BAB I PENDAHULUAN 1. 1
Latar Belakang Permintaan domestik dan internasional akan kayu jati untuk industri furniture dari Indonesia mencapai 70 juta m3 per tahun dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat (AFD, 2012). Namun, bahan baku dari hutan alam terus mengalami penurunan seiring tingginya tingkat penebangan liar di Indonesia. Data yang tercatat di Kementerian Kehutanan sampai pertengahan tahun 2012, total produksi kayu jati di Indonesia hanya mencapai 10 juta m3 per tahun. Angka tersebut diperkirakan akan bertahan hingga sepuluh tahun mendatang. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan strategis untuk menjamin kelangsungan ketersediaan kayu jati dari Indonesia. Sejak tahun 2008, dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. P35/MenhutII/2008 dan P.70/MenhutII/2008, mengenai pengaturan perizinan usaha pengelolaan hutan dan hasil hutan, pemerintah Indonesia telah berniat untuk mengembangkan daerah penanaman hutan. Adanya hak pengusahaan hutan (HPH) maupun hutan tanaman industri (HTI) diharapkan mampu menutupi ketimpangan demand dan supply kayu di Indonesia serta mengatasi lahan kritis akibat degradasi di Indonesia. Namun, menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang dimuat di beritasatu.com, HPH dan HTI ini tidak mampu
1
mengolah lahan kritis akibat degradasi. Para petani hutan rakyat lah yang mau dan mampu memanfaatkan lahan kritis tersebut. Ketidakmampuan HPH dan HTI dalam mencukupi permintaan pasar kayu jati ternyata dapat ditopang oleh adanya kayu jati dari hutan rakyat. Hasil wawancara penulis dengan Sekretariat Jenderal Dewan Kehutanan Nasional (DKN), kayu dari hutan rakyat dapat mencukupi 20% dari kekurangan supply kayu jati. Secara kualitas, kayu jati dari hutan rakyat tidak jauh berbeda dengan kayu dari Perhutani maupun HTI atau pun HPH. Namun, mereka kalah secara kuantitas. Menanggapi isu tersebut, diharapkan adanya program guna meningkatan produksi kayu jati dari hutan rakyat. Produksi kayu jati dari hutan rakyat ini masih dapat dioptimalkan apabila terdapat manajemen hutan yang lebih komprehensif. Kondisi saat ini petani hutan rakyat masih dihadapkan pada lemahnya manajemen hutan dan polemik tebang butuh. Pengamatan penulis, sebenarnya ada beberapa investor asing yang tertarik untuk mengembangkan potensi hutan rakyat ini. Misalnya, Bank Dunia melalui International Finance Corporation (IFC), kemudian Agence Francise de Developpement (AFD), CO2 Operate- Belanda dan Institute for Global Environmental Strategis (iGES)- Jepang. Permasalahan kemudian dihadapkan pada kesulitan para investor asing tersebut untuk melakukan investasi langsung kepada para petani ataupun forest communities karena alasan birokrasi. Harus ada lembaga keuangan profesional seperti bank,
2
yang mampu menampung dan mengelola dana besar serta mendistribusikan ke seluruh pelosok negeri. Permasalahan lain yang mencuat adalah ketika bank-bank nasional di negeri ini tidak berani untuk mengambil kucuran dana dari luar tersebut. Dari sisi bank, berbeda dengan kredit agribisnis lainnya seperti kelapa sawit dan pertanian, petani hutan rakyat dipandang tidak bankable. Salah satu alasan dari pernyataan tersebut adalah lamanya masa panen, yaitu kurang lebih dua puluh tahun untuk jenis tanaman jati rakyat. Bahkan, Direktur Utama salah satu bank nasional mengungkapkan bahwa saat ini bank tidak memiliki pengetahuan cukup mengenai mekanisme kehutanan. Ungkapan ini senada dengan temuan penelitian Zhu, dkk (2011), bahwa ada asimetri informasi dalam pemberian kredit kehutanan, terutama antara pemberi kredit dengan petani hutan rakyat. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai mekanisme hutan rakyat, yang mampu dijadikan pedoman oleh lembaga keuangan (bank) dalam penyaluran kredit kehutanan. Salah satu calon investor asing dan perusahaan lokal di Indonesia, PT XYZ, sedang mengerjakan proyek kerjasama untuk pengembangan hutan rakyat di Indonesia. Keduanya sedang mengembangkan strategi mitigasi di sektor hutan rakyat di Kabupaten Pacitan, dengan obyek studi Asosiasi Petani Pengurus Hutan Rakyat Lestari (APPHRL) Catursari. Proyek ini terkonsentrasi pada pengembangan jati unggul nusantara (JUN). JUN merupakan salah satu jenis spesies jati yang dikembangkan secara
3
vegetatif dan memiliki masa panen paling pendek, yaitu minimal lima tahun. Kabupaten Pacitan merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki area hutan rakyat cukup besar. Lebih dari 97% area hutan di Kabupaten Pacitan adalah hutan rakyat. Luas hutan rakyat di Kabupaten Pacitan tidak kurang dari 72.951,50 hektar (Ha) dengan kapasitas produksi sebesar 307.409,11m3 selama tahun 2012 untuk semua jenis kayu. Pendapatan
petani
kehutanan
selama
tahun
2012
mencapai
Rp
334.488.384,00; sedangkan tenaga kerja yang terserap dalam kegiatan kehutanan mencapai 70.400 orang. Hasil dari hutan rakyat tersebut mampu menutupi 60% dari total kebutuhan masyarakat (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan, 2012). Menurut mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan, hutan rakyat yang telah dimanfaatkan baru mencakup 50% dari total area hutan rakyat. Dengan demikian, potensi yang mampu digali dari pemanfaatan hutan rakyat masih cukup besar. Guna meningkatkan kualitas dan kuantitas kayu, terutama jati dari hutan rakyat di Kabupaten Pacitan, perlu adanya sistem pengembangan kredit kehutanan bagi petani hutan rakyat. Kredit ini diberikan untuk penanaman dan kredit tunda tebang guna mengatasi polemik tebang butuh yang berkembang di masyarakat. Sistem kredit kehutanan seperti ini dapat mendorong tingkat produksi kayu jati sekaligus menutup area lahan kritis dan hutan yang telah terdegradasi.
4
Proyek investasi penanaman JUN dapat menjadi alternatif solusi untuk isu yang sudah dijabarkan sebelumnya. Namun, keputusan eksekusi dari proyek pengembangan JUN terletak pada keberhasilan PT XYZ dan investor asing tersebut membangun strategi mitigasi terutama kelayakan kredit kehutanan untuk petani hutan rakyat. Ke depannya, strategi mitigasi tersebut dapat dimanfaatkan semua pihak yang berkaitan dengan pengembangan hutan rakyat, seperti lembaga keuangan. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian kelayakan kredit kehutanan untuk petani hutan rakyat dari kacamata lembaga pemberi kredit (bank).
1. 2
Perumusan Masalah Kredit kehutanan di Indonesia untuk petani hutan rakyat masih belum terdistribusi secara maksimal, meskipun tersedia kredit agribisnis sebagai salah satu produk bank yang ditawarkan. Saat ini bank tidak mengetahui bagaimana sistem pinjaman dan kelayakan proyek yang dapat diberikan kepada petani hutan rakyat. Penelitian ini mendiskusikan permasalahan mengenai kelayakan kredit kehutanan pada Investasi Penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) di Kabupaten Pacitan.
1. 3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini diharapkan mampu menjawab pertanyaan berikut:
5
1. Layakkah kredit investasi penanaman JUN diberikan kepada petani hutan rakyat berdasarkan metode kelayakan investasi Net Present Value? 2. Dengan menggunakan analisis sensitivitas dan skenario kredit, layakkah kredit investasi penanaman JUN diberikan?
1. 4
Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. mengevaluasi kelayakan kredit investasi penanaman JUN oleh petani hutan rakyat di Kabupaten Pacitan. 2. menganilisis kelayakan kredit investasi penanaman JUN oleh petani hutan rakyat di Kabupaten Pacitan dengan berbagai kemungkinan dalam pengaplikasian analisis sensitivitas.
1. 5
Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini adalah investasi kredit penanaman JUN bagi petani hutan rakyat yang tergabung dalam asosiasi atau community forest yang ada di Kabupaten Pacitan di area seluas 20.000 Ha dengan menggunakan sistem channeling. Proyek investasi penanaman JUN ini merupakan single proyek, sehingga akan menggunakan evaluasi kelayakan NPV, analisis sensitivitas dan skenario kredit.
6
1. 6
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. memberikan referensi bagi bank nasional dalam memberikan kredit kehutanan untuk petani hutan rakyat, 2. menguatkan posisi petani hutan rakyat agar dipandang lebih bankable di mata bank sehingga mudah mendapatkan kredit, 3. dapat digunakan sebagai pedoman maupun referensi bagi investor asing yang ingin berinvestasi di sektor kehutanan terutama hutan rakyat melalui sistem channeling dengan bank nasional, 4. memberikan gambaran kelayakan kredit investasi di bidang kehutanan secara akademik.
1. 7
Sistematika Penelitian Sistematika penulisan thesis ini adalah: BAB I: PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai: latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II: LANDASAN TEORI Bab ini menjabarkan tentang teori-teori yang digunakan sebagai literatur dalam penelitian ini. Teori-teori yang digunakan adalah: investasi, capital budgeting, metode evaluasi capital budgeting, cost of debt, analisis
7
sensitivitas, risiko kredit, Clean Development Mechanism di China, kredit agribisnis di luar negeri, dan kredit agribisnis dari bank nasional. BAB III: METODE PENELITIAN Pada bab ini mencakup tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini. Mulai dari penentuan subjek dan obyek penelitian hingga prosedur analisis kelayakan proyek. BAB IV: DESKRIPSI PROYEK Profil petani hutan rakyat yang terkait dalam proyek ini, yaitu Asosiasi Petani Pengurus Hutan Rakyat Lestari (APPHRL) Catursari di Kabupaten Pacitan. Gambaran umum kondisi hutan rakyat di Kabupaten Pacitan juga tersaji dalam bab ini. Deskripsi proyek penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) juga dijelaskan dalam bab ini. BAB V: HASIL ANALISIS PROYEK DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi mengenai temuan di lapangan serta evaluasi kelayakan kredit proyek investasi penanaman JUN di Kabupaten Pacitan. Hasil analisis dan evaluasi kelayakan kredit proyek tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan pembahasan. BAB VI: SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPLIKASI Bab ini memuat simpulan berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di bab sebelumnya. Bab ini juga menjabarkan adanya keterbatasan selama proses pengerjaan penelitian. Terakhir, penulis juga menyajikan implikasi temuan penelitian ini yang sekaligus menjadi rekomendasi.
8