BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Luas lahan gambut di Indunesia merupakan 87% dari seluruh luas gambut di Asia Tenggara atau 52,4% dari seluruh lahan gambut di daerah tropik. Lahan gambut di Indonesia tersebar di Sumatera (41,1%), Kalimantan (33,8 %), Irian Jaya (23,0 %), Sulawesi (1,6 %) serta Halmahera dan Seram (0,5 %). Di Kalimantan, lahan gambut terdapat di wilayah pantai Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan serta sebagian kecil Pantai Kalimantan Timur (Komarudin, 19998). Gambut terbentuk di alam dalam berbagai kondisi biologi, kimia, fisika dan geologi yang mempengaruhi sifat-sifat fisika-kimianya. Kimiawi gambut terjadi akibat dari kombinasi komposisi kimia tumbuhan mire dan mikroorganisme, kualitas air tanah dan substansi-substansi sekunder yang dihasilkan selama proses dekomposisi. Tanah gambut mengandung bahan-bahan anorganik dan bahan organik (Aiken dkk,1985). Substansi anorganik yang masuk ke dalam gambut sebagai unsur-unsur mineral tanah karena tindakan air atau angin atau sebagai substansi mineral, yang pada awalnya terikat pada organisma tumbuhan. Kandungannya di dalam gambut biasanya tidak lebih tinggi dari 10%. Kandungan Fe, Al, Na, S dan P mencapai kadar tinggi pada sebagian gambut. Unsur-unsur mikro yang ada di dalam gambut adalah B, Sr, Zn, Cr, Ag, Au, Ba, Ti, V, Cu, Mn, I dan Co.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Kandungan Unsur MikroTanah Gambut Sumatera Utara Co
Kandungan unsur (kg/ha) pada kedalaman 0-25 cm 0,1-0,2
Kandungan unsur (kg/ha) pada kedalaman 80-100 cm 0,05-0,1
Cu
0,8-8
0,2-0,8
Fe
143-175
67-122
Mn
4,1-25
1,1-1,7
Mo
0,6-1
0,3-0,6
Zn
2,8-4,4
1,8-4,8
Unsur-unsur
Sumber: Wahyunto, dkk, 2004 Tabel 1.2. Kualitas air di perairan lahan gamut bekas terbakar di sekitar Taman Nasioanl Berbak, jambi (Suryadipura , 1998. Tidak dipublikasikan)
Parameter
Kualitas air di perairan lahan gamut bekas terbakar Sungai Palas Simpang Air Hitam Rawa gamut Datuk Dalam Rawa gamut tergenang (6 Rawa gamut titik tergenang (6 tergenang (5 titik titik pengamatan) pengamatan pengamatan)
Satuan
Sungai Rambut Perairan gamut mengalir (2 titik pengamatan)
Fisika 1.padatan tersuspensi 2. konduktivitas
Mg/1 umhos/ cm
6-6
2-10
2-8
34-38
1300-1800
140-323
700-1050
500-900
3,35-3,49
Kimia 1. pH*
*
3,28-3,40
4,20-5,20
3,30-3,51
2. Alkalinitas
Mg/1CaCO3
ttd
ttd
ttd
3. Asiditas
Mg/1
280-760
44-64
120-220
4. Total Fe
Mg/1
3,22-5,32
1,31-5,49
1,71-4,65
4,56-6,43
5. Kalsium (Ca)
Mg/1
0,05-0,24
0,05-0,55
0,26-3,77
0,05-0,31
6. COD
Mg/1
7,5-20,0
8-86
7,5-20,0
45-74
7. Sulfat (SO4)
Mg/1
682-695
38-385
137-477
136-333
8. Kesadahan Total
Mg/1CaCO3
280-320
20-70
140-240
100-140
9. Oxygen terlarut
Mg/1 O2
3,7-5,6
2,8-5,7
1,5-5,3
3,2-4,2
ttd 160
*) tingginya nilai konduktivitas dan rendahnya pH diduga berasal dari terosidaksinya prit, sehingga terbentuk senyawa asam sulfat yang bersifat sangat asam
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.3. Kualitas air tanah pada sistem drainase dangkal dibanding dengan sistem sawah di daerah Kalimantan Selatan Sifat air tanah
Musim kemarau drainase dangkal
Sawah
Musim hujan Drainase dangkal
Sawah
- pH
5,0
3,9
4,3
3,6
- SO42- (me/kg)
2.0
2,7
3,1
5,1
- Fe2+ (me/kg)
0,66
0,55
0,82
1,1
- Al3+ (me/Kg)
0,71
1,1
0,90
1,2
- Mg2+ (me/Kg)
0,39
0,58
0,90
1,2
Sumber : Balittra,1998 Air gambut, yaitu air yang terdapat dan selalu menggenangi lahan gambut. Air gambut yang terdapat di Indonesia secara kuantitatif sangat potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi air bersih atau air minum, namun kenyataannya secara kualitas, air gambut dalam penggunaannya masih banyak mengalami kendala. Salah satu kendala penggunaannya sebagai air bersih adalah : 1. Intensitas warna yang tinggi (berwarna coklat kemerahan) 2. pH yang rendah 3. Kandungan zat organik yang tinggi 4. Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah 5. Kandungan kation yang rendah Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam dan
Universitas Sumatera Utara
turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu (Kusnaedi, 2006). Adanya ion Fe+2 dalam air gambut berasal dari pirit. Pirit adalah mineral tanah berukuran mikro yang tidak terlihat dengan mata, yang terdapat pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan endapan marin. Pirit terbentuk dalam lingkungan air laut atau payau, yang mempunyai bahan organik yang berasal dari tumbuhan pantai seperti api-api bakau atau nipah dan bakteri anaerobik pereduksi senyawa sulfat. Sebagai hasil kerja bakteri anaerob pereduksi senyawa sulfat, terbentuk mineral-mineral tanah berukuran mikro, yang disebut pirit (FeS2) (Pyrite cubic-FeS2). Lapisan tanah yang banyak mengandung mineral pirit ini, apabila masih belum diganggu, jenuh air atau tergenang dan piritnya belum teroksidasi disebut lapisan bahan sulfidik. Pada proses oksidasi pirit dibebaskan ion sulfat. Ion H dan senyawa besi Ferri bervalensi tiga (Fe(OH)3) yang segera tereduksi menjadi ion besi Ferro-bervalensi dua (Fe(OH)2) yang mudah bergerak, karena merupakan ion-ion bebas. Terlalu banyaknya ion-ion H+ dalam larutan tanah, disamping menyebabkan terjadinya pertukaran ion yang mendesak keluar semua basa-basa tanah (Ca, Mg, K dan Na) dalam kompleks adsorpsi liat dan humus, ion-ion H+ juga membentuk senyawa hidrat dengan molekul air (yang bersifat bipolar) dan masuk kedalam struktur kisi (Lattice) mineral liat untuk menggantikan / subtitusi tempat. Ion Al3+ dalam kisi mineral. Mineral liat menjadi tidak stabil, kisinya runtuh (Collapsed) dan strukturnya rusak, sehingga dibebaskan banyak sekali ion Al3+ dalam larutan tanah.
Universitas Sumatera Utara
Adanya ion Al3+ dan Fe3+ yang melimpah, serta ion-ion basa lain (K, Ca, Mg dan Na) yang terkandung dalam mineral tanah gambut akan tercuci keluar dan hanyut terbawa air mengalir. Penelitian tentang pengolahan air gambut ini telah banyak dilakukan diantaranya melalui proses elektrokoagulasi (suib, 1994) dengan menggunakan protein biji kelor sebagai koagulasi (Chaidir dkk, 1999), membrane ultra fitrasi dengan coagulation (Fitria, 2008), pengolahan air gambut dengan menggunakan cangkang telur sebagai adsorben (Novita, 2008), penurunan warna air gambut dengan serbuk tulang ayam (Darmayanto, 2008), pengelolaan air gambut dengan menggunakan poly Aluminium Clorida (PAC) (Nurmida Rumapea,2009). Disamping itu yang melatar belakangi penelitian ini adalah penelitian tentang pengolahan air gambut yang telah dilakukan oleh saudara Susilawati, tentang pembuatan Model Pengolahan Air Gambut Untuk Menghasilkan Air Bersih Dengan Metode Elektrokoagulasi (2009). Proses elektrokoagulasi ini dilakukan dengan cara memasukkan elektroda dari lempeng logam Aluminium (Al) ke dalam elektrolit (air baku) pada suatu becker glass. Lempeng Aluminium tersebut dialiri dengan listrik arus searah, sehingga elektroda logam aluminium tersebut sedikit demi sedikit akan larut ke dalam air membentuk ion Al3+, bereaksi dengan air membentuk Al (OH)3.n.H2O koagulan yang sangat efektif. Tujuan utama proses elektrokoagulasi adalah untuk mendestibilisasi partikel, sehingga dapat bergabung dengan partikel lain untuk membentuk agregat besar yang akan lebih mudah mengendap. Sehingga diharapkan setelah proses elektrokoagulasi
Universitas Sumatera Utara
tersebut dihasilkan air bersih yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar lahan gambut dan untuk selanjutnya dapat dilakukan analisis kadar logam dalam air gambut tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat menyempurnakan penelitian pengolahan air gambut menjadi air bersih.
1.2. Permasalahan 1.2.1. Identifikasi Masalah Air gambut sangat potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi air bersih atau air minum, namun kenyataannya secara kualitas, air gambut dalam pengguanaannya masih banyak mengalami kendala. Warna coklat kemerah - merahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) yang merupakan partikel koloid bermuatan negatif terutama dalam bentuk asam humus dan turunannya yang sulit dipisahkan dari cairannya karena ukurannya sangat kecil dan mempunyai sifat muatan listrik pada permukaannya yang menyebabkan partikel stabil. Adanya ion Fe+2 dalam air gambut berasal dari pirit, disamping itu terjadinya pencucian mineral tanah gambut yang secara terus menerus mengakibatkan pertukaran ion -
ion sehingga semua basa –
basa tanah (K, Ca, Mg dan Na) keluar dari mineral tanah dan hanyut terbawa air.
Universitas Sumatera Utara
1.2.2. Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah : a. Apakah Metode Elektrokoagulasi dapat digunakan untuk menjernihkan air gambut b. Apakah kadar logam dalam air gambut akan mengalami penurunan setelah dijernihkan dengan Metode Elektrokoagulasi
1.2.3. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada : a. Sampel air gambut diambil dari Desa Hutabalang Kec. Bidari Kab. Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara. b. Analisis kadar logam meliputi : Logam Besi (Fe), Logam Tembaga (Cu), Logam Kalsium (Ca) dalam sampel Air Gambut sebelum dan sesudah dilakukan penjernihan dengan Metode Elektrokoagulasi.
1.3. Tujuan Penelitian 1. Menjerhihkan Air Gambut dari Desa Hutabalang Kec. Bidari Kab. Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara dengan Metode Elektrokoagulasi 2. Mendapatkan data kadar Logam Besi (Fe), Logam Tembaga (Cu), Logam Kalsium (Ca) dalam Air Gambut sebelum dijernihkan dan sesudah dijernihkan dengan Metode Elektrokoagulasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Mendapatkan data persentase penurunan kadar logam Besi (Fe), Tembaga (Cu) dan Kalsium (Ca) dalam Air Gambut.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat : 1.
Memberikan Alternatif Pengolahan Air Gambut menjadi air bersih, kepada masyarakat khususnya masyarakat di Desa Hutabalang Kec. Bidari Kab. Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara.
2.
Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kadar Logam Besi (Fe), Logam Tembaga (Cu), Logam Kalsium (Ca) dalam Air Gambut seteleh dijernihkan dengan
Metode elektrokoagulasi masih sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/PER/IX/1990.
1.5. Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen laboratorium. Sel elektrolisis diterapkan untuk dapat mengubah energi listrik DC (direct current) untuk menghasilkan reaksi elektrolik. Setiap sel elektrolisis mempunyai dua elektroda, katoda dan anoda. Jenis elektroda yang digunakan pada penelitian ini adalah elektroda Aluminium yang berperan sebagai sumber ion Al3+ dianoda dan berfungsi sebagai koagulan dalam proses koagulasi-flokulasi yang terjadi di dalam sel tersebut. Sedangkan di katoda terjadi reaksi katodik dengan membentuk gelembung-gelembung gas hidrogen yang berfungsi untuk menaikkan flok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendap di dalam
Universitas Sumatera Utara
sel. Di dalam reaktor elektroda Alumunium menghasilkan koagulan Al(OH)3 xH2O yang membawa flok dan padatan yang lebih berat ke dasar reaktor, sedangkan gas hidrogen yang dihasilkan membawa padatan tersuspensi yang lebih ringan ke permukaan cairan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menentukan 5 titik lokasi yang ditarik secara diagonal, kemudian dari masing – masing titik diambil sampel dengan tiga
kedalaman, dengan volume masing masing 1000 ml yaitu pada permukaan,
pertengahan dan dasar. Sampel air gambut dilakukan dua perlakuan yaitu satu bagian langsung digunakan untuk proses elektrokoagulasi dan satu bagian lagi didestruksi penambahan HNO3pekat kemudian
dengan
dilakukan preparasi dengan berpedoman pada
standart Nasional Indonesia (SNI)06.6989.2004 dan dianalisis kadar besi (Fe), Tembaga (cu), dan Kalsium (Ca) dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) nyala type Shimadzu AA 6-300.
Universitas Sumatera Utara