I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor buah jeruk terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Malaysia, dengan volume impor sebesar 94.696 ton, sedangkan ekspornya hanya sebesar 1.261 ton dengan tujuan ke Malaysia, Brunei Darusalam, dan Timur Tengah. Ekspor buah jeruk nasional masih sangat kecil tersebut membuka peluang pemacuan produksi buah jeruk nasional karena disamping untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, konsumsi buah dan juga akan dapat meningkatkan devisa ekspor nasional. Impor buah jeruk segar yang terus meningkat, mengindikasikan adanya segmen pasar (konsumen) tertentu yang menghendaki jenis dan mutu buah jeruk yang prima namun belum bisa dipenuhi produsen dalam negeri (Anonimous, 2013). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas buah jeruk adalah dengan menyediakan bibit unggul.
Bibit unggul didapatkan dari tanaman yang
diperbanyak secara vegetatif, atau gabungan antara vegetatif untuk batang atas dan generatif untuk batang bawah. Bibit seperti ini dinamakan dengan okulasi. Pengadaan bibit secara okulasi sudah banyak dikembangkan, terutama dalam usaha menciptakan bibit-bibit jeruk unggul yang cepat menghasilkan dan tahan terhadap kemungkinan serangan hama dan penyakit. Secara umum bibit okulasi selama ini paling diminati karena merupakan perpaduan dua sifat unggul tetuanya, baik untuk bibit batang bawah maupun untuk batang atas merupakan bibit yang terpilih sifat unggulnya (Pracaya, 2009). Okulasi dilakukan dengan menggunakan 1
mata tunas (mata tempel) yang diambil dengan sedikit kulitnya dari cabang entres pohon induk, kemudian ditempelkan pada batang bawah yang telah disayat kulitnya (Nugroho dan Roskitko, 2005). Mata tempel dari batang atas (entres) yang digunakan dalam okulasi harus dalam keadaan segar, tetapi di lapangan sering terjadi penundaan (Abdurrahman, Sudiyanti, dan Basumo. 2007). Kondisi ini terjadi pula pada petani penangkar bibit buah-buahan di Kalimantan Tengah, karena petani dengan modal yang tidak terlalu besar umumnya tidak atau belum mampu memiliki Blok Fondasi (BF) dan atau Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) ditempat pembibitannya, sehingga harus mengambil entres dari tempat lain pada balai benih benih milik pemerintah, swasta dan penangkar-penangkar bibit yang sudah memiliki BF dan BPMT, walaupun jaraknya cukup jauh dari tempat pembibitan penangkar. Sering kali entres tidak segera diokulasikan karena terhambat waktu dan jarak, hal ini dihawatirkan dapat menurunkan kualitas entres yang akan diokulasi. Resiko penundaan okulasi entres tersebut dapat diatasi dengan teknologi penyimpanan entres. Selama ini entres disimpan dengan media pembungkus agar kelembaban dan kesegaran entres dapat terjaga dengan baik (Abdurrahman et al., 2007). Hasil penelitian Anindiawati (2011), penyimpanan entres sampai 3 hari dengan bahan pembungkus alumunium foil, pelepah pisang dan irisan temulawak mampu menghasilkan bibit okulasi tumbuh tertinggi mencapai 78 %. Bertolak dari kondisi yang terjadi tersebut, kiranya perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh lama simpan dan jenis pembungkus entres terhadap keberhasilan okulasi tanaman jeruk manis (Citrus sinensis L.). 2
1.2. Perumusan Masalah Saat melakukan okulasi mata tempel hendaknya entres yang digunakan dalam kondisi segar, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak dapat dipenuhi karena sering terhambat jarak maupun waktu. Untuk waktu simpan entres yang tidak terlalu lama dapat diatasi dengan penyimpanan entres pada jenis pembungkus yang sesuai, agar kelembaban maupun kesegaran mata tempel tetap terjaga. Berdasarkan hal ini dapat ditarik perumusan masalah yaitu :
a.
Apakah perbedaan lama penyimpanan
dan jenis pembungkus entres
mengakibatkan perbedaan keberhasilan okulasi tanaman jeruk? b.
Apakah entres dapat disimpan dan mampu bertahan untuk digunakan sebagai bahan okulasi?
c.
Jenis pembungkus entres manakah yang mampu mempertahankan kondisi entres untuk dapat dipakai sebagai bahan okulasi?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : a.
Untuk mengetahui pengaruh lama simpan dan pembungkus entres terhadap keberhasilan okulasi tanaman jeruk.
b.
Untuk mengetahui lama penyimpanan entres yang dilakukan agar keberhasilan okulasi tanaman jeruk manis dapat dipertahankan.
c.
Untuk mengetahui jenis pembungkus entres yang baik agar keberhasilan okulasi tanaman jeruk manis dapat ditingkatkan.
3
1.4. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : a.
Terdapat interaksi pengaruh lama simpan dan jenis pembungkus entres terhadap keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk manis.
b.
Semakin lama entres disimpan akan berakibat menurunkan tingkat keberhasilan okulasi pada tanaman jeruk manis.
c.
Jenis pembungkus entres dari kertas koran yang dibasahi akan mampu mempertahankan tingkat keberhasilan okulasi yang lebih tinggi pada tanaman jeruk manis.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Jeruk Jeruk manis banyak ditanam di daerah 20-400 0LU dan 20-400 0LS. Di daerah subtropis, ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl, sedangkan di katulistiwa dapat ditanam sampai ketinggian 2000 m dpl (Pracaya, 2009). Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman jeruk antara 25-300C. Aktivitas pertumbuhan tanaman jeruk sangat terganggu jika suhu kurang 130C, tetapi masih dapat bertahan pada suhu 380C. Untuk jeruk keprok temperatur rata-rata yang diperlukan adalah 200C (Soelarso, 1999). Tanaman jeruk membutuhkan penyinaran matahari, sekitar 50-70%. Keadaan udara yang lembab akan menimbulkan lebih banyak penyakit cendawan, sebaliknya keadaan udara yang kering akan menimbulkan lebih banyak serangan hama terutama kutu perisai dan kutu penghisap lainnya. Di daerah-daerah jeruk di Indonesia rata-rata kelembabannya berkisar 50-85% dan 70-80% (Joesoep, 1993). Tanah yang baik adalah lempung sampai lempung berpasir dengan fraksi liat 7-27%, debu 25-50% dan pasir < 50%, cukup humus, tata air dan udara baik. Jenis tanah andosol dan latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk (Pracaya, 2009). Jeruk siam membutuhkan pH antara 5-7,5. Hasil maksimum diperoleh pada pH 6. Tanah yang ber pH dibawah kisaran tersebut, tanaman jeruk memperlihatkan gejala yang sama dengan defisiensi unsur hara: daun menguning dan buahnya tidak dapat berkembang dengan baik. Sedang kan pada tanah yang 5
mempunyai pH diatas kisaran tersebut, tanaman jeruk memperlihatkan gejala seperti kekurangan unsur borium pada pucuk-pucuk daun. Jika terpaksa menanam pada tanah diluar kisaran pH tersebut, maka perlu dilakukan netralisasi tanah (Anonimous, 2004).
2.2. Perbanyakan Secara Okulasi Okulasi sering juga disebut dengan menempel, oculatie (Belanda) atau budding (Inggris). Cara memperbanyak tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan stek dan cangkok. Kelebihannya adalah hasil okulasi mempunyai mutu lebih baik dari pada induknya. Bisa dikatakan demikian karena okulasi dilakukan pada tanaman yang mempunyai perakaran yang baik dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit dipadukan dengan tanaman yang mempunyai rasa buah yang lezat, tetapi mempunyai perakaran kurang baik. Tanaman yang mempunyai perakaran baik digunakan sebagai batang bawah. Sedangkan tanaman yang mempunyai buah lezat diambil mata tunasnya untuk ditempelkan pada batang bawah dikenal dengan sebutan batang atas (Nalia, 2009) Okulasi merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan memadukan bibit yang baik dari batang atas dan batang bawah. Pelaksanaannya akan terjadi pertautan batang atas dan batang bawah melalui proses dua tahap, yaitu pembesaran dan pembelahan sel kambium baru yang menghubungkan kambium batang atas dan batang bawah, pembentukan jaringan vaskuler yang mengalirkan nutrisi dan air dari batang bawah ke batang atas, sel kambium baru dan vaskuler (Yuniastuti et al, 1992). 6
Pemilihan batang atas pada okulasi ditunjukkan pada pemilihan mata tempel yang akan dipasang pada batang bawah. Penentuan cabang sebagai entres merupakan syarat pengambilan mata tempel pada tanaman yang memiliki sifat yang unggul. Mata tempel yang terletak di ketiak daun yang mempunyai daun besar lebih baik dari pada yang berasal dari ketiak daun yang daunnya berukuran lebih kecil. Mata tempel yang berasal dari ranting yang terlalu muda akan memerlukan waktu yang relatif lama untuk tumbuh. Mata tempel yang baik digunakan sebagai okulasi adalah yang terletak di bagian tengah dan sedikit pangkal sedangkan bagian yang terletak di ujung tidak dapat dipakai karena masih berbentuk sudut sehingga kulit sukar dikupas (Jamnah, 1996). Untuk memperoleh mata tempel yang mempunyai kualitas baik maka sebaiknya mata tempel ini diambil dari pohon induk yang benar-benar mempunyai kualitas yang baik pula. Syarat pohon induk yang baik yaitu bebas penyakit serta hasil dari micrografting yang berada pada pengawasan Blok Pengadaan Mata Tempel (BPMT) dan disertifikasi BPSB (Susanto et al, 2004). Entres harus segera digunakan untuk okulasi atau untuk sambung, karena penundaan okulasi dan penyambungan yang lebih dari satu hari sejak pengambilan entres akan menurunkan persentase bibit jadi dan memperlambat pertumbuhan. Ukuran mata tempel diusahakan sama atau sedikit lebih kecil dari batang bawah. Pada saat penempelan, bagian bawah dan salah satu sisinya harus rapat dengan salah satu sisi jendela batang bawah. Mata tempel yang sudah diambil segera ditempelkan pada jendela okulasi batang bawah, kemudian diikat dengan menggunakan tali yang telah disiapkan (Sumarsono dan Lasimin, 2002). 7
Keberhasilan penempelan memerlukan kompatibilitas antara batang bawah dan mata tempel serta kemampuan mata tempel itu sendiri untuk pecah dan tumbuh. Adanya kelambatan pecah tunas pada mata tempel sering dikaitkan dengan kondisi dorman dari mata tempel di pohon induknya (Evan dan Sharp, 1981) dalam Supriyanto (1995) dalam Anindiawati (2011). Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan teknik ini menurut Ashari (1995) adalah sukarnya kulit kayu batang bawah dibuka, terutama pada saat tanaman dalam kondisi pertumbuhan aktif, yakni pada saat berpupus atau daundaunnya belum menua. Hal ini berkaitan dengan kondisi fisiologis tanaman. Sebaiknya okulasi dilakukan saat tanaman dalam kondisi dorman. Budding dapat menghasilkan sambungan yang lebih kuat, terutama pada tahun-tahun pertama daripada metode grafting lain karena mata tunas tidak mudah bergeser. Perbanyakan secara okulasi, batang bawah jeruk yang sering digunakan adalah batang bawah Rough Lemon dan Japanese Citroen. Kedua kultivar ini dipilih karena berbagai macam keunggulan yang dimiliki. Selain itu ada juga varietas lain yang cukup menjanjikan dan telah banyak digunakan di luar negeri, diantaranya : Flying Dragon, Citumelo, Volkameriana dan Rangpur Lime (Susanto et al., 2004). Menurut Soegondo (1996) (dalam Lukman, 2004) bahwa keberhasilan penyambungan bibit ditentukan oleh kondisi tanaman (umur, besar, kesegaran dan pertumbuhan) batang bawah dan batang atas (entres) serta curah hujan dan kelembaban di sekitar pembibitan. Lama penyimpanan dan media penyimpanan batang atas sebelum dilakukan penyambungan juga berpengaruh dalam 8
keberhasilan, selain itu tingkat ketrampilan dari teknisi juga menentukan tingkat keberhasilan. Penggunaan batang bawah yang beragam dapat mempengaruhi keserasian dengan batang atas sehingga kualitas buah yang dihasilkan beragam, dan akibatnya sulit bersaing di pasar internasional. Dari delapan sifat mutu jeruk yang diamati, hanya warna kulit buah dan kadar air buah yang tidak dipengaruhi oleh batang bawah. Batang bawah yang baik adalah batang bawah yang serasi dengan batang atas, terutama dari varietas komersial. Ketidakserasian antara batang atas dan batang bawah dapat terjadi dengan gejala antara lain pertumbuhan vegetatif terhambat, pertumbuhan batang bawah dan batang atas terlalu cepat, daun menguning pada akhir pertumbuhan dan tanaman mati sebelum waktunya (Martias et al, 1997). Menurut Hartman dan Davis, Jr ,1990 (dalam Mansyah, 1998) menyatakan bahwa mekanisme kompatibilitas harus dilihat berdasarkan sifat fisiologi, biokimia dan sistem anatomi secara bersamaan. Cadangan nutrisi batang bawah lebih menentukan keberhasilan okulasi atau penyambungan daripada nutrisi yang dikandung oleh entres. Okulasi dua tanaman yang serasi akan menghasilkan tanaman yang kuat dan berumur panjang. Tingkat keberhasilan okulasi dapat mencapai 100% apabila pemeliharaan atau perawatan selama okulasi dan setelah pemangkasan batang bawah sangat diperhatikan. Selain perawatan atau pemeliharaan, keberhasilan okulasi juga dipengaruhi oleh keserasian batang atas dan bawah, umur, kemampuan mata
9
tempel untuk pecah dan tumbuh, iklim, dan keterampilan teknis okulator itu sendiri (Anonimous, 2007). 2.3. Penyimpanan Entres Dalam pelaksanaan okulasi seringkali mengalami kendala, yaitu bila mata tempel (entres) diambil dari tempat yang cukup jauh. Padahal keberhasilan okulasi salah satu faktor yang mempengaruhi adalah keadaan dari mata tempel saat akan ditempel. Mata tempel yang digunakan dalam okulasi harus dalam keadaan segar, tetapi di lapangan sering terjadi penundaan bahan entres yang sudah diambil. Entres tidak segera diokulasikan karena terhambat waktu dan jarak dengan lokasi pembibitan. Penundaan ini dapat diatasi dengan menyimpan entres dalam media pembungkus agar kelembaban dan kesegaran entres dapat terjaga dengan baik (Abdurahman et al., 2007). Cabang entres harus dalam kondisi segar saat disambungkan atau ditempelkan di batang bawah. Oleh karena itu, setelah dipotong harus segera disambungkan atau ditempelkan di batang bawah yang telah disiapkan. Apabila entres didatangkan dari lokasi yang berjauhan dengan lokasi batang bawah, diperlukan perlakukan khusus agar entres tetap segar. Potong entres sepanjang 2030 cm, lalu rompes seluruh daunnya untuk mengurangi terjadinya penguapan yang dapat menyebabkan entres kehilangan air sehingga menjadi keriput dan layu. Jika lokasi pengambilan entres sangat jauh, sebaiknya bungkusan entres dilapisi dengan pelepah pisang. Pelepah pisang mengandung banyak air dan ronggarongga udara sehingga dapat menghambat masuknya panas dari luar ke bagian dalam entres.
Apabila diinapkan, letakkan entres di dalam ruang yang 10
menggunakan Air Conditioning (AC) tetapi jangan
menyimpannya di dalam
lemari pendingin karena dapat menyebabkan mata tunas entres mati (Ardianto, 2009 dalam Anindiawati 2011). Menurut Sukarmin et al. (2010) pengambilan entres dari jarak jauh dapat dilakukan dengan cara membungkus entres dengan kertas koran yang dilembabkan kemudian baru dibungkus dengan plastik dan diikat dengan tali baru dimasukkan ke dalam kardus. Cara pengemasan ini dimaksudkan agar kelembaban entres tetap terjaga. Entres yang layu atau kurang segar dikarenakan kadar airnya berkurang akibat penguapan selama penyimpanan. Entres yang kurang segar ini sangat mempengaruhi proses pertautan antara batang atas dan batang bawah sehingga dapat mempengaruhi persentase keberhasilan okulasi. Untuk itu perlu diperhatikan kriteria entres yang baik yaitu tidak terlalu tua/muda, kondisi entres tidak flushing (pupus), bentuk bulat tidak pipih, dorman dan sehat. Penyimpanan entres dalam penelitian ini, selain menggunakan pelepah pisang dan kertas koran juga akan dicobakan styrofoam. Styrofoam atau plastik busa masih termasuk golongan plastik. Umumnya Styrofoam berwarna putih dan terlihat bersih. Bentuknya juga simpel dan ringan. Sebenarnya Styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh Perusahaan Dow Chemical untuk polystyrene foam. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang baik dan dapat mempertahankan kelembaban (Yosef, 2013). 11
2.4. Kondisi Lingkungan Tumbuh Lingkungan tumbuh yang optimal diperlukan untuk proses penyembuhan luka jaringan mata tempel dan semaian batang bawah. Oksigen, temperatur dan kelembapan mempunyai peranan penting dalam mengatur proses penyatuan jaringan. Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan cara pengikatan okulasi yang tidak terlalu kencang, temperatur optimal berkisar 20 – 30 oC dan kelembapan udara dipertahankan di atas 70% (Setiono dan Supriyanto, 2004)
12
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Sukarno-Hatta, Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Juni 2014. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah batang bawah jeruk jenis Javanshe citroen (JC), batang atas (entres) jeruk varietas Siam Banjar Kelas Benih Pokok (BP), pelepah batang pisang, styrofoam, kertas koran, tali plastik, pupuk urea, tanah, polibag ukuran 15 cm x 25 cm, kain lap pembersih, label percobaan. Sedangkan alat yang digunakan adalah gunting pangkas tanaman dan pisau okulasi, kamera digital, penggaris, timbangan analitik, jangka sorong, dan alat tulis. 3.3. Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor perlakuan, faktor pertama adalah lama peyimpanan entres (S) terdiri dari 4 taraf perlakuan yaitu: S0 = okulasi dilakukan dengan lama penyimpanan entres maksimal 9 jam sejak dari pemotongan entres dari pohon induk jeruk. S1 = okulasi dilakukan dengan lama penyimpanan entres maksimal 30 jam sejak dari pemotongan entres dari pohon induk jeruk 13
S2 = okulasi dilakukan dengan lama penyimpanan entres maksimal 52 jam sejak dari pemotongan entres dari pohon induk jeruk. S3 = okulsi dilakukan dengan lama penyimpanan entres maksimal 78 jam sejak dari pemotongan entres dari pohon induk jeruk. Faktor kedua adalah jenis pembungkus entres (B) meliputi 3 taraf , yaitu: - B1 = pelepah pisang - B2 = styrofoam - B3 = kertas koran Dari kedua faktor perlakuan tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan seperti pada Tabel 1.
Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 3 kali
sehingga diperoleh 36 satuan percobaan (Gambar Lampiran 21), sedangkan masing-masing satuan percobaan terdiri dari 10 tanaman, sehingga jumlah seluruh tanaman untuk percobaan ini adalah 360 tanaman. Tabel 1. Kombinasi perlakuan lama penyimpanan entres (S) dan jenis pembungkus entres (B). Lama penyimpanan (S)
B1
B2
B3
S0 S1 S2 S3
S0B1 S1B1 S2B1 S3B1
S0B2 S1B2 S2B2 S3B2
S0B3 S1B3 S2B3 S3B3
Jenis pembungkus (B)
Menurut Yitnosumarto (1993), model linier aditif yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y ijk = µ + Si + Bj + (SB)ij + Ɛ ijk dimana: Y ijk = Nilai pengamatan pengaruh perlakuan lama simpan (S) taraf ke-i (0,1,2,3), perlakuan jenis pembungkus entres (B) taraf kej (1,2,3) pada ulangan ke-k (k=1,2,3). 14
µ
= Nilai tengah (rata-rata) umum
Si
= Pengaruh perlakuan lama simpan taraf ke-i (i=0,1,2,3).
Bj
= Pengaruh jenis pembungkus entres taraf ke-j (j=1,2,3).
(SB)ij = Pengaruh interaksi perlakuan lama simpan pada taraf ke-i dan jenis pembungkus entres taraf ke-j. Ɛijk
= Galat percobaan dari perlakuan lama simpan pada taraf ke-i dan jenis pembungkus entres pada taraf ke-j yang mendapat ulangan ke-k.
3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1. Penyiapan Batang Bawah Supaya okulasi berhasil dengan baik dicari tanaman yang kulitnya mudah dikupas dari kayunya, yaitu tanaman yang masih aktif dalam pertumbuhan sel-sel kambium aktif dalam pembelahan diri dan akan segera membentuk jaringan baru bila kulit diambil dari kayunya (Pracaya, 2009). Batang bawah yang digunakan adalah jenis Jeruk Javansche citroen (JC) (Tabel Lampiran 1) berumur 6 bulan (Gambar Lampiran 22), dengan diameter batang pada ketinggian 20 cm dari permukaan media tanam rata-rata 0,42 cm (Tabel Lampiran 3), batang bawah ditanam pada polybag ukuran 15 cm x 25 cm, yang berisi media tanah jenis tanah Podsolik, dan diatas media tanah diberi penutup tanah berupa sekam padi yang bertujuan untuk mencegah media tanam tidak cepat kering, yang diakibatkan oleh sinar matahari yang berlebih dan mencegah cipratan media tanam oleh air hujan ke batang dan daun tanaman yang akan mengakibatkan timbulnya jamur,
Satu minggu sebelum okulasi batang
bawah diberi pupuk urea 2 gram setiap tanaman, bertujuan supaya pada saat okulasi kulit dan kayu batang bawah jeruk tidak keras dan mudah diiris. 15
3.4.2. Penyiapan Batang Atas Batang atas yang digunakan adalah jeruk manis varietas Siam Banjar (Tabel Lampiran 2), dengan kelas Benih Pokok (BP) yang diambil dari Blok Perbanyakan Mata tempel (BPMT) berumur 2 tahun (Gambar Lampiran 24), berlokasi di Balai Benih Hortikultura Keruing, yang beralamat di Desa Keruing, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah. Entres diambil dari BPMT yang berada didalam screen house (Gambar Lampiran 23), diambil dari beberapa tanaman dengan varietas yang sama, setiap tanaman dipilih entres yang lurus dan dipotong 30 cm dari pucuk tanaman yang terkena sinar matahari, entres berupa ranting dari cabang skunder pertama berwarna hijau (Gambar Lampiran 25). 3.4.3. Pengemasan Cabang Entres Entres yang telah dipotong langsung, di rompes daunnya (Gambar Lampiran 26) dan seharusnya di okulasi pada hari itu juga, namun karena pada penelitian ini jarak antara sumber entres dengan batang bawah yang akan diokulasi cukup jauh sekitar 70 km, sehingga terdapat perlakukan dimana entres disimpan beberapa jam kemudian baru dilakukan pengokulasian, maka entres dikemas terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut: 1. Potong cabang entres sepanjang 30 cm sebanyak 48 entres , setiap 4 entres diikat menjadi satu menggunakan tali plastik, sampai mendapatkan 12 ikat (Gambar Lampiran 27)
16
2. Ambil 4 ikatan entres, kemudian setiap 1 ikat dibungkus pelepah pisang lalu masukan dalam kantong plastik, setiap bungkus diberi tanda tulisan 9 jam, 30 jam, 52 jam dan 78 jam (Gambar Lampiran 28). 3. Ambil 4 ikatan entres, kemudian setiap 1 ikat dibungkus kertas Koran yang dilembabkan/dibasahi air lalu masukan dalam kantong plastik, setiap bungkus diberi tanda tulisan 9 jam, 30 jam, 52 jam dan 78 jam (Gambar Lampiran 30) 4. Ambil 4 ikatan entres, kemudian setiap ikat langsung di beri tanda tulisan 9 jam, 30 jam, 52 jam dan 78 jam,dan masing-masing ikatan dimasukan dalam dalam box styorofoam (Gambar Lampiran 29). 5. Masukan kedalam dus, kemasan yang menggunakan pelepah pisang dan kertas koran yang dilembabkan/dibasahi, kecuali yang dikemas styrofoam. 6. Ambil
semua kemasan dan bawa ketempat pembibitan untuk di okulasi
dengan menggunakan angkutan sepeda motor (Gambar Lampiran 31) 7. Simpan seluruh kemasan untuk lama penyimpanan 30, 52 dan 78 jam diletakan di bawah naungan paranet kecuali kemasan penyimpanan 9 jam langsung di okulasi. 3.4.4. Pengerjaan Okulasi Lama pengerjaan okulasi untuk masing-masing perlakuan S0, S1, S2 dan S3 kurang lebih satu jam. Okulasi dilakukan dengan cara batang bawah dikupas beserta kayunya secara vertikal sepanjang 1-2 cm sedalam 0,2-0,5 cm dengan lebar 0,2-0,4 cm. Mata tunas dari cabang entres jeruk dikupas dengan kayunya sepanjang 1-2 cm, selanjutnya mata tunas disisipkan pada kupasan batang bawah kemudian diikat dengan tali plastik tranparan. Pengikatan dilakukan mulai dari 17
bawah ke atas (seperti susun sirih) tujuannya agar pada waktu hujan atau penyiraman air tidak masuk kedalam balutan okulasi, yang akan menyebabkan okulasian busuk dan mati, proses tahapan okulasi tanaman jeruk diperlihatkan pada Gambar Lampiran 38. Balutan plastik transparan okulasi dibuka 21 hari setelah okulasi (HSO), mata tunas yang berwarna hijau menandakan bahwa okulasian berhasil hidup (jadi). Batang bawah kemudian di potong diatas okulasian sepanjang 2-3 cm. Mata tunas yang berwarna coklat atau kering atau busuk menandakan okulasian gagal/tidak jadi. 3.4.5. Pemeliharaan Tanaman Tanaman disiram 2 hari sekali apabila tidak turun hujan, agar media tanah tetap lembab, tumbuhan penggangu seperti rumput atau gulma yang tumbuh di polibag (Gambar Lampiran 38 dan 39) dan sekitar lahan percobaan di bersihkan dengan cara dicabut, sehingga tidak menggangu tanaman utama. Tunas yang tumbuh pada batang bawah dibuang, supaya tunas hasil okulasi yang sudah tumbuh cukup mendapat makanan dan tumbuh dengan baik (Gambar Lampiran 32 dan 33). 3.5. Pengamatan Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Persentase Keberhasilan Okulasi Hidup (%) Persentase keberhasilan okulasi dihitung pada saat pembukaan plastik okulasi dari mata tempel yaitu 21 Hari Setelah Okulasi (HSO) atau 3 minggu setelah okulasi. Bibit ditandai dengan tunas okulasi yang berwarna hijau. 18
Persentase keberhasilan okulasi hidup dihitung dengan menggunakan rumus : Jumlah tanaman okulasi yang hidup Persentase (%) =
X 100 % Jumlah tanaman okulasi
2. Persentase Tumbuh kalus (%) Persentase pertumbuhan kalus pada sayatan batang bawah dihitung pada saat pembukaan plastik okulasi dari mata tempel yaitu 21 HSO atau 3 minggu setelah okulasi. Tumbuhnya kalus ditandai dengan ada nya penebalan kulit tanaman berwarna putih pada bekas irisan okulasi dilukai. Persentase tumbuh kalus dihitung dengan menggunakan rumus : Jumlah irisan okulasi tumbuh kalus Persentase (%) =
X 100 % Jumlah tanaman okulasi
3. Waktu Pecah Tunas (hari) Waktu pecah tunas, dihitung dari hari saat pelaksanaan okulasi sampai pecah mata entres pecah tunas. Kriteria pecah mata tunas dilihat dari saat kuncup mata entres okulasi yang tadinya ditutupi oleh dua kelopak berwarna kecokelatan telah membuka. 4. Jumlah Daun (helaian) Jumlah daun hasil okulasi tumbuh pada mata tempel dihitung pada umur 60 hari setelah okulasi, kriteria daun yang di hitung adalah daun yang sudah terbuka.
19
5. Diameter Batang Tunas (cm) Diameter batang tunas diukur menggunakan jangka sorong dari satu cm dari bagian pangkal tunas. Pengamatan dilakukan pada umur 30, 45 dan 60 hari setelah okulsi. 6. Panjang Tunas (cm) Panjang tunas okulasi diukur dari pangkal tunas sampai pangkal daun terakhir. Pengukuran dilakukan pada umur 60 hari setelah okulasi. 7. Persentase Okulasi Tumbuh (%) Persentase okulasi tumbuh dihitung pada saat 60 hari setelah okulasi (HSO). Persentase okulasi tumbuh dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah tanaman okulasi Tumbuh Persentase (%) =
X 100 % Jumlah tanaman okulasi
3.6.
Analisis Data Mengetahui pengaruh perlakuan yang di uji dilakukan analisis secara
statistik dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf α = 5 % dan α = 1%. Apabila perlakuan berpengaruh nyata dan sangat nyata dilanjutkan dengan uji beda rata-rata dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf α = 5%.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis
ragam pada semua variabel pangamatan
diketahui bahwa interaksi perlakuan lama simpan dan jenis pembungkus entres tidak berpengaruh nyata, sedangkan perlakuan faktor tunggal lama simpan mamberikan pengaruh sangat nyata pada variabel pengamatan persentase keberhasilan okulasi hidup unur 21 HSO dan persentase okulasi tumbuh umur 60 HSO dan memberikan pengaruh nyata pada waktu pecah tunas. Adapun perlakuan faktor tunggal jenis pembungkus entres memberikan pengaruh nyata pada variabel pengamatan persentase keberhasilan okulasi hidup umur 21 HSO dan persentase okulasi tumbuh umur 60 HSO. Tidak nyata pengaruh interaksi kedua faktor perlakuan terhadap semua variabel yang diamati, diduga salah satu perlakuan pengaruhnya kurang optimal khususnya pada faktor perlakuan jenis pembungkus. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata pada semua variabel pengamatan, diketahui hasil rata-rata pengaruh jenis pembungkus lebih rendah dibandingkan nilai rata-rata lama simpan.
4.1. Persentase Keberhasilan Okulasi Hidup dan Okulasi Tumbuh Data hasil pengamatan persentase keberhasilan okulasi hidup 21 HSO dan Persentase Okulasi Tumbuh 60 HSO dapat dilihat pada Tabel Lampiran 4, dan 6, sedangkan analisis ragamnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5, dan 7. hasil analisis ragam menunjukan bahwa interaksi pengaruh lama simpan dan jenis pembungkus entres terhadap keberhasilan okulasi tanaman jeruk manis mengakibatkan tidak berpengaruh nyata, tetapi masing-masing faktor tunggal 21
lama simpan dan jenis pembungkus menunjukan pengaruh sangat nyata dan berpengaruh nyata pada persentase keberhasilan okulasi hidup 21 HSO dan persentase okulasi tumbuh 60 HSO. Tabel 2. Nilai Rata-rata persentase keberhasilan okulasi hidup dan persentase okulasi tumbuh pada okulasi tanaman jeruk manis Lama Simpan (S)
B1
Jenis Pembungkus (B) B2 B3
(Pelepah Pisang)
(Styrofoam)
Rata-rata
(Kertas Koran)
Persentase keberhasilan okulasi hidup umur 21 HSO (%) 83,33 76,67 90,00 83,33 a S0 (9 jam) 90,00 83,33 90,00 87,78 a S1 (30 jam) 80,00 80,00 93,33 84,44 a S2 (52 jam) 100,00 100,00 100,00 100,00 b S3 (78 jam) Rata-rata 88,33 ab 85,00 a 93,33 b BNJ 5% S = 8,67 ; B = 6,79 Persentase okulasi tumbuh umur 60 HSO (%) 76,67 73,33 90,00 80,00 a S0 (9 jam) 83,33 83,33 90,00 85,56 ab S1 (30 jam) 70,00 80,00 80,00 76,67 a S2 (52 jam) 90,00 100,00 100,00 96,67 b S3 (78 jam) Rata-rata 80,00 a 84,17 ab 90,00 b BNJ 5% S = 10,83 ; B = 8,49 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5% Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa nilai rata-rata persentase keberhasilan okulasi hidup 21 HSO dan persentase okulasi tumbuh 60 HSO pada tanaman jeruk manis akibat pengaruh lama simpan menunjukkan lama simpan 78 jam memberikan nilai rata-rata yang lebih tinggi yaitu 100% dan 96,67% dan yang rendah yaitu 83,33% dan 80,00% pada lama simpan 9 jam, sedangkan pengaruh nyata jenis pembungkus menunjukan jenis pembungkus kertas koran memberikan nilai rata-rata yang lebih tinggi yaitu 93,33% dan 90,00%, sedangkan
22
nilai rata-rata yang rendah 85,00% dan 80,00% pada jenis pembungkus styrofoam dan pelepah pisang. Terdapat kecendrungan entres jeruk disimpan sampai dengan 78 jam dan jenis pembungkus kertas koran memperlihatkan rata-rata persentase keberhasilan okulasi hidup dan okulasi tumbuh yang tinggi, jika dihubungkan dengan hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian bahwa semakin lama entres disimpan berakibat menurunkan keberhasilan okulasi hal ini tidak terbukti. Keberhasilan okulasi hidup (Gambar 1) dan tumbuh pada tanaman jeruk akibat pengaruh lama simpan, entres yang mengalami penyimpanan sampai dengan 78 jam keberhasilan hidup ternyata lebih tinggi, hal ini diduga pada saat entres diambil dari induknya dalam keadaan tidak aktif dalam pembelahan sel, serta adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi entres bisa bertahan disimpan, diantaranya adalah
pengaruh kelembapan dan suhu pada pembungkus, serta
adanya dukungan kompatibilitas yang baik dari batang bawah. Menurut Supriyanto (1995, dalam Anindiawati, Hartati dan Samanhudi, 2011). Keberhasilan okulasi (penempelan) memerlukan kompatibilitas antara batang bawah dan kemampuan batang atas (mata tempel) itu sendiri untuk pecah dan tumbuh.
Selain itu menurut Mansyah 1998 dalam Anindiawati 2011,
keberhasilan okulasi penempelan juga sangat ditentukan oleh mekanisme kompatibilitas itu sendiri, misalnya sifat fisiologi, boikimia dan sistem anatomi secara bersamaan. Dengan demikian dapat diketahui adanya okulasi hidup dan gagal atau mati (Gambar 2) tidak semata-mata disebabkan oleh perlakuan lama penyimpanan dan jenis pembungkus entres akan tetapi bisa disebabkan oleh faktor 23
lingkungan seperti kelembapan, cahaya matahari, atau pun suhu selain itu juga bisa disebabkan dari faktor teknis saat pelaksanaan okulasi itu sendiri. Temperatur
dan
kelembaban
yang
optimal
akan
mempertinggi
pembentukan jaringan halus, yang sangat diperlukan untuk berhasilnya suatu tempelan. Temperatur yang diperlukan dalam penempelan berkisar antara 7,2-32,0 0
C, bila temperatur kurang dari 7,2 0 C pembentukan kalus akan lambat. Bila lebih
dari 32 0C pembentukan kalus juga lambat dan dapat mematikan sel-sel pada sambungan. Temperatur optimum pada penyambungan adalah 25-30
0
C.
Penempelan memerlukan kelembaban yang tinggi, bila kelembaban rendah akan mengalami kekeringan, dan menghambat/menghalangi pembentukan kalus pada sambungan karena banyak sel-sel pada sambungan mati. Cahaya; Cahaya matahari berpengaruh pada waktu pelaksanaan penempelan berlangsung. Oleh karena itu penyambungan sebaiknya dilakukan pada waktu pagi atau sore hari pada saat matahari kurang kuat memancar dan sinarnya. Cahaya yang terlalu panas akan mengurangi daya tahan batang atas terhadap kekeringan, dan dapat merusak kambium pada daerah sambungan. (Anonimous, 2013). Faktor teknis yang mempengaruhi keberhasilan okulasi adalah keahlian, kecepatan menyambung merupakan pencegahan paling baik terhadap infeksi penyakit dan kerusakan pada kambium dan kesempurnaan alat dalam penyambungan diperlukan ketajaman dan kebersihan alat, tali pengikat yang tipis dan lentur (Anonimous, 2013)
24
Okulasi berhasil hidup, mata entres terlihat hijau
Gambar 1. Keberhasilan okulasi hidup
Okulasi gagal/ mati mata entres kering, keriput dan warna coklat
Gambar 2. Hasil okulasi gagal/ mati Pengaruh jenis pembungkus entres terhadap keberhasilan okulasi hidup dan okulasi tumbuh terdapat kecendrungan entres yang dibungkus dengan pembungkus kertas koran secara rata-rata masing-masing keberhasilan okulasi 25
menunjukan hasil yang tinggi, diduga kertas koran memiliki fungsi dan peran lebih baik untuk mempertahankan kelembaban sehingga kondisi kesegaran entres tetap terjaga dibandingkan jenis pembungkus lainnya, jika dihubungkan dengan hipotesis ketiga yang diajukan pada penelitian ini
jenis pembungkus koran
mampu memepertahankan keberhasilan okulasi, hal ini terbukti dengan hasil penelitian. Bibit yang hidup dan mampu tumbuh setelah okulasi berasal dari mata entres yang mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi. Keberhasilan okulasi memerlukan kompatibilitas antara batang bawah dan batang atas (mata entres) serta kemampuan mata entres tersebut untuk pecah dan tumbuh dengan adanya hormon sitokinin, gibelarin dan auksin yang berfungsi merangsang pembelahan dan pemanjangan sel. Menurut Supriyanto et al. (1995) dalam Anindiawati et al (2011). Pecahnya mata tunas dikendalikan oleh keseimbangan asam absisik (ABA) dan sitokinin, dimana pecahnya mata tunas (entres) akan terjadi pada konsentreasi asam absisik mulai menurun dan sitokinin yang meningkat. Setelah pecah mata tunas, tunas akan melakukan pertumbuhannya seperti pemanjangan tunas, dan pertumbuhan daun. Dengan demikian bibit hasil okulasi tersebut dapat melakukan fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat untuk pertumbuhannya dan mampu bertahan hidup.
4.2. Persentase Tumbuh Kalus Data hasil pengamatan persentase tumbuh kalus 21 HSO dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8, sedangkan analisis ragamnya tidak dapat dilanjutkan disebabkan data hasil pengamatan menunjukan hasil rata-rata yang sama (tidak 26
ada keragaman) yaitu semua sayatan batang bawah baik okulasi yang hidup maupun yang gagal/mati semuanya terdapat tumbuh kalus, hanya saja kalus yang tumbuh pada sayatan batang bawah yang berhasil hidup lebih tebal dibandingkan kalus yang tumbuh pada sayatan batang bawah yang mati lebih tipis, seperti diperlihatkan pada Gambar 3 dan 4. Tabel 3. Rata-rata persentase tumbuh kalus pada okulasi tanaman jeruk manis Lama Simpan (S)
B1
Jenis Pembungkus (B) B2 B3
(Pelepah Pisang)
S0 (9 jam) S1 (30 jam) S2 (52 jam) S3 (78 jam) Rata-rata BNJ 5%
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
(Styrofoam)
Rata-rata
(Kertas Koran)
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
100,00 100,00 100,00 100,00
-
Berdasarkan Tabel 3, rata-rata persentase tumbuh kalus dari bekas sayatan pada batang bawah yang mencapai 100% diakibatkan oleh fisiologis batang bawah maupun batang atas (entres) dalam stadia aktif.
Menurut Nahansyah
(1990) dalam Sutami, Mursid dan Sugian Noor (2009), keberhasilan sambungan dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan batang bawah, batang bawah yang lebih muda ternyata lebih mempercepat proses penyatuan antara batang bawah dan entris. Menurut Wijaya dan Tuherkih (1994) dalam Sutami et.al, (2009), bahwa sel-sel kambium tanaman yang berada dalam stadia aktif membelah diri, proses pembentukan kalus dan proses penyembuhan luka berlangsung dengan cepat, sehingga keberhasilan sambungan hidup tinggi hal ini hanya terjadi pada tanaman yang masih aktif membelah yaitu tanaman yang masih muda.
27
Kalus tebal
Gambar 3. Kalus yang tumbuh pada hasil okulasi hidup
Kalus tumbuh tipis
Gambar 4. Kalus yang tumbuh pada hasil okulasi yang gagal/mati
4.3. Waktu Pecah Tunas Data hasil pengamatan waktu tumbuh tunas dapat dilihat pada Tabel Lampiran 9, sedangkan analisis ragam dapat dilihat pada Tabel Lampiran 10, 28
Hasil analisis ragam menunjukan dari interaksi pengaruh lama simpan dan jenis pembungkus entres terhadap waktu pecah tunas tidak berpengaruh nyata, tetapi faktor tunggal lama simpan menunjukan pengaruh nyata pada waktu pecah tunas. Pecahnya mata tunas entres jeruk ditandai dengan berubahnya mata entres menjadi tunas pertama kali seperti diperlihatkan pada Gambar 5. Nilai rata-rata waktu pecah tunas pada okulasi tanaman jeruk manis disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai rata-rata waktu pecah tunas (hari) pada okulasi tanaman jeruk manis Lama Simpan (S)
Jenis Pembungkus (B) B1 B2 B3 (Pelepah Pisang)
(Styrofoam)
Rata-rata
(Kertas Koran)
26 26 26 26 b S0 (9 jam) 25 25 24 25 ab S1 (30 jam) 25 24 24 24 a S2 (52 jam) 25 24 25 25 ab S3 (78 jam) Rata-rata 25 25 25 BNJ 5% S = 1,47 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5% Dari Tabel 4, diketahui bahwa nilai rata-rata waktu pecah tunas okulasi tanaman jeruk dari pengaruh lama simpan menunjukan lama simpan 52 jam memberikan nilai rata-rata waktu pecah tunas lebih cepat yaitu 24 HSO sedangkan waktu pecah tunas lebih lambat yaitu 26 HSO terdapat pada lama simpan 9 jam, meskipun
demikian
secara
rata-rata
entres
yang
diperlakukan
dengan
penyimpanan menunjukan kecepatan waktu pecah tunas lebih cepat dibandingkan dengan entres yang tidak disimpan yaitu perlakuan lama simpan 9 jam. Laju pertumbuhan pecah mata tunas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tingkat kompatibilitas batang bawah dan batang atas, yang mengakibatkan penyaluran nutrisi makanan dari batang bawah akan lancar masuk 29
menuju batang atas melalui jaringan yang telah menempel sempurna baik melalui akar dan daun.
Gambar 5. Mata Tunas Okulasi Mulai Pecah
Menurut Nahansyah (1990) dalam Sutami et al. (2009), perbedaan tingkat kecepatan mata tunas pecah diduga karena kemampuan tanaman yang berbeda untuk membentuk pertautan okulasi yang berhubungan dengan jumlah kecepatan pembentukan kalus. Menurut Hartmann dan Kesler (1978) dalam Sutami et.al. 2009. Bahwa proses pembentukan kalus diperlukan hormon dalam jumlah yang cukup. Hormon ini berfungsi untuk memulai proses pembentukan jaringan dengan menggunakan karbohidrat dan gula untuk pecah tunas.
4.4. Panjang tunas dan jumlah daun Data hasil pengamatan panjang tunas dan jumlah daun dilihat pada Tabel Lampiran 11,dan 13, sedangkan analisis ragam nya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 12, dan 14. Hasil analisis ragam menunjukan dari interaksi pengaruh 30
lama simpan dan jenis pembungkus entres terhadap panjang tunas dan jumlah daun mengakibatkan tidak berpengaruh nyata, begitu pula masing-masing faktor tunggal lama simpan dan jenis pembungkus menunjukan tidak berpengaruh nyata. Tabel 5. Rata-rata panjang tunas dan jumlah daun pada okulasi tanaman jeruk manis Lama Simpan (S)
B1
Jenis Pembungkus (B) B2 B3
(Pelepah Pisang)
Panjang tunas (cm) 11,76 S0 (9 jam) 12,13 S1 (30 jam) 11,93 S2 (52 jam) 12,06 S3 (78 jam) Rata-rata 11,97 BNJ 5% Jumlah daun (helai) 12,53 S0 (9 jam) 12,99 S1 (30 jam) 13,28 S2 (52 jam) 13,65 S3 (78 jam) Rata-rata 13,11 BNJ 5%
(Styrofoam)
Rata-rata
(Kertas Koran)
12,56 12,22 13,28 13,35 12,85
11,05 13,28 12,26 11,64 12,06
11,79 12,54 12,49 12,35
12,61 12,96 13,82 13,23 13,16
12,67 12,90 13,74 13,69
12,86 12,75 14,12 14,20 13,48 -
Tabel 5 menunjukan terdapat kecendrungan bahwa perlakuan entres yang disimpan 30, 52 dan 78 jam rata-rata panjang tunas lebih panjang dan rata-rata jumlah daun lebih banyak di bandingkan dengan perlakuan entres yang tidak disimpan atau penyimpanan entres kurang dari 24 jam yaitu penyimpanan 9 jam, semakin cepat waktu pecah tunas semakin cepat pula pertumbahan panjang tunas dan jumlah daun seperti diperlihatkan pada Gambar 6.
31
Gambar 6. Panjang tunas dan jumlah daun umur 60 HSO Laju pertumbuhan tunas sangat dipengaruh oleh ketersediaan karbohidrat. Daun-daun yang telah terbentuk akan segera melakukan fungsinya untuk berfotosintesis. Dari sini akan dihasilkan karbohidrat dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Karbohidrat maupun ZPT baik auksin maupun sitokinin ditransfer dengan peranan molekul air menuju daerah meristematis, diantara ujung tunas. Sel-sel pada daerah tersebut akan memperbanyak diri dan memperpanjang ukuran sehingga mengakibatkan pemanjangan tunas. Diduga adanya pertambahan daun seiring dengan penambahan panjang tunas, semakin panjang tunas maka akan menghasilkan pertambahan nodus-nodus yang berfungsi sebagai tempat keluarnya daun. Perbedaan jumlah daun akan menimbulkan perbedaan pertumbuhan pada tanaman, karena di dalam daun terdapat klorofil dan tempat terjadinya sintesis fotosintat yang dibutuhkan oleh semua bagian tanaman (Septyarini, 2007 dalam Anindiawati et al, 2011). 32
4.5. Diameter batang Tunas Data diameter batang tunas hasil okulasi yang tumbuh, diamatai mulai 30 HSO, 45 HSO dan 60 HSO, data pengamatan diameter batang tunas disajikan pada Tabel Lampiran 15, 17 dan 19, sedangkan analisis ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 16, 18 dan 20.
Hasil analisis ragam menunjukan interaksi
pengaruh lama simpan dan jenis pembungkus entres terhadap diameter batang tunas 30 HSO, 45 HSO dan 60 HSO tidak berpengaruh nyata, begitu pula masing-masing faktor tunggal lama simpan dan jenis pembungkus juga menunjuk kan tidak berpengaruh nyata. Tabel 5. Rata-rata diameter batang tunas umur 30, 45 dan 60 HSO pada hasil okulasi tanaman jeruk manis Lama Simpan (S)
B1
Jenis Pembungkus (B) B2 B3
(Pelepah Pisang)
(Styrofoam)
Diameter batang tunas umur 30 HSO 0,20 0,20 S0 (9 jam) 0,21 0,20 S1 (30 jam) 0,16 0,19 S2 (52 jam) 0,19 0,16 S3 (78 jam Rata-rata 0,19 0,19 BNJ 5% Diameter batang tunas umur 45 HSO 0,26 0,28 S0 (9 jam) 0,27 0,26 S1 (30 jam) 0,26 0,25 S2 (52 jam) 0,26 0,25 S3 (78 jam Rata-rata 0,26 0,26 BNJ 5% Diameter batang tunas umur 60 HSO 0,29 0,32 S0 (9 jam) 0,32 0,32 S1 (30 jam) 0,31 0,30 S2 (52 jam) 0,34 0,32 S3 (78 jam Rata-rata 0,32 0,31 BNJ 5%
Rata-rata
(Kertas Koran)
0,20 0,21 0,20 0,16 0,19
0,20 0,21 0,19 0,17
0,25 0,27 0,27 0,25 0,26
0,26 0,27 0,26 0,25
0,30 0,32 0,32 0,31 0,31
0,30 0,32 0,31 0,32
-
-
33
Berdasarkan Tabel 5, terdapat kecendrungan rata-rata entres yang mengalami penyimpanan ( 30, 52 dan 78 jam) menghasilkan diameter batang tunas yang besar dibandingkan yang tidak disimpan (9 jam). Diameter batang dipengaruhi oleh ketersediaan karbohidrat yang dihasilkan dari fotosintesis melalui daun, semakin banyak jumlah daun pada hasil okulasi semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan oleh tanaman tersebut yang akan disuplai untuk pembesaran batang tunas tanaman, keadaan batang tunas seperti diperlihatkan Gambar 7.
Umur 30 Umur 45 HSO Umur 60 HSO Gambar 7. Diameter Batang Tunas Umur 30, 45 dan 60 HSO. Pertumbuhan yang baik diindikasikan dengan kemampuan tanaman untuk berfotosintesis lebih tinggi dan hasil fotosintesis (karbohidrat) yang dihasilkan lebih banyak. Karbohidrat yang dihasilkan lebih banyak ditraslokasi lewat floem dan dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan termasuk perluasan sel batang dan diindikasikan dengan diameter batang yang lebih lebar. Menurut Gardner, Fearce dan Michell, (1991), munculnya daun diawali dengan sel-sel tentu didalan kubah ujung, yang membelah menjadi meristematik dan menghasilkan pembengkakan pada ujung batang.
Pembengkakan tersebut meluas dan 34
melingkari daerah ujung, terutama primordia pelepah daun, setelah leherdaun terbentuk, sel-sel pada subhipodermis menjadi meristematik dan menghasilkan suatu tunas ketiak, pertumbuhan yang berikutnya yaitu helai daun dan tangkai dan ruas batang berasal dari meristem yang terdapat diantara jaringan yang terdiferensiasi (interkalar). Pertumbuhan tinggi batang terjadi didalam meristem interkalar dari ruas, ruas itu memanjang sebagai akibat peningkatan jumlah sel. Pertumbuhan karena pembelahan sel terjadi pada dasar ruas (yaitu interkalar) dan bukan pada meristem ujung. Walaupun demikian aktivitas meristematik interkalar itu didistribusikan keselururuh panjang lamina daun, selubung daun, dan ruas pada tahapan primordia, dengan meningkatnya kedewasaan, aktivitas meristem berpindah ke daerah basal dan kemudian berhenti (Sharman, 1942 dalam Gardner dkk, 1991).
35
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini disimpulkan sebagai berikut: a. Adanya perlakuan lama simpan entres jeruk manis sampai 78 jam mampu menghasilkan rata-rata persentase keberhasilan okulasi hidup sampai 100% dan persentase okulasi tumbuh sampai 96,67%. b. Perlakuan jenis pembungkus entres dengan menggunakan kertas koran mampu menghasilkan rata-rata persentase keberhasilan okulasi hidup sampai 93,33% dan persentase okulasi tumbuh sampai 90,00%.
5.2. Saran Saran yang dapat diberikan adalah untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan lama peyimpanan yang lebih lama lagi, agar dapat mengetahui seberapa lama daya simpan entres jeruk mampu bertahan disimpan dan dapat tumbuh dengan baik pada perbanyakan bibit dengan teknik okulasi.
36
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Sudiyanti dan Basuno. 2007. Teknik Okulasi Jeruk Manis dengan Perlakuan Masa Penyimpanan dan Media Pembungkus Entres yang Berbeda. Buletin Teknik Pertanian (12)1. www.pustaka.litbang.deptan.go.id. (14 Februari 2014). Anindiawati, Y., Hartati,S. dan Samanhudi, 2011. Pengaruh Perlakuan Masa Penyimpanan dan Bahan Pembungkus Entris Terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Jeruk (Citrus sp.) Secara Okulasi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Anonimous. 2013. Prospek dan Arah Pengembangan Jeruk. Lembaga Penelitian Pengembangan Pertanian http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b3jeruk. (13 Februari 2014). Anonimous. 2013. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Okulasi http://syarattumbuh.blogspot.com/2013/05/faktor-yang-berpengaruhterhadap.html#sthash.HhX5memw.dpuf (19 Januari 2015). Anonimous. 2011. Deskripsi Varietas Baru. Direktorat Perbenihan Hortikultura. Direktorat Jendral Hortikultura. Kementrian Pertanian. Jakarta Anonimous, 2007. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. Cet. I. Agromedia Pustaka, Jakarta. Anonimous. 2004. Budidaya Tanaman Jeruk. Aksi Agri Kanisius, Yogyakarta. Ashari, S., 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press, Jakarta. Barus, A. dan Syukri, 2008. Agroteknologi Tanaman Buah-Buahan. USU-Press, Medan. Gardner, Franklin P., Pearce R. Brent, Mitchel Roger L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI.Pers), 1991, X ; 428 halaman. Jamnah. 1996. Pengaruh Lama Penyimpanan Bahan Entres terhadap Pertumbuhan Okulasi Durian (Durio zibethinus). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Borobudur, Jakarta. Joesoef, M., 1993. Penuntun Berkebun Jeruk. Penerbit Bhratara, Jakarta.
37
Lukman, W. 2004. Teknik Sambung Pucuk Menggunakan Stadium Entres yang Didefoliasi pada Jambu Mete. Buletin Teknik Pertanian, (9)1. Mansyah, Ellina, M. Jawal, A. Susiloadi, dan I. Muas. 1998. Kompatibilitas Manggis dengan Tiga Spesies Kerabatnya sebagai Batang Bawah. Jurnal Hortikultura 8(3):1163-1169. Martias, I. Sutarto, dan S. Hadiati. 1997. Keserasian Beberapa Jenis Batang Bawah dan Batang Atas Rambutan Komersial. Jurnal Hortikultura 7(1):524-529. Nalia, A. 2009. Perbanyakan Tanaman Jeruk Keprok (Citrus Nabilus L. Dengan Teknik Okulasi. http://digilib.uns.ac.id. (14 Februari 2014). Nugroho, H.P. dan J.M. Roskitko. 2005. Teknik pembibitan dan perbanyakan vegetatif tanaman buah. World Agroforestry Centre/ICRAF International, Bogor. Pracaya. 2009. Jeruk Manis: Varietas, budidaya dan pascapanen. Swadaya, Depok.
Penebar
Setiono dan Supriyanto. 2004. Keunggulan Teknik Perbanyakan Okulasi Iriisan pada Tanaman Jeruk. Jurnal Teknik Pertanian, (6) 1. Soelarso, R. B., 1999. Budidaya Jeruk Bebas Penyakit. Kanisius, Yogyakarta. Sukarmin, Ihsan F, Edriyanto. 2009. Teknik Perbanyakan F1 Mangga dengan Menggunakan Batang Bawah Dewasa Melalui Sambung Pucuk. Bul Tekn Petani. 14 (2) : 58-61 Sumarsono dan Lasimin. 2002. Teknik Okulasi Bibit Durian Pada Stadia Entres dan Model Mata Tempel yang Berbeda. Jurnal Teknik Pertanian, (7) 1. Susanto, S., K. Suketi, Mukhlas dan L. Rachmawati. 2004. Penampilan pertumbuhan jeruk besar (Citrus grandis L. Osbeck) CV. Cikoneng pada Beberapa Interstock. Bul. Agronomi. 32(2):7-1. Sutami, Athaillah.M., dan Gusti M. S. N, 1990. Pengaruh Umur Batang Bawah dan Panjang Entres Terhadap Keberhasilan Sambung Bibit Jeruk Siam Banjar Label Biru.Buletin 16 (2) Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan Rancangan, Analisa dan Interpretasinya. Gramedia Pustaka. Jakarta.
38
Yosef, H. 2013. Prinsip 3R pada Styrofoam. http://ml.scribd.com/doc/1536664/ MAKALAH-STYROFOAM. (14 Februari 2014). Yuniastuti, S., Soegito, dan Rebin. 1992. Kombinasi Batang Atas dan Batang Bawah pada Pembibitan Anggur dengan Okulasi. Jurnal Hortikultura 2(1):19-22.
39
Lampiran 1. Deskripsi Jeruk Batang Bawah Varietas Japansche citroen Uraian
Deskripsi
Asal
:
Silsilah Golongan tanaman Tinggi tanaman Bentuk tajuk tanaman Bentuk penampang batang Diameter batang Warna batang Bentuk daum Ukuran daun Warna daun Bentuk bunga Warna kelopak bunga Warna mahkota bunga Warna kepala putik Warna benang benang sari Waktu berbunga Waktu panen Bentuk buah Ukuran buah Warna kulit buah Ketebalan kulit buah Warna daging buah Rasa daging buah Warna biji Bentuk biji Ujung biji Kadar gula Kadar vitamin C Kadar asam Jumlah juring perbuah Berat perbuah Jumlah buah pertandan Berat buah pertandan Daya simpan buah pada suhu 23-25 0C Hasil buah Identitas pohon induk tunggal
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Kode aksesi Perkiraan umur pohon induk Keterangan
: : : :
Pengusul
:
Peneliti
:
Balai Penelitian Tanaman jeruk dan Buah Subtropika Seleksi pohon induk Klon 3,3 meter Menyebar Bulat berlekuk 8,2 cm Hijau kecoklatan Lonjong Panjang 7,6 – 11,5 cm, lebar 3,8 – 5,5 cm Hijau tua Bulat panjang Hijau kecoklatan Putih kemerahan Putih kekuningan Kuning Awal musim hujan Ritmik (tidak terus menerus berbunga) Bulat Tinggi 5,2 – 6,4 cm, diameter 5,1 – 6,6 cm Hijau Kekuningan 0,15 – 0,30 cm Kuning Asam Coklat keputihan Memanjang sampai agak bulat Runcing 5,6 brix 43,3 mg/100 g 0,59 % 8 – 10 juring 89 -100 g 210 – 450 buah 35 – 75 kg 5 – 7 hari setelah panen 30 -75 kg/ pohon/ tahun Koleksi Plasma nurfah Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Subtropika ICS.04.01.0175 9 tahun Beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan altitude 300 – 900 dpl Balai Penelitian Tanaman jeruk dan Buah Subtropika Chaereni Martasari, Hardiyanto, Nirmala F.Devy, Karsinah, Hadi Mulyanto (Balai Penelitian Tanaman jeruk dan Buah Subtropika)
Sumber : Departemen Pertanian (2011) 40
Lampiran 2. Deskripsi Jeruk Varietas Siam Banjar Uraian
Deskripsi
Nama Daerah Asal Tanaman
: :
Tinggi Tanaman Lebar Tajuk Bentuk Tanaman Percabangan Warna Batang Bentuk Batang Lingkar Batang Warna Daun Bagian Atas Warna Daun Bagian Bawah Lebar Daun Panjang Daun Tepi Daun Bentuk Bunga Jumlah Bunga/ Tandan Jumlah Bunga Jadi Buah Warna Buah Muda Warna Buah Matang Bentuk Buah Lingkar Buah Diameter Buah Tebal Kulit Buah Warna Daging Buah Jumlah Septa Tiap Buah Jumlah Biji Tiap Buah Berat Buah Utuh Berat Buah Kupasan Rasa Buah Aroma Buah Sifat Buah Kandungan Air Batang Bawah Produksi Buah/Pohon/Musim Perbanyakan Ketahanan Terhadap Hama
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Peneliti/ Pengusul
:
Jeruk Siam Banjar Kampung Sungai Madang, Desa Gudang Hirang, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan 3 – 3,75 meter 2,5 – 2,7 meter Payung Melengkung Keatas Kecoklatan Bulat 20 cm Hijau Muda Hijau 3 - 5 cm 6 – 9 cm Bergerigi Seperti Lonceng 8 – 10 buah 6 -8 buah Hijau Orange kehijauan Bulat agak gepeng 22 – 24 cm 6,5 – 7,5 cm 1,3 – 1,7 mm kulit yang tebal mudah dikupas Orange 10 -13 6 – 9 biji 160 -175 g 150 – 165 g Manis segar Lebut Tahan dalam pengangkutan 86,44% JC 500 – 600 buah Cangkok, Okulasi Cukup tahan terhadap kutu daun jeruk (Aphids sp) Tidak Tahan Terhadap Kutu Dompolan (Planococcus citri) dan Kutu Medalion Jeruk (Aleuro canthus spineferus) Yayat Hidayat Hendarin, Hamidah, M. Syarbaini, Sri Setyasno, Surachmat Kusumo
Sumber : Departemen Pertanian (2011)
41
Lampiran 3 . Data Diameter Batang Bawah Jeruk Javansche citroen Umur 6 Bulan
No
Perlakuan
1
S0B1
2
S0B2
3
S0B3
4
S1B1
5
S1B2
6
S1B3
7
S2B1
8
S2B2
9
S2B3
10
S3B1
11
S3B2
12
S3B3 Rata-rata
UL
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
Pengukuran Diameter Batang Bawah Jeruk Jenis Javaneshe citroen (cm) ( 1 Hari Sebelum Okulasi) Rata1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 rata 0.40 0.50 0.30 0.45 0.45 0.40 0.44 0.54 0.40 0.44 0.432 0.44 0.36 0.36 0.39 0.47 0.48 0.38 0.46 0.36 0.40 0.410 0.46 0.50 0.50 0.36 0.42 0.35 0.40 0.37 0.35 0.60 0.431 0.33 0.42 0.41 0.34 0.44 0.38 0.42 0.33 0.46 0.59 0.412 0.44 0.31 0.34 0.32 0.47 0.39 0.38 0.55 0.45 0.36 0.401 0.44 0.4 0.35 0.33 0.36 0.44 0.42 0.45 0.36 0.42 0.397 0.43 0.35 0.46 0.47 0.35 0.50 0.35 0.41 0.46 0.51 0.429 0.44 0.42 0.35 0.35 0.33 0.50 0.60 0.56 0.32 0.40 0.427 0.45 0.42 0.55 0.45 0.52 0.31 0.37 0.52 0.47 0.39 0.445 0.44 0.56 0.50 0.34 0.35 0.35 0.55 0.45 0.46 0.33 0.433 0.37 0.50 0.43 0.33 0.33 0.55 0.36 0.42 0.41 0.40 0.410 0.42 0.50 0.42 0.40 0.40 0.42 0.35 0.50 0.37 0.55 0.433 0.44 0.5 0.35 0.35 0.45 0.49 0.55 0.60 0.50 0.46 0.469 0.45 0.36 0.45 0.41 0.47 0.34 0.50 0.40 0.55 0.42 0.435 0.3 0.4 0.41 0.36 0.36 0.50 0.53 0.42 0.50 0.52 0.430 0.46 0.44 0.32 0.45 0.35 0.38 0.45 0.35 0.48 0.50 0.418 0.46 0.39 0.43 0.45 0.50 0.50 0.49 0.5 0.50 0.45 0.467 0.4 0.4 0.5 0.37 0.50 0.38 0.40 0.41 0.46 0.39 0.421 0.41 0.3 0.34 0.55 0.42 0.44 0.49 0.35 0.45 0.35 0.410 0.49 0.41 0.33 0.57 0.36 0.50 0.47 0.50 0.40 0.39 0.442 0.49 0.38 0.38 0.48 0.38 0.50 0.48 0.4 0.48 0.50 0.447 0.5 0.45 0.42 0.35 0.42 0.45 0.40 0.35 0.49 0.33 0.416 0.31 0.37 0.60 0.36 0.4 0.40 0.48 0.48 0.48 0.30 0.418 0.46 0.37 0.42 0.43 0.55 0.35 0.60 0.50 0.42 0.54 0.464 0.44 0.47 0.42 0.50 0.35 0.60 0.50 0.42 0.50 0.38 0.458 0.49 0.30 0.30 0.40 0.33 0.47 0.40 0.34 0.60 0.34 0.397 0.39 0.45 0.46 0.43 0.34 0.45 0.36 0.44 0.58 0.50 0.440 0.47 0.45 0.3 0.57 0.40 0.40 0.45 0.40 0.40 0.39 0.423 0.31 0.54 0.44 0.36 0.35 0.34 0.35 0.50 0.40 0.36 0.395 0.40 0.35 0.35 0.54 0.32 0.30 0.50 0.39 0.41 0.47 0.403 0.4 0.55 0.30 0.43 0.42 0.49 0.50 0.45 0.45 0.51 0.450 0.4 0.40 0.30 0.35 0.45 0.30 0.45 0.45 0.55 0.40 0.405 0.33 0.40 0.55 0.46 0.37 0.40 0.40 0.35 0.45 0.31 0.402 0.42 0.36 0.33 0.38 0.34 0.40 0.40 0.35 0.44 0.47 0.389 0.47 0.47 0.49 0.44 0.32 0.39 0.33 0.46 0.35 0.40 0.412 0.33 0.30 0.45 0.43 0.33 0.36 0.32 0.34 0.49 0.47 0.382 0.423
42
Lampiran 4. Data Persentase Keberhasilan Okulasi Hidup (%) Umur 21 HSO Lama Simpan (S)
Ulangan
S0
I II III
Sub total Rata-rata I II III
S1 Sub total Rata-rata
I II III
S2 Sub total Rata-rata
I II III
S3 Sub total Rata-rata Total Rata-rata
Jenis Pembungkus (B) B1 B2 B3 90 70 90 80 80 100 80 80 80 250 230 270 83.33 76.67 90.00 90 80 90 100 80 90 80 90 90 270 250 270 90.00 83.33 90.00 70 70 90 80 90 100 90 80 90 240 240 280 80.00 80.00 93.33 100 100 100 100 100 100 100 100 100 300 300 300 100 100 100 1060 1020 1120 88.33 85.00 93.33
Total
Rata-Rata
250 260 240 750
83.33 86.67 80.00 250 83.33 86.67 90.00 86.67 263 87.78 76.67 90.00 86.67 253 84.44 100 100 100 300 100
260 270 260 790 230 270 260 760 300 300 300 900 3200
88.89
Lampiran 5. Analisa Ragam Persentase Keberhasilan Okulasi Hidup Umur 21 HSO
SK Perlakuan Lama Simpan (S) Jenis Pembungkus (B) Interaksi (SB) Galat Total
JK
DB
KT
2288.89 1577.78 422.23 288.88 1066.67 3355.56
11 3 2 6 24 35
208.08 525.93 211.12 48.15 44.44
F Hitung 4.68** 11.83** 4.75* 1.08tn
F Tabel 0.05 2,22 3.01 3.40 2.51
F Tabel 0.01 3,09 4.72 5.61 3.67
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata 43
Lampiran 6. Data Persentase Okulasi Tumbuh (%) Umur 60 HS0 Lama Penyimpanan (S)
Ulangan
S0
I II III
Sub total Rata-rata S1
I II III
Sub total Rata-rata S2
I II III
Sub total Rata-rata S3
I II III
Sub total Rata-rata Total Rata-rata
Jenis Pembungkus (B) B1 B2 B3 80 70 90 70 70 100 80 80 80 230 220 270 76.67 73.33 90.00 80 80 90 100 80 90 80 90 90 260 250 270 86.67 83.33 90.00 60 70 70 80 90 100 70 80 70 210 240 240 70 80 80 100 100 100 80 100 100 90 100 100 270 300 300 90 100 100 970 1010 1080 80.83 84.17 90.00
Total
Rata-Rata
240 240 240 720
80 80 80 240 80.00 83.33 90.00 86.67 260 86.67 66.67 90.00 73.33 230 76.67 100 93.33 96.67 290 96.67
250 270 260 780 200 270 220 690 300 280 290 870 3060
85.00
Lampiran 7. Analisa Ragam Persentase Okulasi Tumbuh (%) Umur 60 HSO
SK Perlakuan Lama Simpan (S) Jenis Pembungkus (B) Interaksi (SB) Galat Total
JK 3030.33 2075.00 656.67 350.00 1666.67 4697.22
DB
KT
F Hitung
11 3 2 6 24 35
275.51 691.67 302.79 35.33 69.44
3.97** 9.96** 4.36* 0.84tn
F Tabel 0.05 2,22 3.01 3.40 2.51
F Tabel 0.01 3,09 4.72 5.61 3.67
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata 44
Lampiran 8. Data Persentase Tumbuh kalus (%) Umur 21 HSO Lama Penyimpanan (S)
Ulangan
S0
I II III Sub total Rata-rata I II III
S1 Sub total Rata-rata
I II III
S2 Sub total Rata-rata
I II III
S3 Sub total Rata-rata Total Rata-rata
Jenis Pembungkus (B) B1 B2 B3 100 100 100 100 100 100 100 100 100 300 300 300 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 300 300 300 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 300 300 300 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 300 300 300 100 100 100 1200 1200 1200 100.00 100.00 100.00
Total 300 300 300 900 300 300 300 900 300 300 300 900 300 300 300 900
RataRata 100 100 100 300 100 100 100 100 300 100 100 100 100 300 100 100 100 100 300 100
3600 100.00
45
Lampiran 9. Data Waktu Pecah Tunas (hari) Saat Okulasi sampai Pecah Tunas Lama Penyimpanan (S)
Ulangan
S0
I II III
Sub total Rata-rata S1
I II III
Sub total Rata-rata S2
I II III
Sub total Rata-rata S3
I II III
Sub total Rata-rata Total Rata-rata
Jenis Pembungkus (B) B1 B2 B3 24.00 25.00 24.00 27.00 27.00 26.00 26.00 26.00 26.00 77.00 77.00 77.00 25.67 26.00 25.67 23.00 24.00 24.00 25.00 26.00 24.00 25.00 25.00 25.00 73.00 75.00 73.00 24.33 25.00 24.33 24.00 25.00 25.00 25.00 25.00 22.00 25.00 23.00 24.00 74.00 73.00 71.00 24.67 24.33 23.67 25.00 26.00 24.00 26.00 24.00 25.00 23.00 23.00 25.00 74.00 73.00 74.00 24.517 24.367 24.767 298.00 299.00 295.00 25.00 25.00 25.00
Total 74.00 80.00 78.00 232.00 71.00 75.00 75.00 221.00 74.00 72.00 72.00 218.00 75.00 75.00 71.00 221.00
RataRata 24.67 26.67 26.00 26.00 23.67 25.00 25.00 25.00 24.67 24.00 24.00 24.00 25.00 25.00 23.67 25.00
892.00 24.78
Lampiran 10. Analisa Ragam Waktu Pecah Tunas (hari) saat Okulasi Sampai Pecah Tunas
SK Perlakuan Lama Simpan (S) Jenis Pembungkus (B) Interaksi (SB) Galat Total
JK
DB
KT
15.56 12.67 0.72 2.17 30.67 46.22
11 3 2 6 24 35
1.41 4.22 0.36 0.36 1.28
F Hitung 1.11 tn 3.30 * 0.28 tn 0.28 tn
F Tabel 0.05 2,22 3.01 3.40 2.51
F Tabel 0.01 3,09 4.72 5.61 3.67
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata * = berpengaruh nyata 46
Lampiran 11. Data Panjang Tunas Okulasi (cm) Umur 60 HSO Lama Penyimpanan (S)
Ulangan
S0
I II III
Sub total Rata-rata S1
I II III
Sub total Rata-rata S2
I II III
Sub total Rata-rata S3
I II III
Sub total Rata-rata Total Rata-rata
Jenis Pembungkus (B) B1 B2 B3 13.78 13.53 12.32 9.47 10.53 11.44 12.04 13.63 9.40 35.29 37.69 33.16 11.76 12.56 11.05 13.11 13.58 11.20 13.20 9.80 14.87 10.08 13.27 13.77 36.39 36.65 39.84 12.13 12.22 13.28 14.52 12.23 11.94 11.06 12.96 12.00 10.2 14.64 12.85 35.78 39.83 36.79 11.93 13.28 12.26 10.68 13.57 11.4 13.24 10.34 11.53 12.27 16.15 11.98 36.19 40.06 34.91 12.06 13.35 11.64 143.65 154.23 144.70 11.97 12.85 12.06
Total
Rata-Rata
39.63 31.44 35.07 106.14
13.21 10.48 11.69 35.38 11.79 12.63 12.62 12.37 37.63 12.54 12.90 12.01 12.56 37.47 12.49 11.88 11.70 13.47 37.05 12.35
37.89 37.87 37.12 112.88 38.69 36.02 37.69 112.4 35.65 35.11 40.4 111.16 442.58
12.29
Lampiran 12. Analisa Ragam Panjang Tunas Okulasi (cm) Umur 60 HSO
SK Perlakuan Lama Simpan (S) Jenis Pembungkus (B) Interaksi (SB) Galat Total
JK
DB
KT
16.82 3.18 5.66 7.98 76.81 93.63
11 3 2 6 24 35
1.53 1.06 2.83 1.33 3.20
F Hitung 0.48tn 0.33tn 0.88tn 0.42tn
F Tabel 0.05 2,22 3.01 3.40 2.51
F Tabel 0.01 3,09 4.72 5.61 3.67
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata 47
Lampiran 13. Data Jumlah Daun (cm) Umur 60 HSO Lama Penyimpanan (S)
Ulangan
S0
I II III
Sub total Rata-rata S1
I II III
Sub total Rata-rata S2
I II III
Sub total Rata-rata S3
I II III
Sub total Rata-rata Total Rata-rata
Jenis Pembungkus (B) B1 B2 B3 13.50 14.00 13.89 10.71 11.71 12.70 13.38 12.88 11.25 37.59 38.59 37.84 12.53 12.86 12.61 13.88 13.13 12.11 13.60 11.00 13.78 11.50 14.11 13.00 38.98 38.24 38.89 12.99 12.75 12.96 15 13.57 13.43 13.13 14.67 13.20 11.71 14.13 14.83 39.84 42.37 41.46 13.28 14.12 13.82 13.67 14.30 13.4 13.38 11.50 13.00 13.89 16.80 13.30 40.94 42.60 39.70 13.65 14.20 13.23 157.35 161.80 157.89 13.11 13.48 13.16
Total
Rata-Rata
41.39 35.12 37.51 114.02
13.80 11.71 12.50 38.01 12.67 13.04 12.79 12.87 38.70 12.90 14.00 13.67 13.56 41.22 13.74 13.79 12.63 14.66 41.08 13.69
39.12 38.38 38.61 116.11 42.00 41.00 40.67 123.67 41.37 37.88 43.99 123.24 477.04
13.25
Tabel Lampiran 14. Analisa Ragam Jumlah Daun (cm) Umur 60 HSO
SK Perlakuan Lama Simpan (S) Jenis Pembungkus (B) Interaksi (SB) Galat Total
JK
DB
KT
10.87 8.07 0.98 1.813 42.82 53.69
11 3 2 6 24 35
0.99 2.69 0.49 0.30 1.78
F Hitung 0.55tn 1.51tn 0.27tn 0.17tn
F Tabel 0.05 2,22 3.01 3.40 2.51
F Tabel 0.01 3,09 4.72 5.61 3.67
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata 48
Lampiran 15. Data Diameter Batang Tunas (cm) Umur 30 HSO Lama Penyimpanan (S)
Ulangan
S0
I II III
Sub total Rata-rata S1
I II III
Sub total Rata-rata S2
I II III
Sub total Rata-rata S3
I II III
Sub total Rata-rata Total Rata-rata
Jenis Pembungkus (B) B1 B2 B3 0.24 0.20 0.21 0.17 0.16 0.20 0.18 0.24 0.18 0.59 0.60 0.59 0.197 0.200 0.197 0.19 0.22 0.21 0.23 0.17 0.23 0.22 0.20 0.20 0.64 0.59 0.64 0.213 0.197 0.213 0.2 0.21 0.15 0.15 0.18 0.22 0.14 0.18 0.24 0.49 0.57 0.61 0.163 0.190 0.203 0.15 0.14 0.16 0.25 0.13 0.14 0.16 0.22 0.18 0.56 0.49 0.48 0.187 0.163 0.160 2.28 2.25 2.32 0.190 0.188 0.193
Total
Rata-Rata
0.65 0.53 0.6 1.78
0.22 0.18 0.20 0.59 0.198 0.21 0.21 0.21 0.62 0.208 0.19 0.18 0.19 0.56 0.186 0.15 0.17 0.19 0.51 0.170
0.62 0.63 0.62 1.87 0.56 0.55 0.56 1.67 0.45 0.52 0.56 1.53 6.85
0.190
Lampiran 16. Analisa Ragam Diameter Batang Tunas (cm) 30 HSO
SK Perlakuan Lama Simpan (S) Jenis Pembungkus (B) Interaksi (SB) Galat Total
JK
DB
KT
0.011 0.007 0 0.004 0.028 0.039
11 3 2 6 24 35
0.001 0.002 0.000 0.001 0.001
F Hitung 0.86tn 2.00tn 0.00tn 0.57tn
F Tabel 0.05 2,22 3.01 3.40 2.51
F Tabel 0.01 3,09 4.72 5.61 3.67
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata
49
Lampiran 17. Data Diameter Batang Tunas Okulasi (cm) Umur 45 HSO Lama Penyimpanan (S)
Ulangan
S0
I II III
Sub total Rata-rata S1
I II III
Sub total Rata-rata S2
I II III
Sub total Rata-rata S3
I II III
Sub total Rata-rata Total Rata-rata
Jenis Pembungkus (B) B1 B2 B3 0.28 0.27 0.26 0.25 0.25 0.26 0.25 0.31 0.24 0.780 0.830 0.760 0.260 0.277 0.253 0.27 0.28 0.25 0.28 0.24 0.29 0.26 0.27 0.27 0.810 0.790 0.810 0.270 0.263 0.270 0.28 0.24 0.24 0.25 0.25 0.26 0.24 0.26 0.30 0.770 0.750 0.800 0.257 0.250 0.267 0.28 0.25 0.25 0.26 0.23 0.24 0.24 0.28 0.26 0.780 0.760 0.750 0.260 0.253 0.250 3.140 3.130 3.120 0.262 0.261 0.260
Total
Rata-Rata
0.81 0.76 0.80 2.370
0.27 0.25 0.27 0.790 0.263 0.27 0.27 0.27 0.803 0.268 0.25 0.25 0.27 0.773 0.258 0.26 0.24 0.26 0.763 0.254
0.80 0.81 0.80 2.410 0.76 0.76 0.80 2.320 0.78 0.73 0.78 2.290 9.390
Lampiran 18. Analisa Ragam Diameter Batang Tunas (cm) Umur 45 HSO
SK Perlakuan Lama Simpan (S) Jenis Pembungkus (B) Interaksi (SB) Galat Total
JK
DB
KT
0.004 0.002 1.667 0.002 0.01 0.015
11 3 2 6 24 35
0.00 0.00 0.83 0.00 0.00
F Hitung 0.87tn 1.60tn 0.40tn 0.80tn
F Tabel 0.05 2,22 3.01 3.40 2.51
F Tabel 0.01 3,09 4.72 5.61 3.67
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata 50
Lampiran 19. Data Diameter Batang Tunas Okulasi (cm) Umur 60 HSO Lama Penyimpanan (S)
Ulangan
S0
I II III
Sub total Rata-rata S1
I II III
Sub total Rata-rata S2
I II III
Sub total Rata-rata S3
I II III
Sub total Rata-rata Total Rata-rata
Jenis Pembungkus (B) B1 B2 B3 0.30 0.30 0.30 0.27 0.30 0.30 0.31 0.35 0.29 0.880 0.950 0.890 0.293 0.317 0.297 0.34 0.36 0.31 0.34 0.28 0.34 0.29 0.32 0.32 0.970 0.960 0.970 0.323 0.320 0.323 0.34 0.27 0.30 0.32 0.29 0.32 0.28 0.34 0.35 0.940 0.900 0.970 0.313 0.300 0.323 0.34 0.31 0.31 0.35 0.30 0.31 0.33 0.34 0.3 1.020 0.950 0.920 0.340 0.317 0.307 3.81 3.76 3.75 0.32 0.31 0.31
Total
Rata-Rata
0.90 0.87 0.95 2.720
0.30 0.29 0.32 0.907 0.302 0.34 0.32 0.31 0.967 0.322 0.30 0.31 0.32 0.937 0.312 0.32 0.32 0.32 0.963 0.321
1.01 0.96 0.93 2.900 0.91 0.93 0.97 2.810 0.96 0.96 0.97 2.890 11.32
0.31
Lampiran 20. Analisa Ragam Diameter Batang Tunas (cm) 60 HSO
SK Perlakuan Lama Simpan (S) Jenis Pembungkus (B) Interaksi (SB) Galat Total
JK 0.006 0.002 0.0001 0.003 0.015 0.021
DB
KT
11 3 2 6 24 35
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
F Hitung 0.87tn 1.07tn 0.08tn 0.80tn
F Tabel 0.05 2,22 3.01 3.40 2.51
F Tabel 0.01 3,09 4.72 5.61 3.67
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata
51
Lampiran 21. Denah Tata Letak Satuan Percobaan
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x S2B1 (I) x x x x x
x x x x x S0B1 (II) x x x x x
x x x x x S2B3 (I) x x x x x
x x x x x S3B1 (III) x x x x x
x x x x x S0B3 (II) x x x x x
x x x x x S1B1 (III) x x x x x
x x x x x S3B3 (I) x x x x x
x x x x x S1B2 (II) x x x x x
x x x x x S0B2 (I) x x x x x
x x x x x S2B2 (II) x x x x x
x x x x x S0B1 (III) x x x x x
x x x x x S3B2 (II) x x x x x
x x x x x S2B3 (III) x x x x x
x x x x x S1B3 (I) x x x x x
x x x x x S0B2 (II) x x x x x
x x x x x S3B1 (I) x x x x x
x x x x x S0B1 (I) x x x x x
x x x x x S2B1 (II) x x x x x
x x x x x S3B3 (II) x x x x x
x x x x x S1B1 (I) x x x x x
x x x x x S0B2 (III) x x x x x
x x x x x S1B3 (II) x x x x x
x x x x x S3B2 (I) x x x x x
x x x x x S0B3 (III) x x x x x
x x x x x S2B2 (I) x x x x x
x x x x x S3B3 (III) x x x x x
x x x x x S2B1 (III) x x x x x
x x x x x S1B2 (I) x x x x x
x x x x x S3B2 (III) x x x x x
x x x x x S3B1 (II) x x x x x
x x x x x S1B3 (III) x x x x x
x x x x x S1B2 (III) x x x x x
x x x x x S0B3 (I)
x x x x x S1B1 (II)
x x x x x S2B2 (III)
x x x x x S2B3 (II)
U
Keterangan : -
S0 = disimpan 9 jam ditambah 1 jam lama pengerjaan okulasi S1 = disimpan 30 jam ditambah 1 jam lama pengerjaan okulasi S2 = disimpan 52 jam ditambah 1 jam lama pengerjaan okulasi S3 = disimpan 78 jam ditambah 1 jam lama pengerjaan okulasi B1 = pelepah pisang B2 = Styrofoam B3 = kertas koran dilembabkan/dibasahi (I), (II), (III) = ulangan - X X X X X = Jumlah Tanaman
52
Lampiran 22. Batang Bawah Jeruk Javaneshe citroen umur 6 Bulan Setelah Tanam.
Lampiran 23. Screen House BPMT Jeruk Varietas Siam Banjar sebagai Bahan Entres Milik Balai benih Hortikultura Kerung. 53
Lampiran 24. BPMT Tanaman Jeruk Varietas Siam Banjar Sebagai Bahan Entres.
didalam Screen House
Lampiran 25. Pengambilan Entres Jeruk pada Cabang pertama 54
Lampiran 26. Perompesan Daun Enres Jeruk
Lampiran 27. Entres yang Sudah dirompes 55
Lampiran 28. Pengemasan Entres Jeruk Menggunakan Pelepah Pisang
Gambar 29. Pengemasan Entres Jeruk Menggunakan Styrofoam 56
Lampiran 30. Pengemasan Enres Menggunakan Kertas Koran
Lampiran 31. Kemasan di Angkut Menggunakan Sepeda Motor 57
Tunas Hasil Okulasi
Tunas yang tumbuh dari batang bawah
Lampiran 32. Batang Bawah yang Tumbuh Tunas
Lampiran 33. Tunas yang Tumbuh pada Batang Bawah sudah dibuang
58
Lampiran 34. Pengaruh Pembungkus Entres Terhadap Keberhasilan Okulasi Tumbuh 60 HSO
59
Lampiran 35. Pengaruh Lama Simpan Terhadap Keberhasilan Okulasi Tumbuh 60 HSO
60
Lampiran 36. Gulma Rumput Teki (Cyperus rotundus. L) yang Muncul di Tempat Penelitian Jeruk.
Lampiran 37. Gulma Babadotan (Agratum conyzoides. L) yang Muncul di Tempat Penelitian Jeruk.
61
1.Siapkan batang bawah Javansche citroen (JC)
2. Kulit batang bawah dikupas beserta kayunya
3. Ambil entres jeruk varietas Siam Banjar
4.Kupas entres yang ada matanya sepanjang
5. Mata entres yang sudah dikupas dengan kayunya.
6. Tempelkan mata entres pada sayatan batang bawah
7.Mata entres telah disisipkan pada irisan batang bawah.
8. Ikat mata enres dan batang bawah dengan plastik trasparan mulai dari bawah keatas
9. Proses okulasi selesai
Lampiran 38. Proses Tahapan Okulasi Tanaman Jeruk.
62
63