I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen yang menentukan gizi. Dengan demikian, pangan berfungsi sebagai sumber energi, yaitu sumber protein, lemak, dan karbohidrat. Sehingga pangan yang dikonsumsi oleh setiap individu tidak hanya dinilai dari seberapa banyak kuantitas yang dikonsumsi, tetapi kualitas dan keberagaman pangan juga harus diperhatikan. Oleh sebab itu, setiap daerah harus mampu menyediakan pangan yang cukup dan beragam untuk masyarakat. Berdasarkan UU No. 18 tahun 2012 tentang pangan, pengertian pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyimpanan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012, definisi ketahanan pangan, yaitu : “Kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”. Ketahanan pangan seperti yang telah dijelaskan diatas dapat diketahui dari kelompok pangan yang dikonsumsi. Pola pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola pangan meliputi kebiasaan dan cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan yang dikonsumsinya dengan kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh meliputi sumber protein, lemak, dan karbohidrat. Pola konsumsi pangan tidak hanya kuantitasnya saja tetapi juga kualitas atau mutu pangannya, untuk mengetahui capaian pola pangan dapat dilihat dengan menggunakan Pola Pangan Harapan (PPH). Menurut Ariani (2003) pola
1
konsumsi pangan di Indonesia masih belum sesuai dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam PPH. Pola Pangan Harapan dapat memberikan informasi mengenai pencapaian kuantitas dan kualitas konsumsi, yang menggambarkan pencapaian ragam (diversifikasi) konsumsi pangan. Semakin besar nilai PPH maka kualitas konsumsi pangan dinilai semakin baik. Kualitas konsumsi pangan yang dianggap sempurna diberikan pada angka kecukupan gizi dengan nilai PPH mencapai 100. Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Kabupaten Bojonegoro tahun 2013 skor PPH ketersediaan yang dicapai di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2013 mencapai skor 70,77 masih jauh dari PPH ideal, yaitu sebesar 100. Pola Pangan Harapan adalah metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat keragaman pangan yang dikonsumsi yang terdiri dari sembilan kelompok pangan, yaitu padi, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, aneka kacang, gula, sayur dan buah, dan lain-lain. Sembilan kelompok pangan tersebut merupakan komponen yang digunakan untuk mengetahui nilai PPH.
Pengukuran
ketahanan pangan menggunakan PPH merupakan langkah lanjutan dari hanya mengukur menggunakan angka kecukupan energi dan protein, yaitu dengan memasukkan komponen keberagaman pangan yang dikonsumsi. Keberagaman pangan yang dikonsumsi akan menggambarkan keberagaman gizi yang diserap oleh masyarakat dan menggambarkan capaian pola pangan. Pola Pangan Harapan digunakan untuk mengetahui keberagaman konsumsi pangan seperti yang telah dijelaskan diatas. Konsumsi pangan yang baik adalah konsumsi pangan yang beragam jenisnya. Tujuan penganekaragaman pangan adalah untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi dan mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan tetapi mencakup seluruh zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu, kecukupan energi juga sangat penting untuk mengetahui keberagaman pangan yang sudah dikonsumsi, kecukupan energi berhubungan erat dengan ketahanan pangan. Ketahanan pangan dapat diketahui dari kecukupan energi yang telah diserap dari beragam pangan yang dikonsumsi tiap individu dan pangsa pengeluaran pangan. Dengan demikian, Pola Pangan Harapan dan ketahanan pangan saling terkait. Terdapat suatu kendala dalam pemenuhan pangan bagi setiap anggota rumah tangga baik dalam aspek ketersediaan pangan maupun aspek konsumsi. Hal ini dapat
2
terjadi karena pengaruh oleh beberapa faktor. Aspek ketersediaan pangan menjadi kendala bagi rumah tangga pada saat permintaan pangan tinggi, disamping itu produksi pangan yang bersifat lambat. Aspek konsumsi menjadi kendala rumah tangga ketika rumah tangga tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi anggota rumah tangganya. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor kemampuan ekonomi rumah tangga (pendapatan dan pengeluaran), daya beli, dan perubahan selera. Berdasarkan Purwaningsih (2010) menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga menentukan daya beli, daya beli ini mencerminkan keterjangkauan pangan atau aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan. Semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka menunjukkan daya beli yang tinggi dan rumah tangga semakin mudah mengakses pangan. Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu daerah yang memproduksi beragam jenis bahan pangan, diantaranya padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang hijau, dan kacang tanah. Data produksi tanaman pangan di Kabupaten Bojonegoro tersaji pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2013 No. Komoditas Produksi (ton) 1. Padi 802.528,2 2. Jagung 169.054,49 3. Ubi kayu 84.910 4. Kedelai 18.807,31 5. Kacang hijau 11.647,35 6. Ubi jalar 4.995 7. Kacang tanah 2.631,6 Sumber : Bojonegoro Dalam Angka, 2014 Berdasarkan Tabel 1.1. dapat diketahui bahwa tanaman pangan yang paling besar diproduksi di Kabupaten Bojonegoro adalah tanaman padi, yaitu sebesar 802.528,2 ton. Padi merupakan bahan pangan pokok penduduk di Kabupaten Bojonegoro sehingga produksi padi di daerah ini sangat besar. Nasi yang merupakan makanan pokok yang berasal dari padi dikonsumsi sehari-hari karena penduduk beranggapan bahwa belum makan bila belum makan nasi. Selain tanaman padi, tanaman pangan lain juga diproduksi guna mencukupi kebutuhan pangan, yaitu jagung dengan produksi 169.054,49 ton, ubi kayu sebanyak 84.910 ton, kedelai sebanyak 18.807,31 ton, kacang hijau sebanyak 11.647,35 ton, ubi jalar sebanyak 4.995 ton, dan kacang tanah sebanyak 2.631,6 ton. Tanaman jagung juga banyak diproduksi setelah padi, artinya jagung juga banyak dikonsumsi selain padi yang menjadi makanan pokok. 3
Jagung banyak diproduksi dikarenakan penduduk sering mengkonsumsi jagung sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan akan jagung, petani banyak yang menanam jagung. Produksi jenis tanaman pangan yang banyak dihasilkan ini membuktikan bahwa Kabupaten Bojonegoro sebagai lumbung pangan di Indonesia. Beragam jenis makanan yang dikonsumsi sangat baik dalam pemenuhan gizi dan energi. Kabupaten Bojonegoro juga mendapat ancaman berupa bencana banjir yang menggenangi lahan pertanian yang disebabkan panjangnya musim hujan (La Nina) dan mengalami kekeringan saat musim kemarau (El Nino) sehingga banyak para petani yang gagal panen sehingga hal tersebut menyebabkan kurangnya ketersediaan produksi pangan. Banjir yang hampir terjadi setiap tahunnya menyebabkan kehilangan hasil produksi pertanian, stok bahan pangan, pendapatan dan harta benda yang dimiliki oleh rumah tangga petani di daerah rawan banjir yang disebabkan oleh perubahan iklim La Nina. Pada saat La Nina, terjadi banjir karena panjangnya musim hujan. Perubahan iklim La Nina tersebut merugikan produksi pangan, kebanyakan merupakan tanaman semusim berumur pendek. Data luas panen padi dan palawija di Kabupaten Bojonegoro tersaji pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Luas Panen Tanaman Padi dan Palawija di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2013 No. Komoditas Luas Panen (hektar) 1. Padi 143.299 2. Jagung 33.531 3. Kedelai 15.403 4. Ubi kayu 3.732 5. Kacang tanah 2.286 6. Kacang hijau 1.702 7. Ubi jalar 158 Sumber : Bojonegoro Dalam Angka, 2014 Berdasarkan Tabel 1.2. dapat diketahui bahwa luas panen terbesar adalah tanaman padi, yaitu seluas 143.299 hektar. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk di Kabupaten Bojonegoro. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Bojonegoro, sebagian besar penduduknya menekuni usahatani dengan mengelola lahan pertanian yang dimiliki, yaitu sawah sehingga banyak petani yang mengusahakan tanaman padi guna mendukung ketersediaan pangan di daerahnya. Selain itu, tidak hanya padi saja yang diusahakan tetapi juga tanaman jagung seluas 33.531 hektar, 4
kedelai seluas 15.403 hektar, ubi kayu seluas 3.732 hektar, kacang tanah seluas 2.286 hektar, kacang hijau seluas 1.702 hektar, dan ubi jalar seluas 158 hektar. Apabila daerah tersebut gagal memproduksi hasil pertanian maka ketersediaan pangan di daerah tersebut akan terganggu sehingga daerah tersebut terjadi kerawanan pangan.
B. Perumusan Masalah Kabupaten Bojonegoro sebagai lumbung pangan Indonesia merupakan tempat penghasil, penyimpanan, pendistribusian, pengolahan, peningkatan usaha produktif pengolahan hasil pertanian, serta penyediaan stok pangan secara berkelanjutan. Kondisi sumberdaya lahan di Kabupaten Bojonegoro sangat mendukung untuk usahatani di bidang pertanian, khususnya usahatani padi. Kecamatan Temayang dan Kecamatan Tambakrejo berada pada aliran Sungai Bengawan Solo yang merupakan daerah sentra pertanian padi. Ketersediaan bahan pangan harus terpenuhi dan petani seharusnya mengkonsumsi makanan yang mampu untuk memenuhi gizi sesuai dengan standar yang telah ditentukan (Suryana, 2011). Terdapat kendala dalam sektor pertanian yang disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya yang menyebabkan pertanian di Kabupaten Bojonegoro masih bersifat subsisten, yaitu hasil pertanian yang diusahakan oleh petani cenderung dikonsumsi sendiri oleh rumah tangga tani. Hal ini berpengaruh pada pendapatan yang diterima oleh rumah tangga, khususnya rumah tangga tani. Pendapatan yang diterima oleh setiap rumah tangga tani akan mempengaruhi kemampuan tiap rumah tangga untuk melakukan konsumsi pangan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pendapatan yang diterima oleh rumah tangga tani tersebut dapat digunakan untuk mengkonsumsi pangan yang beragam jenisnya. Pendapatan akan mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi pangan dan non pangan yang akan mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga tani. Semakin tidak tahan pangan rumah tangga tani semakin sulit untuk mengkonsumsi beragam makanan yang seimbang dan bermutu. Permasalahan tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1.
Bagaimana capaian pola pangan rumah tangga tani terhadap Pola Pangan Harapan?
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi capaian pola pangan rumah tangga tani terhadap Pola Pangan Harapan? 5
3.
Bagaimana tingkat ketahanan pangan rumah tangga tani? Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan penelitian yang berjudul
“Analisis Pola Pangan Harapan dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani di Kabupaten Bojonegoro”.
C. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui capaian pola pangan rumah tangga tani terhadap Pola Pangan Harapan.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi capaian pola pangan rumah tangga tani terhadap Pola Pangan Harapan.
3.
Mengetahui tingkat ketahanan pangan rumah tangga tani.
D. Kegunaan 1.
Bagi peneliti, penelitian ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan sekaligus syarat untuk memperoleh derajat kelulusan Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
2.
Bagi pemerintah atau pihak-pihak terkait, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah Pola Pangan Harapan dan ketahanan pangan rumah tangga tani.
3.
Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, tambahan informasi yang bermanfaat, dan dapat dipergunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut.
6