BAB III PERENCANAN STASIUN RELAY SIARAN TELEVISI SWASTA NASIONAL (TRANSTV) UNTUK COVERAGE AREA PALEMBANG DAN SEKITARNYA
3.1 Penentuan Lokasi Stasiun Pemancar Penentuan lokasi stasiun pemancar televisi merupakan langkah awal yang sangat penting dalam merencanakan pembangunan stasiun tersebut. Penentuan lokasi terkait dengan masalah daerah layanan yang akan dilayani dan juga efisiensi anggaran, baik anggaran pembangunan maupun operasional kedepannya. Peta diperlukan untuk melihat keadaan permukaan disekitar daerah layanan. Bukit-bukit atau daerah dataran tinggi merupakan target dari pilihan tempat dibangunnya stasiun pemancar. Hal tersebut dikarenakan arah pancaran sinyal dari stasiun pemancar akan mempunyai sifat yang LOS dengan daerah layanan (daerah penerimaan) dan juga memiliki zona Fresnell yang maksimal.
Gambar 3.1 Peta wilayah Palembang dan sekitarnya
40
Namun, dikarenakan wilayah Palembang dan sekitarnya, secara geografis adalah dataran rendah dan rata, maka faktor ketinggian tidak menjadi hal yang utama lagi. Setelah melihat peta, penentuan lokasi didasarkan pada beberapa pertimbangan , yaitu : 1. Efisiensi penggunaan antena panel pada pemancar; hal ini ditujukan agar antena panel yang dipergunakan tidak terlalu berlebih sehingga anggaran pembangunan stasiun pemancar dapat dihemat. Antena pemancar televisi UHF merupakan antena directional, jika ingin mendapatkan pola radiasi omnidirectional maka antena panel harus ditempatkan pada 4 (empat) posisi yaitu utara, selatan, barat, dan timur dengan perbedaan sudut pengarahan 90o. 2. Izin Pemerintah Daerah setempat; hal ini ditujukan untuk mengetahui fungsi dari lokasi dataran yang dipilih. Dataran yang dipilih bisa saja diperuntukkan sebagai daerah konservasi alam sehingga tidak bisa dibangun untuk stasiun pemancar, atau dataran tersebut bebas untuk dapat didirikan stasiun pemancar. 3. Kemudahan akses transportasi; hal ini ditujukan untuk penghematan anggaran operasional kedepan dan juga kemudahan bagi operator pemancar. Pertimbangan ini merupakan pertimbangan yang dilakukan jika mempunyai beberapa pilihan lokasi yang memenuhi persyaratan ketiga hal yang telah disebut diatas. 4. Lokasi stasiun pemancar yang sudah ada dan telah menjadi acuan arah untuk antena penerima; penentuan lokasi stasiun pemancar lebih mudah jika pada wilayah tersebut sudah terdapat stasiun pemancar dari televisi lain. Area lokasi yang dijadikan pilihan untuk dibangun stasiun pemancar adalah berada disekitar area stasiun pemancar yang sudah ada. Hal ini dikarenakan masalah pengarahan antena pada penerima. Jika lokasi stasiun pemancar yang akan dibangun terpisah jauh dari stasiun yang sudah ada dan tidak dalam satu arah dengan arah antena penerima penonton televisi, maka penerimaan sinyal pada penerima tidak baik.
41
Lokasi yang dipilih dalam tulisan ini untuk perancangan stasiun pemancar adalah berada pada area tengah kota Palembang, tepatnya di Kelurahan Sungai Pangeran, Kecamatan Ilir Timur dengan koordinat 02o58’043” dan 104o44’058” dengan ketinggian 25 m di atas permukaan laut. Pada area tersebut telah terdapat beberapa stasiun pemancar televisi yang telah dijadikan acuan pemirsa televisi sebagai arah untuk antena penerima. Lokasi tersebut memenuhi semua pertimbangan yang telah disebutkan diatas. Dengan melihat peta, pengarahan antena pemancar pada area tersebut dapat ditempatkan pada empat arah mata angin untuk mencakupi daerah layanan yang diinginkan, yaitu timur laut, tenggara, barat daya dan barat laut dengan perbedaan sudut 90o. Hal ini diperlukan karena kepadatan populasi pada ke empat arah tersebut dapat dikatakan tidak jauh berbeda, sehingga target jangkauan pemirsa mencapai maksimal.
3.2 Penentuan Frekuensi Kerja Pemancar dengan Melakukan Frequency
Clearance ( Pengukuran Kuat Medan ) Untuk memilih frekuensi kerja yang akan dioperasikan pada sistem stasiun pemancar televisi, terlebih dahulu dilakukan frequency clearance. Kegiatan ini dilakukan oleh Dirjen Postel (Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi) bersamasama dengan perusahaan yang akan membangun stasiun pemancar, dalam hal ini TransTV, untuk mengetahui frekuensi yang belum terpakai sehingga dapat dipergunakan sebagai frekuensi kerja pada stasiun pemancar yang akan dibangun. Dirjen Postel, dalam penyelenggaraan stasiun pemancar televisi, merupakan lembaga negara yang berfungsi sebagai pengatur dan pengawas penggunaan frekuensi untuk siaran televisi di Indonesia. Frequency clearance adalah kegiatan pengukuran kuat medan sinyal gelombang elektronika yang dipancarkan oleh suatu pemancar dengan menggunakan alat ukur yang biasa disebut fieldstrength meter. Pengukuran tersebut dilakukan pada frekuensi yang telah dialokasikan untuk wilayah Palembang dan sekitarnya. Antena yang dipergunakan sebagai penerima adalah antena dipole yang dikoneksikan dengan fieldstrength meter yang telah diset sedemikian rupa oleh pabrik pembuatnya
42
sehingga tidak menghasilkan penguatan. Data hasil frequency clearance dapat dilihat pada lampiran. Saluran frekuensi televisi pita UHF yang dialokasikan untuk wilayah Palembang oleh DirJen Postel adalah pada saluran 22 – 42, dengan kuat medan penerimaan yang mengacu pada standar ITU yaitu lebih besar atau sama dengan 65 dB(µV/m) untuk pita IV atau 70 dB(µV/m) untuk pita V. Setelah dilakukan pengukuran terlihat bahwa saluran frekuensi yang masih kosong terdapat pada saluran 22, 26, 30, 36, 38, 40 dan 42. Dalam perencanaan ini dipergunakan saluran 30 dikarenakan berdasarkan informasi dari Dirjen Postel bahwa hak pemakaian saluran yang lain telah diproses perizinannya oleh stasiun televisi lain. Saluran 30 yang beroperasi pada frekuensi kerja 543,25 MHz adalah saluran yang tergolong pada pita IV sehingga kuat medan pada penerima terjauh adalah lebih besar atau sama dengan 65 dB(µV/m). Pada kegiatan frequency clearance juga dipergunakan GPS, sebagai pencatat titik koordinat lokasi yang diukur dan juga titik koordinat lokasi stasiun pemancar. Dengan penggunaan GPS juga dapat diketahui jarak antara stasiun pemancar dengan titik lokasi penerima. Adapun titik-titik koordinat lokasi dan juga jarak antara titiktitik lokasi pengukuran dengan stasiun pemancar dapat dilihat pada lampiran.
3.3 Penentuan Kekuatan Daya Pancar Pertimbangan besarnya daya pancar terkait dengan jarak jangkauan daerah layanan yang akan dicakupi. Berdasarkan atas Surat Ketentuan Teknis Penggunaan Saluran Frekuensi UHF untuk Televisi Siaran dari Dirjen POSTEL dapat ditentukan jarak titik terjauh antara stasiun pemancar dengan penerima. Titik terjauh yang ditentukan menjadi service area adalah Kota Prabumulih dengan jarak sekitar 112,5 Km (LOS) dari lokasi stasiun pemancar. Dengan berdasarkan pada nilai minimum kuat medan yang baik menurut standar ITU yang adalah 70 dB(µV/m), maka dapat dihitung : •
Intensitas Medan 70 dB(µV/m) = 20 log Eo Log Eo
= 3,5 dB(µV/m)
43
= 3162,2776 µV/m = 3162,2776.10-6 V/m
Eo •
Kerapatan Daya P
= Eo2 / Z
P
= 10.10-6 / 0,377.103 = 26,5.10-9 W/m2
•
Daya Pancar P
= Pt / 4πd2
Pt
= 26,5.10-9 . 4 . 3,14 .( 112500 )2 = 4212,506 watt = 4,212 Kwatt
Pilihan daya pemancar yang ada dipasaran besarnya adalah tertentu, mulai dari 500 W, 1 KW, 2 KW, 5 KW, 10 KW, 15 KW sampai 120 KW. Dengan mempertimbangkan : 1. Faktor redaman yang akan terjadi yang dikarenakan sifat daripada RF, terutama bila melalui hutan, yang kita ketahui tanaman merupakan peredam sinyal RF yang patut diperhitungkan, dan juga redaman akibat saluran transmisi (kabel, konektor, dan redaman akibat daya pantul) 2. Sistem Cadangan atau Redundant bila suatu saat terjadi ketidak optimalan daya akibat kerusakan atau masa kerja. 3. Target marketing atau pangsa pasar untuk daya jual slot iklan. Maka diputuskan oleh pengambil kebijakan di perusahaan, daya pemancar yang digunakan adalah pemancar berdaya 15 KW.
3.4 Antena Pemancar TV UHF Jenis antena yang dipergunakan untuk pemancar televisi UHF adalah antenna panel. Antena panel merupakan antena dipole setengah gelombang yang disusun secara paralel sebanyak 4 (empat) baris dengan susunan horisontal. Dibagian belakang susunan antena dipole tersebut terdapat reflektor yang dipergunakan untuk membentuk keterarahan (directivity) dari pola radiasi antena. Dipole-dipole tersebut terbuat dari lempengan plat aluminium.
44
Polarisasi antena yang dipilih adalah polarisasi horisontal, dikarenakan sistem polarisasi yang telah diterapkan di Indonesia adalah polarisasi horizontal dan juga antena-antena penerima pemirsa televisi sudah dipasang dalam keadaan penerimaan gelombang dengan polarisasi horisontal. Penguatan total dari antena pemancar tergantung dari jumlah panelnya, semakin banyak jumlah panel yang dipergunakan maka semakin besar penguatannya. Pada praktisnya penguatan maksimum total keseluruhan dari susunan antena panel adalah berkisar antara 15 dB sampai dengan 17 dB untuk pemancar dengan daya pancar dari 5 KW sampai dengan 120 KW. Pertimbangan jumlah panel yang dipergunakan untuk susunan antenna pemancar terkait dengan daya masukan yang akan dipancarkan dari pemancar. Daya masukan maksimum yang dapat dipancarkan oleh antena dalam satu panel adalah 2,5 KW seperti terlihat dalam lampiran. Pada praktisnya, dalam satu panel hanya diberikan daya masukan sebesar 1/4 (seperempat) sampai dengan 1/8 (seperdelapan) kali daya maksimumnya. Hal tersebut untuk menjaga kestabilan karakteristik dari bahan konduktor antena. Seperti diketahui bahwa sinyal yang berada di plat antena selain diubah menjadi radiasi gelombang elektronika tetapi juga menghasilkan panas pada plat antena tersebut. Semakin besar daya masukan maka semakin meningkat suhu pada plat, sehingga dapat merubah karaktersitik plat antena. Jika daya masukannya 15 KW maka jumlah panel yang dipergunakan adalah : 1. Dengan anggaran maksimum 1/8 x 2500 = 312,5 W Jumlah panel yang diperlukan adalah = 15000 / 312,5 = 48 buah 2. Dengan anggaran yang minim 1/4 x 2500 = 625 W Jumlah panel yang diperlukan adalah = 15000 / 625 = 24 buah
Pada perancangan ini dipergunakan jumlah panel dengan anggaran yang minim. Dengan pengarahan antena pada empat arah yaitu pada arah timur laut, tenggara, barat daya dan barat laut dengan perbedaan sudut 90o, maka masing-masing arah
45
terdiri dari 6 (enam) buah antenna yang disusun secara vertikal. Susunan dari panelpanel antena tersebut dapat dilihat pada lampiran. Dengan daya pancar 15 Kwatt dan penguatan antena dari data teknis, maka Pr (EIRP pada penerima) dapat dihitung: Lf
Pt
=
32,5 + 20 log f + 20 log d
=
32,5 + 20 log 543,25 + 20 log 112,5
=
32,5 + 54,699 + 41,02
=
128,219 dB
=
15000 W
=
10 log 15000 W
=
41,760 dBW
Dengan data redaman saluran transmisi dari data teknis antena adalah 1,56 dB dan penguatan antena adalah 13,56 dB maka : Pr
=
Pt + Gtx – Ltx – Lf + Grx – Lrx
=
41,760 + 13,56 – 1,56 – 128,219 + 0 – 0
=
- 74,459 dBW
=
- 44,459 dBm
3.5 Pola Radiasi Antena untuk Cakupan Daerah Layanan Setelah melihat peta dan ditentukannya area lokasi untuk stasiun pemancar maka dapat ditentukan pola radiasi atau daerah pancaran gelombang sinyal yang dipancarkan oleh antena pemancar. Telah disebutkan sebelumnya bahwa pola radiasi antena panel adalah directional, maka antena panel disusun pada 4 (dua) arah dengan pola radiasi seperti terlihat pada Gambar 3.2 dan penempatan arah antena panel dapat dilihat pada Gambar 3.3. Titik pusat lingkaran adalah lokasi antena pemancar, arah utara berada pada 0o, timur berada pada 90o, selatan berada pada 180o, dan barat berada pada 270o. Antena pemancar dibagi menjadi 4 (empat) arah, yaitu diarahkan pada 45o, 135o, 225o dan 315o dari arah utara. Jangkauan maksimal dari radiasi adalah ketika intensitas medan sama dengan intensitas medan maksimum (E = Emaksimum).
46
Jika gambar pola radiasi tersebut digambarkan diatas peta maka wilayah Palembang dan kota – kota sekitarnya dapat tercakupi radiasi gelombang yang dipancarkan oleh antena pemancar yang berada didaerah tengah Kota Palembang.
Gambar 3.2 Pola Radiasi Antena untuk cakupan Palembang dan sekitarnya.
47
FACE ‘A’ P=1 Ø=0O 45OT 6 PANELS
FACE ‘D’ P=1 Ø=0O 315OT 6 PANELS
FACE ‘B’ P=1 Ø=0O 135OT 6 PANELS
FACE ‘C’ P=1 Ø=0O 225OT 6 PANELS
Gambar 3.3 Penempatan Arah Antena
3.6 Penentuan Ketinggian Menara Setelah melakukan survey dan berdasarkan atas surat resmi dari Ditjen POSTEL maka didapatkan data-data mengenai ketinggian dan jarak titik lokasi pemancar dengan penerima. Dari data tersebut terlihat titik terjauh adalah Kota Prabumulih, yaitu 112,5 Km dari titik lokasi pemancar dengan ketinggian 40 meter diatas permukaan laut (mdpl), dan ketinggian lokasi pemancar adalah 20 meter diatas
48
permukaan laut (mdpl). Terlihat pada peta bahwa tidak ada halangan yang tinggi berupa bukit ataupun gunung antara pemancar dan penerima di Prabumulih. Dengan asumsi bahwa efek kelengkungan bumi yang tertinggi, yang merupakan penghalang, adalah berada ditengah-tengah jarak antara pemancar dan titik penerima terjauh maka dapat dihitung high clearance dari Zona Fresnell sebagai berikut : • Kelengkungan bumi
• Zona Fresnell
• High Clearance Hc
= 0,6 R1 = 0,6 . 124,478 = 74,687 m
49
Dari perhitungan diatas dan data dari hasil survey dimana ketinggian permukaan bumi didaerah antara lokasi pemancar dan Prabumulih, yaitu Indralaya adalah 20 meter diatas permukaan laut, maka ketinggian halangannya adalah : Tinggi permukaan Penghalang
= Ec (k) + Tinggi kota Inderalaya (tinggi P1) = 185,097 + 20 = 205,097 m
Total Penghalang
= Tinggi Halangan + Hc (C) = 205,097 + 74,687 = 279,784 m
Gambar 3.4 Skema Penghitungan Ketinggian Antenna
Dimana: Ta1 = tinggi antena stasiun pemancar (m) Ta2 = tinggi antena penerima (m) = 0 m Ap1 = altitude stasiun pemancar (m) = 20 m Ap2 = altitude stasiun penerima (m) = 40 m C = clearance (m) P1 = tinggi penghalang (m) k = Ec = faktor kelengkungan bumi d1 = jarak penghalang ke pemancar (m) d2 = jarak penghalang ke penerima (m)
50
Ketinggian antena pemancar : Ta1
=
Tinggi Total Penghalang – Ap1 – Ap2
=
279,784 – 20 – 40
=
219,784 m
Jadi ketinggian antena pemancar yang diperlukan adalah berada pada 219,784 meter diatas permukaan laut. Akan tetapi walaupun ketinggian antena pemancar yang diperlukan adalah 219,784 meter, namun dalam aplikasinya terkendala oleh batasan tinggi bangunan menara yang diperbolehkan pihak Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah kota Palembang. Dikarenakan lokasi menara akan dibangun di tengah kota yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dan bangunan penting lainnya. Pertimbangan-pertimbangan lain untuk menentukan ketinggian menara antena pemancar adalah sebagai berikut : 1. Besarnya daya pancar; hal ini ditujukan untuk pertimbangan radiasi gelombang elektromagnetik pada lokasi stasiun pemancar. 2. Berat antena panel yang dipergunakan; semakin banyak jumlah panel yang dipergunakan maka semakin berat sistem antenanya. 3. Tinggi rata-rata halangan yang berada pada lokasi stasiun pemancar dan kelengkungan bumi; hal ini untuk mendapat LOS (Zona Fresnell) yang baik terhadap daerah penerima. 4. Biaya pendirian menara. Menara yang dirancang dan diproduksi oleh kontraktor-kontraktor menara antena televisi pada praktisnya adalah tertentu tingginya, mulai dari 60 meter, 100 meter, 150 meter, 200 meter, 250 meter sampai 300 meter. Dalam perancangan ini dipilih menara dengan ketinggian maksimal yang diperbolehkan pihak Pemerindah Daerah yakni 100 meter. Dengan ketinggian menara 100 meter didapatkan LOS yang baik, lebih tinggi dari bangunan yang berada disekitar lokasi stasiun pemancar yang merupakan salah satu faktor peredam/penghalang sinyal. Ketinggian tersebut juga dapat menghasilkan Zona Fresnell yang baik, dapat mengatasi halangan dataran kecil yang tinggi yang berada pada daerah layanan. Dengan daya pancar yang cukup besar
51
yaitu 15 Kwatt maka pada ketinggian ini radiasi diperkirakan yang sampai pada dasar menara tidak cukup berbahaya bagi operator dan masyarakat sekitar stasiun relay. Semakin tinggi menara maka semakin lebar pondasi dari menara tersebut, sehingga semakin kuat dan kokoh. Struktur menara yang kuat sangat diperlukan, terlebih lagi jumlah antena yang dipergunakan pada stasiun pemancar ini relative banyak, 24 (dua puluh empat) buah, dengan berat sekitar 750 Kg (data berat antenna terlihat pada lampiran).
3.7 Panjang Kabel Feeder Setelah ketinggian antena ditetapkan, maka dapat diperkirakan panjang dari kabel feeder. Jika ketinggian menara adalah 100 meter maka panjang kabel feeder lebih dari 100 meter, hal tersebut dikarenakan perangkat pemancar dengan dasar menara antena mempunyai jarak sekitar 20 sampai 25 meter. Panjang kabel feeder yang ditetapkan adalah 140 meter yang akan dipotong sesuai dengan frekuensi kerja (n½λ ). Feeder yang dipilih merupakan kabel koaksial 50 ohm yang harus dapat bekerja pada gelombang radio dengan daya lebih dari 15 KW. Oleh karena itu, diameter feeder yang dipergunakan adalah sebesar 3-1/8 inchi dengan kemampuan mempropagasikan gelombang radio dengan daya sampai 2 x 15 KW.
3.8 Penempatan dan Pengarahan Antena Parabola Untuk menjaga kualitas sinyal yang dikirim dari satelit maka masalah penempatan lokasi parabola perlu diperhatikan. Hal yang pertama kali perlu diketahui adalah pengarahan antena parabola, baru kemudian ditentukan lokasi untuk penempatan parabola tersebut. Dalam pengarahan antena parabola diperlukan data titik koordinat lokasi dari stasiun pemancar. Aplikasi perangkat lunak untuk pengarahan antenna parabola terdapat online di internet dan bebas untuk diaplikasikan. Dalam hal ini, aplikasi perangkat lunak yang dipergunakan salah satu fitur dari www.satbeams.com (website tentang satelit). Dengan memasukkan data koordinat lokasi tempat antena parabola
52
akan ditempatkan dan dengan memasukkan data transponder yang dipergunakan, setelah dieksekusi, akan muncul jawaban untuk pengarahan parabola mengenai sudut elevasi, polarisasi, dan sudut azimuth serta besarnya EIRP dan rekomendasi besaran parabola yang bisa digunakan untuk antena parabola tersebut. Hasil eksekusi pada perangkat lunak untuk pengarahan antena parabola dapat dilihat pada lampiran. Setelah didapatkan data pengarahan antena parabola, dapat dilihat kecenderungan arah dari piringan antena parabola. Antena parabola ditempatkan daerah dengan garis LOS-nya tidak terhalang oleh pepohonan sekitar lokasi dan menara atau bangunan dari stasiun pemancar itu sendiri. Karena hal-hal tersebut dapat menjadi faktor hambatan atau redaman sinyal satelit. Transponder yang dipergunakan untuk sistem distribusi sinyal dari pusat ke stasiun daerah mempergunakan transponder satelit Telkom1 dengan polarisasi horisontal. Dasar pertimbangan besarnya diameter antena parabola adalah dari ketersedian lahan, penguatan antena dan anggaran. Untuk penguatan antena, semakin besar diameter antena maka semakin besar penguatan. Pada perancangan ini dipergunakan antena parabola dengan diameter 4,23 meter karena dengan antena tersebut Eb/No yang dihasilkan cukup baik, yaitu sekitar 6 dB, diatas 5 dB dengan nilai batas maskimum 7 dB. Tabel 3.1 Data Pengarahan Antena Parabola
53
Gambar 3.5 Profil Posisi Satelit dan Keterarahan Antena Parabola dari Lokasi
3.9 Konfigurasi Stasiun Pemancar Konfigurasi stasiun relay siaran televisi swasta nasional dapat dilihat pada Gambar 3.6. Komponen-komponen utama pada stasiun pemancar relay televise adalah antena parabola
untuk
menerima
distribusi
sinyal,
decoder/receiver
satelit
yang
menerjemahkan sinyal distribusi satelit, perangkat pemancar yang bagian dalamnya terdapat blok-blok diagram yang terpisah, dan kemudian antenna pemancar. Satellite Receiver
Exciter I Nicam Encoder
Exciter Amp I Exciter Switch
Satellite Receiver
Exciter II Nicam Encoder
Exciter Amp II
TRPA Video 15kW
Antenna Splitter
RF Switch 3 Port U-Link
Video/Audio Combiner
6 Port U-Link TRPA Audio 3 kW 25 kW Dummy Load
Gambar 3.6 Konfigurasi Stasiun Relay
Keterangan : • Antenna Parabola : Menerima sinyal dari satelit Satellite Receiver
•
: Unit pengolah sinyal dari satelit
menjadi sinyal AV.
54
• Nicam Encoder
: Unit pengolah dan teknik pengkodean sinyal audio,
• Exciter
: Unit Pengolah dan pemodulasi sinyal AV.
• Exciter Amplifier : Unit penguat sinyal keluaran Exciter. • Exciter Switch
: Unit pemilih otomatis antara exciter 1 atau exciter 2.
• TRPA Video
: Unit penguat akhir sinyal Video.
• TRPA Audio
: Unit Penguat akhir sinyal Audio.
• Video/Audio Combiner
: Unit Penggabung sinyal audio dengan video.
• RF Switch
: Unit pemilih antara System Load dan antena
• Dummy Load
: Beban yang dapat menerima sinyal dari pemancar
• Antenna Splitter
: Unit pembagi beban/daya ke antena
3.10 Sistem Komunikasi Satelit Sistem komunikasi satelit
yang
dipilih
oleh
TRANS
TV
untuk
mendistribusikan siarannya adalah sistem DVB-S (Digital Video Broadcast-Satellite) yang digunakan di Indonesia, wilayah Asia dan Eropa. DVB-S adalah metoda penyiaran televisi dalam bentuk digital, di mana sinyal video dan audio diolah menjadi bentuk digital lalu dimodulasi menggunakan sistem modulasi digital.
3.10.1 Uplink Station
55
Stasiun uplink berfungsi untuk memancarkan sinyal televisi ke satelit dalam format yang sesuai dengan ketentuan. Pada Stasiun uplink TRANS TV, sinyal video dan audio yang telah diolah di MCR (Master Control Room) diinputkan ke Frame Synchronize untuk menyelaraskan video dan audio. Sinyal tersebut kemudian diolah menjadi bentuk digital dalam format MPEG-2 (Motion Pictures Experts Group) oleh MPEG-2 encoder. Selanjutnya sinyal digital tersebut dimodulasi QPSK oleh unit modulator pada tingkat IF 70 MHz. Sinyal termodulasi itu kemudian dinaikkan frekuensinya oleh Up converter pada daerah frekuensi uplink C-Band (5925 – 6425 MHz). Level sinyal ini lalu dikuatkan pada HPA (High Power Amplifier) dan diteruskan pada horn antena parabola untuk dipancarkan ke satelit. Konfigurasi uplink dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Konfigurasi Uplink Station TRANS TV Jakarta
Uplink Station TRANS TV dibangun di Stasiun Pusat Jakarta Jl. Kapt. Tendean, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada koordinat : 6°12’32” LS dan 106°3’75” BT. Adapun spesifikasi teknis pada perangkat uplink TRANS TV adalah sebagai berikut : •
Antena
: Prime Focus, 12 Ft Azimuth : 17,3° , Elevasi : 82,34°
•
Modulator
: COMTECH, QPSK, IF Out 70 MHz
•
Encoder
: Pyxis BARCO Net, MPEG-2
•
HPA
: CPI TWT Out Max. 400 Watt
56
•
Up Converter
: MITEQ, Output 6309 MHz
•
Feeder
: Elliptical Waveguide, Andrew EWP52-50
3.10.2 Downlink Station Di setiap stasiun daerah dibangun downlink station yang berfungsi untuk menerima siaran dari satelit. Pada Stasiun Transmisi Palembang konfigurasi downlink dapat dilihat pada Gambar 3.8. Dua unit antena parabola digunakan untuk menangkap gelombang elektromagnetik pada band 4 GHz dari satelit yang kemudian dikuatkan oleh LNB. Output LNB berupa sinyal berbentuk gelombang elektrik dengan frekuensi L-Band (950 – 1750 MHz).
Gambar 3.8 Konfigurasi Downlink TRANS TV Palembang
Switch panel digunakan untuk memilih sinyal yang akan diinputkan pada receiver. Jika main dish mengalami failure, maka back up dish akan diaktifkan. Dua unit receiver juga disiapkan untuk menghindari terjadinya failure pada perangkat tersebut. Adapun spesifikasi teknis perangkat downlink Palembang adalah sebagai berikut : •
Antena
: Prime Focus, 10 Ft Azimuth : 47,2°, Elevasi : 84,8°
•
LNB
: Gain = 65 dB, Noise Temperature =15° K
57
•
Main Receiver
: Scientific Atlanta, PowerVu Model D9223
•
Backup Receiver
: HUMAX
•
Feeder
: RG11/ 75 ohm impedance
3.10.3 Satelit Satelit yang digunakan oleh TRANS TV untuk broadcasting adalah TELKOM-1. Adapun penjelasan teknis sistem satelit TELKOM-1 adalah sebagai berikut : 1. Lokasi Orbit
: 108° BT
2. Station Keeping
: Utara-Selatan ± 0,1°; Timur-Barat ± 0,1°
3. RF Bandwidth
:
-
Standard C-Band :
Arah Kirim 5925 - 6425 MHz Arah Terima 3700 - 4200 MHz
-
Extended C-Band :
Arah Kirim 6445 - 6705 MHz Arah Terima 3400 - 3660 MHz
4. Transponder : Standard C-Band memiliki 12 transponder pada polarisasi horizontal dan 12 pada polarisasi vertikal, sedangkan extended C-Band memiliki 6 transponder pada masing-masing polarisasi. Bandwidth tiap transponder adalah 40 MHz, namun digunakan hanya sebesar 36 MHz. 5. EIRP pada standard C-Band sebesar 41 dBW (tipikal) dan SFD (Saturated Flux Density) sebesar -102 dBW/m2 pada pad 0 dB. Selectable Pads Attenuator sebesar 0 - 18 dB (diukur di SPU Cibinong, Jakarta). 6. G/T satelit maksimum 1,5 dB/°K. Berdasarkan perjanjian kerja sama PT. Telkom dan TRANS TV, disepakati pengalokasian transponder sebagai berikut : ♦ Alokasi transponder yang digunakan sebesar ¼ (satu per empat) bagian transponder nomor 10 H dengan frekuensi uplink 6.305,800 – 6.314,172 MHz dan downlink 4.080,800 – 4.089,172 MHz. ♦ Lebar pita
: 8,372 MHz
♦ Total SFD Satelit
: -102,00 dBW/m2
58
♦ Total EIRP Satelit
: 41,00 dBW
♦ G/T Satelit
: + 1,50 dB/°K
♦ XPDR Pad Setting
: 9,00 dB
♦ IBO
: 9,00 dB
♦ OBO
: 8,00 dB
Pemilihan TELKOM-1, selain didasarkan pada metoda penawaran kerja sama yang lebih baik, juga didasarkan pada cakupan TELKOM-1 yang efektif di mana dapat menjangkau wilayah Asia Tenggara dan Papua New Guinea. Wilayah cakupan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9
Coverage Area
TELKOM-1
59