I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara agraris Indonesia sangat kaya akan berbagai sumber daya alam termasuk aneka jenis buah-buahan tropis. Sekitar 25 persen jenis buah tropis yang dikonsumsi di dunia tumbuh subur di Indonesia. Hal ini menjadi prospek cerah
bagi
Indonesia
sebagai
produsen
buah-buahan
untuk
semakin
mengembangkan agribisnis dan agroindustri buah-buahan tropis (Ariyanti, 2004). Sektor pertanian di Indonesia memiliki kontribusi penting dalam pembangunan ekonomi antara lain
kontribusi produksi, kontribusi pasar, kontribusi faktor
produksi dan kontribusi perdagangan internasional (Widodo, 2008). Rumah tangga tani mencapai 66,2 persen dari seluruh rumah tangga di Indonesia (Hernanto, 1991). Peranan penting pertanian antara lain : a. Menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan. b. Menyediakan bahan baku bagi industri, sebagai pasar potensial bagi produkproduk yang dihasilkan oleh industri. c. Penyerap tenaga kerja dan penggerak sektor perekonomian lain d. Sebagai sumber perolehan devisa e. Mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan f. Menyumbang secara nyata bagi pembangunan pedesaan dan pelestarian lingkungan hidup. Salah satu buah lokal yang potensial adalah jambu air. Jambu air merupakan salah satu komoditas yang semakin banyak peminatnya, tetapi belum banyak dikembangkan pembudidayaannya. Pertiwi et al. (2012), menjelaskan bahwa salah satu spesies jambu air yang berkembang di Asia Tenggara berasal dari pulau Jawa dan terkenal dengan sebutan “Java Apple” yaitu dari spesies Syzygium samarangene (Blume). Tanaman jambu air biasanya ditanam sebagai peneduh di pekarangan dan buahnya menjadi bahan konsumsi keluarga. Padahal bila dibudidayakan dan dikelola secara serius pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya, jambu air ini akan memberikan produksi dan kualitas tinggi dan tak kalah dari buah unggul lainnya.
1
Jambu Dalhari merupakan salah satu varietas jambu air dari spesies Syzygium
samarangene (Blume). Usahatani buah ini sekarang
semakin
berkembang di Kabupaten Sleman, khususnya di Kecamatan Berbah dan Prambanan. Jambu tersebut saat ini menjadi buah khas Kabupaten Sleman setelah salak Pondoh. Jambu Dalhari pada awalnya ditanam sebagai tanaman peneduh di pekarangan dan buahnya hanya dikonsumsi sendiri. Namun kini, tanaman ini justru ditanam sebagai upaya intensifikasi lahan pekarangan. Budidaya buah tersebut kini menjadi usahatani yang
mampu memberikan sumbangan bagi
perekonomian rumah tangga petani. Sejak dilepas sebagai Varietas Unggul berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.121/Kpts/LB.240/2/2004, tanggal 27 Februari 2004 berdasarkan usulan yang diajukan oleh Pemda dan Diperta Sleman, BPSB-TPH, BPTP Yogyakarta, UGM, UNS Surakarta dan Diperta DI.Yogyakarta, kini Jambu Dalhari mulai dikembangkan menjadi salah satu usahatani yang prospektif. Saat ini, oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman, Jambu Dalhari yang merupakan plasma nuftah asli Sleman, ditetapkan sebagai icon kedua, buah khas Kabupaten Sleman setelah salak Pondoh (Anonim, 2005b). Sentra produksi Jambu Dalhari berada di Kecamatan Berbah dan Prambanan, Kabupaten Sleman. Populasi tanaman pada tahun 2000 semula hanya 824 batang di Kecamatan Berbah, tahun 2011 berkembang menjadi 5.850 batang (populasi di Dusun Krasaan 1.013 batang) dan di Kecamatan Prambanan 1.062 batang (Rustijarno, 2012). Data terakhir dari Asosiasi Petani Jambu Dalhari Sembada pada tahun 2013 di Kecamatan Berbah populasi Jambu Dalhari sebanyak 12.576 pohon yang tersebar di Desa Jogotirto, Kalitirto, dan Sendangtirto. Pada awalnya tanaman jambu ditanam sebagai tanaman perindang/ peneduh di pekarangan. Namun, saat ini Jambu Dalhari justru menjadi usahatani yang memberikan pendapatan bagi rumah tangga tani di kecamatan tersebut (Misran, 2013). Dalhari, adalah nama seorang warga Dusun Krasaan, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman. Beliau adalah penyelamat sekaligus pelestari Pohon Induk Tunggal (PIT) pohon jambu air yang tumbuh di dusunnya. Atas jasanya tersebut pohon jambu itu dinamai Jambu Dalhari (Anonim, 2005a). Jambu Dalhari mempunyai keunggulan selain warnanya yang merah dan menarik, 2
rasanya manis, dagingnya tebal dengan tekstur yang renyah. Produksi tanaman ini cukup tinggi. Dengan perawatan yang intensif, tanaman umur 3-4 tahun mulai berbuah dengan produksi 100-200 kg/pohon/musim dan saat umur pohon 6 tahun produksi buah segar mulai mencapai 500-600 kg/pohon/musim (Rustijarno, 2012). Selain itu masa panen Jambu Dalhari cukup panjang yaitu bulan Juni – Desember, sementara panen raya berlangsung pada bulan Agustus (Anonim, 2011). Pembudidayaan Jambu Dalhari juga tergolong mudah (Anonim, 2005b). Hal inilah yang membuat Jambu Dalhari semakin berkembang. Saat ini Jambu Dalhari telah memasuki pasar swalayan dengan harga Rp 15.000,00 – 25.000,00/kg, sedangkan di tingkat petani harganya rata-rata 15.000,00/kg
kualitas super, Rp 12.000,00/kg untuk Grade A, Rp10.000,00/kg
untuk Grade B dan Rp8.000,00/kg untuk Grade C. Berat satu buah Jambu Dalhari kualitas super bisa mencapai tiga ons. Jika musim buah tiba, pedagang memasarkannya sampai menembus Pulau Sumatera dan Bali bahkan sampai Istana Negara. Jambu Dalhari juga memiliki potensi membuka pasar ekspor (Rustijarno, 2012). Berdasarkan keunggulan-keunggulannya, semakin banyak orang yang mengenal dan mengkonsumsi Jambu Dalhari, sementara penghasil Jambu Dalhari di Indonesia masih terbatas dari Kecamatan Berbah dan Prambanan. Permintaan yang tinggi belum diimbangi dengan suplai yang mencukupi, sehingga petani memiliki posisi tawar yang tinggi. Harga jual yang diterima petani cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa prospek pengembangan Jambu Dalhari masih terbuka luas. Pada awalnya kebanyakan petani masih membudidayakan Jambu Dalhari secara konvensional dan turun temurun, belum ada sentuhan perlakuan khusus yang dapat meningkatkan kualitas dan jumlah produksi buah. Guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman petani dalam mengelola usahatani jambu ini, pemerintah menerapkan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT). Selain pengaruh OPT, kualitas buah juga dipengaruhi oleh penanganan pascapanen buah, sehingga pemerintah juga menerapkan Sekolah Lapang Good Handeling Process (SL-GHP) untuk membimbing petani mengelola buah pascapanen. Suratiyah (2011), menjelaskan bahwa usahatani keluarga (family farm) bertujuan akhir pada pendapatan petani. Pendapatan keluarga petani diperoleh dari 3
penjumlahan pendapatan yang diperoleh dari dalam usahatani dan dari luar usahatani. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa selain usahatani jambu dalhari di lahan pekarangan, petani juga mengusahakan lahan sawahnya untuk menanam tanaman pangan misalnya padi, jagung dan kedelai. Selain itu sebagian warga Kecamatan Berbah dan Prambanan juga bekerja di luar usahatani. Namun, seberapa besarkah kontribusi usahatani jambu dalhari terhadap pendapatan keluarga petani sampai saat ini belum diketahui. Pendapatan usahatani dan kontribusinya merupakan salah satu indikator dalam pengukuran peningkatan pendapatan petani dan kesejahteraan keluarga (Aninditaningtyas, 2012). Oleh sebab itu diperlukan penelitian untuk mengetahui hal tersebut. Hal ini sangat bermanfaat
untuk
pengembangan
usahatani
agar
dapat
meningkatkan
kesejahteraan petani yang lebih luas. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi bahwa usahatani Jambu Dalhari saat ini mulai berkembang di Kabupaten Sleman dan pusat produksinya terdapat di Kecamatan Berbah dan Prambanan. Masalah yang muncul adalah lahan pekarangan yang terbatas tidak memungkinkan untuk dilakukan perluasan lahan sebagai upaya peningkatan produksi. Selain itu, seiring berjalannya waktu tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah penduduk akan semakin bertambah. Hal ini akan mengakibatkan adanya persaingan pemanfaatan lahan pekarangan untuk perumahan. Jika hal ini terjadi maka jumlah lahan pekarangan semakin berkurang sehingga populasi tanaman jambu dalhari akan semakin menurun. Hal ini mendorong petani untuk memanfaatkan lahan sawahnya untuk menanam jambu karena dirasa usahatani jambu lebih prospektif daripada usahatani tanaman semusim. Namun, hal ini tidak sejalan dengan Undang-Undang Tanaman Pangan Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa lahan sawah tidak boleh dialihfungsikan untuk tanaman non pangan. Hal ini untuk menjaga ketahanan pangan daerah. Permasalahan lain adalah masalah terkait kependudukan yang banyak terjadi di daerah pedesaan, diantaranya kemiskinan, kurangnya kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi yang masih rendah. Masalah tersebut dapat dialami oleh tingkat rumah tangga maupun tingkat yang lebih luas. Jambu Dalhari menjadi 4
satu peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Terdapat beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi produksi, biaya maupun pendapatan usahatani Jambu Dalhari meliputi tenaga kerja, pupuk, luas pekarangan, jumlah pohon, pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya serta penanganan pascapanen. Untuk menangkap peluang pasar yang ada petani dituntut untuk mampu memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas Jambu Dalhari yang dihasilkan. Melihat potensi pengembangan jambu ini pada tahun 2003, 2005, 2010 dan 2012 Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan memberikan fasilitas pendampingan usahatani dalam bentuk Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT), Sekolah Lapang Good Pesticide Practices (SL-GPP), Sekolah Lapang Good Handeling Practices (SL-GHP), Standart Operational Procedure(SOP) Budidaya Jambu Dalhari dan Register Kebun. Adanya sekolah lapang ini mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan petani dalam mengelola usahataninya. Kemampuan yang baik akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas Jambu Dalhari yang dihasilkan. Maka dengan kemampuan mengelola usahatani yang baik harapannya dapat memberikan pendapatan keluarga yang tinggi. Sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan serta mendukung upaya pengentasan kemiskinan rumah tangga petani. Peserta SL hanya dibatasi 25 orang tiap kelompok tani. Tentunya petani yang mengikuti sekolah lapang tersebut harapannya memiliki kemampuan lebih baik sehingga pendapatan dan kesejahteraannya lebih tinggi. Kemudian bisa diikuti oleh petani lain yang tidak mengikuti sekolah lapang. Namun, apakah benar demikian? Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat seberapa besar tingkat produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani Jambu Dalhari peserta Sekolah Lapang (SL) dibandingkan dengan petani Non-SL. Hal ini dapat pula digunakan sebagai pengukuran tingkat keberhasilan program SL tersebut dari segi ekonomi rumah tangga petani. Jika produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani peserta SL maupun Non-SL tinggi, maka dapat dikatakan bahwa program SL telah berhasil. Atas dasar tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Jambu Dalhari petani peserta SL dan Non-SL di Kabupaten Sleman? 5
2. Apa sajakah faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan petani Jambu
Dalhari peserta SL dan Non-SL di Kabupaten Sleman? 3. Bagaimana kontribusi pendapatan Jambu Dalhari terhadap rumah tangga petani peserta SL dan Non-SL di Kabupaten Sleman? 4. Bagaimana distribusi pendapatan petani Jambu Dalhari di Kabupaten Sleman? 5. Bagaimana tingkat kesejahteraan petani Jambu Dalhari di Kabupaten Sleman? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Jambu Dalhari petani peserta SL dan Non-SL di Kabupaten Sleman. 2. Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan petani Jambu
Dalhari peserta SL dan Non-SL di Kabupaten Sleman. 3. Mengetahui kontribusi pendapatan Jambu Dalhari terhadap rumah tangga petani peserta SL dan Non-SL di Kabupaten Sleman. 4. Mengetahui distribusi pendapatan petani Jambu Dalhari di Kabupaten Sleman. 5. Mengetahui tingkat kesejahteraan petani Jambu Dalhari di Kabupaten Sleman. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana S1 Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi petani, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kinerja usahatani dan potensi yang dapat dikembangkan. 3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan di pemerintahan. 4. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut. 6