BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hutan menurut Pasal 1 (2) Undang-Undang No. 41/99 tentang Kehutanan diartikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Dua jenis hutan yang dikenal saat ini adalah Hutan Alam (tegakan tidak seumur) dan Hutan Tanaman (tegakan seumur). Salah satu hutan tanaman yang telah dikelola dan diusahakan secara lestari oleh Perum Perhutani adalah jati (Tectona grandis L.f) di Pulau Jawa. Dalam kegiatan pengelolaan hutan, yang menjadi dasar dan tujuan utamanya adalah asas atau prinsip kelestarian. Kegiatan pemanenan hasil hutan merupakan sebagian dari kegiatan pengelolaan pengusahaan hutan. Pengelolaan hutan di Indonesia menganut prinsip kekekalan hasil (sustained yield principle) dimana pemanenan hasil didasarkan atas hasil maksimal (maximum yield) (Anonim, 1983). Prinsip kelestarian hasil menghendaki adanya hasil yang terus menerus dan sedapat mungkin meningkat baik kualita maupun kuantita serta pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal. Prinsip kelestarian dapat terjamin apabila penebangan yang dilakukan tidak mengurangi jumlah volume kayu yang ada, dalam arti bahwa volume kayu yang ditebang sama dengan volume kayu ketika pohon masih berdiri. Sehingga dalam pemanenan hutan ditetapkan adanya Jatah Produksi Tahunan.
1
2
Dalam penentuan Jatah Produksi Tahunan, Kementerian Kehutanan menggunakan faktor koreksi yang berbeda-beda disetiap KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan). Target Produksi Tahunan adalah besarnya volume pohon berdiri yang potensial yang boleh ditebang rata-rata tiap tahun dari suatu areal pengusahaan hutan dengan tidak mengganggu kelestarian produksi dan kelestarian hutan pada umumnya (Anonim, 1983). Pengertian faktor koreksi disini adalah faktor pengaman dalam perhitungan target produksi tahunan. Keberadaan faktor koreksi sangat penting untuk mengakomodir hal-hal yang mungkin menimbulkan error di lapangan dan mengimbangi adanya kesalahan yang mungkin terjadi dalam perhitungan volume tegakan. Karena diperkirakan terjadi gangguangangguan seperti pencurian kayu, kesalahan dalam pengukuran pohon, faktor keberhasilan tanaman, dan faktor-faktor lain yang dapat menghambat tercapainya kelestarian hasil dalam pengusahaan hutan. Dalam hal ini, apabila faktor-faktor yang menghambat tersebut semakin besar, maka tingkat kelestarian hasil yang diperoleh akan semakin kecil. Mengingat bahwa daur tanaman jati yang panjang yaitu berkisar antara 40-80 tahun, maka faktor-faktor tersebut perlu untuk diperhatikan. Faktor koreksi yang digunakan tergantung pada volume realisasi dan volume taksiran pohon. Dimana faktor koreksi dalam Instruksi 1974 merupakan faktor untuk merubah batang kayu dari volume batang (Vst) ke volume kayu perkakas kasar (kpk). Volume kayu batang (Vst) yang dimaksud adalah volume kayu yang diukur dari tonggak sampai percabangan pertama (tbbc). Sedangkan volume kayu perkakas (kpk) meliputi kayu batang yang hanya dibuang bagian
3
yang janggal saja misal kulit, cabang, dan lain-lain. Sehingga terdapat ketidaksesuaian ketika menghitung faktor koreksinya, yaitu perbandingan antara volume realisasi (kpk) dengan volume taksiran (Vst). Selain itu dapat pula terjadi akibat banyaknya pencurian pohon sebelum masa tebang. Sehingga ketika penebangan, jumlah volume tebangan akan menurun dari rencana tebangan awal. Hal itu juga akan berdampak pada nilai faktor koreksi yang diperoleh. Jumlah pohon dapat menjadi faktor koreksi dalam melihat keberhasilan realisasi tebangan dengan rencana tebangan pada PDE-10 (Ikhtisar Rencana Tebangan menurut Waktu dan Tempat). Dimana faktor koreksi tersebut termasuk juga didalamnya meliputi error, faktor keamanan, dan faktor eksploitasi. Oleh karena itu, untuk menghitung faktor koreksi dengan mempertimbangkan dari segi jumlah pohon beserta analisis perbandingan dengan ketetapan Perum Perhutani untuk setiap BH (Bagian Hutan) maka penelitian ini dilakukan. Mengingat bahwa tingkat keberhasilan pengendalian kelestarian sangat bergantung pada besarnya faktor koreksi yang dihasilkan.
1.2 Rumusan Masalah Adanya tuntutan dalam meningkatkan kelestarian hasil hutan melalui efisiensi dan ketepatan dalam kegiatan penebangan sehingga dapat meminimalkan limbah atau sisa penebangan, maka semaksimal mungkin menghindarkan adanya kerusakan-kerusakan yang dapat terjadi di lapangan. Hal tersebut dapat diakomodir dengan adanya faktor koreksi yang nantinya digunakan dalam penaksiran volume produksi hasil kayu. Sehingga untuk mengevaluasi keakuratan
4
faktor koreksi yang digunakan dapat diketahui dengan membandingkan antara volume realisasi dengan volume taksiran dalam penebangan dari setiap pohon yang dikerjakan. Volume realisasi (volume kayu perkakas) diperoleh dari data Laporan Definitif KPH dimana besarnya volume meliputi kayu batang yang hanya dibuang bagian yang janggal saja misal kulit, cabang, dan lain-lainyang diukur setelah pohon rebah. Sedangkan volume taksiran (volume kayu batang) diukur mulai dari tonggak sampai dengan percabangan pertama pada saat pohon masih berdiri. Volume taksiran dapat diperoleh dengan menggunakan data Ikhtisar Rencana Tebangan Menurut Waktu dan Tempat. Namun, karakteristik suatu wilayah seperti ketinggian tempat, iklim, kelerengan serta teknik pemanenan dapat mempengaruhi kinerja penebangan yang selanjutnya dapat mempengaruhi efisiensi dan ketepatan hasil tebangan yang diperoleh. Selain itu perbedaan pendekatan dan macam tabel/tarif yang digunakan untuk taksasi volume dapat mempengaruhi hasil (m3) taksasi volume. Dengan demikian faktor koreksi tersebut dapat berbeda-beda pada masing-masing Bagian Hutan pada suatu KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan). Mengingat bahwa besarnya faktor koreksi merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan pengendalian kelestarian hasil hutan. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan dan evaluasi lebih lanjut mengenai hal tersebut.
5
1.3 Tujuan Penelitian 1. Menentukan besarnya faktor koreksi penebangan kayu komersial jenis jati KPH Purwodadi dengan mempertimbangkan jumlah pohon. 2. Menentukan besarnya angka kayu bakar jenis jati KPH Purwodadi. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai faktor koreksi penebangan kayu komersial jenis jati KPH Purwodadi.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :. 1. Memberikan gambaran bagi KPH mengenai sejauh mana keberhasilan realisasi tebangan dibandingkan rencana tebangan melalui faktor keamanan tegakan, faktor eksploitasi dan faktor lain yang termasuk didalam faktor koreksi. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak KPH dalam menentukan kebijakan terutama faktor koreksi yang ditetapkan untuk menaksir produksi hasil kayu. 3. Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya untuk perencanaan jangka panjang.