I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pemanfaatan hutan terutama pemanenan kayu sebagai bahan baku industri mengakibatkan perlunya pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang lestari. Kurangnya pasokan bahan baku dari hutan alam dan ditambah lagi dengan pembalakan liar menyebabkan penurunan pasokan kayu sebagai bahan baku industri. Salah satu program pemerintah untuk mengatasi kurangnya pasokan bahan baku adalah pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI). Hutan Tanaman Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan hutan yang tidak atau kurang produktif guna mencukupi kebutuhan kayu bulat sebagai bahan baku industri pengolahan kayu baik industri penggergajian, kayu lapis, mebel, pulp, kertas serta bahan industri kayu lainnya. Secara definitif Hutan Tanaman Industri diartikan sebagai hutan tanaman yang dikelola dan diusahakan berdasarkan asas perusahaan dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan (Dephut 1990). Perkembangan HTI di Indonesia berkembang dengan baik. Menurut data Statistik yang dikeluarkan oleh Kementrian Kehutanan (2012), pada akhir tahun 2011 perusahaan pemilik ijin HTI sebanyak 249 unit perusahaan dengan wilayah kerja 10,04 juta hektar. Produk yang dihasilkan dari usaha ini adalah kayu olahan
1
berupa kayu gergajian, kayu lapis, bubur kertas (pulp), dan hasil hutan non kayu berupa sirlak, getah, penyamak, terpentin dan bahan anyaman dari rotan. Khusus untuk bubur kertas sendiri, volume produksi pada tahun 2011 adalah sebesar 5,4 juta ton dimana 2,6 juta ton di ekspor keluar negeri dengan nilai 1,5 Juta USD. Tujuan pembangunan HTI pada dasarnya lebih mengutamakan aspek ekonomi dan teknologi kayu. Penilaian potensi sebidang lahan untuk kepentingan pembangunan HTI mutlak dilaksanakan. Penilaian potensi ini tidak hanya berdasar pada karakteristik lahan yang berpengaruh dominan terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi secara keseluruhan menilai potensinya secara ekonomis. Artinya jenis tanaman yang dikembangkan harus mampu memberikan keuntungan bagi pihak pengelola, sedangkan dari segi ekonomi nasional, tentunya hal ini diharapkan mampu memberikan peningkatan pendapatan nasional yang pada akhirnya mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat Kementrian Kehutanan telah mengembangkan jenis-jenis pohon yang tergolong dalam kelompok tumbuh cepat seperti Eucalyptus spp. Acacia mangium, Acacia crassicarpa, Falcataria mollucana dan Gmelina arborea. Daur tebang yang ditetapkan sekitar 8-9 tahun dengan alasan umur tersebut telah cukup menghasilkan ukuran kayu yang cukup memadai, cocok untuk bahan baku pulp dan relatif aman bagi lingkungan dalam arti dapat menciptakan keseimbangan antara masukan dan keluaran hara tanah, meskipun data dan informasi hasil penelitian tentang neraca hara dari jenis-jenis di atas masih kurang tersedia secara lengkap (Wahyono dkk. 2005).
2
Indonesia sudah berpengalaman dalam membangun hutan tanaman Jati dan beberapa jenis pohon lain, seperti mahoni, pinus dan damar yang berdaur panjang, sedangkan untuk jenis-jenis tanaman berdaur pendek seperti jenis Eucalyptus masih relatif baru, terutama dalam hal peningkatan produktivitas dan dampaknya terhadap kelestarian produktivitas lahan hutan masih sedikit hasil penelitiannya (Hardiyanto 2004). Namun dibalik jumlah produksi yang tinggi, dituntut pula adanya sistem manajemen dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Perencanaan pengelolaan hutan memiliki peran penting dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Dalam perencanaan ini mencakup prediksi pertumbuhan dan hasil dari tanaman yang diharapkan dengan rencana jangka panjang dari suatu badan usaha. Agar hutan tanaman lestari, maka produktivitas harus dipertahankan bahkan ditingkatkan dari periode tebang yang satu ke periode tebang berikutnya (Nambiar 2003). Pada tanaman Eucalyptus sp., kelestarian hutan sangat dipengaruhi oleh kualitas tapak dan tindakan silvikultur, dimana riap tegakan sebagai faktor kelesttarian hutan sangat dipengaruhi oleh kedua faktor ini . Ini dibuktikan oleh Garcia dan Ruiz (2001) yang meneliti model pertumbuhan Eucalyptus sp. di Spanyol. Pada penelitian ini disebutkan bahwa tapak sangat mempengaruhi akselerasi pertumbuhan tinggi dan tindakan silvikultur berupa jarak tanam dan manajemen pemeliharaan sangat mempengaruhi pertumbuhan tegakan Eucalyptus sp. Hasil-hasil penelitian tentang tegakan hibrid Eucalyptus urograndis telah banyak dilakukan di Australia, Brazil, Spanyol dan China, sedangkan di Indonesia
3
hibrid E. urograndis belum lama dikembangkan secara luas sehingga hasil penelitian masih sangat sedikit dan bersifat parsial. Penelitian tentang pertumbuhan dan hasil hutan tanaman hibrid Eucalyptus urograndis penting untuk dilakukan karena sangat berguna dalam perencanaan pengelolaan hutan tanaman hibrid Eucalyptus urograndis dan merupakan salah satu kunci untuk mendukung keberhasilan pembangunan hutan tanaman industri di Indonesia secara berkelanjutan di masa depan.
1.2. Perumusan Masalah Pembangunan Hutan Tanaman Industri merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah kelangkaan bahan baku industri hasil hutan, melalui penerapan sistem silvikultur intensif. Dalam mendukung upaya ini, ketersediaan informasi tentang pertumbuhan dan hasil tegakan sangat penting untuk menentukan tindakan silvikultur yang akan diterapkan. Pengukuran dimensi tegakan merupakan langkah awal yang seyogyanya dilakukan untuk mengetahui bentuk pertumbuhan dan hasil tegakan, yang apabila memungkinkan dapat dinyatakan dalam model persamaan matematika untuk pertumbuhan dan hasil. Dari model pertumbuhan dan hasil kemudian dapat dibuat tabel tegakan yang memuat informasi untuk pendugaan pertumbuhan dan hasil dari suatu tegakan untuk setiap tempat tumbuhnya. PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) Blok I Sei Kabaro merupakan salah satu HTI yang bergerak dalam bidang produksi bubur kertas, dimana perusahaan ini menanam Eucalyptus urograndis di wilayah kerjanya dan terletak pada
4
perbatasan Propinsi Riau dan Sumatera Utara, Permasalahan utama yang dicari solusinya dalam penelitian ini adalah mempelajari pertumbuhan dan hasil dari tanaman Eucalyptus urograndis, serta model dinamika pertumbuhan hutan tanaman hibrid E. urograndis. Beberapa pertanyaan yang akan dijawab penelitian ini adalah : 1. Bagaimana bentuk persamaan untuk menghitung volume per pohon Eucalyptus urograndis sebagai dasar perhitungan untuk menghitung volume tegakan secara keseluruhan? 2. Bagaimana pertumbuhan dan hasil tegakan Eucalyptus urograndis ini pada areal PT. Sumatera Riang Lestari per satuan waktu dan per satuan luas? 3. Bagaimana model dinamika pertumbuhan dan hasil tegakan Eucalyptus urograndis jika diaplikasikan pada rentang waktu tertentu dan dengan variabel yang berbeda?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menyusun model pertumbuhan dan hasil tegakan Eucalyptus urograndis per satuan waktu pada PT. Sumatera Riang Lestari 2. Menyusun persamaan volume pohon Eucalyptus urograndis pada hutan tanaman PT. Sumatera Riang Lestari. 3. Menyusun simulasi model pertumbuhan dan hasil tegakan Eucalyptus urograndis pada rentang waktu dan variabel yang berbeda.
5
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Persamaan volume pohon Eucalyptus urograndis ini dapat digunakan pada areal perusahaan yang lain sebagai pedoman dalam perhitungan potensi pohon berdiri dalam satu tegakan. 2. Pertumbuhan dan hasil tegakan dapat dimanfaatkan perusahaan dalam perencanaan hutan agar produksi dan manajemen dalam mencapai kelestarian hasil yang didasari pada proyeksi pertumbuhan dan hasil dari penelitian ini. 3. Model pertumbuhan dan hasil tegakan dapat diaplikasikan pada kondisi dan variabel yang berbeda, terutama dengan kondisi lingkungan yang berbeda dan pada kawasan hutan yang lebih luas. 4. Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengembangan penelitian
di masa yang akan datang terutama di bidang
pengelolaan hutan tanaman
6