti dengan meningkatnya pendapatan petani. Berdasarkan penjelasan dari uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu : 1. Berapa umur optimum peremajaan karet pada perkebunan karet rakyat? 2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi petani untuk melakukan peremajaan karet? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penelitian ini adalah : 1. Mengetahui umur optimum peremajaan karet pada perkebunan karet rakyat. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi petani untuk melakukan peremajaan karet. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai peremajaan karet yang dilakukan oleh petani perkebunan karet rakyat. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah untuk 8
merumuskan dan merencanakan kebijakan dalam membuat program peremajaan perkebunan karet. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi literatur untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup penelitian Penelitian ini hanya membahas dan menganalisis tentang faktor-faktor yang memengaruhi petani perkebunan karet rakyat untuk melakukan peremajaan pada perkebunan mereka serta mengetahui umur optimum peremajaan pada perkebunan karet rakyat. Petani perkebunan karet rakyat yang diteliti yaitu petani perkebunan karet rakyat Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Periode pengamatan yang digunakan yaitu produksi rata-rata pada satu tahun terakhir yaitu antara tahun 2011 dan tahun 2012.
9