1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dunia pers termasuk pertelevisian memasuki era baru pada era reformasi yang bermula tahun 1998. Pertama, izin mendirikan televisi dipermudah. Kedua, semua stasiun televisi bebas memproduksi berita. Izin mendirikan stasiun televisi dipermudah dengan muncul banyaknya stasiun televisi tidak hanya di pusat, tetapi juga di daerah. Stasiun televisi di pusat atau stasiun televisi swasta nasional, yaitu ANTV, Global TV, Indosiar, Metro TV, MNCTV, RCTI, SCTV, Trans TV, Trans7, TVONE, Kompas TV, NET TV, iNews TV, dan satu stasiun televisi lembaga penyiaran publik Televisi Republik Indonesia (TVRI). Stasiun pusat penyiaran TVRI berada di ibu kota negara Republik Indonesia. Kemunculan stasiun televisi swasta bukan hanya di pusat, melainkan juga di daerah-daerah seperti di Bali ada empat stasiun televisi swasta lokal Bali yang berizin, yaitu Bali TV, Dewata TV, ATV, dan BMC TV, yang berdiri setelah reformasi. Di samping itu, terdapat satu lembaga penyiaran publik jasa penyiaran televisi, yaitu TVRI Bali, yang berdiri sebelum reformasi (KPID Bali, 2012). Kemunculan stasiun televisi di pusat dan di daerah dengan program menjadi “luar biasa” karena terkait dengan pemilihan tema peliputan dan teknik pengemasan yang berbeda dibandingkan dengan TVRI. Realitas-realitas yang sebelumnya tidak dijamah program-program berita TVRI justru menjadi agenda setting televisi swasta. Saat itu khalayak pun seakan dibangunkan dari tidurnya
2
untuk menyaksikan wacana dan petanda-petanda lain yang disuguhkan televisi RCTI dan SCTV sebelum reformasi. Bukan hanya tema peliputan dan teknik pengemasan, melainkan juga gaya news presenter. Kebebasan memproduksi berita stasiun televisi terkadang meninggalkan objektivitas. Pada zaman orde baru (orba) hanya ada TVRI yang boleh memproduksi dan menyiarkan berita walaupun RCTI (Seputar Indonesia) dan SCTV (Liputan 6), sebagai stasiun televisi swasta nasional juga memproduksi berita sebelum tonggak reformasi. Namun, tidak sebebas setting produksi berita-berita televisi setelah reformasi. Kini stasiun televisi swasta nasional dan lokal menjadikan berita sebagai salah satu acara unggulan untuk meningkatkan rating atau menonjolkan jati dirinya. Televisi-televisi lokal, seperti Bali TV dan Dewata TV mengutamakan berita daerah dan mengungkap liputan sosial, politik, dan budaya untuk memperkuat jati dirinya sebagai media informasi bagi khalayak Bali. Dalam hubungan berita tentang pembubaran desa pakraman menjadi menarik dan kontroversial untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis wacana berita “pembubaran desa pakraman” dalam liputan Bali TV pascabentrok Kemoning-Budaga, Klungkung, Bali. Berikut adalah alasan mengapa wacana pembubaran desa pakraman menarik dan dipilih. Pertama, karena wacana pembubaran desa pakraman dianggap oleh Bali Post mencederai Ajeg Bali, sebuah gerakan moral yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan Bali termasuk desa pakraman. Kedua, karena wacana pembubaran desa pakraman dianggap oleh Mangku Pastika berita yang tidak objektif dan kurang profesional. Tuntutan hukum
3
Gubernur Bali kepada Bali Post yang selama ini jarang terjadi menjadi menarik perhatian khalayak. Karena Bali Post dan Bali TV berada dalam satu grup usaha media dan karena pemirsa Bali TV jangkauannya luas ke desa-desa, maka menarik diteliti bagaimana Bali TV membangun wacana pembubaran desa pakraman. Berita yang di-setting merupakan rencana agenda media apa dan siapa saat ini yang akan ditampilkan kepada publik melalui penonjolan isu-isu tertentu. Agar dapat menonjol, maka isu-isu tersebut dikemas dan dibingkai (diframing) untuk menarik sisi manusiawi atau dapat menimbulkan empati yang pada akhirnya akan mendorong pembentukan opini melalui wacana. Pembentukan opini merupakan hal lazim yang dilakukan oleh sebuah media sesuai dengan ideologi dan kepentingan pemberitaannya. Wacana di sini perlu dikaji tidaklah dipahami sebagai serangkaian kata atau proposisi dalam teks, tetapi mengikuti Foucault, yaitu sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep, atau efek). Publik tidak dikontrol lewat kekuasaan yang sifatnya fisik, tetapi dikontrol, diatur, dan didisiplinkan lewat wacana. Kontrol pemberitaan Bali TV
melalui wacana
pembubaran desa pakraman yang diproduksi, direproduksi, dan didistribusikan sesuai dengan ideologi yang melandasinya. Ideologi Kelompok Media Bali Post (KMB) adalah Ajeg Bali yang diluncurkan melalui kampanye pada 2002 oleh ABG Satria Naradha (pemilik Bali Post). Ajeg Bali bermaksud melindungi dan memperkuat kebudayaan Bali. Wacana pembubaran desa pakraman dianggap mencederai ideologi Ajeg Bali oleh Kelompok Media Bali Post. Walaupun dalam tingkat wacana, baik
4
pejabat maupun tokoh masyarakat menjadikan Ajeg Bali sebagai kampanye dari ruang privat sampai ke ruang publik. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat Bali sensitif terhadap pemakaian kata Ajeg Bali. Sensitif terutama ketika pernyataan yang dianggap berseberangan dengan Ajeg Bali seperti wacana pembubaran desa pakraman dapat menjadi permasalahan dan konflik hukum. Artinya, pernyataan pembubaran desa pakraman bertentangan dengan wacana Ajeg Bali. Pemberitaan pembubaran desa pakraman menyebabkan gugatan Gubernur Bali sebagai konsumen kepada Bali Post sebagai media massa yang selama ini jarang terjadi menjadi menarik perhatian khalayak untuk disimak. Gugatan ini dilakukan Gubernur Made Mangku Pastika di samping berupaya memperoleh keadilan juga bermaksud memberikan pembelajaran kepada masyarakat tentang jalur hukum yang elegan. Jalur ini semestinya ditempuh ketika merasakan ketidakadilan akibat sajian produk informasi pers, khususnya dalam bentuk berita (Wahidin, 2012: 133). Pers memiliki kedudukan hukum yang sama dengan masyarakat lainnya. Ketika sajian produk pers dianggap merugikan masyarakat sebagai pemirsanya dapat mempermasalahkan ke jalur hukum. Peristiwa tuntutan masyarakat kepada pers di Indonesia pernah terjadi ketika kasus pemimpin redaksi majalah Tempo Bambang Harimurti divonis satu tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas kasus pencemaran nama baik pengusaha Tommy Winata.1 Kasus yang sama gugatan pengusaha Italia Giovani Ardizzon
1
Lihat Kasus Majalah Tempo Kriminalisasi terhadap Pers,http://m.indosiar.com/focus/kasus-majalah tempo-kriminalsasi-terhadap pers_28759.html, diakses 8 Mei 2015.
5
terhadap harian Suara NTB. Namun, putusan Pengadilan Tinggi Mataram pada 1 September 2014 memenangkan Suara NTB.2 Bali Post dan Bali TV merupakan salah satu wadah wacana yang memiliki kekuatan dalam membentuk opini untuk menyebarkan ideologi Ajeg Bali melalui wacana. Ideologi Ajeg Bali adalah wacana tunggal yang dikampanyekan melalui KMB. Tujuannya adalah sebagai gerakan kultural untuk menyelamatkan kebudayan Bali. Berita diproduksi sebagai wacana media, yang direproduksi dan didistribusi melalui berbagai simbol yang bermakna bagi kehidupan masyarakat. Kajian tentang media adalah kajian tentang isi media secara kritis, distribusi, dan penerimaan konten dalam wilayah yang luas. Salah satu kerja wacana media adalah memediasi domain sosial yang berbeda. Domain-domain sosial memiliki kepentingan ekonomi, politik, dan ideologi yang berbeda dimediasi dalam wacana berita (Thwaites, Davis, Mules, 2002: 213). Berita pada industri televisi era demokrasi pers tahun 90-an memiliki jangkauan pasar yang luas dengan konten ekonomi (iklan) dan politik di dalamnya. Konten berita media televisi merupakan sebuah proses dari rencana produksi (agenda setting), framing hasil dari peliputan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, politik dan ideologi. Faktor ekonomi merupakan faktor yang dominan memengaruhi media massa pada era industri. Artinya, masyarakat yang memiliki kekuatan ekonomi dengan mudah membeli ruang dan waktu dalam bentuk berita dan iklan di media massa. Contoh saat kampanye Pilpres 2014 televisi secara jelas mendukung calon masing-masing dengan segala setting dan 2
Lihat Digugat WNA Harian Suara NTB Menang di Pengadilan, http://www.tempo.co /read/news/2014 /10/30/058618362, diakses 8 Mei 2015.
6
framing pemberitaan dan iklan. Di samping itu, pada tingkat lokal media memberikan ruang wacana dan beriklan kepada mereka yang memiliki kemampuan ekonomi, ideologi, dan kepentingan yang sama dengan pemilik media. Wacana berita Bali TV diproduksi melalui beberapa acara news and carrent affairs, seperti Seputar Bali Pagi, Seputar Bali Petang, Seputar Bali, dan Giliran Anda. Program berita Seputar Bali merupakan program yang banyak disaksikan oleh khalayak. Program ini juga merupakan program unggulan Bali TV untuk menarik iklan sebagai sarana promosi untuk mendapatkan keuntungan. Berita tentang pembubaran desa pakraman pascabentrok KemoningBudaga juga acara lainnya ditayangkan melalui beberapa acara news dan current affair, seperti program Seputar Bali, Seputar Bali Siang dan Giliran Anda. Berita yang diproduksi dan didistribusi selanjutnya dikonsumsi tersebut secara mendasar telah didasari teknik pencarian, pengumpulan, penulisan, dan pelaporan berita bersifat objektif, faktual, dan profesional. Namun, oleh Gubernur Made Mangku Pastika sebagai sumber berita merasa dipelintir. Wacana Bali TV itu masih dianggap belum memenuhi kriteria jurnalistik yang profesional. Bali Post dan Bali TV dinilai menyampaikan informasi tidak sebagaimana mestinya. Dalam arti diindikasikan melanggar kode etik dan melanggar hukum (Wahiddin, 2012: 3). Gubernur menganggap belum profesional karena dalam produksi berita Bali TV dengan wacana pembubaran desa pakraman tidak bekerja sesuai dengan standar profesinya. Begitu juga produk berita Bali Post diindikasikan bermasalah. Sebaliknya dipihak Bali Post
7
menegaskan bahwa produksi berita pembubaran desa pakraman telah bekerja secara profesional dengan sumber yang kredibel Tjok Gede Agung. Kajian budaya (cultural studies) telah lama bertautan dan memiliki hubungan yang erat dengan kajian media (media studies). Hubungan yang erat antara kajian budaya dan media terjadi terutama di media televisi. Televisi merupakan media informasi utama di sebagian besar masyarakat barat dan menjadi pokok perhatian kajian media selama kurun waktu yang cukup lama. Tidak ada media lain yang dapat menandingi televisi dalam hal volume teks budaya pop yang diproduksi dan banyaknya penonton (Barker, 2004: 271). Perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, seperti kehadiran internet, televisi sebagai media utama telah tersaingi, misalnya kehadiran Youtube. Dewasa ini Youtube merupakan sarana teknologi informasi global yang memberikan kemudahan pengguna internet mengunggah video. Beberapa berita Bali TV bentrok Kemoning-Budaga dan wacana tanding Gubernur Bali Mangku Pastika juga diunggah melalui Youtube, seperti berita “Gubernur Kunjungi Korban Bentrok dan Bubarkan Desa Pakraman Gubernur Minta Maaf”.3 Di samping itu, juga wacana tanding Gubernur Bali berita Youtube “Klarifikasi Gubernur Bali terkait Pembubaran Desa Pakraman.4 Berita yang ditonton mengandung informasi, pengetahuan populer dan wacana. Seperti pada liputan Bali TV berita Seputar Bali terdapat informasi, wacana, dan makna (ideologi) yang diproduksi oleh produser (pemilik modal).
3
Lihat Bubarkan Desa Pakraman Gubernur Minta Maaf – Seputar Bali - BaliTV http://www.youtube.com/watch?v=XI7XiJknxVU, diakses 21 Juni 2013 4 Lihat Klarifikasi Gubernur Bali terkait Pembubaran Desa Pakraman,http//www.youtube.com, diakses 1 Februari 2014.
8
Informasi yang terkandung dalam berita tersebut merupakan hasil proses produksi. Setiap produksi berita televisi pada umumnya telah memiliki sebuah desain produksi sesuai dengan target audensi dan target market yang telah dirancang oleh tim kreatif. Tujuan mempelajari televisi sebagai objek studi adalah untuk memperbandingkan
area-area
penting,
seperti
industri,
audiens,
dan
representasi. Kajian media televisi digunakan untuk membandingkan pelbagai konsep kunci, seperti ideologi dan wacana pada saat yang bersamaan. Ketika konsep ideologi, wacana media, dan
kekuasaan dibandingkan memiliki
kepentingan yang tarik-menarik. Wacana ideologi berita Bali TV
dan
kekuasaan (power) pemerintah Provinsi Bali merupakan fenomena tekstual pertarungan teks, audiens, dan makna berupa pertarungan wacana, kekuasaan, politik, dan ideologi sehingga muncul wacana tanding. Kajian televisi menurut John Hartley (1992), terkait dengan teks, audiens dan makna merupakan suatu fenomena tekstual cultural dan praktikpraktik audiens agar pembacaan dan pemahaman televisi dapat tersampaikan dengan lebih baik. Fenomena tekstual dalam media televisi ini adalah berita berupa teks (gambar) yang ditonton oleh masyarakat dan makna yang menyertainya. Berita Bali TV merupakan teks dan gambar yang ditonton oleh audiens dan dimaknai dengan latar belakang budaya audiens yang berbeda. Ditegaskan kembali oleh Burton (2000: 3) bahwa televisi juga terkait dengan teks, audiens, dan makna suatu fenomena tekstual cultural. Burton menyatakan bahwa informasi utama yang disajikan televisi adalah berita televisi yang bukan refleksi atas realitas. Berita televisi bukan
9
merupakan jendela dunia tanpa perantara, melainkan suatu representasi selektif dan dikonstruksi untuk membangun realitas (Burton, 2011: 272). Bali TV dalam liputannya memilih secara selektif narasumber yang secara ideologi mendukung agenda liputannya dan mem-framing hasil liputannya sesuai dengan kepentingan kekuasaan dan ideologi media yang melandasinya. Piliang menegaskan bahwa media memiliki dua kepentingan utama, yaitu kepentingan ekonomi dan kepentingan kekuasaan yang membentuk isi media, informasi yang disajikan, dan makna yang ditawarkan (Piliang, 2005: 213). Kepentingan ekonomi dan kekuasaan media televisi tahun 1990-an dirasakan mendominasi dibandingkan dengan zaman orba. Hal ini dibuktikan dengan maraknya iklan pada media massa. Bersamaan dengan kepentingan ekonomi dan kekuasaan persoalan ideologis pada media muncul ketika apa yang disampaikan media (dunia representasi) dikaitkan dengan kenyataan sosial (dunia nyata) memunculkan berbagai problematik ideologis dalam kehidupan sosial dan budaya. Media pun dikendalikan oleh berbagai kepentingan ideologis di baliknya, maka daripada menjadi ’cermin realitas’ media sering dituduh sebagai ’perumus realitas’ sesuai dengan ideologi yang melandasinya (Piliang, 2005: 219). Lebih lanjut Piliang menjabarkan beroperasinya ideologi di balik media tidak dapat dipisahkan dari mekanisme ketersembunyian dan ketidaksadaran yang merupakan kondisi dari keberhasilan sebuah ideologi. Artinya, ideologi menyusup dan menanamkan pengaruhnya lewat media secara tersembunyi (tidak terlihat dan halus) dan mengubah pandangan setiap orang secara tidak sadar.
10
Ada ketimpangan antara berita yang direpresentasikan dan kejadian atau peristiwa yang dialami oleh masyarakat yang sekaligus sebagai penonton produk berita tersebut. Terkadang media menyusup dan memengaruhi tidak secara halus, tetapi secara jelas dengan mem-framing berita secara sepihak. Berita seperti ini yang di-setting sejak awal dapat dikatakan bahwa media memiliki kepentingan, baik ekonomi, politik, maupun ideologi. Media televisi juga membentuk dan dibentuk oleh berbagai identitas budaya. Televisi sebagai media merupakan sumber bagi konstruksi identitas budaya sebagaimana penonton menjalankan identitas budaya dan kompetensi budaya untuk men-decode program dengan cara tertentu (Barker, 2004: 286). Selama dua puluh tujuh tahun (1962--1989) identitas budaya masyarakat Indonesia dibentuk dengan hanya menyaksikan siaran TVRI dan orba melalui wacana tunggal media penyiaran TVRI. Selanjutnya mulai tahun 1989 pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi, yaitu RCTI. RCTI merupakan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian oleh SCTV, TPI (sekarang menjadi MNCTV), ANTV, Indosiar, Metro TV, TV7 (sekarang menjadi Trans7), Trans TV, Latief TV (Lativi) sekarang menjadi TVOne, Global TV, Kompas TV, NET TV, dan iNews TV merupakan sejarah perkembangan stasiun televisi swasta nasional di Indonesia. Siarannya memberikan tayangan pendidikan, hiburan, dan informasi kepada masyarakat Indonesia (Subiakto, 2012). Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi juga semakin bertambah. Televisi memberikan hiburan, pendidikan, dan informasi, seperti pemberitaan mengenai kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi
11
Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, juga berbagai kritik melalui teks-teks media yang bebas dan terbuka mengungkap fakta kekisruhan dan pergolakan politik ke dalam ruang publik atau public sphere (Ibrahim, 2011: 258). Fakta kekisruhan politik dan hukum ke ruang publik yang terjadi pada televisi swasta nasional juga terjadi pada televisi lokal. Seperti pada televisi lokal Dewata TV dan Bali TV memproduksi berita di bidang politik dan hukum sebagai sumber liputan. Bali TV
bagian dari Kelompok Media Bali Post
(KMB) menampilkan perubahan orientasi dari ideologis kebangsaan menjadi kedaerahan (Nordholt, 2010: 68). Stasiun televisi nasional dan lokal memiliki kekuatan opini publik dan selalu ada tarik-menarik kepentingan ideologi dengan kekuasaan. Terkait dengan hal itu, media bahkan dapat berfungsi, baik sebagai relasi maupun oposisi kekuasaan pemerintah. Bali TV sebagai media penyiaran televisi swasta lokal pertama di Bali walaupun sebelumnya sudah ada siaran TVRI Denpasar dengan muatan berita lokal dan features. Sejak itu masyarakat Bali dapat menyaksikan siaran Bali TV dengan muatan lokal yang mengusung budaya Bali sebagai ikonnya. Bali TV dalam KMB di bawah kepemimpinan ABG Satria Naradha, anak pendiri Bali Post K. Nadha (1944--2001) mewacanakan ”Ajeg Bali”, sebagai wacana tunggal kelompok media massa. Menurut Nordholt, setelah kepemimpinan Satria Naradha Bali Post menjadi perusahaan media yang kuat di Provinsi Bali (Nordholt, 2010: 68). Dalam konteks inilah pimpinan baru KMB, Satria Naradha, bersamaan dengan lahirnya Bali TV meluncurkan kampanye “Ajeg Bali” pada tahun 2002. Satria Naradha yang oleh Nordholt disebut sebagai ’pemimpin swakarsa’ suatu
12
gerakan moral kelas menengah yang bermaksud melindungi dan memperkuat kebudayaan Bali. “Ajeg Bali” diluncurkan pada peresmian Bali TV pada 26 Mei 2002 ketika Gubernur Bali, I Dewa Made Beratha. Melalui pidato peresmian itu pemirsa didorong untuk mengajegkan adat dan budaya Bali. Kata “ajeg” mengandung makna kuat, tegak, dan dalam arti tertentu, sebuah versi yang lebih kuat digunakan dengan cara serupa (Nordholt, 2010: 68--69). Tayangan program Bali TV menurut Nordholt, menyiarkan topik kebudayaan Bali yang ditampilkan sebagai ‘eksklusif Hindu’ walaupun beberapa program acara yang ditampilkan diisi dengan muatan agama lain (Nordholt, 2010: 70). Warta berita dan Dharma Wacana (rekaman ceramah agama yang disampaikan oleh narasumber ahli agama Hindu) merupakan acara paling populer yang ditayangkan kepada masyarakat Bali setiap hari. Acara populer “Seputar Bali” sebagai ikon Bali TV merupakan siaran berita yang banyak memberitakan peristiwa politik, budaya, dan tokoh-tokoh masyarakat Bali. Hubungan Bali TV dengan Made Mangku Pastika (Ketua Tim Gabungan Investigasi Bom Bali 2003--2005, Kapolda Bali 2005--2008) sesungguhnya baik. Hubungan baik Made Mangku Pastika dengan Bali Post dibuktikan dengan peristiwa 5 Januari 2004, Made Mangku Pastika menerima Anugerah Pers K. Nadha Nugraha di antara sepuluh penerima, yaitu Anak Agung Ngurah Oka Ratmadi, S.H. (Bupati Badung), Ir. Tjokorda Raka Sukawati, Haji Bambang.5 Anugerah Pers K. Nadha Nugraha ini adalah hasil seleksi dari Bali Post terhadap dedikasi prestasi tokoh-tokoh segala lapisan
5
Lihat Sepuluh Penerima Anugerah Pers Ketut Nadha Nugraha 2004, dari Kapolda, Bupati sampai Petani, http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/1/5/b14.htm,diakses 20 Mei 2013
13
masyarakat Bali yang berperan memajukan (atau mengajegkan) Bali versi Bali Post. Seluruh penerima K. Nadha Nugraha dibuatkan patung diri setengah badan yang terbuat dari perunggu dan dipajang di kantor Bali TV. Bali TV melalui berita “Seputar Bali” dan “Giliran Anda” menyiarkan banyak berita peristiwa aktual, agenda setting pemberitaan, dan berita berbayar (advertorial). Berita agenda setting Bali TV tersebut tahun 2011 dan 2012 mulai banyak mengkritisi program pemerintah Provinsi Bali, dengan Bali, Maju, Aman, Damai, Sejahtera (Mandara). Agenda pemberitaan Bali TV yang mengkritisi Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, hendak membubarkan desa pakraman di Bali. Sementara Bali TV dan media lain terutama Bali Post yang berada dalam naungan KMB terus mengkritisi dan mengembangkan wacana pembubaran desa pakraman. Made Mangku Pastika tidak bisa menerima sehingga melakukan somasi, bahkan menuntut Bali Post secara perdata di Pengadilan Negeri Denpasar (Wahidin, 2012). Hubungan antara Mangku Pastika dan KMB yang pada awalnya baik ketika sebagai Kapolda Bali kemudian menjadi konflik yang serius. Masalah politik yang memicu ketidakharmonisan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika dengan Bali Post, dimulai saat terjadinya pembahasan penyempurnaan Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Nomor 16 Tahun 2009 yang menjadi polemik di masyarakat. Polemik menyebabkan terjadi keresahan di masyarakat terhadap peninjauan Perda tersebut. Masyarakat menilai bahwa penyempurnaan tata ruang ini merupakan skenario untuk menghancurkan kesucian Bali. Dilanjutkan pemberitaan Bali Post (Maret-September 2011) yang selalu mengkritisi Pastika. Menurut Gandita Rai Anom hal itu merupakan
14
wacana tanding gagalnya pembunuhan karakter oleh Bali Post terhadap Gubernur Made Mangku Pastika.6 Gandita Rai Anom merupakan mantan wartawan Bali Post yang menjadi pegawai negeri sipil di Pemerintah Provinsi Bali dan aktif menulis pada media massa dan media sosial. Pada produksi berita Bali Post yang menurunkan berita headline pembubaran desa pakraman disinyalir wartawannya tidak ada di tempat atau tidak mengikuti kunjungan Gubernur Bali. Wartawan Bali Post yang bertugas di
Klungkung yang bernama Ketut Bali Putra Ariawan mengikuti acara
kunjungan Wakil Gubernur Bali Puspayoga. Berita inilah menjadi masalah hukum perdata (Wahidin, 2012: 138). Berita tersebut dikatogorikan memiliki kepentingan politis oleh Gandita Rai Anom. Menurut IGP Artha, pengamat media dan mantan wartawan Bali Post, “wartawan Bali Post dapat menulis berita tentang kasus Kemoning-Budaga tersebut karena mendapat bahan dari wartawan TVOne Ida Bagus Mahendra”. “Berita tersebut berupa rekaman berita kunjungan Gubernur Bali pascabentrok Kemoning-Budaga. Fakta ini dikatakan IGP Artha bahwa Bali Post tidak pernah meliput peristiwa itu secara langsung, tetapi memperoleh bahan berita dari orang lain”.7 Fakta inilah yang menjadi konflik karena pihak Bali Post menyatakan meliput Gubernur Bali saat bertemu dengan Wakil Bupati Tjok Gede Agung sedangkan Gubernur Bali merasa tidak pernah melontarkan pernyataan pembubaran desa pakraman secara keseluruhan. Made Mangku 6
Lihat Gandita Rai Anom, Gagalnya Pembunuhan Karakter Melalui Bali Post, http://www.balebengong.net/opini/2012/03/05/gagalnya-pembunuhan-karakter-melalui-balipost.html diakses 2 Juni 2013 7 Lihat GubernurBali VSBali Post: Perspektif Hukum dan Etika Pers, http://metrobali.com/2012/01/23/Gubernur-bali-vs-bali-post-perspektif-hukum-dan-etika-pers/, diakses 20 Mei 2013
15
Pastika sebagai bagian masyarakat yang pernyataannya dipelintir oleh pers semakin kritis dan reaktif hal ini merupakan tanda masyarakat Bali pada umumnya dewasa ini. Masyarakat Bali pascareformasi 1998 berubah menjadi semakin kritis, bahkan reaktif pada saat merasa pernyataannya dipelintir oleh media massa. Misalnya, buku Bali dalam Kuasa Politik, dalam bab “Kritiskah Masyarakat Bali Menonton Televisi” dinyatakan sebagai berikut. Putra (2008) menyatakan bahwa pada era reformasi ini, seperti halnya masyarakat lain di Indonesia masyarakat Bali pun semakin reaktif, vokal, dan kritis. Sikap ”koh ngomong” (enggan berbicara) yang melekat pada zaman orba, pada era reformasi ini sudah terkikis walaupun mungkin belum hilang sama sekali di kalangan sebagian orang. Kalau dulu banyak yang memilih diam, enggan berbicara, kini banyak orang yang suka berkomentar, reaktif, berlomba tampil sebagai opinion maker, pembentuk opini masyarakat (Putra, 2008: 147). Ekspresi publik tersebut dapat diikuti melalui program interaktif Bali TV dengan program ”Giliran Anda”, yang menyampaikan berita yang sama dengan berita ”Seputar Bali” kepada khalayak. Melalui program tersebut masyarakat sering memberikan komentar tentang masalah politik, sosial, budaya, dan program-program Pemerintah Provinsi Bali yang banyak diliput dan disiarkan oleh Bali TV. Pemberitaan pembubaran desa pakraman di Bali Post dan Bali TV disetting dan dikembangkan dengan memobilisasi opini
memuat wawancara
dengan masyarakat selanjutnya di-framing untuk mengkritisi Made Mangku Pastika. Caranya adalah dengan mewawancarai dan memberitakan hasil wawancara dengan sejumlah tokoh masyarakat yang pada pokoknya memperolah legitimasi apa yang diberitakan tersebut adalah benar (Wahidin,
16
2012: 138). Misalnya, pemberitaan dengan judul “Bubarkan Desa Pakraman Gubernur Minta Maaf” wawancara dengan Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali I Wayan Gunawan dalam sidang paripurna. Pernyataan Gunawan hasil wawancara sebagai berikut. “Pak Gubernur secara bagus, lugas, dan baik menyampaikan kronologis, pembubaran bukan kewenangan Gubernur. Pembubaran Desa Pakraman, Gubernur mengklarifikasi yang dimaksudkan adalah kasus Kemoning-Budaga kalau tidak ada jalan ke luar”. Gunawan sangat menyayangkan pernyataan Gubernur, Gunawan berharap agar hal tersebut tidak terulang kembali sehingga tidak menimbulkan polemik berkepanjangan dan konflik di masyarakat, komentar wartawan Bali TV.8 Permintaan maaf Gubernur Bali tidak ada hubungannya dengan pemberitaan pembubaran desa pakraman, tetapi permintaan maaf karena belum atau tidak membaca berita Bali Post tersebut (Wahidin, 2012: 141). Sajian pemberitaan dengan angle pembubaran desa pakraman menciptakan kondisi yang tidak kondusif. Hal ini dibuktikan dengan dihubunginya Gubernur Bali pascaberita pembubaran desa pakraman oleh beberapa tokoh masyarakat Bali, apakah benar Gubernur Bali akan membubarkan desa pakraman. Berdasarkan
situasi
demikian
Gubernur
Bali
tetap
berupaya
mendinginkan situasi di masyarakat Bali. Made Mangku Pastika tetap berupaya keras untuk menahan diri agar situasi masyarakat Bali kondusif. Gubernur beserta staf, jajaran tokoh masyarakat, dan agamawan berinisiatif mengadakan pertemuan pada 22 September 2011 di ruang rapat Praja Sabha Kantor Gubernur Provinsi Bali. Pertemuan diikuti Ketua Dharma Adyaksa Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, Shaba Walaka Parisada Hindu Dharma 8
Lihat Bubarkan Desa Pakraman Gubernur Minta Maaf – Seputar Bali - BaliTV http://www.youtube.com/watch?v=XI7XiJknxVU, diakses 21 Juni 2013
17
Indonesia Pusat, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, Ketua Sabha Pandita PHDI Provinsi Bali, Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten/Kota se-Bali, Ketua Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi (MUDP) Bali, dan jajarannya. Tokoh lain yang hadir, yaitu Ketua Majelis Madya Desa Pakraman Kabupaten/Kota
se-Bali.
Acara
pertemuan
bersama-sama
melakukan
pemeriksaan secara cermat terhadap video rekaman dokumentasi pada 21 September 2011. Dibuktikan bahwa wawancara Gubernur Bali pada rekaman tersebut tidak pernah mengeluarkan atau memberikan pernyataan pembubaran desa pakraman yang kemudian ditulis sebagai berita oleh Bali Post. Selain itu, terungkap pula bahwa wartawan Bali Post yang bertugas saat itu, yang seharusnya bertugas meliput dan menurunkan beritanya, tidak ada di lapangan mencatat dan merekam secara langsung peristiwa tersebut (Wahidin, 2012: 137-138). Menurut Wirata, Bali Post mendapat berita tersebut saat Gubernur bertemu dengan Wakil Bupati Tjokorda Gede Agung dari wartawannya yang bertugas di Klungkung. Hasil pertemuan Gubernur Bali dengan tokoh masyarakat adalah dikeluarkannya surat edaran oleh Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten/Kota se-Bali. Surat edaran tersebut pada pokoknya menyatakan bahwa pemberitaan akhir-akhir ini mengganggu paiketan, pakilitan, dan pasikian (persatuan) krama (warga) desa pakraman di Bali tentang pembubaran desa pakraman; untuk mencegah timbulnya prokontra terhadap eksistensi desa pakraman di Bali dan lebih meningkatkan suasana kondusif di tengah masyarakat adat Bali; untuk itu dimohonkan segenap prajuru jajaran MMDP
18
beserta desa se-Bali untuk tidak menyampaikan komentar ke media terkait dengan pemberitaan tersebut. Gubernur Made Mangku Pastika terus membantah dengan menyatakan bahwa berita Bali TV yang baik dan mengkritisi tersebut adalah berita bohong, tetapi pihak Bali Post tidak menanggapi dan terus mengembangkan, mengkritisi sehingga menimbulkan kemarahan Gubernur Bali. Kinerja Gubernur Bali terganggu dan sesuai dengan sistem pers, pada 23 September 2011 dilayangkan somasi, yang materinya merupakan hak jawab Gubernur Bali. Intinya pihak Bali Post
harus memberhentikan pemberitaan pembubaran desa pakraman
yang menurut Gubernur Bali pemberitaan itu didasari atas sesuatu yang tidak benar. Somasi itu tidak ditanggapi dan terus dikembangkan dengan mewawancarai sejumlah tokoh masyarakat yang peduli akan keberadaan dan eksistensi desa pakraman di Bali. Sikap kritis Bali Post tidak merespons dengan memberhentikan pemberitaan karena Gubernur Bali tidak mempunyai legal standing untuk membubarkan desa pakraman. Karena terus dikrtisi oleh pemberitaan Bali Post, Gubernur Bali Made Mangku Pastika marah dan menuntut secara hukum perdata. Dalam somasi yang disusun oleh pembela hukum Ketut Ngastawa dkk, Pastika menegaskan (1) menghentikan semua pemberitaan bohong yang tendensius soal pembubaran desa pakraman dengan meminta maaf selama tujuh hari berturut-turut mulai 24 September 2011 di halaman satu di media Bali Post dan media lainnya; (2) membayar ganti rugi Rp 100 miliar; dan (3) tidak lagi memberitakan hal negatif bersifat bohong. Berita ini merupakan isi tuntutan somasi Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, terhadap berita kritis Bali Post.
19
Pemberitaan kritis Bali Post tersebut dituduh telah dengan sengaja memuat berita bohong walaupun pihak Bali Post memiliki sumber kredibel Tjok Gede Agung, Wakil Bupati Klungkung. Berita yang ditulis media massa Bali Post tentang pembubaran desa pakraman dianggap tidak sesuai dengan fakta oleh Gubernur sehingga dapat diklasifikasikan sebagai berita bohong. Buktiknya tidak ada media lain, baik cetak maupun stasiun televisi, memberitakan bahwa Gubernur Bali menyatakan pernyataan tersebut. Meskipun demikian, media Bali Post tetap secara kritis dan selektif meneruskan pemberitaan tentang adanya ungkapan Gubernur Bali terhadap pembubaran desa pakraman, sedangkan Made Mangku Pastika menyatakan tidak pernah menyampaikan akan membubarkan desa pakraman. Bali Post dan Bali TV sebagai media publik yang kritis dianggap oleh Gubernur tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari pemberitaan dimaksud.9 Perspektif angle berita yang dikembangkan oleh Bali TV dengan kritis dan sumber yang jelas dianggap tidak sesuai dengan fakta oleh Made Mangku Pastika bahwa dia tidak pernah melontarkan pernyataan tentang pembubaran desa pakraman. Ada kesan bahwa dengan pengembangan berita yang bermuatan opini yang tidak tepat, merupakan upaya untuk menciptakan kondisi yang tidak kondusif, secara politis arahnya merusak hubungan Gubernur Bali dengan rakyatnya (Wahidin, 2012: 136). Terkait dengan somasi Gubernur Bali Mangku Pastika terhadap Bali Post, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Bali Post I Nyoman Wirata
9
LihatSomasiGubernurBali MangkuPastika http://regional.kompas.com/read/2011/09/23/ 16502551/Gubernur. Bali.Soma.Bali.Post.Rp 100. Miliar 20 Mei 2013
20
menyatakan melalui telepon di kantor Bali Post Jl. Kepundung Denpasar bahwa berita yang disomasi Gubernur Bali merupakan hasil peliputan lapangan saat Gubernur bertemu dengan Wakil Bupati Klungkung Tjok Gede Agung. Pihaknya meminta maaf kepada Gubernur bila pemberitaan dirasa tidak sesuai dengan penegasan Gubernur. “Somasi ini kami teruskan ke Dewan Pers untuk mendapatkan penyelesaian”.10 Hal itu penting sebab Dewan Pers merupakan lembaga negara yang diberikan tugas untuk memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.11 Pers merupakan alat kontrol kekuasaan yang memiliki peran strategis untuk menyampaikan opini masyarakat secara objektif. Pers juga memerlukan akses
berita
untuk
memenuhi
kepentingan
ekonomi,
ideologi,
dan
jurnalistiknya. Pemerintah memandang pers sebagai alat kontrol pembangunan demokrasi untuk menyukseskan dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Alasan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, menganalisis proses pembentukan wacana pembubaran desa pakraman. Kedua, menganalisis faktor-faktor pendukung wacana pembubaran desa pakraman, dan mengungkap wacana tanding Gubernur Bali tentang pembubaran desa pakraman sebagai berita sehingga menjadi kasus hukum perdata. Ketiga, memahami teks televisi
10
Lihat Disomasi Gubernur, Bali Post Bantah Sebarkan Berita Bohong
http://www.tempo.co/read/news/2011/09/24/179357999/Disomasi-Gubernur-Bali-PostBantah-Sebarkan-Berita-Bohong diakses 21 Juni 2013 11 Lihat GubernurBali VSBali Post: Perspektif Hukum dan Etika Pers http://metrobali.com/2012/01/23/Gubernur-bali-vs-bali-post-perspektif- hukum-dan-etikapers/, diakses 20 Mei 2013
21
sebagai entitas perspektif wilayah mikro, sedangkan wilayah meso dan makro meliputi organisasi media dan lingkungannya. Benang kusut konstruksi realitas yang dipenuhi ketidakobjektifan dan ekstasi komunikasi tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dicurigai terkait dengan kekuatan atau kekuasaan yang bersembunyi di balik media. Oleh karena itu, pemaknaan yang berbeda merupakan arena pertarungan dan diskusi publik yang saling memengaruhi kelompok sosial (Eriyanto, 2005: 37—38). Data utama penelitian ini adalah wacana pemberitaan Bali TV tentang kasus Kemoning-Budaga berupa dokumentasi dari materi yang pernah ditayangkan. Wacana pemberitaan Bali TV tentang kasus Kemoning-Budaga yang berupa dokumentasi yang pernah ditayangkan dan diunggah dalam media on line Youtube. Kurun waktu penayangannya, yaitu sejak September sampai dengan November 2011 berita-berita pascakonflik Kemoning-Budaga dan Februari sampai dengan April 2012 berita-berita sidang mediasi gugatan Gubernur Bali terhadap Bali Post di Pengadilan Negeri Denpasar. Data penunjang adalah pemberitaan media cetak terkait, wawancara dengan wartawan dan pimpinan redaksi media massa serta tokoh masyarakat yang ikut terlibat dalam penanganan kasus Kemoning-Budaga Klungkung, Bali.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Bagaimana
proses
pembentukan
wacana
pembubaran
desa
pakraman dalam liputan Bali TV pascabentrok Kemoning-Budaga?
22
(2) Faktor-faktor apa yang mendukung proses pembentukan wacana pembubaran desa pakraman dalam liputan Bali TV pascabentrok Kemoning-Budaga? (3) Bagaimana wacana tanding Gubernur Bali Made Mangku Pastika terhadap berita pembubaran desa pakraman?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wacana, agenda setting, dan framing pemberitaan Bali TV. Di samping itu, juga untuk mengetahui tanda-tanda visual dalam liputan Bali TV yang digunakan untuk menyampaikan wacana tertentu.
1.3.2 Tujuan Khusus (1) Untuk memahami proses pembentukan wacana atas pembubaran desa pakraman dalam liputan Bali TV pascabentrok KemoningBudaga. (2) Untuk mengetahui faktor-faktor pembentukan wacana pembubaran desa pakraman dalam liputan Bali TV pascabentrok KemoningBudaga. (3) Untuk mengungkap wacana tanding Gubernur Bali Made Mangku
23
Pastika tentang berita pembubaran desa pakraman.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis (1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. (2) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang kepentingan ekonomi dan kekuasaan ideologi politik media televisi lokal yang berkaitan dengan kepentingan publik televisi lokal terhadap proses wacana, agenda setting, analisis framing. Disamping itu, menganalisis tanda-tanda visual dengan teori semiotika media sebagai pembacaan budaya media massa. (3) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan kontribusi terhadap perkembangan budaya postmodern dan kajian media kritis, terutama yang berkaitan dengan kepentingan publik media televisi lokal
terhadap
proses
wacana,
faktor-faktor
wacana
mendukung, dan wacana tanding budaya media massa.
yang
24
1.4.2 Manfaat Praktis (1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pendidikan literasi media bagi masyarakat khususnya dalam menyimak tayangantayangan media massa televisi. (2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi inspirasi pada pengelola
media
untuk
menonjolkan
pengelolaan media khususnya media televisi.
profesionalisme
dalam