I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya dijelaskan bahwa suaka margasatwa, adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Suaka margasatwa selain memiliki fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Fungsi tersebut dapat dijelaskan, antara lain : melindungi dan melestarikan kelangsungan hidup satwa tertentu agar tidak punah, untuk keperluan pengembangan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Meijaard, dkk (2006), menyebut pengelolaan habitat untuk spesies dilindungi dilakukan dengan mencegah kegiatan-kegiatan yang merugikan bagi keberadaan dan kemampuannya untuk bertahan. Pengelolaan ini diperlukan pendekatan yang seimbang antara prosedur perencanaan yang mengkaji spesies yang dipilih menjadi prioritas dan bagaimana keberadaan spesies tersebut dapat dilindungi dalam jangka panjang. Pengembangan perencanaan dan prosedur pelaksanaan yang lebih efektif yang melibatkan departemen dan lembaga (di tingkat nasional dan kabupaten/provinsi) serta stakeholders lain yang terkait jelas sangat diperlukan. Selanjutnya Purnomo (2005) menyebutkan, bahwa pengelolaan 1
2
sumberdaya alam dan lingkungan akan menjadi lebih lestari dan adil jika dilakukan dengan partisipasi semua pihak terutama masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan dan kesadaran untuk melakukan proses pembelajaran secara terus menerus serta lingkungan kebijakan yang terdesentralisasi Suaka Margasatwa (SM) Paliyan ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 171/Kpts-II/2000 tentang penunjukan kawasan hutan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas total 434,60 Hektar. SM Paliyan
berada di wilayah Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari,
Kabupaten Gunung Kidul. SM Paliyan semula merupakan hutan produksi yang dikelola oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi D.I. Yogyakarta. Dasar penunjukkan kawasan Hutan Paliyan sebagai kawasan suaka margasatwa adalah untuk melindungi habitat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan memberi tempat khusus agar monyet tidak keluar ke kawasan penduduk. Kawasan SM Paliyan merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Provinsi D.I. Yogyakarta yang terdapat karst di dalam kawasan (BKSDA Yogyakarta, 2011a). Pada awal penunjukan SM Paliyan, pada tahun 2001 hanya menyisakan hutan seluas 7,62 Ha, yang berupa tegakan jati seluas 6,49 Ha dan tegakan sonokeling seluas 1,13 Ha hal ini disebabkan oleh perambahan kawasan SM Paliyan menjadi areal perladangan oleh masyarakat sejak kawasan ini masih berstatus hutan produksi (BKSDA Yogyakarta, 2005). Kegiatan rehabilitasi dilakukan setelah penunjukan kawasan menjadi SM Paliyan melalui kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) berupa tanaman jati, mahoni, sonokeling, akasia, dan tanaman buah yang difungsikan untuk pakan
3
monyet ekor panjang dan aneka jenis burung, dilaksanakan pada tahun 2003 dan 2004 (Wiriyawan, 2011). Kegiatan rehabilitasi dilanjutkan dengan program rehabilitasi oleh PT Mitsui Sumitomo Insurance, dengan jenis tanaman pokok buah-buahan. Konsep program rehabilitasi adalah mengembalikan fungsi hutan sebagai kawasan konservasi Suaka Margasatwa dan fungsi pengaturan tata air (hidrologi) dengan konsep pembangunan hutan yang memperhatikan kepentingan masyarakat setempat (Kurniawati, 2010). Program tersebut dilakukan mulai tahun 2005 s/d tahun 2011 (BKSDA Yogyakarta, 2007). Keberhasilan rehabilitasi ditunjukkan dari hasil inventarisasi jenis burung yang dilakukan tahun 2013 terdapat 45 spesies yang terbagi ke dalam 25 genus. Data dari inventarisasi terdapat 1 spesies yang memiliki status konservasi tinggi dan endemik pulau Jawa yakni Bubut Jawa (Centropus nigrorufus), bersatus rawan (vulnerable) menurut IUCN 2010 dan beberapa burung yang dilindungi menurut PP no 7 Tahun 1999. Keberadaan jenis satwa di SM Paliyan tetap harus diperhatikan supaya tidak terjadi kelangkaan lokal (langka hanya di kawasan tertentu) yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di SM Paliyan (BKSDA Yogyakarta, 2011a). Sampai saat ini, pengelolaan SM Paliyan masih berfokus melindungi habitat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), sesuai dengan SK Menhut Nomor : 171/Kpts-II/2000. Monyet ekor panjang bukan termasuk spesies yang dilindungi, bahkan dianggap sebagai hama oleh masyarakat. Monyet ekor panjang seringkali menimbulkan gangguan khususnya pada lahan pertanian di sekitar SM Paliyan (BKSDA Yogyakarta, 2010). Pengelola SM Paliyan sampai saat ini,
4
belum menentukan spesies-spesies yang menjadi prioritas pengelolaan. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.57/Menhut-II/ 2008 perlu dilakukan penentuan spesies prioritas untuk konservasi. Peraturan tersebut mendefinisikan spesies prioritas sebagai spesies yang dinilai penting untuk dilakukan konservasi jika dibandingan dengan spesies-spesies lainnya. Dalam peraturan ini juga dijelaskan
bahwa
penentuan
spesies
prioritas
akan
membantu
dalam
memfokuskan kegiatan selanjutnya, mengingat ketersediaan sumberdaya yang senantiasa terbatas termasuk sumberdaya manusia, dana dan sumber daya lainnya. Untuk kawasan suaka margasatwa sesuai dengan fungsinya, untuk spesies prioritasnya adalah jenis satwa. Menurut Indrawan, dkk (2012), suatu pendekatan yang sering diterapkan dalam membuat prioritas konservasi adalah dengan melindungi spesies tertentu. Melindungi spesies berarti juga melindungi seluruh komunitas hayatinya. Pengelolaan satwa liar mempunyai tujuan untuk memperbesar keanekaragaman. Dua
(2)
pendekatan
terhadap
pengelolaan
satwa
liar
yaitu,
pertama
mengembangkan spesies-spesies yang menarik perhatian (sebagai spesies indikator kunci ataupun spesies tunggal) dan kedua, mengembangkan kekayaan spesies (Alikodra, 2002). Pendekatan membuat prioritas konservasi ini didukung oleh pendapat Joss, dkk (2009) bahwa membuat prioritas dalam usaha konservasi dengan menyelaraskan antara dasar ilmiah dan penerapannya dalam perencanaan. Prioritas ini merupakan salah satu upaya konservasi karena dalam kegiatan
5
konservasi tidak bisa menyelamatkan semua, jadi harus dibuat berkonsetrasi dalam melakukan upaya konservasi. Untuk mencapai visi SM Paliyan yaitu menjadi “ pusat percontohan pengelolaan suaka margasatwa yang efektif, aman dan mantap secara legal formal, serta mampu memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar”, diperlukan kerjasama dan peran aktif dengan berbagai pihak. Kerjasama dan peran aktif dengan berbagai pihak seperti masyarakat, swasta dan akademisi diperlukan untuk mencapai visi dan fungsi kawasan. Pengelolaan SM Paliyan dan pengelolaan satwa liar akan lebih dinamis apabila dilakukan pemilihan satwa prioritas dengan berdasarkan dari potensi ekosistem saat ini serta harapan masyarakat, praktisi, para ahli, swasta.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan laporan evaluasi fungsi kawasan konservasi Yogyakarta
tahun 2011, SM Paliyan merupakan rumah (habitat) dari berbagai jenis burung, termasuk burung migran dan beberapa jenis burung yang dilindungi oleh pemerintah. Peraturan Menteri Kehutanan nomor : P.57/Menhut-II/2008 menjelaskan mengenai keterlibatan masyarakat, dalam Konservasi spesies dilaksanakan bersama oleh pemerintah dan masyarakat secara harmonis, masyarakat umum perlu memahami berbagai peraturan yang terkait, agar dapat memanfaatkan spesies tanpa menyalahi peraturan yang berlaku. Meijard menyampaikan manfaat hutan yang dikelola secara lestari oleh stakeholders setempat memiliki
6
kemungkinan sukses yang lebih baik, bukan berarti disini bahwa seluruh tanggung jawab langsung diserahkan pada masyarakat setempat. Strategi pengelolaan partisipatif harus diperkenalkan dengan hati-hati dan dikombinasikan dengan kebijakan pemerintah yang mudah dipahami oleh pemangku kepentingan setempat (Meijaard dkk, 2006). Untuk mencapai visi SM Paliyan diperlukan rencana pengelolaan satwa liar. Prioritas pengelolaan tertuang di dalam rencana pengelolaan ini. Prioritas pengelolaan memuat rencana pengelolaan satwa dan merupakan rencana aksi (action plan). Menurut Indrawan (2012), dalam setiap kawasan yang dilindungi terdapat sejumlah sumberdaya kunci (keystone resources) yang khas dan perlu dikelola secara efektif. Mempertahankan populasi satwa kunci juga sangat penting untuk memastikan kesehatan hutan dalam jangka panjang dan memerlukan perhatian lebih (Meijard, dkk 2006). Berdasarkan
latar
belakang
yang
telah
diuraikan
diatas,
maka
permasalahan yang akan dikaji adalah mengenai pemilihan satwa prioritas di SM Paliyan, hal ini merupakan salah satu masukan dalam penyusunan rencana pengelolaan SM Paliyan. Dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan jenis satwa diperlukan pertimbangan yang rasional dan menyeluruh sesuai dengan tujuan pengelolaan SM Paliyan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah yang hendak diajukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Apa
jenis satwa prioritas di SM Paliyan dengan penerapan analisis
multikriteria dengan menggunakan metode analytical hierarchy proses (AHP)?
7
2.
Bagaimana
pendapat masyarakat sekitar kawasan SM Paliyan terhadap
fungsi SM Paliyan
dalam kegiatan pelestarian satwa liar termasuk di
dalamnya mengenai satwa prioritas? 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1.
Menentukan satwa prioritas untuk SM Paliyan dengan metode analytical hierarchy proses (AHP);
2.
Mengetahui persepsi masyarakat sekitar kawasan terhadap fungsi SM Paliyan
dalam kegiatan pelestarian satwa liar termasuk di
dalamnya mengenai satwa prioritas. 1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah,
masyarakat dan para pengembang ilmu pengetahuan diantaranya : 1. Manfaat praktis : Memberikan informasi mengenai alternatif jenis satwa prioritas dalam pengelolaan satwa liar di SM Paliyan. Mengetahui
dasar
pemilihan
satwa
yang
menjadi
prioritas
pengelolaan SM Paliyan Mengetahui pendapat masyarakat sekitar kawasan SM Paliyan mengenai fungsi kawasan konservasi dan pelestarian satwa 2. Manfaat untuk pengetahuan : Memberikan pengetahuan mengenai penentuan satwa prioritas untuk kawasan konservasi, yang disesuaikan dengan kondisi SM Paliyan.
8
Untuk penelitian lainnya dan penerapan metode ini dapat dijadikan sebagai acuan dan atau bahan perbandingan penelitian yang menggunakan metode yang sama untuk kawasan konservasi lainnya. 1.5
Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini dibatasi sebagai berikut : 1.
Lokasi penelitian ini adalah kawasan konservasi Suaka Margasatwa Paliyan di bawah pengelolaan Balai KSDA Yogyakarta, dengan letak administrasi berada pada wilayah kecamatan Paliyan dan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.
Fokus penelitian ini adalah pada data-data hasil inventarisasi satwa oleh BKSDA Yogyakarta, penelitian yang sudah dilakukan dan data invetarisasi jenis mamal kecil di SM Paliyan.
3.
Masyarakat dalam penelitian adalah masyarakat desa sekitar SM Paliyan, yaitu Desa Karang Asem, Karang Duwet, Jetis dan Kepek
1.6
Keaslian Penelitian Penelitian ini menekankan pada proses penentuan spesies-spesies
prioritas sebagai masukan untuk pengelolaan satwa liar
di SM Paliyan dan
merupakan tindak lanjut dari kegiatan rehabilitasi habitat monyet ekor panjang. Untuk menentukan satwa prioritas dikaji : menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Untuk mengetahui keaslian dari penelitian dapat dilihat dari penelitian
yang
sudah
dilakukan
sebelumnya
di
SM
Paliyan.
.
Tabel 1.1 Penelitian yang sudah dilakukan di SM Paliyan dan Penelitian yang yang menggunakan AHP Nama Peneliti Tahun Judul Metode penelitian Syamsul Hidayat
2011 thesis 2010 Thesis
Konservasi Ex Situ Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor Penentuan Kuota Panen Monyet Ekor Panjang Macaca fasicularis Berdasarkan Parameter Demografi
Wiriyawan
2011 Thesis
Penilaian Manfaat Ekonomi Proyek Rehabilitasi dan Regenerasi Suaka Margasatwa Paliyan di Gunung Kidul
Ilmi Kurniawati
2009 Thesis
Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Konservasi Suaka Margasatwa Paliyan Kabupaten Gunung Kidul
Pete Coppolillo, Humberto Gomezb, Fiona Maiselsc, Robert Wallaceb
2004 Jurnal Biological Conservation
Selection criteria for suites landscape species as basis for sitebased conservation
Kusmardiastuti
9
Pengumpulan data dengan kuisoner, wawancara dan diolah dengan skala likert, metode skoring dan AHP dengan software expert choice Pengambilan data parameter demografi monyet ekor panjang dengan metode Concentration count Metode yang digunakan dalam analisis tumbuhan pakan adalah metode jalur berpetak dengan jumlah petak pengamatan sebanyak 10 buah pada tiap jalur Analisis dilakukan pada : Menghitung natalitas kasar/ fecundity, kerapatan tumbuhan pakan, pertumbuhan populasi, MPV, kuota panen Analisis sensitivity dan uji regresi linear dengan metode stepwise Penelitian ini utamanya menggunakan data sekunder yang diambil dari penelitian sebelumnya yang relevan. Pengambilan data primer juga dilakukan untuk melengkapi data yang kurang. Langkah penelitian diawali dengan melakukan identifikasi terhadap manfaat PR2SMP, kemudian mengkuantifikasi besarnya dampak lalu dinyatakan dalam nilai uang (harga), dan langkah terakhir adalah membuat analisis manfaat dari adanya PR2SMP Metode : Metode penelitian survey, Teknik pengambilan sampel dengan stratified random sampling, Analisis bersifat deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan hasil analisis jawaban responden Menggunakan pendekatan landscape, dengan analisis sensitivity