I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk
melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat negara maju dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang. Pariwisata semakin berkembang sejalan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan politik. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks. Ia terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, dan sebagainya (Damanik dan Weber, 2006). Sumber devisa negara Indonesia dari sektor pariwisata cukup besar. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan penerimaan devisa negara dari kunjungan wisatawan mancanegara dari tahun 2004 sampai 2009. Tabel 1. Perolehan Devisa dari Kunjungan Wisatawan Mancanegara Tahun 2004-2009 Perolehan Cadangan Persentase dari Wisatawan Devisa Devisa Cadangan Devisa Tahun Mancanegara (Juta US$) (Juta US$) (%) 2004 5.321.165 4.797,88 36.320,48 13,21 2005 5.002.101 4.521,89 34.723,69 13,02 2006 4.871.351 4.447,98 42.586,33 10,44 2007 5.505.759 5.345,98 56.920,13 9,39 2008 6.429.027 7.377,39 51.639,31 14,29 2009 6.452.259 6.302,50 66.104 9,53 Sumber : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2010
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta No. 20/06/31/Th. XII, 1 Juni 2010, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke DKI Jakarta pada bulan April 2010 mencapai 179.343 kunjungan,
15
mengalami penurunan sebesar 5,22% dibandingkan kunjungan wisman bulan Maret 2010 yang berjumlah 189.222 kunjungan. Namun jika dibandingkan dengan kunjungan wisman bulan yang sama tahun 2009, jumlah kunjungan wisman bulan April 2010 lebih tinggi 75,60%. Wisatawan hanya akan berkunjung ke tempat tertentu jika di tempat tersebut terdapat kondisi yang sesuai dengan motif wisata. Kondisi yang sesuai dengan motif wisata itu akan menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut. Orang yang mengadakan perjalanan diasumsikan pasti mempunyai alasan atau motif untuk mengadakan perjalanan. (Soekadijo, 2000). Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sumberdaya fauna yang sangat beragam. Setiap pulau di Indonesia memiliki keanekaragaman satwa yang bebeda-beda. Kekayaan sumberdaya hayati fauna yang dimiliki bangsa Indonesia hendaknya dilestarikan dan dikembangkan menjadi sumber ekonomi yang tangguh untuk pembangunan nasional. Indonesia sebagai negara berkembang juga telah berupaya untuk mencegah punahnya keanekaragaman hayati, diantaranya dengan melakukan upaya konservasi insitu seperti adanya hutan lindung, cagar alam, suaka margasatwa, dan taman nasional. Upaya konservasi lainnya yaitu secara eksitu, seperti taman safari, taman burung, kebun botani, dan kebun binatang. Berdasarkan Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan 2003-2020, konservasi eksitu dilakukan untuk pelestarian spesies di luar habitat alaminya, biasanya di kebun binatang, kebun raya, serta arboreta. Indonesia memiliki 4 kebun raya (dikelola oleh LIPI), 21 kebun binatang, 2 taman safari, 17 kebun
16
botani, 14 taman hutan raya, 36 penangkaran satwa, 3 taman burung, 4 lokasi rehabilitasi orangutan, dan 6 pusat pelatihan gajah. Semuanya ini merupakan upaya pelestarian keanekaragaman spesies dan genetis. Berdasarkan tujuan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah DKI Jakarta, pertumbuhan ekonomi sampai dengan tahun 2030 adalah sekitar 7% sampai dengan 8% per tahun, dengan basis ekonomi Kota Jakarta melalui sektor perdagangan, jasa, industri kreatif, industri teknologi tinggi dan non pencemar, serta pariwisata. Di dalam masterplan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota DKI Jakarta 2030 semua kebutuhan masyarakat ini telah dijabarkan melalui pembagian wilayah sesuai kegunaaannya. Pembangunan Provinsi DKI Jakarta diarahkan menuju visi mewujudkan Jakarta sebagai kota jasa yang sejahtera, nyaman, dan berkelanjutan melalui salah satu misinya yaitu menyerasikan kehidupan perkotaan dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup mencerminkan adanya interaksi antara manusia dengan makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan satwa. Sebagai kota yang telah berkembang menjadi pusat berbagai macam kegiatan, maka sudah sewajarnya Kota Jakarta melengkapi dirinya dengan tempat rekreasi guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan hiburan. Salah satu tempat hiburan berbentuk taman rekreasi yang ada di Kota Jakarta adalah taman margasatwa, yaitu bentuk yang lebih modern dari kebun binatang. Status kepemilikan kebun binatang di Indonesia terdiri dari milik Pemerintah Daerah (Pemda), swasta, yayasan, serta kerjasama (Pemda dan swasta). Kebun binatang milik non pemerintah relatif lebih baik dalam hal pengelolaannya dan lebih mahal harga tiket masuknya. Kebun binatang yang
17
dikelola oleh swasta antara lain, Taman Safari Indonesia oleh PT. Taman Safari Indonesia, Gelanggang Samudra oleh PT. Pembangunan Jaya Ancol, dan Bali Zoo oleh CV. Bali Harmoni. Kebun binatang yang dikelola oleh yayasan antara lain, Taman Burung TMII oleh Yayasan Harapan Kita, Kebun Binatang Tamansari Bandung oleh Yayasan Tamansari, Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta oleh Yayasan Gembira Loka, sedangkan kerjasama (Pemda dan swasta) adalah Taman Hewan Pematangsiantar, Sumatera Utara. Terdapat 42 kebun binatang di Indonesia yang tergabung dalam anggota Persatuan Kebun Binatang Se Indonesia. Enam diantaranya dimiliki oleh Pemerintah Daerah, selebihnya oleh swasta, yayasan, serta kerjasama (Pemda dan swasta). Koleksi, luas area, dan harga tiket masuk kebun binatang milik Pemda masing-masing dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nama Kebun Binatang milik Pemda beserta Keterangannya No 1
2 3 4
5
6
Nama Kebun Binatang Taman Marga Satwa dan Budaya ”Kinantan” Bukittinggi Taman Satwa Bengkulu Taman Satwa Jurang Kencono Kendal, Jawa Tengah Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas, Banjarnegara, Jawa Tengah Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan Taman Margasatwa Semarang
Koleksi Luas Status (ekor) (ha) Kepemilikan 204 7 Pemda Bukittinggi 83 58 45
3.200
278
2,5 Pemda (Dinas Pertanian dan Peternakan) 3 Pemerintah Daerah (Dinas Pariwisata) 5,5 Pemda (Dinas Pariwisata) 140 Pemda DKI Jakarta (Dinas Kelautan dan Pertanian) 65 Pemda Semarang
Harga Tiket Anak Rp 5000, dewasa Rp 8000 Rp 6000 Rp 7500 Libur Rp 5000, biasa Rp 3500
Anak Rp 3000, dewasa Rp 4000
Libur Rp 7500 biasa Rp 5000
Sumber : Perhimpunan Kebun Binatang Se Indonesia, 2007
18
Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa Taman Margasatwa Ragunan yang terletak di wilayah Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan adalah kebun binatang yang memiliki koleksi satwa terbanyak (3.200 ekor), area terluas (140 ha), namun harga tiketnya relatif lebih murah bila dibandingkan dengan kebun binatang lainnya. Selain itu, dari Tabel 2 juga diketahui bahwa status kepemilikan TMR di bawah Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan secara teknis melalui Dinas Kelautan dan Pertanian. Pelayanan masuk tempat rekreasi TMR berdasarkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.1 Tahun 2006 dan instruksi Gubernur Propinsi DKIJ No. 44 tahun 2006 tentang retribusi daerah: tiket dewasa Rp 4.000,00, tiket anak (3-12 tahun) Rp 3.000,00, asuransi per orang Rp 500,00, parkir motor Rp 2.500,00, parkir bus/truk Rp 10.000,00, parkir mobil Rp 5.000,00, dengan asuransi sebesar Rp 500,00 per kendaraan, serta terdapat retribusi untuk berbagai sarana wisata, pedagang, dan shooting film. TMR yang berstatus milik Pemda dan berbentuk BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) memiliki dilema dalam hal pendanaan. Dasar hukum penetapan BLUD tersebut adalah Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 323/2010 tentang Penetapan Unit Pengelola Taman Margasatwa Ragunan sebagai Unit Kerja Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). Keputusan Gubernur tersebut ditetapkan pada tanggal 23 Februari 2010. Satu sisi TMR
harus
melaksanakan
kewajiban
usaha
konservasi
eksitu
dengan
mengutamakan kesejahteraan satwa, namun di satu sisi pemerintah juga harus
19
menjadi fasilitator layanan publik dalam hal penetapan harga tiket yang terjangkau atau sesuai dengan ekonomi masyarakat. 1.2
Perumusan Masalah Perkembangan usaha wisata dapat dihadirkan lewat keindahan dan
keunikan satwa sehingga dapat menjadi obyek hiburan. Keindahan dan keunikan satwa ini dapat ditampilkan lewat berbagai tempat penangkaran dan pemeliharaan satwa yang memiliki nilai estetika sebagai obyek hiburan yang dapat menarik wisatawan dari dalam maupun luar negeri dan dapat menunjang kepariwisataan Indonesia. Konservasi eksitu atau yang lebih dikenal dengan pelestarian spesies/jenis di luar habitat alaminya memang memberikan manfaat dalam membantu perlindungan jenis, tetapi ada beberapa keterbatasan atau kekurangan jika dibandingkan konservasi insitu. Salah satu keterbatasan konservasi eksitu adalah memerlukan biaya yang sangat besar untuk menjaga keberlanjutannya. Keberlanjutan suatu proses pengelolaan satwa liar secara eksitu seperti kebun binatang memang tidak terlepas dari permasalahan dana. Dana yang dikeluarkan untuk kegiatan pengelolaan ini sangat tidak sedikit. Misalnya saja untuk pakan satwa, kebersihan, medis, gaji/upah pegawai dan sebagainya. Saat ini sumber penerimaan TMR yang utama dan terbesar berasal dari dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), namun bila hanya mengandalkan dana APBD tidak akan menutupi biaya pengelolaan, sehingga bentuk TMR sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diarahkan mampu mandiri secara finansial kedepannya. Penerimaan kedua adalah dari tiket masuk, sedangkan penerimaan lainnya adalah dari pihak ketiga. Dana pihak ketiga
20
sifatnya tidak pasti bila dibandingkan dengan penerimaan dari tiket masuk. Harga tiket masuk TMR saat ini dinilai tidak relevan dengan biaya pengelolaannya yang sangat besar sehingga sampai saat ini pemerintah masih memberikan subsidi yang cukup besar untuk TMR. Berdasarkan uraian tersebut maka timbul pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik wisatawan yang berkunjung ke TMR ? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke TMR? 3. Berapa harga tiket optimum sesuai pengelolaan taman margasatwa yang mandiri ? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan
antara lain : 1.
Mengidentifikasi karakteristik wisatawan yang berkunjung ke TMR
2.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke TMR
3.
Mengestimasi harga tiket optimum sesuai pengelolaan taman margasatwa yang mandiri
4.
Merekomendasikan harga tiket yang dapat direalisasikan oleh pengelola TMR
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1.
Pihak pengelola untuk membuat kebijakan pengelolaan TMR dalam menentukan harga tiket menuju pengelolaan yang mandiri sehingga mampu mengurangi subsidi dari pemerintah
21
2.
Pemerintah
DKI
Jakarta
dalam
alokasi
anggaran
perencanaan
pembangunan dan pengembangan TMR sebagai objek wisata yang potensial 3.
Masyarakat umum untuk lebih memperhatikan manfaat dan kelestarian satwa bagi kesejahteraan manusia
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah :
1.
Penelitian dilakukan hanya pada kawasan TMR dan tidak membandingkan dengan obyek wisata lain di Provinsi DKI Jakarta
2.
Responden yang diambil berumur minimal 17 tahun, tingkat penghasilan yang digunakan bagi pelajar/mahasiswa merupakan jumlah uang (dalam bentuk uang saku, pemberian, beasiswa, hadiah) yang diterima dalam satu tahun. Tanggungan keluarga atas biaya perjalanan yang dikeluarkan diperoleh dari Kepala Keluarga
3.
Analisis yang dilakukan hanya terbatas pada analisis ekonomi.
22