I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan produsen karet alam nomor dua di dunia setelah Thailand. Produksi karet alam Indonesia tahun 2007 mencapai 2,55 juta ton dengan luas lahan perkebunan sebesar 3,3 juta hektar sedangkan produksi karet alam Thailand mencapai 2,97 juta ton (Anonim, 2008a). Terdapat tiga jenis perkebunan karet di Indonesia, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Akan tetapi, dengan luas lahan yang lebih besar, Indonesia belum bisa menjadi produsen karet alam nomor satu, karena produktivitas perkebunan karet di Indonesia yang rendah, yaitu sebesar 1 ton/ha dibandingkan dengan Thailand sebesar 1,7 ton/ha (Anonim, 2008b). Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 membuat sektor industri dan perdagangan dunia terpuruk. Salah satu sektor industri yang terkena dampak krisis global adalah industri otomotif. Industri otomotif di Amerika maupun di Eropa terpuruk, sehingga memaksa industri otomotif untuk mengurangi produksi bahkan sampai menghentikan produksi dan menutup pabrik. Menurunnya produksi otomotif dunia juga berdampak langsung terhadap industri ban mengingat industri ban merupakan industri penunjang bagi industri-industri otomotif. Industri otomotif dan industri ban merupakan konsumen karet alam terbesar di dunia dan juga di Indonesia khususnya. Karet alam banyak digunakan sebagai bahan dasar komponen-komponen pada kendaraan bermotor. Komponen yang paling banyak menggunakan karet alam sebagai bahan dasarnya adalah ban. Dengan menurunnya jumlah produksi industri otomotif dan industri ban dunia, maka secara otomatis jumlah permintaan terhadap karet alam menjadi menurun juga. Akibat dari menurunnya konsumsi karet alam, baik di dunia maupun dalam negeri, maka terjadi excess supply karet alam yang juga berdampak pada menurunnya harga karet alam dunia. Harga jual karet alam yang rendah menyebabkan banyak petani karet enggan untuk menyadap karet sehingga produksi karet alam menurun. Hal ini
1
membawa dampak yang kurang baik terhadap negara yang mengandalkan ekspor komoditas pertanian sebagai tumpuan perekonomian seperti Indonesia. Permintaan dunia terhadap karet alam yang sekarang mulai melemah diperkirakan akan tetap melemah dalam dua sampai tiga tahun ke depan mengingat penurunan ekonomi global yang terjadi akan berdampak kepada melemahnya kemampuan konsumsi dunia. Untuk jangka panjang permintaan akan karet diperkirakan akan kembali meningkat seiring dengan semakin membaiknya perekonomian global. Namun untuk mengatasi krisis yang sedang terjadi serta untuk peningkatan pemanfaatan atau konsumsi karet alam, perlu
dilakukan
diversifikasi
produk
karet
alam
serta
memperluas
pemanfaatan karet alam di dalam negeri. Usaha ini juga diharapkan akan menghidupkan kembali perkebunan dan gairah para petani karet di Indonesia khususnya. Ditinjau dari sisi demografi, pertambahan penduduk di Indonesia secara otomatis diikuti oleh meningkatnya perkembangan ekonomi, yang salah satunya berdampak pada peningkatan lalu lintas, baik jumlah, beban dan kecepatannya. Di sisi lain peningkatan tersebut memerlukan kualitas perkerasan jalan yang lebih baik, yang lebih dapat menahan beban kendaraan, sehingga perkerasan lebih tahan terhadap terjadinya deformasi antara lain alur, gelombang dan lainnya. Aspal merupakan salah satu bahan ikat (binder) yang biasa digunakan dalam perkerasan jalan. Perkerasan jalan adalah campuran agregat (batu kali dan batu belah) dan bahan ikat (aspal, semen dan tanah liat) yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Selain sebagai bahan ikat, penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan bersifat kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban lalu lintas. Banyak faktor penyebab kerusakan jalan, antara lain beban lalu lintas yang melebihi ukuran yang seharusnya, drainase atau saluran pembuangan dan penyerapan air yang kurang baik. Khusus untuk Indonesia yang beriklim tropis, dimana temperatur udara dan curah hujan yang umumnya tinggi, diperlukan jenis mutu aspal yang tahan terhadap kenaikan suhu jalan (titik
2
lunaknya lebih tinggi). Aspal dengan mutu lebih baik tersebut dapat diperoleh dengan memodifikasi aspal. Bahan yang biasanya digunakan untuk memodifikasi aspal adalah polimer; umumnya berupa polimer sintetis. Polimer yang digunakan bisa polimer sintetis atau polimer alam. Polimer sintetis yang banyak digunakan sebagai bahan pemodifikasi aspal adalah SBS (Styrene Butadiene Styrene), namun masalah biaya dan ketersediaan bahan tersebut menjadi faktor untuk mencari alternatif bahan lain yang lebih baik. Karet alam yang termasuk polimer alam juga berpotensi digunakan sebagai pemodifikasi aspal. Penggunaan karet alam sebagai aditif atau pemodifikasi diprediksi lebih baik, karena memiliki sifat kelengketan dan plastisitas yang lebih baik dari polimer sintetis. Karet alam juga memiliki elastisitas yang baik, memiliki daya regang yang tinggi, dan resilien atau daya kenyal yang baik. Menurut Ramadhan et al. (2005), karet alam memiliki beberapa kelemahan, yaitu memiliki ikatan rangkap yang banyak dalam struktur molekul karet alam, sehingga karet alam tidak tahan terhadap reaksi oksidasi, ozon, dan minyak. Selain kelemahan, karet alam juga memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki daya pantul dan elastisitas yang baik, serta sifatsifat fisik seperti elastisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang tinggi pula (Alfa et al., 2003). Terdapat
dua macam
produk karet alam yang dapat digunakan
sebagai pemodifikasi aspal, yaitu karet padat dan lateks. Lateks memiliki kelebihan lebih mudah untuk bercampur dengan aspal panas bila dibandingkan dengan karet padat. Selain itu, lateks dipilih sebagai aditif dalam pencampuran dengan aspal karena campuran aspal dengan lateks karet alam menghasilkan produk yang lebih efisien bila dibandingkan dengan bentuk dan jenis karet lain dalam jumlah yang sama (Smith, 1960). Pada penelitian ini, karet tersebut digunakan untuk melihat peningkatan mutu aspal dan mutu campuran beraspalnya. Aspal yang dimodifikasi dengan karet merupakan sistem dua campuran yang mengandung karet dan aspal yang digunakan untuk meningkatkan
3
kinerja
aspal
antara
lain
mengurangi
deformasi
pada
perkerasan,
meningkatkan ketahanan terhadap retak, dan meningkatkan kelekatan aspal terhadap agregat. Aplikasi pencampuran lateks karet alam dengan aspal dalam pekerjaan jalan raya merupakan bentuk alternatif yang dapat membantu meningkatkan konsumsi karet alam khususnya di dalam negeri. Selain itu, penerapan ini dapat meningkatkan kualitas lapisan jalan raya, meningkatkan umur pakai jalan raya, dan mengurangi biaya pemeliharaan jalan raya. Lateks karet alam yang digunakan dalam penelitian ini berupa lateks pekat, yaitu lateks yang telah dipekatkan sehingga memiliki kadar karet keringnya lebih besar daripada lateks kebun. Selain itu, lateks pekat lebih tahan lama disimpan bila dibandingkan dengan lateks kebun. Selanjutnya, penggunaan lateks pekat menghasilkan lebih sedikit buih pada proses pencampuran dengan aspal bila dibandingkan dengan lateks kebun. Hal tersebut disebabkan kadar air pada lateks pekat lebih rendah dari lateks kebun. Oleh karena itu, penggunaan lateks pekat dapat membantu kemudahan dan keamanan proses pencampuran aspal dengan lateks (Tuntiworawit et al., 2005). Lateks karet alam dapat digunakan sebagai perekat, karena partikel karetnya memiliki daya lengket. Namun, daya rekat partikel karet alam kurang baik sehingga hanya digunakan untuk merekatkan bahan-bahan ringan yang tidak memerlukan daya rekat baik. Jika rantai molekulnya lebih pendek, diharapkan kemampuan partikel karet alam tersebut melekat pada permukaan media akan lebih baik, sehingga meningkatkan daya rekatnya (Alfa dan Syamsu, 2004). Dalam penelitian ini modifikasi struktur karet alam yang akan dilakukan adalah depolimerisasi. Penelitian ini menggunakan metode depolimerisasi secara kimia dengan reaksi reduksi-oksidasi (redoks) dengan hidrogen peroksida (H2O2) sebagai oksidator dan natrium hipoklorit (NaClO) sebagai reduktor. Metode ini dipilih karena dilakukan tanpa pengaliran gas oksigen selama proses depolimerisasi (oksigen berasal dari reaksi hidrogen peroksida dan natrium hipoklorit) sehingga proses secara teknis lebih mudah.
4
Selain itu, dengan digunakannya hidrogen peroksida dan natrium hipoklorit akan menurunkan biaya produksi dibandingkan menggunakan fenilhidrasin.
B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jenis lateks dan jenis bahan tambahannya serta dosis penambahan lateks dalam aspal terhadap nilai penetrasi dan titik lembek yang mempengaruhi mutu perkerasan aspal dan mendapatkan campuran beraspal yang terbaik untuk memperbaiki mutu perkerasan jalan aspal.
C. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah dengan penambahan atau pencampuran lateks ke dalam aspal, maka akan dapat menurunkan penetrasi aspal yang berarti meningkatkan kekerasan aspal. Selain itu, penambahan lateks ke dalam aspal juga akan dapat meningkatkan titik lembek aspal.
D. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penentuan beberapa jenis lateks dan kombinasi bahan tambahan yang digunakan untuk meningkatkan mutu aspal dan campuran beraspalnya. 2. Penentuan dosis lateks yang ditambahkan ke dalam aspal sehingga diperoleh hasil yang terbaik. 3. Pengujian terhadap karakteristik lateks dan pengujian titik lembek serta pengujian nilai penetrasi campuran aspal berkaret.
5