Makalah Seminar Kerja Praktek SISTEM PENERIMAAN TVRO (TELEVISON RECEIVE ONLY) STASIUN RELAY TRANS7 SEMARANG Surya Purba Wijaya (L2F 006 085) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK Di dalam dunia pertelevisian, sistem penerimaan siaran televisi satelit pada stasiun relay memegang peranan penting terhadap kualitas sinyal televisi yang akan disampaikan kembali. Kualitas gambar dan suara yang baik sangat dibutuhkan oleh stasiun relay agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan jelas. Sistem penerima televisi satelit pada stasiun relay TRANS7 Semarang menggunakan perangkat Tandberg professional receivers and decoder TT1260. TRANS7 menggunakan jasa satelit Telkom 1 untuk pentransmisian sinyal televisi dari studio pusat ke stasiun relay di daerah. Pada stasiun relay, pesawat penerima siaran satelit melakukan proses decoding sinyal informasi yang dikirim yang berupa sinyal televisi (video dan audio) sebagai sinyal sumber untuk proses selanjutnya (pemancaran kembali oleh transmitter pada stasiun relay). Kata Kunci : televisi satelit, stasiun relay, Tandberg professional receivers and decoder TT1260
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Televisi menjadi salah satu pemasok informasi yang cukup berdampak bagi masyarakat. Hampir sekarang setiap rumah memiliki satu sampai beberapa unit televisi. Informasi yang disajikan yang selalu up-to-date disajikan dalam bentuk audio visual sehingga memiliki daya tarik tersendiri bagi pemirsa yang ada di rumah. Beragam acara yang ada mampu menghibur penontonnya. Pada mulanya, televisi dimaksudkan sebagai suatu cara lain lain untuk menyiarkan program-program berita dan hiburan-hiburan tetapi dengan gambar, seperti yang dilakukan siaran radio untuk suara. Kemampuan untuk menghasilkan gambar, teks, grafik dan informasi visual telah menjadi begitu bermanfaat hinggga sekarang ini pemakaiannya jauh lebih banyak. Stasiun relay merupakan sarana yang sangat penting untuk meningkatkan mutu siaran. Stasiun relay berfungsi untuk menyampaikan kembali siaran dari studio pusat sehingga dapat menjangkau daerah cakupan siaran yang luas, untuk itu stasiun relay harus dapat memancarkan kembali sinyal-sinyal yang dikirimkan dari stasiun pusat sebaik mungkin, sehingga gambar dan
suara yang diterima oleh pelanggan tetap bagus. Penulisan laporan yang mengambil judul “SISTEM PENERIMAAN TVRO (TELEVISON RECEIVE ONLY) STASIUN RELAY TRANS7 SEMARANG” dilakukan karena penggunaan pesawat penerima TV satelit dan antena parabola pada stasiun relay merupakan metode yang sering digunakan pada stasiun relay saat ini, sehingga perlu kiranya untuk mengetahui lebih dalam mengenai penerima satelit dan antena parabola serta seberapa penting proses ini berpengaruh terhadap sistem stasiun relay televisi secara keseluruhan. 1.2
Maksud dan Tujuan Sesuai dengan kurikulum yang ada di Universitas Diponegoro, maka tujuan Kerja Praktek adalah : 1. Upaya memberikan bekal pengalaman praktek, sehingga teori yang didapatkan diharapkan dapat diterapkan di lapangan. 2. Untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan kerja di lapangan serta dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh, khususnya dibidang telekomunikasi. 3. Agar dapat memahami iklim kerja lingkungan industri dan lingkungan
kerja lain yang senantiasa menuntut efisiensi dan kedisiplinan waktu.
komponen suara setelah melalui proses demodulasi. Sinyal gambar yang telah dimodulasikan kemudian diteruskan ke tabung sinar katoda untuk diproduksi kembali sedapat mungkin sesuai dengan gambar bergerak yang asli. Sementara sinyal suara yang telah didemodulasikan diteruskan ke loudspeaker untuk menghasilkan kembali sinyal suara asli. Pada umumnya, stasiun televisi di Indonesia menggunakan satelit untuk komunikasi antara studio di pusat dengan daerah karena keadaan wilayah Indonesia yang cukup luas dan terpisah menjadi beberapa pulau sehingga sangat sulit jika dilakukan pentransmisian secara langsung menggunakan kabel atau gelombang mikro. Sistem transmisi satelit membutuhkan peralatan yang lebih rumit, mulai dari antena parabola, penerima (receiver) khusus yang dilengkapi dengan decoder, dan lainlain. Oleh karena itu dibuatlah stasiun relay yang mempunyai fungsi memancarkan ulang serta mendekode sinyal transmisi dari satelit sehingga pada tingkat pelanggan tidak diperlukan peralatan khusus untuk menerima siaran televisi. Selain itu, stasiun relay juga memperluas daerah cakupan transmisi.
4. Untuk memahami sistem penerimaan televisi satelit. 1.3
Pembatasan Masalah Agar ruang lingkup permasalahan lebih jelas serta mempermudah dalam analisa, maka permasalahan lebih ditekankan pada penjelasan mengenai prinsip kerja pesawat penerima TV satelit dan antena parabola secara umum. II
TINJAUAN UMUM SISTEM TELEVISI
2.1
Sistem Penyiaran Televisi Sistem siaran televisi pada dasarnya merupakan proses pengiriman dan penerimaan sinyal gambar dan suara. Siaran TV diawali dengan pengambilan suara oleh mikrofon dan gambar oleh tabung kamera, pemrosesan sinyal dan dipancarkan oleh pemancar. Pada penerima, sinyal diterima oleh antena pesawat penerima sinyal ditangkap kemudian audio dan video di bentuk kembali. Proses yang lebih detailnya dapat diilustrasikan dengan diagram blok dibawah ini: Tabung Gambar Tabung Kamera Modulator AM
Diplekser
Demodulator AM
Mikropon
Loudspeker
Modulator FM
Pemancar
Demodulator FM
Penerima
Gambar 1 Diagram blok dasar sistem siaran TV
Dalam jarak tertentu dari antena pemancar televisi, sesuai dengan kekuatan daya frekuensi yang diradiasikan, antena penerima televisi dapat menerima gelombang yang telah dimodulasi kombinasi suara dan gambar tersebut untuk diteruskan ke penerima televisi. Kemudian penerima televisi akan memperkuat sinyal yang diterima, dan memisahkan komponen gambar dan
Gambar 2 Sistem transmisi siaran televisi menggunakan satelit
2.2 Standar Siaran Televisi Secara Umum Di dunia televisi dikenal beberapa standar, diantaranya: NTSC, PAL dan SECAM. Masing-masing standar menerapkan kecepatan frame (frame rate) tersendiri dan dianut di wilayah tertentu. Semakin besar frame rate, semakin halus pula gerakan yang ditampilkan pada film atau video. Akan tetapi, jika dihubungkan dengan data
digital yang diproses, maka semakin besar pula ukuran file yang dihasilkan. Ketiga standar tersebut adalah : 1. NTSC (National Television Standards Committee) Mulai dikembangkan pada tahun 1950an, dimana dalam satu layar terbentuk dari pemayaran 525 garis horisontal yang digambar setiap 1/30 detik, dengan frame rate 29,97 fps (frame per second). Standar ini biasanya digunakan di Amerika, Kanada, Meksiko, Jepang dan Korea. 2. PAL (Phase Alternate Line) Merupakan metode penambahan warna terintegrasi pada sinyal televisi hitam putih, dengan pemayaran 625 garis horisontal yang digambar setiap 1/50 detik, dengan frame rate 25 fps (frame per second). PAL dikembangkan di Jerman oleh Walter Bruch, yang bekerja di Telefunken, dan pertama kali diperkenalkan pada 1967. Standar ini biasanya digunakan di Uni Eropa, Inggris, China, Australia dan Indonesia. 3. SECAM (Sequential Couleur Avec Memoire) Merupakan sistem televisi berwarna analog yang pertama kali diperkenalkan di Perancis pada tahun 1967, menggunakan pemayaran 625 garis horisontal dengan frame rate 25fps. Standar ini biasanya digunakan di Perancis, eks Uni Soviet dan sebagian Afrika. 2.3
Sinyal Video Warna Dalam penyiaran televisi, sinyal yang dipancarkan harus dapat diterima oleh televisi hitam putih (monochrome) dan televisi berwarna. Sinyal semacam ini disebut sinyal kompetibel (compatible signal), yang dihasilkan oleh kamera TV yang terdiri dari dua komponen : a) Komponen luminan (luminance ) b) Komponen krominan (chrominance) Sinyal luminan yang mengandung informasi kecerahan dihasilkan dengan menggabungkan sinyal merah, hijau, biru dari tabung kamera tv dan pada pengkodean, dengan perbandingan yang
sesuai dengan kemampuan mata manusia untuk melihat warna putih. Perbandingan tersebut adalah 30% merah, 59% hijau, dan 11% biru. Sinyal luminan umumnya dilambangkan dengan Y, dan dapat dinyatakan oleh persamaan : Y = 0,3 R + 0,59 G + 0,11 B Artinya, penerima TV hitam putih dapat dipakai untuk menerima sinyal tv berwarna dengan keluaran berupa gambar hitam putih. Sinyal krominan yang merupakan sinyal informasi tambahan mengenai warna yang diletakkan pada pita frekuensi kanal yang dihasilkan dengan memodulasikan sinyal-sinyal pembawa dengan sinyal luminan. Sinyal krominan memodulasikan sinyal sub pembawa yang ada di pemancar ditekan. Frekuensi sub pembawa berkisar pada 4,43 MHz, dan lebar pita frekuensi yang dihasilkan oleh sinyal krominan itu sendiri diperoleh melalui cara khusus dengan menggunakan sinyal selisih warna yaitu : a) Merah dikurangi luminan (R-Y) b) Hijau dikurangi luminan (G-Y) c) Biru dikurangi luminan (B-Y) Dengan memodulasikan gelombang sub pembawa dengan dua dari tiga sinyal selisih warna atas, maka sinyal ketiga dapat diambil oleh pengkodean balik. Untuk menyelaraskan pengkodean balik dengan gelombang sub pembawa yang ditekan agar memodulasi dapat dilakukan, perlu ditransmisikan beberapa siklus frekuensi sub pembawa pada saat-saat tertentu. Sinyal ini disebut sebagai sinyal color burst. Sinyal ini ditransmisikan banyak kira-kira 10 siklus periode serambi belakang pulsa penyelarasan garis. 2.4
Sistem Transmisi Satelit Dalam sistem komunikasi satelit terdapat dua bagian penting yaitu space segment (bagian yang berada di angkasa) dan ground segment (biasa disebut stasiun bumi)
Sudut Elevasi
Gambar 4 Sudut elevasi Gambar 3 Sistem Komunikasi Satelit
2.5
Antena Penerima Siaran Satelit Antena TV satelit biasanya menggunakan mesh (tidak solid) agar lebih murah, mudah dalam pembuatan dan instalasi. Penguatan antena dari mesh ini adalah sama dengan antena yang solid, hal ini terlihat dari spesifikasi antena mesh yang ada di pasaran yaitu berefisiensi sekitar 65%. Di lapangan, penguatan ini dapat berbeda-beda tergantung pada proses pabrikasi dan saat instalasi. Adapun dalam melakukan pemasangan antena stasiun bumi, ada 3 parameter yang perlu diperhatikan : Azimuth angle adalah sudut pointing antena pada arah horisontal dengan referensi titik 0 derajat pada arah utara bumi. Elevation angle adalah sudut pointing antena pada arah vertikal dengan referensi titik 0 derajat pada horisontal bumi. Semakin jauh dari derajat satelit sudut elevasi semakin kecil. Cross-polarization isolation adalah kemampuan stasiun bumi mengisolasi polarisasi sinyal yang diinginkan terhadap polarisasi sebaliknya (polarisasi horisontal terhadap vertikal atau sebaliknya dan polarisasi RHCP terhadap LHCP atau sebaliknya). Cross-pol isolation ini berlaku untuk pemancaran maupun penerimaan.
Gambar 5 Azimuth angle
2.6
LNB (Low Noise Block) LNB merupakan gabungan antara LNA (Low Noise Amplifier) dan pengubah frekuensi (frequency translator) yang mempunyai keluaran Lband, dengan rincian frekuensi (950 1450) MHz untuk polarisasi horisontal dan (1550 -2050) MHz untuk polarisasi vertikal. LNB merupakan jantung dari antena satelit. Pada dasarnya, merupakan sebuah rongga resonator yang menerima sinyal satelit yang difokuskan dari pantulan antena dan memproses sinyal tersebut. Serupa dengan pipa organ yang mengubah energi transmisi menjadi sinyal elektrik. Sebuah switch elektonik tambahan memperkuat sinyal ini sebelum dikirim ke kabel coax dan mengubahnya menjadi frekuensi yang lebih rendah untuk mengurangi kehilangan sinyal di kabel. Ungkapan low noise berdasarkan kualitas masukan pertama pada transistor penguat. Kualitas diukur dalam besaran yang dikenal sebagai Noise Temperature, Noise Figure atau Noise Factor. Keduanya dapat digabung dan disebut sebagai noise temperature. LNB dengan noise temperature = 100K dapat dikatakan dua kali lebih baik dengan LNB dengan 200K.
Ungkapan block merujuk pada blok konversi frekuensi gelombang mikro yang diterima dari satelit ke frekuensi yang lebih rendah. Setiap LNB hanya dapat digunakan untuk band frekuensi tunggal, sebab S, C dan Ku band masing-masing memerlukan rongga resonator yang berbeda. Daya disediakan oleh receiver dan disalurkan melalui kabel coax. Sehingga kabel coax tidak hanya menyalurkan sinyal yang diterima dari antena ke receiver, tetapi juga menyalurkan daya operasi dari receiver ke LNB (beserta sinyal kendali tambahan).
Gambar 6. Diagram Low Noise Block
Diagram diatas menunjukan suatu waveguide pada sisi kanan yang terhubung dengan collecting feed atau horn. Seperti yang terlihat terdapat sebuah pin vertikal yang terpasang pada sisi waveguide yang akan menangkap sinyal berpolarisasi vertikal sebagai suatu arus listrik. Awalnya sinyal satelit menuju ke band pass filter yang hanya melewatkan frekuensi microwave yang diharapkan. Kemudian sinyal dikuatkan oleh Low Noise Amplifier lalu menuju mixer. Pada mixer sinyal yang telah melalui tahap penapisan dan penguatan dicampur dengan frekuensi osilator lokal. Hasil keluaran mixer memiliki frekuensi yang berbeda dengan sinyal yang masukan dan frekuensi osilator lokal. Sinyal keluaran mixer setelah melewati Band pass fiter bagian dua (pada sisi kanan) dan penguat L-band akan diumpankan ke kabel koaksial. Pada umumya frekuensi keluaran = frekuensi osilator lokal – frekuensi masukan.
2.5.1 Fitur Switch ketika berpindah saluran pada LNB Transponder memiliki satu atau dua polarisasi yang berbeda (horizontal/vertical dan sirkuler kiri/kanan). Sehingga receiver harus memberitahu LNB polarisasi untuk sinyal yang diberikan, sehingga dipole yang sesuai dapat diaktifkan. Voltase catu daya 13 V untuk mengaktifkan polarisasi vertikal, sedangkan 18 V mengaktifkan polarisasi horizontal. LNB universal mempunyai mode switch kedua untuk extended Ku band. Karena rentang frekuensi receiver satelit tidak cukup lebar, maka rentang frekuensi harus dipisahkan menjadi dua rentang frekuensi. Perpindahan antara kedua rentang ini dikendalikan oleh sinyal 22 kHz yang juga dikirim oleh receiver ke LNB ketika memilih saluran tertentu. 2.6 Sistem Penerima Televisi Satelit Digital Secara umum blok diagram pesawat penerima televisi digital melalui satelit dapt digambarakan sebagai berikut : LNB
Synchronizer Viterbi Decoder Reed SolomonDecoder
QPSK Modulator
MPEG Data Stream Multiplexed
MPEG Transport Demultiplexer
MPEG Decoder
Control Processor
Conditional Acces System
Digital Audio
Digital VIdeo
Stereo Audio DAC
Video Encoder
Analog audio
Composite Video PAL/SECAM/NTSC RGB out
RS 232
Smart Card
Gambar 7. Diagram blok penerima siaran satelit digital.
QPSK Demodulator (Quartenary Phase Shift Keying Demodulator) merubah sinyal analog dari LNB (pada frekuensi L-band) ke sinyal digital dengan demodulasi QPSK. Pada PSK laju data lebih banyak dilihat menggunakan Symbol Rate (SR) dari
pada Bit Rate. Pada modulasi QPSK nilai bit rate merupakan dua kali dari symbol rate. Sebagai contoh SR 20 MS/s (20 mega-symbols) setara dengan 40 Mb/s (40 mega-bits bits per second). Untuk mengurangi kesalahan pengiriman pemancar dalam hal ini fasilitas uplink mengimplementasikan FEC (Forward Error Correction) dengan menggunakan dua bentuk koreksi kesalahan yaitu kode konvolusional dengan algoritma Viterbi dan kode Reed Solomon. Sehingga pada penerima perlu dilakukan proses pengambilan kembali informasi sebelum di tambahkan bit-bit pengoreksi kesalahan. Setelah melalui proses FEC didapatkan aliran data dalam format MPEG. Aliran data ini dapat terdiri dari beberapa program yang dimultiplex, maka untuk mendapatkan program yang dikehendaki perlu dilakukan proses demultiplex, proses pemilihan program diatur oleh pengguna melalui blok Control Processor. Selanjutnya aliran data terpilih yang masih dalam format MPEG diumpankan ke rangkaian MPEG dekoder untuk mendapatkan sinyal informasi yang dapat berupa sinyal video sinyal audio digital. Agar informasi dapat dinikmati pengguna maka proses konversi ke sinyal analog dilakukan. Keluaran sinyal video analog berupa sinyal video komposit atau RGB dan audio analog, selanjutnya akan dipakai oleh perangkat peraga (layar monitor dan speaker) agar dapat dinikmati oleh pengguna. Pada kondisi khusus, siaran yang hanya dapat diakses oleh pengguna yang telah memiliki otorasi. Pada penerima yang mendukung untuk CAS (Conditional Acces System) terdapat blok descrambling. Bentuk otorasi penerima dapat berupa kode akses yang perlu diinputkan ke penerima agar proses descrambling berhasil.
III. Tandberg Professional Receivers dan Decoder TT1260 3.1 Fitur Receivers dan Decoder TT1260 Sebagai receiver yang digunakan secara profesional Receiver TANDBERG TT1260 dilengkapi dengan beberapa fitur yang menunjang fungsionalitas dan kualitas sebagai penerima siaran televisi satelit. Beberapa fitur yang disediakan oleh Receiver TANDBERG TT1260 antara lain adalah: Beberapa fitur yang disediakan oleh TANDBERG TT1260 antara lain adalah: a) Panel kontrol dan penunjuk di bagian depan : Dua layar dot matrix LCD x 40 karakter yang terpisah secara vertical dengan tombol Up, Down, Left, Right, Edit, Save untuk menyediakan informasi dan memilih masukan. LED yang menunjukkan kondisi terkunci dan kondisi alarm. b) Pilihan layanan Dipilih dari daftar menu layanan yang tersedia Tersedia sampai 40 pilihan preselected yang dapat disimpan c) Banyak masukan (penerima satelit) Penerima satelit L-band mempunyai 2 masukan (baik QPSK maupun 8PSK, dan 16QAM). d) Masukan COFDM (penerima terestrial) e) Video decoding 4 : 2 : 0 yang mendukung resolusi video hingga 720 piksel x 576 active lines (25 frame/s) atau 720 piksel x 480 active lines (30 frame/s) 4 : 2 : 2 yang mendukung resolusi video hingga 720 piksel x 608 active lines (25 frame/s) atau 720 piksel x 512 active lines (30 frame/s) Mendukung keluaran video PAL-I, B, G, D, PAL-N, PAL-
M dan NTSC-M melalui dua konektor BNC 75 Ω. f) Audio decoding Frekuensi cuplik 32; 44,1; 48 kHz Mampu men-decode MPEG audio Mampu men-decode Dolby Digital AC-3 audio Mampu menerima data audio dalam bentuk linear PCM digital g) Data Data kecepatan rendah : RS-232 tak serempak (hingga 38,4 kbps) Data kecepatan tinggi : RS-422 serempak (hingga 2,048 Mbps) (option) h) Keluaran transport stream Keluaran ASI transport stream dengan kecepatan data maksimum 160 Mbps
Menyediakan waktu lokal dan lainnya Secara terus-menerus diperbaharui ketika sistem dikunci ke suatu transport stream yang sah m) Transport stream demultiplexing Kemampuan maksimal adalah 160 Mbit/s, bergantung pada CA yang digunakan dan masukan. n) Video decoding Kemampuan maksimum untuk video demultiplexing 50 Mbit/s o) Audio Salah satu maupun kedua pasangan stereo yang dipilih oleh receiver dapat disalurkan keluar melalui keluaran video SDI. 3.2
i)
Conditonal access/scrambling Remote Authorisation System (RAS) version I EBU Basic Interoperable Scrambling System (BISS) Mode-1 dan Mode-E VideoGuard Director TANDBERG Television Signal Protection DVB Common Interface j) Sistem TANDBERG Director Kendali jarak jauh dapat dilakukan apabila TT1260 digunakan sebagai bagian dari suatu sistem TANDBERG Director (over-air software downloading, re-start, tuning dan retuning) k) Remote control RS-232 atau RS-485 NCP lewat VideoGuard Director Saat remote control dalam kondisi aktif maka panel kendali di bagian depan akan dinonaktifkan tetapi informasinya masih dapat dilihat l) Jam dan tanggal
I/O Interface pada Receiver TANDBERG TT1220 Semua koneksi sinyal ke perangkat TANDBERG TT1260 terletak di panel bagian belakang. Ilustrasi konektor-konektor untuk koneksi sinyal beserta penempatannya dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8 Port koneksi pada panel bagian belakang
3.2.1
L Band Input (QPSK) L-band input digunakan menerima sinyal L-band dari selain itu juga memberikan tegangan yang dibutuhkan Gambar konektor L-band ditunjukan pada Gambar 9.
untuk LNB, suplai LNB. input
Gambar 9. Konektor L Band Input (QPSK)
3.2.2
Output Video Analog Konektor output video analog bertipe soket BNC, soket ini akan menyediakan standar definisi output
video komposit. Standar keluaran diatur menggunakan Video Menu #3.1. Berikut ilustrasi soket BNC.
Gambar 10. Konektor Output Video Analog
3.2.3
Output Audio Sepasang konektor tipe D 9-way male menyediakan 2 saluran stereo. Tiap konektor membawa suatu saluran tunggal atas pasangan stereo baik dalam bentuk analog maupun digital. Keluarannya dapat divariasi menurut layanan dan susunan alat. Kendali audio dilakukan melalui Service Menu (#3). Berikut ini bentuk dari konektor audio.
Gambar 11. Konektor Output Audio.
3.3
Sistem Pengoperasian Receiver TANDBERG TT1260 didesain untuk operasi yang flexibel. Ada 3 mode kontrol pengoperasian perangkat ini, yaitu lokal (melalui front panel), remote (menggunakan port RS232/RS-485) dan Tandberg Director NCP. 3.3.1 Pengoperasian secara lokal Pengoperasian IRD melalui front panel dilakukan dengan 2 cara yaitu mode Navigate dan mode Edit.
Gambar 12. Front panel states
1. Mode Navigate Hubungkan sinyal masukan dan sumber daya AC ke TT1260 kemudian nyalakan. Setelah inisialisasi dalam periode singkat maka TT1260 akan menyala dalam mode Navigate. Mode Navigate mengijinkan user untuk menggeser antara menu dan halaman di dalam menu (mengedit area display sisi kiri). Nyala LED pada tombol menunjukkan tombol yang yang dapat ditekan saat proses yang sedang berlangsung. 2. Mode Edit Mode Edit akan mengedit tampilan di sisi kanan dan mengijikan user untuk mengubah parameterparameter yang digunakan. Untuk memasuki mode Edit, pengguna hanya perlu menekan tombol EDIT saat suatu halaman mengandung parameter kendali yang dapat di-edit. Front panel akan kembali lagi ke mode Navigate saat tombol EDIT ditekan lagi atau saat tombol SAVE ditekan. Maksimum periode idle adalah 5 menit saat mode Edit akan mengalami time out dan kembali ke mode Navigate. a. Mengatur input QPSK Pada perangkat yang dipasang pada stasiun relay TRANS7 Semarang pilihan input yang dipilih adalah QPSK. Pemilihan ini disesuaikan dengan sistem sinyal yang dikirim dari studio pusat yaitu sinyal QPSK yang dipantulkan oleh satelit. Ketika QPSK Input interface digunakan maka, Input Menu
mengijinkan pengguna untuk mengedit QPSK parameter.
3.3.2 Pengoperasian secara Remote Receiver TANDBERG TT1260 dapat dioperasikan secara remote melalui beberapa cara : a. Metode kendali RS o Aplikasi 3rd-party menggunakan RS-232 control protocol. o Alteia (NDS) Remote Control Protocol, RS232 / RS-485 b. Metode kendali Over the Air (OAC) o TANDBERG Director Sekali mode kendali remote dilakukan maka, front panel akan dinonaktifkan hingga mode remote dimatikan. 3.4 Parameter receiver pada Stasiun Relay Trans7 Stasiun pemancar TRANS7 Semarang merupakan stasiun relay siaran yang terpusat di Jakarta. Siaran dikirim melalui satelit TELKOM I dan diterima kembali oleh stasiun-stasiun didaerah melalui satelit receiver dengan parameter : Polarisasi : Horizontal Symbol Rate :60.000 Msym/s FEC code rate : ¾ Frekuensi Downlink : 3989 MHz Modulasi : QPSK IV. 4.1
PENUTUP
Kesimpulan Dalam uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dan kerja praktek yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan satelit sangat efektif untuk mendapatkan jangkauan yang jauh dan luas dalam pemancaran sinyal TV dari studio pusat. 2. Kualitas transmisi dalam sistem komunikasi satelit ditentukan oleh
3.
4.
5.
6.
4.2
parameter-parameter utama antara lain EIRP (daya isotropis efektif), C/N (carrier-to-noise ratio), Eb/No (energi-bit-per-noise), FEC (Forward Error Correction). Selain pengaruh parameterparameter pada komunikasi satelit, kualitas penerimaan Receiver TANDBERG TT1260 sangat tergantung pada kualitas antena penerima dan penguat derau rendah (LNB). Cuaca yang buruk semisal hujan atau terjadinya petir sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas penerimaan siaran dari studio pusat oleh receiver. Kerusakan perangkat (receiver), pada umumnya terjadi karena arus lebih akibat sambaran petir pada LNB atau pada saluran suplai daya. Ketepatan posisi antena serta tinggi LNB sangat mempengaruhi kualitas penerimaan sinyal terutama Eb/No.
Saran Dari penusunan laporan kerja praktek yang telah dilakukan, maka penulis ingin memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Diperlukan adanya saklar otomatis antara receiver utama dan receiver backup, sehingga jika terjadi kerusakan pada receiver utama maka receiver backup akan segera aktif menggantikan receiver utama tanpa pemindahan secara manual oleh operator. 2. Diperlukan adanya peninjauan arah antena (pointing) parabola secara berkala untuk memperbaiki level sinyal penerimaan receiver. 3. Diperlukan perbaikan sistem penangkal petir (grounding & arrester) pada stasiun relay Trans TV Semarang karena pada umumnya kerusakan perangkat terutama receiver dikarenakan arus lebih akibat sambaran petir yang tidak dapat ditanggulangi oleh sistem grounding yang terpasang.
DAFTAR PUSTAKA [1]. Bennet, W.R. “Introduction to Signal Transmission”. New York, NY; Mc STA. Graw-Hill.1970. [2]. B.S, Lilik Eko dan Angga L.H. “Dasar Teknik Pemancar TV”. Workshop Departemen Transmisi Tahun 2007. Jakarta 13-16 Desember 2007. [3]. Freeman, Roger L, “Telecommunication System Engineering”, John Willey & Sons, Inc, 1998. [4]. Pakpahan, Sahat, Sistem Televisi dan Video, Edisi kelima, Jakarta, Erlangga. 1991. [5]. Setyawan, Budi. “Sistem Komunikasi Satelit”. Workshop Transmisi. Jakarta. 13-16 Desember 2007. [6]. ………., “INSTRUCTION MANUAL TT1260 Standard Definition Professional Receiver/Decoder”, 2002. BIODATA Biodata Penulis Surya Purba Wijaya lahir di Semarang pada tanggal 6 Mei 1988. Penulis memulai studinya di TK Santo Yusup melanjutkan studinya di SD Santo Yusup. Setlah lulus dengan nilai memuaskan, penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di SLTP N 2 Semarang dan berlanjut di SMA N 3 Semarang. Penulis pun lulus dari SMU N 3 Semarang tahun 2006. Kini, penulis sedang melanjutkan studi di Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Semarang, April 2010 Mengetahui, Dosen Pembimbing
Yuli Christiyono, ST, MT NIP. 196807111997021001