I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Era globalisasi pasar dan liberalisasi investasi, peran sektor pertanian menjadi semakin penting dan strategis sebagai andalan bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satu pusat pertumbuhan baru yang sangat potensial dikembangkan pada masa kini dan mendatang adalah sub sektor perikanan dan kelautan, mengingat pengembangannya secara komersial dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, meningkatkan devisa negara dan memperbaiki kesejahteraan petani/nelayan. Program revitalisasi perikanan yang telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Juni 2005, rumput laut merupakan salah satu komoditas yang diunggulkan di sektor kelautan dan perikanan.. Tujuan pemerintah tersebut sangat beralasan, mengingat sumberdaya yang tersedia sangat mendukung keberhasilan revitalisasi. Ekspedisi Sibolga tahun 1899–1900, ada sekitar 782 jenis rumput laut yang hidup di perairan Indonesia. Jenis rumput laut yang teridentifikasi tersebut terdiri dari 196 alga hijau, 134 alga coklat dan 45 alga merah. Pusat penyebaran rumput laut tersebut, berada di perairan Spermonde Sulawesi Selatan, perairan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Bali, Sumbawa, Sumba dan perairan kepulauan Maluku (Anggadiredja dkk., 2006). Menurut Dahuri (2004), sumberdaya alam rumput laut di Indonesia yang tercatat sekitar 555 jenis, 55 jenis diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi, diantaranya Eucheuma sp,
2
Gracillaria dan Gelidium. Selain itu, potensi lahan yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut cukup besar, mencapai 2,1 juta ha. Upaya untuk peningkatan produktivitas sumberdaya perikanan dan kelautan, dalam periode pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu II (2010-2014) telah ditargetkan peningkatan produksi perikanan budidaya dengan rincian sasaran produksi disajikan pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Sasaran Produksi Perikanan Budidaya Tahun 2010–2014 Volume Produksi (Ton) Pertumbuhan (%) 2010 2011 2012 2013 2014 1. Rumput laut 2.672.800,00 3.504.200,00 5.100.000,00 7.500.000,00 10.000.000,00 54,37 2. Catfish 495.600,00 749.000,00 1.146.000,00 1.777.000,00 2.783.000,00 12,49 3. Nila 491.800,00 639.300,00 850.000,00 1.105.000,00 1.242.900,00 8,67 4. Udang 400.300,00 460.000,00 529.000,00 608.000,00 699.000,00 5,72 5. Bandeng 349.600,00 419.000,00 503.400,00 604.000,00 700.000,00 5,35 6. Mas 267.100,00 280.400,00 300.000,00 325.000,00 350.000,00 3,36 7. Gurame 40.300,00 42.300,00 44.400,00 46.600,00 48.900,00 0,50 8. Kerapu 7.000,00 9.000,00 11.000,00 15.000,00 20.000,00 0,12 9. Kakap 5.000,00 5.500,00 6.500,00 7.500,00 8.500,00 0,07 10. Lainnya 646.700,00 738.800,00 925.400,00 1.032.700,00 1.038.700,00 9,35 Jumlah 5.376.200,00 6.847.500,00 9.415.700,00 13.020.800,00 16.891.000,00 100,00
No.
Komoditi
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010a
Sebaran data sasaran produksi pada Tabel 1.1, menunjukkan bahwa sasaran peningkatan produksi perikanan budidaya tahun 2014 sebesar 16.891.000 ton atau meningkat 353% dibanding produksi tahun 2009 sebesar 4.780.100 juta ton. Rumput laut (seaweed) merupakan komoditi yang memiliki sasaran produksi terbesar, yaitu 59,20% dari total target produksi budidaya pada tahun 2014 dengan kenaikan rata-rata produksi sebesar 54,37% per tahun. Rumput laut dijadikan sebagai target produksi terbesar karena komoditi ini merupakan salah satu komoditas strategis dalam program revitalisasi perikanan dengan potensi lahan
3
pengembangan yang masih sangat luas. Data potensi rumput laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010a) menunjukkan bahwa luas areal untuk kegiatan budidaya rumput laut adalah seluas 1.110.900 ha dan baru dapat dimanfaatkan seluas 222.180 ha atau sekitar 20% dari luas areal potensial. Rumput laut sebagai komoditas ekspor merupakan sumber devisa bagi negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan nelayan, dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di kepulauan Indonesia yang sangat potensial (Aslan, 1998). Sebagai negara kepulauan, maka pengembangan rumput laut di Indonesia dapat dilakukan secara luas oleh para petani/nelayan. Keunggulan komoditas ini, antara lain : peluang ekspor terbuka luas dan belum ada quota perdagangan bagi rumput laut, teknologi pembudidayaannya
sederhana
sehingga
mudah
dikuasai,
siklus
pembudidayaannya relatif singkat sehingga cepat memberikan keuntungan, kebutuhan modal relatif kecil, merupakan komoditas yang tak tergantikan karena tidak ada produk sintetisnya, usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja (Nurdjana, 2006). Perkembangan ekspor rumput laut di pasar internasional menunjukkan bahwa pada tahun 2008 Indonesia merupakan negara pengekspor rumput laut tertinggi di dunia di atas Chile yang selama ini merupakan negara pengekspor rumput laut terbesar dunia. Grafik kondisi ekspor dan impor rumput laut dunia tahun 2008 disajikan pada gambar 1.1.
4
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010b
Gambar 1.1. Kondisi Ekspor dan Impor Rumput Laut Dunia Tahun 2008 Data pada grafik di atas menunjukkan bahwa Indonesia memberi kontribusi tertinggi sebesar 37% total ekspor rumput laut dunia sebesar 269.243,57 ton. Negara pengimpor terbesar rumput laut adalah China sebesar 33% dari total impor rumput laut dunia sebesar 285.916,15 ton. Pangsa pasar rumput laut Indonesia di pasar China menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010b) sebesar 46,1% atau sekitar 43.496,43 ton dari total volume impor rumput laut China sebesar 94.445 ton. Mengacu pada kondisi ekspor dan impor rumput dunia tersebut, maka komoditi rumput laut Indonesia merupakan salah satu sumber devisa negara yang penting dan memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Akselerasi peningkatan produksi perlu dipacu pada beberapa daerah potensial pengembangan rumput laut di Indonesia. Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang menjadi sentra pengembangan rumput laut di Indonesia. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan
5
Perikanan Sulawesi Selatan (2010), lahan potensial untuk pembudidayaan rumput laut di Sulawesi Selatan mencapai kurang lebih + 282.000 hektar (laut 250.000 hektar dan tambak 32.000 hektar) dan baru dapat dimanfaatkan seluas 65.792 hektar (23,33 %) dari luas areal potensial. Pada tahun 2008, pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menetapkan 16 kabupaten sebagai sentra produksi rumput laut, yaitu : Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Bone, Wajo, Bulukumba, Selayar, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Pangkep, Barru, Sinjai, Makassar, Luwu Timur, Palopo dan Pinrang. Penentuan sentra-sentra produksi tersebut dimaksudkan untuk memperkuat konstribusi Sulawesi Selatan sebagai penghasil rumput laut dan kontributor ekspor terbesar di Indonesia. Selama kurun waktu tahun 2009-2011, ada tiga sentra produksi rumput laut yang memiliki volume produksi rumput laut tertinggi di Sulawesi Selatan, seperti terlihat pada tabel 1.2. Tabel 1.2. Volume Produksi Budidaya Rumput Laut Tertinggi pada Tiga Kabupaten Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 – 2011 2009 2010 2011 Euch. Grac. Euch. Grac. Euch. Grac. 1 Takalar 195.241 18.901 417.424 31.797 418.818 43.962 2 Luwu Timur 15.040 18.394 183.202 157.726 196.361 185.218 3 Bone 18.616 20.768 55.899 67.170 56.660 33.618 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, 2012 No
Kabupaten
Jumlah (Ton) (Euch + Grac) 1.126.143 755.941 252.731
Keterangan : Euch. = Eucheuma cottonii Grac. = Gracillaria sp
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa tingginya produksi rumput laut dari kabupaten Takalar didominasi oleh rumput laut jenis Eucheuma cottonii sedangkan jenis Gracillaria sp didominasi dari produksi kabupaten Bone.
6
Tingginya produksi rumput laut tersebut dari tahun ke tahun selama kurun waktu 3 (tiga) tahun, sebagian besar karena faktor penambahan luas lahan budidaya. Secara umum, produksi dari 16 kabupaten sebagai sentra pengembangan rumput laut di provinsi Sulawesi Selatan selama periode tahun 2007 sampai 2011 disajikan pada tabel 1.3. Tabel 1.3. Produksi Rumput Laut Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007–2011 Produksi (ton) Jumlah (ton) Eucheuma cottonii Gracillaria sp 1. 2007 415.726,80 215.013,90 630.740,70 2. 2008 561.592,20 186.935,60 748.527,80 3. 2009 647.382,50 176.643,50 824.026,00 4. 2010 1.087.678,00 430.012,00 1.517.690,00 5. 2011 1.204.160,74 471.646,17 1.675.806,91 Pertumbuhan (%) 72,60 27,40 100,00 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, 2012 No.
Tahun
Tabel 1.3 menunjukkan bahwa produksi selama periode tahun 2007 sampai dengan 2011 meningkat rata-rata sebesar 10,09 – 84,18 % per tahun dengan kontribusi sebesar 32,01% dari produksi nasional tahun 2009. Produksi rumput laut E. cottonii sebesar 14.350 ton dengan nilai Rp 63,6 milyar dan Gracilaria sp sebesar 15.900 ton dengan nilai Rp. 57,4 milyar telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 4.600 jiwa dan tenaga kerja tak langsung sebanyak 11.450 jiwa (Masri, 2007). Periode tahun 2007–2011, perkembangan produksi rumput laut E. cottonii dan Gracillaria sp ternyata berfluktuasi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi produk tersebut, diantaranya iklim yang kurang menguntungkan, serangan hama dan penyakit, fluktuasi harga dan kondisi sosial ekonomi petani.
7
Produksi rumput laut yang berfluktuasi mengindikasikan adanya variasi setiap waktu. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan usahatani rumput laut sangat dipengaruhi oleh adanya risiko produksi. Selain risiko produksi, dalam pengelolaan risiko usahatani rumput laut juga dihadapkan pada risiko harga produk. Umumnya harga produk rumput laut pada masa panen sering tidak diketahui pada waktu petani melakukan keputusan budidaya, artinya keputusan budidaya rumput laut dilakukan oleh petani tanpa didasarkan kepastian harga pada saat panen. Kondisi tersebut dapat berdampak pada pendapatan yang diharapkan oleh petani. Gomez et al (2002), dampak ketidakpastian hasil panen akan mengakibatkan produsen enggan memasuki pasar produksi. Pengaruh perilaku demikian akan menyebabkan terjadinya kesenjangan produktivitas yang semakin tinggi terutama pada negara yang sedang berkembang. Fluktuasi harga rumput laut tidak terlepas dari kondisi penawaran dan permintaan rumput laut untuk pasar domestik dan ekspor. Suryatna (1998), pengembangan
komoditas
pertanian
harus
mempunyai
karakter-karakter
diantaranya berorientasi pada permintaan pasar, berarti dinamika pasar sebagai referensi untuk menentukan kegiatan selanjutnya, yaitu proses produksi, pengolahan dan pemasaran. Perubahan permintaan pasar perlu benar-benar diketahui melalui penyelidikan dan analisa pasar (market intellingence), baik pasar domestik dan internasional. Kebutuhan pasar terhadap rumput laut terus meningkat setiap tahun. Kebutuhan total rumput laut Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 40.000 ton per
8
tahun yang terdiri dari kebutuhan dalam negeri 22.000 ton per tahun dan untuk ekspor sekitar 18.000 ton per tahun, tetapi kenyataannya kebutuhan tersebut baru terpenuhi sekitar 30.000 ton per tahun (Hikmayani dkk, 2007). Upaya untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, maka selain upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani serta meminimalkan risiko usahatani rumput laut, maka diperlukan pula perbaikan secara konstruktif terhadap permasalahan yang terkait dengan aspek pemasaran rumput laut seperti dukungan strategi pengembangan pasar, jaringan pemasaran, gap/kesenjangan komunikasi antara produsen dan penggunanya, masih lemahnya target pasar, dan distribusi yang terbatas. 1.2. Perumusan Masalah Produksi rumput laut Sulawesi Selatan menunjukkan trend peningkatan dari tahun ke tahun. Produksi sebesar 824.026 ton dengan kontribusi sebesar 32,1% dari produksi nasional menjadikan Sulawesi Selatan sebagai produsen rumput laut terbesar di Indonesia pada tahun 2009. Perluasan akses pasar domestik dan internasional sebagai salah satu grand strategy, Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan sasaran produksi rumput laut Sulawesi Selatan 2010 sampai 2014 dengan peningkatan sebesar 14,20% per tahun. Pencapaian sasaran produksi rumput laut Sulawesi Selatan tersebut dapat diwujudkan apabila sentra-sentra pengembangan dipacu untuk meningkatkan produksinya seoptimal mungkin. Peningkatan produksi rumput laut dapat dilakukan melalui penerapan standar sistem budidaya, introduksi bibit unggul, peningkatan standar mutu pasca
9
panen dan pembinaan pemasaran. Upaya ini dilakukan untuk meminimalkan risiko produksi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Namun, risiko dalam usahatani rumput laut adalah kemungkinan terjadinya kegagalan produksi atau perolehan hasil panen yang merugi yang disebabkan oleh faktor–faktor di luar kekuatan petani. Petani yang hakekatnya bersifat rasional enggan untuk menanggung risiko terlebih petani kecil. Besarnya produksi dan pendapatan serta risiko usahatani rumput laut sangat mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan. Hal ini sangat tergantung pada preferensi petani terhadap risiko dan faktor lingkungannya. Kajian pada aspek pemasaran, produk rumput laut petani sampai saat ini sebagaian besar masih diperdagangkan dalam bentuk bahan baku kering matahari. Petani rumput laut belum merasakan banyak keuntungan dari kegiatan pemasaran rumput laut terutama dalam bentuk kering. Produksi yang dihasilkan oleh petani rumput laut seringkali tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh industri pengolahan atau eksportir sehingga hal ini menjadi alasan bagi industri untuk membeli rumput laut petani dengan harga yang murah. Hal ini diduga terkait dengan aspek kelembagaan pemasaran, jaringan pemasaran, gap/kesenjangan komunikasi antara produsen dan penggunanya, rantai pemasaran yang panjang, pangsa pasar dan sistem distribusi/ transportasi yang panjang dan tidak efisien. Permasalahan-permasalahan tersebut mengindikasikan bahwa informasi produk dan informasi pasar belum banyak diketahui oleh stakeholder terutama petani rumput laut.
10
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana tingkat produksi, produktivitas dan pendapatan usahatani rumput laut E. cottonii dan Gracillaria sp di Sulawesi Selatan? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas, risiko produksi dan produktivitas setelah mempertimbangkan risiko pada usahatani rumput laut E. cottonii dan Gracillaria sp di Sulawesi Selatan? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan, risiko pendapatan dan pendapatan setelah mempertimbangkan risiko pada usahatani rumput laut E. cottonii dan Gracillaria sp di Sulawesi Selatan? 4. Bagaimana perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi usahatani rumput laut di Sulawesi Selatan? 5. Bagaimana saluran, margin dan efisiensi pemasaran (elastisitas transmisi harga dan struktur pasar) serta pangsa pasar rumput laut di Sulawesi Selatan? 1.3. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi, pendapatan usahatani dan kinerja pemasaran rumput laut di provinsi Sulawesi Selatan. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis perbedaan produktivitas dan pendapatan usahatani rumput laut E. cottonii dan Gracillaria sp di Sulawesi Selatan. 2. Menganalisis
faktor–faktor
yang
mempengaruhi
produktivitas
dengan
mempertimbangkan risiko usahatani rumput laut E. cottonii dan Gracillaria sp di Sulawesi Selatan
11
3. Menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhinya pendapatan dengan mempertimbangkan risiko usahatani rumput laut E. cottonii dan Gracillaria sp di Sulawesi Selatan 4. Menganalisis perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi usahatani rumput laut di Sulawesi Selatan. 5. Menganalisis saluran, margin dan efisiensi pemasaran (elastisitas transmisi harga dan struktur pasar) serta pangsa pasar rumput laut di Sulawesi Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Pemerintah (pusat dan daerah) dalam penyusunan kebijakan pengembangan usahatani rumput laut untuk mewujudkan peningkatan produksi, produktivitas dan pendapatan petani dengan mempertimbangkan faktor risiko usahatani rumput laut. 2. Pemerintah
dan
stakeholder
yang terkait
dengan
kebijakan
strategi
pengembangan pemasaran rumput laut untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya rumput laut di Sulawesi Selatan secara rasional dan berkelanjutan. 3. Peneliti, dapat dijadikan informasi sebagai bahan rujukan dan pembanding untuk penelitian lanjutan. 1.5. Keaslian dan Hal Baru Dalam Penelitian Penelitian tentang produksi, produktivitas, pendapatan dan risiko usahatani serta pemasaran komoditas pertanian sudah banyak dilakukan dengan bentuk kasus dan analisis berbeda, namun yang terfokus pada usahatani rumput laut
12
masih jarang dilakukan. Penelitian tentang produksi dan pendapatan usahatani dengan mempertimbangkan risiko, perilaku petani dalam menghadapi risiko, indeks monopoli dan pangsa pasar rumput laut di Provinsi Sulawesi Selatan sampai sekarang belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu pada usahatani rumput laut, terdapat beberapa keaslian dan kebaruan (novelty) dalam penelitian ini yang dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu : 1. Topik kajian, penelitian terdahulu yang telah dilakukan membahas tentang produksi, pendapatan, efisiensi usahatani, sedangkan pada penelitian ini mengkaji produksi dan pendapatan dengan mempertimbangkan faktor risiko serta membandingkan hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglas dan fungsi produksi Just-Pope. Penelitian ini juga, mengkaji perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi. Selanjutnya, penelitian terdahulu tentang pemasaran rumput laut, indikator yang digunakan adalah saluran, margin, struktur pasar, efisiensi pemasaran (efisiensi operasional dan korelasi harga), sedangkan penelitian ini terdapat penambahan indikator yaitu analisis pangsa pasar rumput laut Sulawesi Selatan. 2. Aspek lokasi, penelitian terdahulu tentang usahatani rumput laut hanya terfokus pada lokasi budidaya rumput laut di wilayah pesisir (laut), sedangkan penelitian ini, selain jenis rumput laut yang dibudidayakan di wilayah pesisir (laut), juga mengkaji rumput laut yang dibudidayakan di tambak. 3. Aspek analisis, untuk produksi dan pendapatan usahatani rumput laut pada penelitian terdahulu menggunakan deskriptif dan regresi linear berganda
13
dengan metode Ordinary Least Square (OLS) sedangkan pada penelitian ini, selain menggunakan deskriptif dan regresi linear berganda dengan metode OLS, juga menggunakan fungsi produksi dan pendapatan model Just-Pope menggunakan metode Non-Liniear Least Square (NLS). Perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi menggunakan model Moscardi and de Janvry. Struktur pasar menggunakan analisis indeks monopoli dan pangsa pasar rumput laut di analisis menggunakan market share dan dilanjutkan dengan analisis rantai Markov (Markov chain). Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang terkait dengan usahatani rumput laut akan disajikan pada tabel 1.4, sehingga dapat dibandingkan dengan penelitian yang akan dilaksanakan baik aspek kajian maupun metode analisis yang digunakan.
14
Tabel 1.4. Beberapa Penelitian Usahatani Rumput Laut dengan Berbagai Aspek Kajian dan Metode Analisis yang Digunakan. No 1
2
3
4
5
6
7
Judul Aspek Kajian Produksi Rumput Laut dan Produksi dan rantai pemasaran Pemasarannya Di Indonesia rumput laut (Zatnika dan Istini, 1985) Skala Usaha dan Efisiensi - Keuntungan maks. RL Ekonomi Relatif Usahatani - Skala ekonomi usahatani rumput Rumput Laut. (Sobari, 1993) laut - Elastisitas penawaran output dari perubahan harga output dan harga input tidak tetap - Efisiensi ekonomi relatif dan alokatif usahatani rumput laut berdasarkan luas lahan Marjin Pemasaran dan Risiko - Marjin pemasaran Pedagang : Kasus - Risiko pedagang rumput laut Pengembangan Rumput Laut Di Provinsi Gorontalo. (Zulham, 2007) Analisis Pemasaran Rumput - Saluran pemasaran laut Di Wilayah Potensial Di - Marjin di setiap lembaga Indonesia. (Hikmayani dkk, pemasaran 2007) - Struktur pasar - Efisiensi pemasaran (efisiensi operasional dan harga) Struktur Bisnis Klaster - Potensi budidaya Rumput Laut Gorontalo. - Karakteristik usaha (Zulham dan Apriliani, 2007) - Rantai pemasaran Analisis Fungsi – fungsi - Sistem pemasaran rumput laut Pemasaran Rumput Laut Di yang meliputi aspek produksi, Kecamatan Labakkang, distribusi dan fungsi pemasaran. Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan (Sulkifli dkk, 2011) Analisis Finansial dan - Produksi usaha rumput laut Efisiensi Produksi Usahatani - Tingkat efisiensi penggunaan Rumput Laut Di Kota Kendari faktor produksi Sulawesi Tenggara. (Azwir, - Faktor yang mempengaruhi 2011) efisiensi produksi usahatani rumput laut - Kelayakan usaha rumput laut secara finansial
Metode Analisis Analisis deskriptif
- Analisis fungsi keuntungan UOP aktual - Pengujian return to scale - Pendugaan respon penawaran - Pengujian kesamaan efisiensi ekonomi dan efisensi alokatif (harga) - Maksimisasi keuntungan - Share harga - Margin pemasaran
- Analisis deskriptif - Analisis Marjin Pemasaran - Analisis deskriptif - Analisis deskriptif - Analisis deskriptif
- Analisis deskriptif, marjin pemasaran, distribusi marjin dan farmer’s share
- Analisis fungsi produksi Cobb Douglas dengan metode OLS - Fungsi produksi frontier stokastik dengan metode MLE - Analisis pendapatan dan R/C ratio, NPV, B/C ratio, IRR dan BEP 8 Peningkatan Produksi Rumput - Dampak penggunaan input - Analisis fungsi produksi Laut Melalui Penggunaan langsung dan tidak langsung Cobb Douglas dalam Input Langsung dan Tak terhadap produksi rumput laut bentuk double log dengan Langsung. (Rahim dan logaritma natural (Ln) Hastuti, 2012) 9 Assessments Klaster - Potensi budidaya - Analisis deskriptif Perikanan. (Studi - Karakteristik pelaku usaha Pengembangan Klaster - Rantai pemasaran Rumput Laut Kabupatern Sumenep. (Zulham dkk, 2007) Sumber : Zatnika dan Istini, 1985; Sobari, 1993; Zulham, 2007, Zulham dkk, 2007; Hikmayani dkk, 2007; Zulham dan Apriliani, 2007; Sulkifli dkk, 2011; Azwir, 2011; Rahim dan Hastuti, 2012