BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau bahan berkayu (hasil hutan atau hasil perkebunan, limbah pertanian dan lainnya) menjadi berbagai bentuk produk baik yang masih menampakkan sifat fisik kayu maupun produk yang sudah tidak menampakkan sifat fisik kayu. Produk industri perkayuan yang masih menampakkan sifat fisik kayu adalah kayu gergajian, kayu lapis, papan partikel, papan untaian dan lain sebagainya. Produk industri perkayuan yang tidak menampakkan sifat fisik kayu adalah pulp, kertas, produk kimia dari kayu seperti etanol, asap cair, poliphenol dan produk lainnya (Prayitno, 2012) Industri pengolahan kayu yang pertama kali ada di Indonesia adalah adalah industri penggergajian. Penggergajian merupakan kegiatan mengubah dimensi kayu bulat menjadi kayu gergajian yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kayu gergajian yang dihasilkan dapat digunakan menjadi kayu pertukangan, mebel dan bangunan. Seiring berkembangnya jaman, teknologi yang digunakan untuk pengolahan kayu juga berkembang. Saat ini pengolahan kayu tidak hanya penggergajian kayu, tetapi mulai bergeser ke industri kayu lapis. Pergeseran ini terjadi karena bahan baku untuk kayu penggergajian berupa kayu bulat dengan diameter yang besar sudah mulai berkurang jumlahnya.
1
2
Berkurangnya kayu berdiameter besar ini membuat pengolahan kayu harus lebih efisien. Kayu lapis merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Indonesia pada periode 1980 hingga 1995 memperoleh devisa untuk industri kayu sebesar US $ 6 milyar hingga US $ 7 milyar per tahunnya. Industri kayu ini memberikan kontribusi ekonomi terhadap negara sangat besar. Industri kayu dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang tinggi. Produk kayu dari Indonesia seperti kayu lapis, kayu olahan, pulp and paper serta industri mebel memiliki pasar hingga tingkat dunia. Krisis ekonomi pada tahun 1998 membuat banyak industri kayu gulung tikar. Menurut Departemen Kehutanan Republik Indonesia, jumlah pabrik kayu lapis yang beroperasi pada tahun 2000 berjumlah 102 perusahaan dengan kapasitas produksi 9.806.505 m3 sedangkan pada tahun 2013 jumlah perusahaan yang beroperasi adalah 150 perusahaan dengan kapasitas produksi 12.396.815 m3. Menurunnya potensi hutan alam produksi Indonesia secara tajam terekam sejak tahun 2002 yang berdampak pada menurunnya ketersediaan bahan baku untuk industri kayu lapis. Hal ini diikuti dengan menurunnya produksi kayu lapis Indonesia secara terus menerus demikian pula dengan volume ekspornya. Peran Indonesia dari negara pengekspor kayu lapis tropis yang dominan di dunia nampaknya telah berubah menjadi negara pengekspor yang cukup besar (mediocre), digantikan oleh Malaysia yang cenderung meningkat volume ekspornya. Perkembangan industri kayu lapis tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi politik yang ada di Indonesia saja, tetapi juga dipengaruhi oleh sumber daya hutan sebagai pemasok bahan baku. Bahan baku dari hutan alam yang semula banyak,
3
kini semakin berkurang. Bahan baku dari hutan alam yang berkurang ini membuat industri kayu lapis mulai mencari sumber bahan baku lain. Bahan baku yang sekarang mulai dilihat sebagai pemasok industri kayu lapis mulai beragam pilihannya, dari jenis yang mulai berbeda sampai sumber bahan baku. Bahan baku kayu lapis mulanya menggunakan kayu meranti yang berasal dari hutan alam, tetapi seiring berkurangnya pasokan bahan baku tersebut, sekarang bahan baku kayu lapis mulai bergeser pada jenis sengon yang mudah dijumpai. Sumber bahan baku yang semula dari hutan alam kini telah banyak yang memilih dari hutan rakyat, hal ini dilakukan karena ketersediaan bahan baku dari hutan rakyat masih banyak. Perkembangan pengolahan kayu lapis tidak hanya berhenti pada bahan baku saja, teknologi pengolahan kayu lapis juga mengalami kemajuan. Kemajuan teknologi ini terlihat dengan semakin meningkatnya rendemen yang dihasilkan dari pengolahan kayu lapis. Rendemen adalah persentase jumlah kayu yang dapat diubah menjadi veneer dari volume total kayu bahan baku. Semakin besar rendemen yang dihasilkan menunjukkan bahan baku yang digunakan semakin efisien atau optimal. Peningkatan penggunaan teknologi dan semakin menurunnya sumber daya alam yang menjadi bahan baku merupakan faktor yang berpengaruh dalam pembuatan veneer yang akan dibuat menjadi kayu lapis. Pemanfaatan sember daya yang optimal menjadi suatu kewajiban dalam pembuatan kayu lapis karena bahan baku yang semakin terbatas. Efisiensi pemanfaatan bahan baku yang digunakan dan mesin yang digunakan dalam produksi diperoleh berdasarkan data
4
volume veneer yang dihasilkan. Volume veneer yang dihasilakn semakin besar menunjukkan prestasi kerja yang semakin tinggi. Sumberdaya log yang digunakan dalam pembuatan veneer memiliki diameter yang beragam. Diameter yang digunakan dari yang terkecil hingga terbesar menggunakan satu mesin pengupas yang sama, sedangkan hasil yang diperoleh dari setiap diameter berbeda-beda. Berdasarkan kondisi ini dipandang perlu dilakukan penelitian tentang prestasi kerja pembuatan veneer di U.D. ABIOSO.
1.2.
Rumusan Masalah
U.D ABIOSO memiliki kapasitas ijin produksi 40.000 m3 kayu lapis per tahun dengan kapasitas keperluan bahan baku 60.000 m3 sampai 90.000 m3 per tahun. U.D ABIOSO ini belum bisa memproduksi kayu lapis sesuai dengan ijin yang didapat. Produksi setiap tahun sering di bawah ijin produksi. Bahan baku yang digunakan adalah kayu sengon (Paraserienthis falcataria) yang berasal dari hutan rakyat di sekitar kabupaten Boyolali. Bahan baku yang diambil merupakan log dengan diameter 12 cm up. Diameter bahan baku yang beragam diolah menjadi lembaran veneer dengan satu tipe mesin saja. Rendemen yang diperoleh dari proses produksi 50%. Diameter bahan baku yang beragam dengan mesin pengupas satu jenis membuat sistem kerja kurang optimal. Hal ini terjadi karena setiap bahan baku yang akan dikupas menjadi veneer berubah ukurannya maka diperlukan waktu pengaturan ulang mesin pengupas. Diameter yang digunakan sangat beragam dari
5
12 cm sampai tak terhingga. Bahan baku yang memiliki keragaman jenis ukuran diameter ini terjadi karena sumber bahan baku merupakan hutan rakyat. Penggunaan bahan baku dengan diameter kecil berarti waktu produksi yang lebih lama karena harus mengatur mesin pengupas dengan hasil yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan baku
dengan diameter besar, tetapi bahan baku
dengan diameter kecil memiliki harga beli yang lebih murah.
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui elemen-elemen kerja pembuatan veneer. 2. Mengetahui prestasi kerja mesin pengupas berdasarkan kelas diameter bahan baku. 3. Menentukan kelas diameter bahan baku yang optimal berdasarkan hasil prestasi kerja.
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tentang prestasi kerjapembuatan veneer pada pembuatan kayu lapis ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memnerikan informasi mengenai prestasi kerja dan elemen-elemen pekerjaan dalam kegiatan pengupasan veneer di U.D. ABIOSO 2. Memberikan
informasi
kepada
U.D.
ABIOSO
untuk
dapat
meningkatkan efisiensi pembuatan veneer dalam proses pembuatan
6
kayu lapis berdasarkan diameter bahan baku agar target kapasitas produksi dapat tercapai. 3. Menambah literatur untuk kalangan akademisi guna memperkaya ilmu pengetahuan.