BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Pajak memiliki fungsi yang sangat penting dalam pembangunan
perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa sebagai salah satu sumber penerimaan Negara, pajak memberi kontibusi terbesar pada APBN mencapai 80%. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan untuk mengetahui APBN-P dan Realisasi penerimaan Perpajakan dari tahun 2008-2012 dapat diketahui hasilnya pada Tabel 1.1. Tabel 1. 1 Perkembangan Realisasi APBN-P dari Penerimaan Perpajakan 2008-2012 (Triliun Rupiah)
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN-P 609,2 651,9 743,3 878,6 1.061,2 1.148,4 Realisasi 658,7 619,9 723,3 873,9 980,5 % terhadap APBN-P 108,1% 95,09% 97,3% 99,4% 92,3% (Sumber : Nota Keuangan dan RAPBN-P tahun 2014(data diolah kembali))
Jika dilihat dari tabel APBN-P yang merupakan merupakan asumsi terhadap persentase terhadap target pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa kebutuhan penerimaan perpajakan dalam APBN terus meningkat. Namun realisasi penerimaannya mengalami penurunan. Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pajak memiliki dua fungsi penting yaitu fungsi penerimaan (Budgeter) dan
1
2
fungsi mengatur (Reguler). Selain dua fungsi tersebut, pajak juga memiliki fungsi lain yaitu : fungsi stabilitas, fungsi redistribusi, serta fungsi demokrasi (Diana Sari,2013). Tidak dapat dipungkiri bahwa ciri dasar pajak yang bersifat memaksa, masyarakat juga mempunyai anggapan bahwa dalam melakukan kewajiban perpajakan masyarakat harus melewati sistem yang terkesan sulit dan rumit. Hal tersebut mengakibatkan para wajib pajak tidak patuh dalam membayar kewajibannya. Menurut Direktorat Jenderal Pajak dalam (Kompas,2008) menyatakan bahwa jumlah pemegang Nomor Pokok wajib pajak (NPWP) diseluruh Indonesia saat ini sebanyak 6 juta. Dari jumlah tersebut, hanya sebanyak 50.500 WP yang dikategorikan sebagai pembayar pajak aktif. . Salah satu aspek atau indikator untuk menilai tingkat kepatuhan wajib pajak adalah jumlah wajib pajak yang terdaftar dan Penambahan Wajib Pajak Orang Pribadi. Berikut data mengenai jumlah wajib pajak yang terdaftar dan efektif mulai dari tahun 2008 sampai dengan 2012. Tabel 1. 2 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar dan Penambahan Wajib Pajak Orang Pribadi, 2008-2012
Keterangan 2012 2011 2010 2009 2008 Penambahan Wajib 2.249.639 3.001.035 3.019.396 5.053.587 3.375.977 Pajak orang pribadi pada tahun yang bersangkutan Jumlah Wajib Pajak 22.131.323 19.881.684 16.880.649 13.861.253 8.807.666 orang pribadi terdaftar pada akhir tahun (Sumber : Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2008 – 2012)
Annisa Yuniar Larasati (2014) menyatakan bahwa pada KPP Pratama Bandung Cibeunying, terdapat fenomena kesenjangan antara jumlah WP terdaftar dengan WP efektif. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.3.
3
Tabel 1. 3 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar dan Wajib Pajak Efektif
Wajib Pajak WP Terdaftar Orang Pribadi
2007
2008
Tahun 2009 2010
31.361
46.708
72.966
84.617
92.936
99.724
Badan
10.757
11.798
12.534
13.082
15.019
17.066
Bedahara
3.516
3.576
3.665
3.713
3.738
3.774
Jumlah WP Efektif
45.634
62.082
89.165
101.412
111.693
120.564
OP
24.166
38.353
63.212
74.506
82.671
89.292
Badan
9.686
10.231
10.755
11.286
11.943
12.704
Bendahara
1.386
1.440
1.470
1.518
1.543
1.578
Jumlah
35.238
50.024
75.437
87.310
96.157
103.574
2011
2012
(Sumber: KPP Pratama Bandung Cibeunying.(data diolah kembali))
Menurut Direktorat Jenderal Pajak yang dikutip oleh (Susy,2010) bahwa rasio kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) hingga April 2010 telah mencapai 54,84 persen atau 7,73 juta. Jumlah SPT diterima mencapai 7.733.271 dari total wajib pajak terdaftar wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh sebesar 14.101.933. Pada 2009 rasio kepatuhan wajib pajak hanya 5.413.114 atau sebesar 52,61 persen dengan jumlah wajib pajak terdaftar sebanyak 10.289.590. Sedangkan menurut laporan DJP terhadap ratio kepatuhan penyampaian SPT PPh dari tahun 2007-2012 yaitu :
4
Tabel 1. 4 Ratio Kepatuhan Penyampaian SPT PPh
Uraian Wajib Pajak Terdaftar Wajib SPT SPT Tahunan PPh Rasio Kepatuhan
2007
2008
2009
2010
2011
4.231.117 6.341.828 9.996.620 14.101.933 17.694.317
2012 17.659.278
1.278.290 2.097.849 5.413.114 8.202.309
9.332.626
9.482.480
30,21%
52,74%
53,69%
33,08%
54,15%
58,16%
(Sumber: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2007 – 2012 (data diolah kembali))
Annisa Yuniar Larasati (2014) menyatakan bahwa selain laporan mengenai SPT Tahunan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak, fenomena kepatuhan yang rendah tersebut terjadi pula pada KPP Bandung Cibeunying. Data mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 1. 5 Rasio Kepatuhan SPT Tahunan PPh
TAHUN TERDAFTAR JMLH SPT RASIO KEPATUHAN
2007 33.852 17.903 53%
2008 48.584 29.609 61%
2009 73.967 38.147 52%
2010 85.792 31.729 37%
2011 94.614 38.776 41%
2012 101.996 40.126 39%
(Sumber: KPP Pratama Bandung Cibeunying (data diolah kembali))
Berdasarkan data-data yang telah diungkapkan mengenai ratio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan wajib pajak, masih terdapat kesenjangan yang cukup signifikan terhadap wajib pajak terdaftar dan kepatuhan dalam penyampaian SPT Tahunan. Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara bersamaan akan menimbulkan
5
upaya penghindaran pajak seperti tax evasion dan tax avoidance, yang mengakibatkan berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas negara. (Chaizi, 2004). Kepatuhan wajib pajak memiliki pengertian yaitu: “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana: 1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; 2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas; 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar; 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. (Mohammad Zain, 2008) Tanggung jawab di bidang perpajakan sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan berada pada setiap Warga Negara sebagai Wajib Pajak. Hal ini sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Artinya setiap Wajib Pajak bertanggungjawab sepenuhnya terhadap kewajiban pembayaran pajak, pelaporan pajak dan pemberitahuan pajak yang terutang kepada pemerintah, yang dalam hal ini diatur oleh DJP (www.pajak.go.id). Pembenahan pada berbagai peraturan perpajakan, dan pemberian saksi yang dilakukan belum cukup untuk meningkatkan kesadaran pajak. Rendahnya pengetahuan perpajakan dalam masyarakat merupakan suatu kendala tersendiri yang membutuhkan perhatian khusus. Perlawanan pasif merupakan suatu produk dari ketidaktahuan masyarakat terhadap pengetahuan pajak. Hal ini menunjukan
6
bahwa salah satu penyebab tax gap yang terjadi dikarenakan lemahnya pengetahuan para wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. (Rimsky Judisseno, 1997 dalam Eva,2014). Fungsi KPP yaitu melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan kepada wajib pajak ( www.pajak.go.id ). Dilihat dari fungsi KPP tersebut maka dapat disimpulkan bahwa KPP membantu Direktorat Jenderal Pajak dalam menyadarkan pentingnya pajak kepada masyarakat. Salah satu cara untuk dalam membantu dalam meningkatkan kualitas pelayanan, maka setiap Kantor Pelayanan Pajak modern dibentuk Account Representative (AR) yang bertanggung jawab dalam melayani dan mengawasi kepatuhan wajib pajak, serta berperan penting dalam sebagai penghubung KPP dengan wajib pajak (Dini, 2012). Terkait dengan hal di atas, Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai perbaharuan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang memberikan implikasi terhadap peningkatan penerimaan negara. Pembaharuan dalam sistem perpajakan ini ditandai dengan penerapan teknologi informasi dalam pelayanan perpajakan. Peningkatan pelayanan perpajakan ini terlihat dengan dikembangkannya administrasi perpajakan modern dan teknologi informasi di berbagai aspek kegiatan. Perubahan mendasar yang berkaitan dengan modernisasi pajak terjadi di awal tahun 2005 yaitu dilaksanakannya jenis pelayanan kepada Wajib Pajak yang baru dalam rangka penyampaian surat pemberitahuan dan penyampaian perpanjangan surat pemberitahuan tahunan menggunakan elektronik, yaitu e filling (Nurul, 2012).
7
Teori ekuitas (equity theory) menjelaskan mengenai hubungan antara sikap wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Teori ini menekankan pada aspek keadilan. Apabila wajib pajak memandang bahwa hak dan kewajibannya sebanding dalam artian bahwa adanya keseimbangan antara kewajibannya sebagai wajib pajak dan hak-hak yang dapat diperolehnya maka wajib pajak cenderung lebih patuh dalam menjalankan kewajiban pajaknya. Teori ini juga menyangkut keadilan dalam hubungannya dengan perlakuan terhadap setiap wajib pajak. Hubungan antara sikap wajib dengan kepatuhan wajib pajak telah diteliti oleh Troutman (1993) dalam Salman, Kautsar R dan Mochammad Farid (2009). Bukti empiris menunjukkan hubungan yang signifikan antara sikap dan kepatuhan wajib pajak. Variabel sikap wajib pajak sendiri merupakan pernyataan atau pertimbangan evaluatif, baik yang menguntungkan atau tak menguntungkan mengenai obyek, orang atau peristiwa. Sikap wajib pajak dapat dikaitkan dengan sikap wajib pajak terhadap peraturan pajak, sikap wajib pajak terhadap kebijakan pajak, dan sikap wajib pajak terhadap sistem administrasi pajak. Kepatuhan wajib pajak sangat dipengaruhi oleh moralitas dari wajib pajak. Hal ini disebabkan karena membayar pajak adalah suatu aktivitas yang tidak lepas dari kondisi behavior wajib pajak itu sendiri. Aspek moral dalam bidang perpajakan menyangkut dua hal yaitu (1) kewajiban moral dari wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya sebagai warga negara yang baik dan (2) menyangkut kesadaran moral wajib pajak atas alokasi penerimaan pajak oleh pemerintah. Penelitian tersebut telah menemukan bukti empiris mengenai hubungan yang signifikan antara moralitas wajib pajak dengan kepatuhan wajib
8
pajak sebagaimana. (Thurman et al., 1984; Troutman, 1993 dalam Salman, Kautsar R dan Mochammad Farid, 2009) Wajib pajak yang mempunyai kesadaran moral yang baik sebagai warga negara dalam melaksanakan kewajiban pajaknya berbeda dengan warga negara yang tidak mempunyai kesadaran moral. Dengan demikian diharapkan dengan aspek moralitas dari wajib pajak akan meningkatkan kecenderungan dari wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Apabila wajib pajak merasa bahwa keadilan pajak telah diterapkan kepada semua wajib pajak dengan tidak membedakan perlakuan antara wajib pajak badan dengan perorangan, wajib pajak besar dengan wajib pajak kecil dalam artian bahwa semua wajib pajak diperlakukan secara adil maka setiap wajib pajak cenderung untuk menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik atau dengan kata lain menimbulkan kepatuhan dalam diri wajib pajak. Heru Tjaraka (2007) mengungkapkan bahwa kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Beberapa faktor tersebut perlu mendapat perhatian dan perbaikan secara berkesinambungan agar tercapainya peningkatan dalam hal kepatuhan wajib pajak dapat terealisir. Banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, salah satunya dengan adanya reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan memiliki tujuan utama adalah penegakan dalam hal kemandirian ekonomi dalam pembiayaan pembangunan nasional dengan jalan
9
lebih ditujukan kepada kemampuan sendiri. Adanya Reformasi perpajakan secara menyeluruh, diharapkan jumlah wajib pajak akan semakin luas serta beban pajak akan makin adil dan wajar, sehingga mendorong wajib pajak untuk membayar kewajibannya dan menghindarkan diri dari aparat pajak yang mengambil keuntungan untuk kepentingan pribadi. Secara garis besar, reformasi administrasi perpajakan diharapkan dapat memenuhi tiga tujuan utama : 1. Tercapainya tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi; 2. Tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi; 3. Tercapainya produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. (Sinta Setiana,dkk,2010) Agar tercapainya tiga tujuan tersebut, diperlukan berbagai upaya dari Direktorat Jenderal Pajak selain melakukan berbagai perombakan pada peraturan perpajakan dan pemberian sanksi terhadap berbagai perlawanan pajak Direktorat Jederal Pajak juga harus memikirkan cara untuk mengubah pandangan negatif terhadap pajak untuk meningkatkan kesadaran para wajib pajaknya dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Menurut Endaryono (2013), memperkenalkan pajak sedari dini menjadi sedikit jawaban atas rendahnya kesadaran pajak dalam diri masyarakat Indonesia saat ini. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dapat meningkat dengan adanya Reformasi Perpajakan,
salah
satu
bentuk
Reformasi
Perpajakan
adalah
dengan
berkembangnya Teknologi Informasi di bidang Perpajakan.. Teknologi informasi terutama internet telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
10
perkembangan informasi dunia. Kemajuan teknologi modern khususnya bidang elektronika, membawa kemudahan dalam melaksanakan tugas-tugas kearsipan. Salah satu pengaruh kemajuan teknologi terhadap bidang kearsipan yaitu dengan adanya inovasi baru pada proses pengarsipan yaitu arsip elektronik. Kelebihan utama dari arsip elektronik tentu saja lebih praktis dan memiliki tingkat risiko yang lebih kecil (Risal, 2013). Reformasi Perpajakan di Indonesia telah dilakukan pertama kali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi atau perubahan sistem mendasar atas pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment. Perubahan sistem ini bertujuan untuk mengurangi kontak langsung Aparat Pajak dengan Wajib Pajak yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menimbulkan praktek-praktek illegal untuk menghindari atau mengurangi kewajiban perpajakan para Wajib Pajak yang bersangkutan. Sari (2013). Sari (2013) menyatakan bahwa reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap tiga (3) bidang pokok atau utama yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu: a. Bidang Administrasi, yakni melalui reformasi administrasi perpajakan; b. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap Undang-undang Perpajakan; dan c. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional.
Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan
11
yang secara singkat biasa disebut Modernisasi. Modernisasi perpajakan pada dasarnya merupakan perwujudan atau bagian dari reformasi perpajakan. Modernisasi perpajakan ini dapat diartikan sebagai penggunaan sarana dan prasarana perpajakan yang baru dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan teknologi. Sari (2013). Adapun fasilitas pelayanan perpajakan yang tersedia di tiap KPP dan siap dimanfaatkan oleh masyarakat atau Wajib Pajak seirama dengan modernisasi salah satunya adalah e-system perpajakan. Pemanfaatan dan penerapan e-system dimaksudkan agar semua proses kerja dan pelayanan perpajakan berjalan dengan baik, lancar, cepat, dan akurat. Beberapa e-system yang dimanfaatkan masyarakat atau wajib pajak, yaitu e-Registration, e-SPT, e-Filling, dan e-Billing (pajak.go.id). E-Registration atau Sistem Pendaftaran Wajib Pajak secara Online adalah sistem aplikasi bagian dari Sistem Informasi Perpajakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dengan berbasis perangkat keras dan perangkat lunak yang dihubungkan oleh perangkat komunikasi data yang digunakan untuk mengelola proses pendaftaran Wajib Pajak. Sistem ini terbagi dua bagian, yaitu sistem yang dipergunakan oleh Wajib Pajak yang berfungsi sebagai sarana pendaftaran Wajib Pajak secara online dan sistem yang dipergunakan oleh Petugas Pajak yang berfungsi untuk memproses pendaftaran Wajib Pajak. E-SPT atau disebut dengan Elektronik SPT adalah aplikasi yang dibuat oleh
12
Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT. (pajak.go.id) Menurut www.pajak.go.id, kelebihan aplikasi e-SPT adalah sebagai berikut: 1. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat dan aman, karena lampiran dalam bentuk media CD/disket. 2. Data perpajakan terorganisir dengan baik. 3. Sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis. 4. Penghitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan sistem komputer. 5. Kemudahan dalam membuat Laporan Pajak. 6. Data yang disampaikan WP selalu lengkap, karena penomoran formulir dengan menggunakan sistem komputer. 7. Menghindari pemborosan penggunaan kertas. 8. Berkurangnya pekerjaan-pekerjaan klerikal perekaman SPT yang memakan sumber daya yang cukup banyak. Tujuan dibuat e-SPT oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT sehingga penggunaan e-SPT ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pelaporan SPT. E-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT atau pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan yang dilakukan secara on-line yang realtime melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi
13
atau Application Service Provider (ASP). (pajak.go.id) Dengan demikian menggunakan e-Filing lebih mudah dalam menyampaikan SPT ataupun permohonan perpanjangan SPT tahunan tanpa harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak untuk menyampaikan hardcopy SPT termasuk induk SPT dan SSP nya serta teknis pengisian e-SPT. E-Filing juga membantu karena ada media pendukung dari Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang akan membantu dalam 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (Esy, 2012). E-Billing adalah pembayaran elektronik. Dengan sebutan e-Billing, aplikasi ini menawarkan kemudahan pembayaran pajak melalui metode pembayaran elektronik dengan segala kelebihannya: cepat, mudah, nyaman dan fleksibel. Meskipun penerapannya masih dalam tahap ujicoba, namun semua Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia dapat memanfaatkan fitur layanan ini. (pajak.go.id) Menurut Nurul (2012), dengan adanya sistem e-filing, para Wajib Pajak akan lebih mudah menunaikan kewajibannya tanpa harus mengantri di Kantor Pelayanan Pajak sehingga dirasa lebih efektif dan efisien. Selain itu, pengiriman data Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Adanya fenomena yang masih memprihatinkan berkaitan dengan faktor kepatuhan wajib pajak di Indonesia yaitu masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Banyak faktor yang menyebabkan kepatuhan wajib pajak yang rendah, diantaranya meliputi: tingkat kerumitan suatu peraturan, kerumitan sistem perpajakan, besarnya jumlah pajak yang harus dibayar, risiko deteksi, biaya untuk
14
negosiasi, berat atau ringannya sanksi perpajakan, dan juga moral masyarakat. Mengingat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting untuk meningkatkan penerimaan pajak, maka perlu dikaji dan dianalisis faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak khususnya wajib pajak orang pribadi. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak mengambil dari beberapa variabel penelitian terdahulu, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Indra (2013) yang membandingkan pengaruh moral wajib pajak, sistem perpajakan, dan resiko audit pada wajib pajak badan terhadap kepatuhan wajib pajak. Ia mengambil sampel dari wajib pajak penghasilan badan. Hasil dari penelitian tersebut adalah moral wajib pajak, sistem perpajakan, dan resiko audit berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak badan. Kautsar dkk., (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh sikap dan moral wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pada industri perbankan di Surabaya. Hasil dari penelitian tersebut adalah moral wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dan sikap wajib pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Bayu (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh sikap, kesadaran wajib pajak, dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan. Hasil dari penelitian tersebut adalah sikap wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, kesadaran wajib pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, dan kesadaran
15
wajib pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Dari semua penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa para peneliti menggunakan variabel yang berbeda-beda dalam mengukur tingkat kepatuhan pajak. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk menggabungkan dan menambah faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak secara bersamaan. Peneliti ingin mecari bukti empiris apakah sikap wajib pajak, moral wajib pajak, dan sistem perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Tegalega Bandung. Berdasarkan uraian dan alasan tersebut, penulis bermaksud meneliti masalah ini dengan judul “PENGARUH SIKAP WAJIB PAJAK, MORAL WAJIB PAJAK
DAN SISTEM PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN
WAJIB PAJAK” (Studi Kasus pada KPP Pratama Bandung Tegalega). 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang studi tersebut, permasalahan yang
dapat diangkat dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya adalah sebagai berikut: 1. Apakah sikap wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak ? 2. Apakah moral wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak? 3. Apakah sistem perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak?
16
4. Apakah sikap wajib pajak, moral wajib pajak, dan sistem perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak? 1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang studi dan rumusan masalah yang
diangkat, maka tujuan studi ini dapat disusun sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan pengaruh sikap wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pada wajib pajak pada KPP Pratama Bandung Tegalega. 2. Untuk menjelaskan pengaruh moral wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pada wajib pajak pada KPP Pratama Bandung Tegalega. 3. Untuk menjelaskan pengaruh sistem perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak pada wajib pajak pada KPP Pratama Bandung Tegalega. 4. Untuk menjelaskan pengaruh sikap wajib pajak, moral wajib pajak, dan sistem perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak pada KPP Pratama Bandung Tegalega. 1.4
Manfaat Penelitian Data informasi dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan
dapat berguna bagi : 1) Bagi Penulis a. Diharapkan penelitian ini penulis mampu memenuhi syarat untuk menempuh sidang Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Widyatama.
17
b. Dapat memberikan penjelasan dan gambaran tentang pengaruh penerapan strategi pelayanan terhadap pengetahuan pajak dan implementasinya pada kepatuhan wajib pajak di wilayah KPP Pratama Tegalega Bandung. 2) KPP Pratama Bandung Tegalega Memberikan sumbangan informasi dan data yang kongkrit untuk mengukur pengaruh
pelayanan
yang
diberikan
terhadap
pengetahuan
yang
dimilikiwajib pajak tentang pajak. 3) Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kebijakan bagi pemerintah sebagai dasar pengambilan keputusan atau kebijakan di bidang perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Bandung
Tegalega
dalam
melaksanakan
pemenuhan
kewajiban
perpajakannya. 4) Bagi Masyarakat atau Publik Sebagai sumbangan pikiran terutama dalam lingkungan Perguruan Tinggi sebagai bahan bacaan untuk memperluas terapan dari pengetahuan yang dipelajari di bangku kuliah, khususnya dalam pendalaman materi mengenai perpajakan. 5) Bagi Pihak Lain a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan atau wawasan baru mengenai riset di bidang perpajakan terutama berkaitan dengan teori kepatuhan wajib pajak dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
18
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pengaruh sikap wajib pajak, moral wajib pajak, dan sitem perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam rangka melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya, dan seberapa besar pengaruh dari masing-masing faktor tersebut terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya. 1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis memperoleh data pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. Alamat Jalan Soekarno-Hatta No.216 Bandung . Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember sampai selesai.