I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan disebabkan oleh kecelakan pada kendaraan. Kematian tertinggi akibat luka bakar di dunia terdapat di Finldania sebesar 2,08% per 100.000 orang, pada tahun 2006 sampai tahun 2008 (World Fire Statistics Centre, 2011). Menurut pengamatan peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek Provinsi Lampung khususnya bulan September 2011 sampai bulan September 2012 di Bangsal bedah ada 58 pasien yang dirawat karena luka bakar.
Luka bakar dapat diakibatkan oleh berbagai hal. Penyebab luka bakar berdasarkan catatan America Burn Association National Burn Repository 2011 menyebutkan bahwa sebagian besar pasien luka bakar di dunia disebabkan 44% kobaran api, 33% air mendidih, 9% kontak dengan sumber api, 4% gangguan arus listrik pada alat elektronik, dan 3% karena penggunaan zat kimia seperti obat bius dan alkohol (Bessey dkk., 2011).
2
Penanganan luka bakar
yang tepat memiliki peranan penting dalam
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada kasus luka bakar. Sejalan dengan berkembangnya penelitian-penelitian di bidang kesehatan, berbagai macam pengobatan yang lebih baik telah bermunculan (Dina, 2008).
Madu telah terbukti dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebagai agen penyembuhan luka bakar, antimikroba, antioksidan serta dan inflamasi. Menurut penelitian Handian tahun 2006 madu nektar flora lebih efektif dibandingkan dengan silver sulfadiazine dalam mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II yang terinfeksi pada marmut secara makroskopis. Selain itu, sebuah penelitian eksperimen di Nigeria menyatakan bahwa madu alami menyembuhan luka bakar 100% dalam waktu 15 hari, sedangkan krim dermazine menyembuhkan luka bakar 100% dalam waktu 21 hari (Momoh dkk., 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Nuvo tahun 2012 menyatakan bahwa oxoferin sebagai agen penyembuhan luka. Oxoferin berbentuk sediaan larutan yang mengandung kompleks pembawa oksigen yang bersifat non metal yang diaktifkan secara biokatalis sehingga efektif dalam proses penyembuhan luka, termasuk luka bakar. Harga oxoferin masih relatif mahal di pasaran sehingga
tidak
seluruh
(Hardjosaputra dkk., 2008)
lapisan
masyarakat
dapat
membelinya.
3
Menurut Hardjosaputra dkk., (2008) oksitetrasiklin efektif digunakan sebagai antimikroba secara topikal.
Salah satu indikasi penggunaan
oksitetrasiklin adalah untuk melawan bakteri yang menginfeksi luka bakar.
Berdasarkan uraian di atas yang menyatakan bahwa madu topikal, oxoferin dan oksitetrasiklin efektif dalam menyembuhkan luka bakar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menilai perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara pemberian madu bunga akasia topikal, oxoferin, dan oksitetrasiklin pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague Dawley.
B. Rumusan Masalah
Tingginya angka prevalensi luka bakar serta preparat madu, oxoferin, dan oksitetrasiklin yang telah terbukti efektif menyembuhkan luka bakar membuat peneliti tertarik dan merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Manakah yang lebih baik dalam menyembuhkan luka bakar derajat II pemberian madu bunga akasia topikal, oxoferin, dan oksitetrasiklin pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague Dawley.
4
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara pemberian madu bunga akasia topikal, oxoferin, dan oksitetrasiklin pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague Dawley.
2.
Tujuan Khusus a. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II yang diberi madu bunga akasia secara topikal. b. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II yang diberi larutan oxoferin secara dressing. c. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II yang diberi oksitetrasiklin secara topikal.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti Peneliti dapat menambah wawasan mengenai perbandingan kecepatan penyembuhan luka bakar derajat II yang diberi madu topikal bunga akasia, oxoferin, dan oksitetrasiklin.
5
2. Bagi Bidang Kedokteran a. Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai perbandingan kecepatan penyembuhan luka bakar derajat II yang diberi madu bunga akasia topikal, oxoferin, dan oksitetrasiklin. b. Dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut di bidang kedokteran. 3. Bagi Masyarakat Madu dapat menjadi terapi alternatif bagi masyarakat dalam perawatan luka bakar derajat II.
E. Kerangka Penelitian
1. Kerangka Teori
Proses fisiologis penyembuhan luka terbagi menjadi tiga fase yaitu, fase inflamasi, proliferasi dan maturasi (Perry dan Potter, 2005). Fase inflamasi dimulai setelah beberapa menit setelah cedera (Perry dan Potter, 2005) dan diawali oleh proses hemostasis serta akan berlangsung selama sekitar 4-6 hari (Taylor dkk., 2008). Fase proliferasi dimulai hari ke 4-6 sampai sekitar akhir minggu ketiga dan pada fase ini terjadi proses angiogenesis, granulasi, kontraksi dan reepitelisasi. Maturasi merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka dan dimulai sekitar minggu ke-3 setelah cedera sampai lebih dari 1 tahun tergantung pada kedalaman dan luas luka.
6
Selain itu, proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka adalah usia, nutrisi, infeksi, merokok, oksigenasi, diabetes mellitus, sirkulasi, faktor mekanik, nekrosis, obat steroid. (DeLaune dan Ladner, 1998).
FAKTOR LUKA -
Derajat Luas Lokasi Komplikasi
LUKA BAKAR
FAKTOR HOST
METODE ENVIRONMENT
- Umur - Berat Badan
- Metode perawatan - Ruang perawatan
Inflamasi
MADU BUNGA AKASIA
Proliferasi
OXOFERIN
Maturasi
FAKTOR AGENT - Mikroorganisme - Penyebab infeksi
PENYEMBUHAN
OKSITETRA SIKLIN
Gambar 1. Kerangka Teori
2. Kerangka Konsep
Penelitian ini menggunakan 4 kelompok yang terdiri 3 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Masing – masing 3 kelompok perlakuan adalah 1 kelompok tikus dengan luka bakar derajat II
7
yang diolesi dengan madu bunga akasia topikal, 1 kelompok tikus dengan luka bakar derajat II yang dibalut dengan larutan oxoferin, dan 1 kelompok tikus dengan luka bakar derajat II yang diolesi salep oksitetrasiklin. Seperti pada bagan kerangka konsep berikut ini:
Gambaran histopatologi kulit
Kelompok I Kontrol -> tikus dengan luka bakar derajat II dengan luas berdiameter 2 cm.
Kelompok 2 tikus dengan luka bakar derajat II dengan luas berdiameter 2 cm. -> dioleskan madu
bunga akasia topikal 3 x sehari
dan gambaran klinis
Gambaran histopatologi kulit dan gambaran klinis Dianalisis
Gambaran histopatologi kulit
Kelompok 3 tikus dengan luka bakar derajat II dengan luas berdiameter 2 cm. -> ditetesi obat
dan gambaran klinis
oxoferin 3 x sehari
Kelompok 4
Gambaran histopatologi kulit
tikus dengan luka bakar derajat II dengan luas berdiameter 2 cm. -> di oleskan obat oksitetrasiklin
dan gambaran klinis
Gambar 2. Kerangka konsep
8
F. Hipotesis
Madu bunga akasia memiliki perbedaan yang bermakna dengan oxoferin dan oksitetrasiklin terhadap kecepatan kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague Dawley.