BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang cukup penting dalam menjaga kestabilan ekosistem hutan tanaman, diantaranya adalah tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah merupakan salah satu penyusun ekosistem hutan. Tumbuhan bawah meliputi semak, herba, perdu, liana, serta tumbuhan penutup tanah seperti rumputrumputan dan anakan pohon yang menempati lapisan terbawah serta memanfaatkan sinar matahari yang melewati sela-sela lapisan tajuk (Whitmore, 1975). Peran positif tumbuhan bawah adalah mengintersepsi titik-titik air hujan, menghambat run-off, memperbaiki sifat fisik tanah seperti pembentukan struktur, peningkatan porositas tanah yang pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas infiltrasi sehingga memperkecil limpasan permukaan dan meningkatkan kemantapan agregat tanah (Kusumandari, 2003). Meskipun demikian, tumbuhan bawah mempunyai pengaruh negatif karena dapat menjadi pesaing bagi tanaman pokok. Tumbuhan bawah terlibat dalam interaksi antar jenis seperti kompetisi interspesifik, alelopati, dan simbiosis, serta merupakan tempat perlindungan yang baik bagi mamalia dan menentukan iklim mikro yang cocok bagi serangga (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).
1
2
Burung merak hijau menggunakan berbagai tipe habitat seperti hutan hujan dataran rendah, hutan musim savanna, dan hutan jati, serta hutan pegunungan bahkan disebaran lokalnya (Van Balen dkk., 1991; Hernowo, 1995). Namun demikian tidak setiap tipe habitat dipilih oleh burung merak hijau sebagai tempat hidupnya. Burung merak hijau menyukai tempat untuk mencari pakan di areal terbuka (Pattaratuma, 1977; Mulyana, 1988; Ponsena, 1988; Winarto, 1993; Hernowo, 1995; Hernowo, 1999; Supratman, 1998; Palita, 2002; Hernawan, 2003; Rini, 2005; Wasono, 2005; Sumbara, 2006; Yuniar, 2007; dan Risnawati, 2008). Dedaunan, buah dan biji rerumputan serta semak merupakan pakan utama dari burung merak hijau. Menurut Septania (2009) dalam Hernowo (2011) burung merak hijau merupakan polyphag species, yang berarti burung merak hijau memakan jenis pakan yang memiliki kisaran jenis pakan yang beranekaragam. Burung merak hijau merupakan jenis burung memerlukan pakan yang cukup banyak, karena ukuran tubuhnya cukup besar (Hernowo, 2011). Tempat terbuka yang ditumbuhi oleh rerumputan dan semak serta dikelilingi oleh pepohonan (hutan) adalah karakteristik tempat makan (feeding site) burung merak hijau. Bentuk dari areal terbuka adalah padang rerumputan yang dikelilingi oleh hutan, areal tumpang sari, savana dan hutan yang memiliki rumpang paling sedikit 1 ha. Selain memakan rumput, semak, dan buah, burung merak hijau juga memakan serangga (rayap, laron, dan belalang) seperti dikemukan oleh Hernowo (1995), Supratman (1998), dan Hernawan (2003). Burung merak hijau (Pavo muticus L.) merupakan jenis burung langka yang daerah sebaran alaminya di Indonesia terdapat di Pulau Jawa dan statusnya
3
dilindungi oleh undang undang. Perlindungan terhadap jenis burung merak hijau ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.66/KPTS/Um/2/1973; Keputusan Menteri Kehutanan No.301/ Kpts -II/1991 dan PP No. 7 tahun 1999 (Noerdjito dan Maryanto, 2001). Status burung merak hijau berdasarkan IUCN (2007) dikategorikan ke dalam vulnerable (rentan atau rawan punah) dengan penilaian A2cd+3cd dan C2a(i). Selanjutnya, menurut CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wildlife Fauna and Flora (Anonim, 2006), burung merak hijau dikategorikan ke dalam Appendix II. Hal ini berarti bahwa harus ada pengendalian dalam perdagangan jenis burung ini, antara lain melalui sistem pengawasan dan kuota. Keberadaan jenis burung ini sudah sangat jarang atau sudah hampir punah. Penangkapan oleh masyarakat menjadi penyebab utama merosotnya populasi burung merak hijau, selain penyusutan atau konversi lahan dan rusaknya habitat. Potensi yang dimiliki satwa langka tersebut menjadi pemacu penangkapan burung merak hijau, seperti keindahan bulu, suara yang merdu, keunikan bentuk dan tingkah laku. Oleh karena itu, jenis burung ini tergolong langka dan bernilai ekonomis tinggi. Yuniar (2007) melaporkan bahwa populasi burung merak hijau di TN Baluran pada tahun 2007 sebanyak 70 ekor dengan nisbah kelamin 1 : 4. Untuk mengatasi penurunan populasi burung merak hijau secara drastis, perlu dilakukan pembinaan habitat dan peningkatan pengawasan. Untuk itu, penelitian tentang habitat merupakan langkah awal untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas. Hutan produksi Bendo petak 117 B RPH Sawoo, BKPH Bondrang wilayah Madiun Selatan di Kabupaten Ponorogo merupakan habitat
4
alami burung merak hijau yang memiliki vegetasi pohon yang relatif sedikit. Kondisi lokasi penelitian berupa tebing curam hingga sangat curam yang digunakan sebagai habitat untuk mencari pakan, tempat minum, dan tempat tidur atau istirahat pada siang hari. Secara umum, habitat untuk mencari pakan didominasi oleh tumbuhan bawah berupa rumput-rumputan dan semak, sedangkan tempat mukim maupun singgah didominasi oleh pohon-pohonan dengan ketinggian cabang untuk bertengger sekitar 4-25 m (Mariana dan Reny, 2010). Penelitian ini mencoba menjelaskan dan mengidentifikasi komposisi, sebaran, dan kegunaan jenis tumbuhan bawah sebagai habitat alami burung Merak Hijau (Pavo muticus L.) di hutan sonokeling. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada tegakan sonokeling yang berada pada kawasan hutan produksi Bendo petak 117 B RPH Sawoo, BKPH Bondrang, Madiun Selatan di Kabupaten Ponorogo. Komposisi dan pola sebaran jenis akan memberikan informasi mengenai keragaman jenis dan pola persebaran tumbuhan bawah dalam mendukung kestabilan suatu ekosistem, khususnya di areal hutan produksi Bendo petak 117 B, RPH Sawoo, BKPH Bondrang, KPH Madiun serta pentingnya tumbuhan bawah sebagai habitat alami burung merak hijau (Pavo muticus L.).
1.2. Permasalahan Tumbuhan bawah di dalam hutan merupakan salah satu komponen dalam ekosistem hutan. Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, tumbuhan bawah memiliki peran yang cukup penting dalam suatu ekosistem. Namun demikian dalam praktek pengelolaan hutan tanaman sonokeling, tumbuhan bawah selalu
5
dilihat dari sisi negatifnya saja, sehingga tumbuhan bawah sering dianggap sebagai pengganggu dan perlu dimusnahkan atau diabaikan. Pada umumnya pengelola kehutanan juga kurang mengetahui peran tumbuhan bawah. Hal ini menjadi
pertimbangan untuk meneliti tentang
pengelompokan (jenis dan sebaran) tumbuhan bawah di bawah tegakan sonokeling dan kegunaannya sebagai habitat burung merak hijau (Pavo muticus L.).
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi, pola sebaran, keanekaragaman, dan kelimpahan jenis-jenis tumbuhan bawah di bawah tegakan sonokeling (Dalbergia latifolia) serta manfaatnya khusus bagi habitat burung merak hijau (Pavo muticus L.)
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan
dalam mengarahkan pengelolaan hutan selanjutnya sebagai habitat alami burung merak hijau dan dapat digunakan sebagai landasan bagi penelitian berikutnya.