BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan lebih dari 250 juta orang mengalami obesitas atau sekitar 7% dari populasi dewasa dunia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di Amerika Serikat diketahui bahwa lebih dari 60% penduduknya mengalami obesitas (cit Limanan, 2013). Sedangkan di Eropa prevalensi obesitas pada laki-laki 10-25% dan 10-30% pada wanita (Soskic,2014). Obesitas
terjadi
karena
ketidak
seimbangan
asupan
dan
pengeluaran energi, asupan lebih besar dari pengeluaran energi. kelebihan energi tersebut kemudian diubah menjadi lemak yang disimpan di jaringan bawah kulit. Timbunan lemak yang berlebih baik di seluruh tubuh maupun yang terisolir di bagian tertentu yang dapat mengganggu kesehatan itulah yang disebut dengan obesitas (Limanan, 2013). Saat ini prevalensi
obesitas
mengalami
kenaikan
dari
tahun
ke
tahun.
Peningkatan prevalensi obesitas yang cukup signifikan salah satunya terjadi pada remaja (Kemenkes RI, 2014). Di Indonesia prevalensi obesitas pada remaja usia 16-18 tahun naik dari 1,4% pada Riskesdas 2010 menjadi 1,6% pada Riskedas 2013. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk 15 provinsi dengan prevalensi obesitas tertinggi di Indonesia. Prevalensi obesitas pada remaja di DIY adalah 2,6%. Sedangkan prevalensi kegemukan adalah
1
7,2%. Prevalensi remaja laki-laki dengan obesitas di Indonesia adalah 1,6% (Kemenkes RI, 2014). Kriteria remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun. Sedangkan kriteria di Indonesia adalah laki-laki dan perempuan yang berusia 15-24 tahun dan belum menikah (Sulistyowati, 2010). Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke dewasa dan masa adaptasi yang rentan terhadap berbagai masalah. Salah satu masalah yang sering ditemukan pada remaja adalah gangguan makan. Obesitas adalah gangguan makan yang banyak terjadi pada remaja (Proverawati, 2010). Penelitian ini menggunakan subyek remaja laki-laki karena remaja laki-laki umumnya tidak melakukan program diet sehingga asupannya sesuai dengan kebiasaannya. Obesitas dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Obesitas dapat memicu timbulnya sindroma metabolik. Sindroma metabolik adalah sekumpulan faktor risiko penyakit jantung dan diabetes militus tipe 2. Sindroma metabolik ditandai dengan resistensi insulin, peningkatan tekanan darah, dislipidemia dan obesitas viseral (Liliany, 2013; Sargowo, 2011). Obesitas pada remaja disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah asupan makan yang berlebih. Asupan makan berlebih yang tidak diimbangi aktifitas fisik akan mengakibatkan kelebihan energi didalam tubuh. Kelebihan energi tersebut kemudian akan diubah menjadi lemak yang ditimbun dibawah jaringan kulit. Timbunan jaringan lemak
2
berlebih yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan inilah yang disebut dengan obesitas (Daniel, 2005). Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya obesitas adalah hormon, salah satunya adalah hormon leptin. Leptin adalah hormon adipositokin yang berperan dalam pengaturan rasa kenyang (Al-Daghri dkk,
2012).
Selain
itu
leptin
juga
berperan
dalam
pengaturan
keseimbangan energi, dengan menyesuaikan antara asupan energi dan pengeluaran
energi
(Dardeno
dkk,
2010).
Beberapa
penelitian
menyebutkan bahwa leptin bukan hanya mempengaruhi asupan namun juga dipengaruhi oleh asupan (Koutsari, 2003). Hal ini berkaitan dengan asupan energi yang berlebih yang menyebabkan terjadinya obesitas dan penimbunan lemak pada jaringan adiposa. Penambahan jaringan adiposa akan meningkatkan produksi leptin, sehingga kadar leptin plasma akan meningkat (Bennett, 1997). Namun, mekanisme pengaruh asupan terhadap kadar leptin belum dibuktikan secara pasti (Teff dkk, 2004). Selain itu, penelitian mengenai hubungan leptin dengan asupan energi jumlahnya masih sedikit. Penelitian tentang leptin pada remaja khususnya pada laki-laki juga masih jarang dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kadar leptin dalam sirkulasi darah dengan asupan energi. B. Rumusan Masalah Beradasarkan penjelasan diatas rumusan masalah penelitian adalah “Apakah ada korelasi antara kadar leptin dengan asupan energi pada remaja laki-laki dengan obesitas di Kota Yogyakarta ”
3
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum a. Mengetahui korelasi antara kadar leptin dengan asupan energi total pada remaja laki-laki dengan obesitas 2. Tujuan khusus a. Mengetahui kadar leptin pada remaja laki-laki dengan obesitas b. Mengetahui korelasi antara kadar leptin dengan total energi dari asupan makanan sumber karbohidrat c. Mengetahui korelasi antara kadar leptin dengan total energi dari asupan makanan sumber lemak d. Mengetahui korelasi antara kadar leptin dengan total energi dari asupan makanan sumber protein D. Keaslian Penelitian Setelah mencari di Pubmed dengan kata kunci “leptin” “obesity” and “intake” didapatkan 48 artikel. Namun yang paling mirip dengan penelitian ini ada 2 artikel yang dikemukakan dibawah ini. 1. Asessment of selected nutrient intake and adipocytokine profile among Saudi children and adults (Al-Dahgri dkk, 2012) Persamaan : jenis penelitian cross-sectional. Variabel terikat pada penelitian yaitu kadar leptin dalam darah. Perbedaan : subyek penelitian pada penelitian tersebut adalah anakanak dan dewasa laki-laki dan perempuan sehat, sedangkan subyek penelitian ini adalah remaja laki-laki obesitas. Variabel pada penelitian tersebut adalah kadar leptin dan resistin dengan energi, karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Sedangkan variabel pada
4
penelitian ini adalah kadar leptin dengan asupan energi. Pengambilan data asupan pada penelitian ini menggunakan recall 24 jam dan kuesioner frekuensi makan (FFQ). 2. Plasma Leptin is Influenced by Diet Composition and Exercise (Koutsari dkk, 2003) Persamaan : penelitian ini sama-sama meneliti hubungan antara kadar leptin dengan asupan. Perbedaan : metode penelitian tersebut adalah eksperimental, sedangkan penelitian ini adalah cross-sectional. Analisa kadar leptin pada penelitian tersebut metode radio immuno assay (RIA), sedangkan penelitian ini menggunakan metode
enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA). Subyek pada penelitian ini adalah perempuan postmenopouse sedangkan penelitian ini menggunakan subyek remaja laki-laki obesitas. E. Manfaat Penelitian 1.
Bagi subyek penelitian Subyek dapat mengatahui status gizinya dan jumlah asupan zat gizi perharinya sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengaturan pola makan untuk mencapai status gizi optimal.
2. Bagi Peneliti Hasil
penelitian
dapat
memperkaya
ilmu
dan
meningkatkan
pengetahuan peneliti. Selain itu juga akan menambah pengalaman dan ketrampilan dalam melakukan penelitian di masyarakat maupun analisa di laboratorium.
5
3. Bagi masyarakat Hasil
penelitian
dapat
menjadi
informasi
mengenai
metode
pemeriksaan dan pencegahan terhadap penyakit tidak menular. 4. Bagi dunia pendidikan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dalam bidang epidemiologi yaitu dengan mengetahui hubungan antara kadar leptin dengan asupan energi. Selain itu, diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu para klinisi dalam manajemen penderita obesitas. 5. Bagi peneliti lain Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan pengembangan penelitian lanjutan.
6