BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada semua kelompok usia di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Pada tahun 2011, insidensi kasus TB diperkirakan 8,7 juta (13 % disertai HIV), setara dengan 125 kasus per 100.000 populasi, terbanyak di Asia (59%) dan Afrika (26%). Prevalensi TB diperkirakan 12 juta kasus, setara dengan 170 kasus per 100.000 populasi. Angka kematian karena TB sekitar 1,4 juta orang (dengan dan tanpa infeksi HIV), setara 20 kematian per 100.000 populasi, dengan perkiraan 6% (64.000 kematian tanpa infeksi HIV) adalah anak-anak (World Health Organization, 2012). Informasi mengenai epidemiologi TB anak di dunia sangat sedikit didapatkan karena sulitnya penegakan diagnosis dan rendahnya prioritas terhadap TB anak dalam program pengendalian TB. Rendahnya prioritas ini sangat berkaitan dengan anggapan bahwa TB pada anak kurang memberi kontribusi dalam penyebaran penyakit TB. Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2012 menyebutkan bahwa sekitar 6% dari seluruh kasus TB adalah anakanak (usia< 15 tahun). (World Health Organization, 2012) Selama ini target utama penanggulangan TB masih diprioritaskan pada penemuan kasus secara pasif (passive case finding). Dengan pendekatan ini, Case Detection Rate (CDR) secara global tahun 2011 adalah 66%, masih di bawah target CDR WHO, yaitu >70% (World Health Organization, 2012). Ini
1
menandakan bahwa masih banyak kasus TB yang belum teridentifikasi dan diterapi secara adekuat sehingga penularan TB masih berlangsung. Dengan passive case finding belum bisa mencapai target CDR sehingga perlu dipikirkan cara lain untuk meningkatkan CDR yaitu menemukan kasus secara aktif (active case finding). Becerra et al., (2005) membuktikan bahwa kombinasi pelacakan kasus secara aktif dan pasif lebih meningkatkan CDR dibanding dengan pelacakan secara pasif saja. Salah satu faktor risiko penularan TB adalah kontak erat dengan penderita TB paru. Oleh karena itu pelacakan kontak (contact screening) perlu dilakukan. World Health Organization telah merekomendasikan pelacakan secara sentrifugal, yaitu melacak semua kelompok yang rentan atau berisiko tinggi seperti anak-anak dan pemberian terapi pencegahan pada anak yang kontak dekat dengan kasus TB paru dewasa (WHO, 2006). Kegiatan pelacakan anak yang kontak erat dengan kasus TB paru dewasa penting dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi dan sakit yang lebih berat pada anak yang kontak tersebut. Kegiatan pelacakan kontak juga akan menemukan kasus TB laten pada anak, yang mencerminkan angka transmisi penyakit tersebut
(Datta dan Swaminathan, 2001). Kegiatan ini
diharapkan dapat meningkatkan penemuan kasus TB anak, meningkatkan angka penyembuhannya yang pada akhirnya menurunkan beban penyakit TB. Anak merupakan kelompok yang penting sebagai sasaran pelacakan kontak karena anak berisiko tinggi untuk sakit TB setelah terinfeksi dibandingkan dewasa, dan jika sakit cenderung menderita TB berat seperti meningitis TB dan TB milier (Walls dan Shingadia, 2004). Orang dewasa yang sehat yang terinfeksi
2
TB memiliki risiko 10-15% berkembang menjadi penderita aktif TB. Anak dibawah usia 5 tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan tertular TB (Ahmed et al., 2008). Sampai 50% balita akan menderita TB anak dalam 3-9 bulan setelah terinfeksi, 25% anak berusia 1-5 tahun dan 15% remaja akan berkembang menjadi TB anak dalam 1-2 tahun setelah terinfeksi (Chiba et al., 1979; Marais et al., 2004). Beberapa faktor risiko terinfeksi TB diantara anak-anak yang kontak erat dengan penderita TB paru dewasa sudah pernah diteliti, antara lain kedekatan dan lamanya kontak dengan sumber penularan, kontak dengan ibu dan ayah TB (kedekatan genetik), tidur di kamar dan kasur yang sama dengan kasus indeks (kedekatan geografis), anak-anak yang menghabiskan waktu seharian dengan kasus indeks (Lutong et al., 2000; Tornee et al., 2004; Lienhardt et al., 2003; Etkind et al., 2003; Singh et al., 2005; Somu et al., 1997; Salazar-Vergara et al., 2003). Faktor risiko lainnya adalah malnutrisi, keadaan imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ dan pengobatan imunosupresi), diabetes mellitus dan gagal ginjal kronik (Kartasamita dan Basir, 2008), kondisi tempat tinggal yang padat, derajat keparahan kasus penular yang dilhat dari pemeriksaan sputum basil tahan asam (BTA) positif, kelainan pada paru secara radiologis, dan ibu sebagai penular (Kenyon et al., 2002; Sinfield et al., 2006). Faktor risiko kedekatan kontak dengan penderita TB dewasa perlu diidentifikasi dengan jelas. Faktor kedekatan dengan sumber penularan belum banyak diteliti dan dilaporkan.
3
B.
Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana hubungan faktor kedekatan kontak terhadap risiko infeksi TB pada anak yang kontak erat dengan penderita TB paru dewasa? C. 1.
Pertanyaan Penelitian
Apakah orang tua terutama ibu sebagai kasus indeks adalah faktor risiko infeksi TB pada anak yang kontak erat dengan penderita TB?
2.
Apakah kasus indeks wanita adalah faktor risiko infeksi TB pada anak yang kontak erat dengan penderita TB?
3.
Apakah lama kontak > 9 jam sehari adalah faktor risiko infeksi TB pada anak yang kontak erat dengan penderita TB?
4.
Apakah tidur sekamar pada malam hari adalah faktor risiko infeksi TB pada anak yang kontak erat dengan penderita TB?
5.
Apakah tidur sekasur pada malam hari adalah faktor risiko infeksi TB pada anak yang kontak erat dengan penderita TB?
6.
Apakah menyusui, menyuapi dan mengasuh adalah faktor risiko infeksi TB pada anak yang kontak erat dengan penderita TB?
7.
Apakah makan bersama 3x sehari adalah faktor risiko infeksi TB pada anak yang kontak erat dengan penderita TB? D.
Tujuan Penelitian
Untuk mengevaluasi kedekatan kontak sebagai faktor risiko infeksi TB pada anak-anak yang kontak erat dengan penderita TB paru dewasa
4
E.
Manfaat Penelitian
1. Bagi pendidikan dan penelitian Dapat menambah wawasan keilmuan tentang TB pada anak, terutama dalam hal pelacakan kontak dan faktor risiko terinfeksi TB pada anak yang kontak erat dengan penderita TB paru dewasa yang berkaitan dengan kedekatan atau hubungan anak dengan sumber penularan. 2. Bagi masyarakat Meningkatkan cakupan penemuan kasus baru TB pada anak yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengobatan yang akhirnya dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 3. Bagi penentu kebijakan/pemerintah Bahan masukan dalam penyusunan program pemberantasan TB khususnya TB pada anak sehingga pelacakan kontak terhadap anak yang terpapar penderita TB dewasa dapat dilakukan secara rutin dan juga sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pendidikan kesehatan bagi masyarakat tentang penularan TB paru dewasa pada anak. F.
Keaslian Penelitian
Penelitian tentang faktor kedekatan kontak terhadap infeksi TB pada anak yang kontak erat dengan penderita TB paru dewasa sudah pernah dilakukan tetapi jumlahnya terbatas. Penelitian tersebut dilakukan dengan metode, sosiodemografi, lokasi, definisi/kriteria dan prevalensi TB yang berbeda, seperti yang ditampilkan pada tabel 1.
5
Tabel 1. Penelitian-penelitian faktor kedekatan sebagai faktor risiko infeksi TB pada anak yang kontak dengan penderita TB paru dewasa PENELITI Lutong and Bei, 2000
Tornee S, et al., 2004
LOKASI China
Thailand
DESAIN Cross sectional
Crosssectional
DEFINISI Sangat dekat/Intim: jarak rata-rata 30-40 cm termasuk tidur,makan, melakukan pekerjaan rumah bersama dengan kasus index, atau bayi yang menyusui. Paparan kontak rata-rata 9 jam/hari Dekat/ regular :jarak rata-rata 40-100 cm saat makan, bekerja, melakukan pekerjaan rumah atau bicara. Paparan kontak ratarata per hari 4-5 jam/hari Tidak dekat/sporadis: jarak rata-rata 100120 cm terutama saat bicara dengan kasus index. Paparan kontak rata-rata 0,5-1 jam/hari Kontak rumah didefinisikan sebagai penderita TB paru berusia > 15 th yang merupakan anggota keluarga atau orang lain yang tinggal dan tidur di rumah yang sama setidaknya selama 3 bulan sebelum pengobatan penderita TB paru tersebut . Kontak erat: orang yang tidur dalam satu ruangan dengan penderita TB paru. Durasi kontak diukur sebagai lama waktu per hari anak terpapar penderita TB paru. Kepadatan didefinisikan sebagai jumlah orang rata-rata per ruangan. Nilai ini didapatkan dengan membagi jumlah penghuni yang tinggal di rumah dengan jumlah ruangan yang ada.
BESAR SAMPEL 152 anak usia 4 bulan-14 tahun dengan 76 kasus indeks
HASIL Positif infeksi TB : Sangat dekat/intim : 42% Dekat/regular: 34% Tidak dekat/sporadis: 13 % Populasi sehat: 16% Pada anak serumah dengan penderita TB dewasa, ada perbedaan risiko infeksi TB terkait perbedaan kedekatan dan lama kontak terhadap prevalensi infeksi TB yang ada.
500 anak dengan Prevalensi TB: 47,8% 342 kasus Faktor risiko infeksi TB: indeks dengan - kontak erat (OR 3,31; KI 95% 1,46BTA positif 7,45) - kontak dengan ibu TB (OR 3,82; KI 95% 1,44-10,1) - kontak dengan ayah TB (OR 2,55 KI 95% 1,19-5,46) - Kontak dengan pasien TB yang memiliki cavitas pada Roentgen dada (OR 4,43; KI 95% 2,43-8,05) - kontak dengan penderita TB BTA + 3 (OR 3,85; KI 95% 1.92-7,70) - rumah padat penghuni (OR 2,63; KI 95% 1,18-5,85)
6
Tabel 1. Lanjutan PENELITI Lienhardt et al., 2003
LOKASI Gambia, West Africa
DESAIN Crosssectional
DEFINISI Kedekatan geografis dengan kasus indeks 1. tidur di kompleks yang berbeda atau beda rumah tetapi 1 kompleks 2. tidur dalam rumah yang sama, tetapi tidak satu ruangan 3. satu ruangan, tidak 1 kasur 4. satu ruangan, satu kasur Aktfitas bersama kasus indeks - kadang-kadang - separuh hari - sepanjang hari Kedekatan genetik dengan kasus indeks - tingkat 1 (anak dari kasus indeks) - tingkat dua - tingkat 3
BESAR SAMPEL 384 anak dengan 206 kasus indeks
HASIL Tes tuberkulin positif: 35 % Faktor risiko: - kontak individu TB aktif (OR 9,43; KI 95% 4,96-17,8) - kedekatan genetik (hubungan darah darah), anak dari kasus indeks (OR 3,15 KI 95% 1,039,60) - kedekatan geografis, kamar dan kasur yang sama dengan kasus indeks (OR 5,74 KI 95% 2,4013,72) - aktifitas dengan kasus indeks , menghabiskan waktu sepanjang hari (OR 2,77 KI 95% 1,09-1,76)
7