1
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Streptococcosis adalah salah satu penyakit sistemik menular, yang disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu penyakit yang merugikan budidaya ikan di seluruh dunia. Infeksi Streptococcus menyebabkan penyakit pada ikan tangkapan alam maupun ikan budidaya serta menyebabkan penurunan ekonomi akibat menurunnya hasil produksi ikan setiap tahun (Austin dan Austin, 1999). Infeksi Streptococcus sp. menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada ikan nila di dunia. Estimasi kerugian akibat infeksi Streptococcus sp. adalah sekitar USD 150 juta pada tahun 2000, kemudian meningkat menjadi USD 250 juta pada tahun 2008 (Klesius dkk., 2008). Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KEPMEN) Nomor 26/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan jenis-jenis dan penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media Pembawa dan sebarannya disebutkan bahwa S. iniae dan S. agalactiae merupakan jenis bakteri yang termasuk salah satu Hama Penyakit IKan Karantina (HPIK) golongan II yang diartikan sebagai HPIK
yang
dapat
disucihamakan
atau
disembuhkan
karena
teknologi
perlakuannya sudah dikuasai. Beberapa bakteri Gram positif yang diketahui sebagai penyebab Streptococcosis, yaitu S. parauberis, S. iniae, S. difficilis, Lactococcus garvieae, Lactococcus piscium, dan Vagococcus salmoninarum
2
(Mata dkk., 2004). Streptococcus iniae dan S. agalactiae sudah dilaporkan di beberapa daerah di Indonesia seperti Bali, Jambi dan Papua (Anonim, 2013). Spesies Streptococcus sulit untuk diidentifikasi secara akurat sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan identifikasi. Beberapa sistem dan teknik untuk identifikasi Streptococcus sudah dilaporkan. Identifikasi secara fenotipik atau konvensional sudah banyak dikembangkan namun memakan waktu yang lama, membutuhkan keahlian laboran dalam pengujian agar tidak terjadi kesalahan identifikasi, serta membutuhkan media yang banyak. Pengujian PCR mempunyai kelebihan dapat mendiagnosa akurat dari Streptococcus dibandingkan pengujian secara konvensional dan dapat digunakan untuk mendukung identifikasi secara konvensional, namun memerlukan biaya pengujian cukup mahal dan waktu minimal 2 hari. Wabah akibat infeksi S. agalactiae dan S. iniae masih banyak dijumpai di beberapa wilayah Indonesia, gejala klinis sangat bervariatif dan perubahan patologi yang ditimbulkan akibat infeksi Streptococcus di Indonesia masih belum dilaporkan dengan jelas, sehingga perlu dilakukan penelitian yang dapat dijadikan dasar untuk identifikasi. Berdasar hal di atas, perlu diteliti teknik identifikasi yang cepat dan akurat serta tidak membutuhkan keahlian khusus dan biaya yang
mahal untuk identifikasi S.
agalactiae dan S. iniae, yaitu secara serologi berdasarkan respon imun yang ditimbulkan.
3
Rumusan Permasalahan 1.
Apakah karakteristik secara fenotipik dapat digunakan sebagai dasar identifikasi S. agalactiae dan S. iniae yang berasal dari beberapa lokasi di Indonesia ?
2.
Apakah identifikasi secara genotipik dapat mendukung karakteristik secara fenotipik ?
3.
Bagaimana tingkat patogenesitas bakteri S. agalactiae terhadap ikan nila?
4.
Apakah S. agalactiae dan S. iniae bersifat imunogenik dan menghasilkan serum anti yang spesifik pada kelinci, sehingga bermanfaat untuk uji identifikasi cepat secara serologi ?
Tujuan 1.
Mengetahui isolasi dan identifikasi karakteristik S. agalactiae dan S. iniae secara fenotipik yang dapat digunakan sebagai dasar identifikasi isolat berasal dari beberapa wilayah Indonesia.
2.
Mengetahui identifikasi S. agalactiae dan S. iniae secara genotipik untuk mendukung hasil identifikasi secara fenotipik
3.
Mengetahui patogenesitas S. agalactiae pada ikan nila.
4.
Mengetahui serum anti yang ditimbulkan pada kelinci percobaan yang diinfeksi antigen S. agalactiae dan S. iniae yang berasal dari ikan nila (Oreochromis sp.)
4
Manfaat Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Karakteristik secara fenotipik bakteri S. agalactiae dan S. iniae dapat digunakan sebagai acuan dalam identifikasi.
2.
Karakteristik secara genotipik bakteri S. agalactiae dan S. iniae dapat mendukung identifikasi secara fenotipik
3.
Gejala klinis dan patogenesitas akibat infeksi S. agalactiae dapat digunakan untuk pedoman pengambilan sampel ikan serta mendukung identifikasi.
4.
Serum anti terhadap S. agalactiae dan S. iniae dapat digunakan sebagai kit diagnostik cepat untuk identifikasi.
Keaslian dan Kedalaman Penelitian Penyakit yang mewabah pada budidaya ikan nila di Jawa Barat dan beberapa pulau di Indonesia pada tahun 2009 adalah penyakit
Streptococcosis
yang disebabkan oleh S. agalactiae. Bakteri ini berhasil diisolasi dari ikan nila yang berasal dari Cirata, Klaten, Kalimantan, Sulawesi dan Aceh dan diidentifikasi secara konvensional (Taukhid, 2009). Penelitian tentang identifikasi karakteristik S. agalactiae meliputi pengecatan Gram, motilitas, oksidase katalase, pertumbuhan pada bile salt, aesculin, dan pertumbuhan pada NaCl 6,5 % sudah dilaporkan oleh Hardi (2008) dalam penelitian tentang toksisitas produk ekstrasellular (ECP) S. agalactiae pada ikan nila.
5
Penelitian tentang pemberian vitamin C telah dilaporkan dalam percobaan Immunoprofilaksis terhadap infeksi bakteri Streptococcus sp. pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dilakukan oleh Firdaus dan Ahmad (2004). Dari penelitian ini memberikan gambaran bahwa pemberian vitamin C pada ikan nila mampu meningkatkan level antibodi serta ketahanan ikan terhadap infeksi penyakit bakterial yang disebabkan oleh Streptococcus sp. Kandidat vaksin dari S. agalactiae untuk mencegah penyakit Streptococcosis pada ikan nila juga sudah dilaporkan oleh Hardi (2011). Gambaran parameter hematologis pada ikan nila (Oreochromis niloficus) yang diberi vaksin DNA Streptococcus sp. dengan dosis yang berbeda telah dilaporkan oleh Utami dkk (2013). Penelitian ini menunjukkan bahwa dosis vaksin 40 mg/µL merupakan dosis yang paling efektif serta bersifat imunogenik dan protektif dalam meningkatkan imunitas ikan terhadap serangan bakteri Streptococcus sp. berdasarkan aspek hematologis. Aamri dkk (2010) melaporkan lesi yang paling menonjol berupa meningoencephalitis dan infiltrasi multifokal dari sel makrofag di ginjal dan limpa akibat infeksi S. iniae pada red porgy (Pagrus pagrus, L). Penelitian tentang patogenesitas S. iniae di Silver Shark dan Rainbow Shark, menunjukkan bahwa Silver Shark lebih mudah terserang Streptococcosis daripada Rainbow Shark di Iran, meskipun keduanya memegang peranan penting dalam penularan penyakit ini (Raissy dkk., 2012). Penelitian tentang gejala klinis dan patogenitas S. iniae pada ikan kerapu juga sudah dilaporkan oleh Maryadi (2009).
6
Deteksi S. iniae pada rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) di west Iran menggunakan PCR, telah dilaporkan efektif untuk deteksi cepat dan spesifik dari S. iniae (Fadaeifard dkk., 2011). Qasem dkk (2010) telah melaporkan identifikasi dan karakteristik S. agalactiae secara konvensional serta secara molekuler menggunakan sequen gen 16S rRNA pada kasus kematian ikan di Kuwait. Penelitian yang belum pernah dilakukan di Indonesia adalah tentang karakteristik secara fenotipik bakteri S. agalactiae dan S. iniae penyebab Streptococcosis dari beberapa wilayah di Indonesia yang didukung oleh genotipik, serta tingkat patogenesitas akibat infeksi bakteri tersebut. Identifikasi bakteri secara konvensional memerlukan waktu yang lama dan tergantung faktor subyektifitas dari penyelia atau keahlian laboran dalam identifikasi. Pengujian yang lebih akurat dengan menggunakan identifikasi molekuler, namun metode ini membutuhkan waktu lama dan biaya mahal, sehingga dibutuhkan metode identifikasi yang cepat dan akurat secara serologi.