BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber penerimaan terbesar negara saat ini salah satunya berasal dari pajak. Dominasi pajak sebagai sumber penerimaan merupakan suatu hal yang sangat wajar, terlebih ketika sumber daya alam, khususnya minyak bumi tidak bisa lagi diandalkan. Penerimaan dari sumber daya alam mempunyai umur yang relatif terbatas, suatu saat akan habis dan tidak bisa diperbaharui. Hal ini berbeda dengan pajak, sumber penerimaan ini mempunyai umur yang tidak terbatas, terlebih dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Peranan penerimaan perpajakan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun presentase terhadap seluruh pendapatan negara. Hal ini diiringi dengan meningkatnya APBN dari tahun ketahun. Ini memberikan tugas kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk senantiasa melakukan usaha untuk meningkatkan jumlah penerimaan pajak (Widayati dan Nurlis, 2010). Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak merupakan aksi yang telah dicanangkan oleh Direktorat Jendral Pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, yaitu dengan memperluas subyek dan obyek pajak atau dengan menjaring wajib pajak baru. Dilain pihak perkembangan usaha-usaha kecil dan menengah yang demikian dinamis barangkali jauh meninggalkan jangkauan pajak. Sebenarnya masih banyak wajib pajak potensial yang belum terdaftar sebagai wajib pajak aktual. Ketidaktaatan dalam membayar pajak tidak hanya
1
2
terjadi pada lapisan pengusaha saja tetapi telah menjadi rahasia umum bahwa para pekerja profesional lainnya juga tidak taat untuk membayar pajak (Widayati dan Nurlis, 2010). Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sektor pajak dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983, yaitu melalui perubahan sistem pemungutan Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Langkah yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara ialah dengan mengubah Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System yang masih diterapkan sampai sekarang. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak. Sedangkan Self Assesment System merupakan sistem yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menentukan, menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. Dengan dianutnya Self Assesment System, maka selain bergantung pada kesadaran dan kejujuran wajib pajak, pengetahuan teknis perpajakan yang memadai juga memegang peran penting, agar wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar. Karena melalui sistem ini, setiap wajib pajak diwajibkan mengisi sendiri dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas (Wulandari, 2007) dalam Fitriyani
3
(2014). Sistem self assessment diberlakukan sejak terjadinya reformasi kebijakan perpajakan pada tahun 1983 dengan diterbitkannya seperangkat peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan yang menggantikan perundangundangan yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda, seperti Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 dan Ordonansi Pajak Perseroan 1925. Produk hasil reformasi ini bersifat lebih sederhana (simplicitiy), netral (neutral), adil (equity), dan memberikan kepastian legal (legal certaity). Penerapan Self Assesment System ini sendiri akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk. Namun pada kenyataannya kebanyakan masyarakat menganggap pajak merupakan hal yang membebani mereka. Kemauan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan hal yang penting. Penyebab kurangnya kemauan membayar pajak antara lain asas perpajakan yaitu bahwa hasil pemungutan pajak tersebut tidak secara langsung dapat dinikmati oleh para wajib pajak. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak pernah tahu wujud konkret imbalan dari uang yang dikeluarkan untuk membayar pajak. Upaya pendidikan, penyuluhan dan sebagainya tidak banyak berarti dalam membangun kesadaran wajib pajak melaksanakan kewajiban pajak, jika masyarakat tidak merasakan manfaat dari membayar pajak. Kemauan membayar pajak yang timbul pada wajib pajak sangat diperlukan, sejauh mana wajib pajak akan mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Hal ini juga tak lepas dari pengaruh pengetahuan tentang peraturan perpajakan oleh wajib pajak. Jika wajib pajak memiliki pengetahuan tentang
4
peraturan perpajakan dengan baik, hal itu dapat mempengaruhi bertambahnya pendapatan negara dari sektor pajak. Selain itu dengan peluncuran program modernisasi sistem perpajakan oleh Direktorat Jenderal Pajak diharapkan wajib pajak dapat dengan mudah memenuhi kewajiban perpajakannya. Kepercayaan terhadap sistem pemerintahan dan hukum juga punya andil besar dalam kemauan membayar pajak karena masyarakat harus diyakinkan bahwa pajak yang telah mereka bayar nantinya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin melalui fasilitasfasilitas yang telah dirancang oleh pemerintah. Selain itu kualitas pelayanan yang baik terhadap wajib pajak juga mempengaruhi kemauan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya sebagai seorang wajib pajak. Penelitian pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan terhadap kemauan membayar pajak yang dilakukan oleh Handayani dkk., (2012) menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak, hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardiningsih (2011) yang menyatakan bahwa pengetahuan peraturan perpajakan tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Penelitian tentang modernisasi perpajakan yang dilakukan oleh Violita (2015) menunjukan bahwa modernisasi perpajakan berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Sedangkan penelitian tentang tingkat kepercayaan terhadap sistem pemerintahan dan hukum menurut Pratomo (2015) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemauan membayar pajak. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani dkk.,(2012) yang menunjukkan bahwa
5
tingkat kepercayaan terhadap sistem pemerintahan dan hukum tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Hardiningsih (2011) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan terhadap wajib pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak. Berdasarkan latar belakang tersebut membuat peneliti tertarik untuk menguji kembali penelitian tersebut dengan variabel yang berbeda. Variabel yang digunakan adalah Pengetahuan Tentang Peraturan Perpajakan, Modernisasi atas Sistem Perpajakan, Tingkat Kepercayaan Terhadap Sistem Pemerintahan dan Hukum, dan Kualitas Pelayanan Terhadap Wajib Pajak.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah Pengetahuan Tentang Peraturan Perpajakan berpengaruh terhadap Kemauan Membayar Pajak? 2. Apakah Modernisasi atas Sistem Perpajakan berpengaruh terhadap Kemauan Membayar Pajak? 3. Apakah Tingkat Kepercayaan Terhadap Sistem Pemerintahan dan Hukum berpengaruh terhadap Kemauan Membayar Pajak? 4. Apakah Kualitas Pelayanan Terhadap Wajib Pajak berpengaruh terhadap Kemauan Membayar Pajak?
6
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pengetahuan Tentang Peraturan Perpajakan, Modernisasi atas Sistem Perpajakan, Tingkat Kepercayaan Terhadap Sistem Pemerintahan dan Hukum, dan Kualitas Pelayanan Terhadap Wajib Pajak terhadap Kemauan Membayar Pajak.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik di bidang teoritis maupun di bidang praktis. Di bidang teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu Pengetahuan Tentang Peraturan Perpajakan, Modernisasi atas Sistem Perpajakan, Tingkat Kepercayaan Terhadap Sistem Pemerintahan dan Hukum, dan Kualitas Pelayanan Terhadap Wajib Pajak terhadap Kemauan Membayar Pajak. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai pengaruh Pengetahuan, Modernisasi, Tingkat Kepercayaan dan Kualitas Pelayanan terhadap Kemauan Membayar Pajak. Di bidang praktis penelitian ini dapat mendorong kinerja pemerintah dan Direktorat Jenderal Pajak dalam menjalankan fungsinya untuk mendorong wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Penelitian ini juga dapat menjadi masukan sekaligus acuan bagaimana seharusnya tindakan yang dapat diambil oleh KPP dalam meningkatkan kemauan membayar pajak. Dan yang terpenting, penelitian ini dapat memberikan kesadaran dan informasi tentang peraturan
7
perpajakan sehingga dapat memberikan motivasi kepada wajib pajak untuk membayar pajak secara rutin dan tepat waktu.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Fokus penelitian ini untuk meneliti pengaruh Pengetahuan, Modernisasi, Tingkat Kepercayaan, dan Kualitas Pelayanan terhadap Kemauan Membayar Pajak. Karena adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori, dan agar penelitian dapat dilakukan secara mendalam, maka penelitian ini dibatasi pada permasalahan sebagaimana yang telah dirumusan masalah di atas.