I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah kondisi alami dengan kepadatan rendah hingga sedang cenderung mengalami deformasi yang besar bila dilintasi beban berulang kendaraan. Untuk itu, dibutuhkan suatu struktur perkerasan (pavement) yang dapat melindungi tanah tersebut dari beban yang berlebihan akibat kendaraan. Selain itu, perkerasan juga berfungsi untuk memberikan permukaan rata dan halus bagi pengendara, dan melindungi formasi tanah terhadap pengaruh buruk perubahan cuaca (Hardiyatmo, 2007). Perkerasan untuk
jalan raya dapat berupa perkerasan lentur (flexible
pavement), perkerasan kaku (rigid pavement), atau komposit (kombinasi antara tipe perkerasan lentur dan perkerasan kaku). Pemilihan tipe tersebut umumnya bergantung pada lapis fondasi dan tanah dasar, namun juga dipengaruhi oleh faktor beban lalu lintas dan lingkungan seperti suhu, dan hujan. Perkerasan kaku merupakan salah satu tipe perkerasan jalan yang umum digunakan pada tanah dasar lunak. Perkerasan terletak pada timbunan di atas tanah lunak, penurunan terjadi cenderung bersifat tidak seragam (differential settlement) pada arah melintang maupun memanjang trase jalan sebagai akibat distribusi beban yang tidak merata sepanjang lebar ataupun panjang perkerasan, atau disertai dengan penurunan tidak seragam akibat ketidak-homogenan tanah. Pelat yang terletak di atas tanah, kekuatannya akan bergantung pada kekuatan pelat, kapasitas dukung tanah dasar dan interaksi antara pelat dan tanah dasar dalam mendukung beban, yang umumnya dipengaruhi oleh adanya rongga-rongga yang terbentuk di antara ke duanya. Rongga-rongga antara pelat ini dapat disebabkan oleh penurunan tak seragam antara pelat dan tanah dasar, maupun oleh proses pemompaan butiran halus (pumping) ke permukaan pelat akibat beban siklik oleh kendaraan (Hardiyatmo, 2009). Perkerasan juga menerima beban akibat temperatur yang membuat perkerasan mengalami momen lentur bolak-
1
balik. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan bergelombangnya jalan dan/ atau patahnya struktur perkerasan. Beberapa metode untuk mengatasi permasalahan perkerasan kaku jalan pada tanah lunak yang sudah diaplikasikan di lapangan antara lain penggunaan perbaikan tanah, konstruksi sarang laba-laba, serta fondasi cakar ayam. Dua metode terakhir dapat pula dikategorikan sebagai perkuatan perkerasan kaku. Adapun metode baru yang diusulkan untuk mengatasi permasalahan perkerasan kaku jalan pada tanah lunak adalah Sistem Pelat Terpaku (Nailed-slab System). Penggunaan material pilihan pada lapis fondasi dan stabilisasi tanah dasar merupakan perbaikan tanah yang umum dilakukan. Cara ini masih belum efektif mengatasi masalah kerusakan perkerasan kaku yang dibangun di atas tanah lunak, seperti punchout, pumping, blowups, faulting, kekasaran, dan retak kelelahan akibat beban kendaraan serta momen lentur bolak-balik yang dialami perkerasan akibat beban kendaraan dan temperatur. Pada konstruksi jalan raya, sistem konstruksi sarang laba-laba (KSLL) dapat digunakan sebagai perkerasan kaku, dengan pelat perkerasan diperkaku oleh rusuk-rusuk di bawahnya. Rusuk-rusuk tersebut terdiri atas rusuk-rusuk memanjang jalan dan rusuk-rusuk diagonal. Rusuk-rusuk mempunyai ketebalan 10 cm dan rusuk bagian luar mempunyai ketinggian mencapai 90 cm (Wahyudi, dkk., 2010). Berdasarkan geometrinya, sistem ini memerlukan teknik khusus dalam pengerjaan. Konstruksi ini sepertinya tidak cocok untuk lokasi yang mempunyai muka air tanah dangkal, bila konstruksi langsung ditempatkan pada tanah asli, karena harus memompa air dari lubang galian dan menjaga dinding galian dari longsor. Sekalipun muka air tanah dalam, penggalian lubang untuk penempatan balok memerlukan alat khusus mengingat lebar rusuknya yang kecil hanya 10 cm. Kepadatan urugan yang dimasukan ke dalam bekas galian kurang baik dapat mengurangi kontribusi tahanan gesek balok rusuk. Bilamana rusukrusuk terlebih dahulu dibangun di atas lokasi pekerjaan kemudian dilakukan urugan tanah timbunan, maka diperlukan pula metode pemadatan sedemikian rupa mengingat geometri denah rusuk-rusuk berbentuk segitiga.
2
Pengalaman penggunaan fondasi cakar ayam pada Jalan Tol Prof. Sediyatmo menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng Banten, umumnya dianggap sebagai suatu kesalahan metode konstruksi, yang berakibat terjadinya penurunan badan jalan sangat berlebihan. Anggapan kesalahan metode konstruksi yang dimaksud adalah bahwa fondasi cakar ayam ditempatkan pada timbunan bukan pada tanah lunaknya, sehingga penurunan berlebihan tetap terjadi akibat penurunan konsolidasi tanah lunak di bawah timbunan. Ada hal positif yang terjadi yaitu penurunan yang terjadi merupakan penurunan seragam dan permukaan perkerasan jalan masih tetap rata, sehingga kendaraan masih dapat melewatinya dengan nyaman. Fondasi cakar ayam tersebut, selanjutnya mengalami berbagai pengembangan yang salah satunya adalah penggantian cakar yang semula berbahan beton dengan cangkang baja galvanis, sehingga berat sendiri konstruksi jauh berkurang (Suhendro, 2006; Suhendro dan Hardiyatmo, 2010). Sistem Pelat Terpaku berawal dari ide untuk mengganti cakar ayam dengan tiang-tiang pendek, untuk lebih efisien dalam pelaksanaan konstruksi (Hardiyatmo, 2008). Sistem ini pada awalnya sebagai usulan aplikasi perkuatan beton perkerasan kaku pada tanah lunak. Tiang-tiang membuat pelat tetap kontak dengan tanah sehingga mencegah pelat terdeformasi dan mengalami kerusakan (pelat laksana dipaku pada tanah oleh tiang-tiang dengan mengerahkan kuat tekan dan tahanan angkur). Sistem ini direkomendasikan menggunakan pile cap tipis (tebal 12 cm hingga 25 cm), dan penggunaan pile cap tipis akan menguntungkan bagi tanah lunak (Hardiyatmo dan Suhendro, 2003). Bagian bawah pelat perkerasan terdapat tiang-tiang mikro pendek (short micropiles) berdiameter 12 cm – 20 cm dengan panjang 1,0 m – 1,5 m, dan jarak antar tiang berkisar antara 1 m – 2 m (Hardiyatmo, 2008). Jadi pelat tersebut berfungsi ganda yaitu sebagai struktur perkerasan sekaligus sebagai pile cap. Tipikal konstruksi Sistem Pelat Terpaku seperti Gambar 1.1. Tiang-tiang dipasang berbaris pada arah lebar dan panjang jalan (Gambar 1.1a). Tiang-tiang tersebut berada di bawah pelat beton bertulang dan hubungan pelat dan tiang dibuat monolit (Gambar 1.1b). Sistem ini masih terbatas pada studi model laboratorium untuk lempung lunak dengan skala 3
model 1 : 10 (Desrihardi, 2001; Taa, 2010), skala 1 : 2 (Suyuti, 2004), dan skala 1 : 1 namun terbatas pada tiang tunggal untuk lempung kaku (Dewi, 2009) dan studi analitis (Hardiyatmo, 2008, 2009 dan 2011), belum ada uji skala penuh dan aplikasi lapangan. Konsep serupa dengan Sistem Pelat Terpaku telah diusulkan oleh Pichumani, dkk. (1974), namun dengan penggunaan tiang panjang dan terbatas pada studi parametrik sistem perkerasan yang didukung oleh tiang-tiang (pilesupported pavement), untuk perkerasan lentur maupun perkerasan kaku. Pichumani, dkk. (1974) menyimpulkan bahwa lendutan permukaan perkerasan dan tegangan di dalam tanah dasar mengalami reduksi yang besarnya bergantung pada kekakuan tiang. s
s
s
s
s
s
s
s s s Arah lalu lintas
s
s s
a) Tampak atas Pelat beton
Tiang: d = 0,2 m L = 1,0 – 1,5 m Tanah
b) Tampak samping
Gambar 1.1 Tipikal perkerasan kaku menggunakan Sistem Pelat Terpaku (Hardiyatmo, 2008) 4
Cara analisis sistem pelat terpaku untuk perancangan tebal perkerasan kaku berdasarkan uji tiang tunggal, metode analisis lendutan pelat fleksibel menggunakan modulus reaksi tanah dasar ekivalen, dan metode penentuan modulus reaksi tanah dasar ekivalen yang didasarkan pada uji tiang tunggal telah diusulkan oleh Hardiyatmo (2008; dan 2009). Modulus reaksi tanah dasar ekivalen adalah modulus reaksi akibat adanya tiang-tiang beserta pelat. Nilai modulus reaksi tanah dasar ekivalen (k’) ini diperoleh dengan menjumlahkan nilai modulus reaksi tanah dasar dari uji pelat beban (k) dan nilai tambahan modulus reaksi dari tiang tunggal (k). Hardiyatmo (2011a) mengusulkan metode penentuan tambahan modulus k. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dicari suatu penyelesaiannya melalui penelitian ini antara lain 1.
perilaku Sistem Pelat Terpaku yang telah diamati terbatas pada skala model di laboratorium untuk lempung lunak dan skala penuh untuk tiang tunggal pada lempung kaku. Skala model untuk uji pelat yang diperkuat beberapa tiang/ baris tiang terbatas pada skala 1 : 10, dan 1 : 2, sedangkan untuk tiang tunggal dengan skala 1 : 2 dan 1 : 1. Belum ada pengamatan perilaku Sistem Pelat Terpaku skala penuh pada tanah lunak yang mengakomodir penggunaan sejumlah tiang dan beban kerja yang setara dengan beban roda kendaraan di lapangan. Permasalahannya adalah, apakah perilaku yang teramati pada uji model sudah sesuai dengan perilaku Sistem Pelat Terpaku ukuran yang sebenarnya, dan adakah pengaruh skala pada perilaku tersebut? Untuk itu perlu dilakukan uji skala penuh dengan lebar pelat sama dengan lebar perkerasan (6 m) dan diperkuat dengan beberapa baris tiang pendek serta dibebani dengan beban sebesar beban kendaraan (kurang lebih 10 kN hingga 160 kN),
2.
koefisien reaksi tanah dasar ekivalen yang teramati juga terbatas berdasarkan uji model. Apakah pendekatan-pendekatan yang telah diusulkan cukup valid digunakan dalam desain Sistem Pelat Terpaku? Untuk itu, perlu pula
5
mengetahui besaran koefisien tersebut pada ukuran struktur yang sebenarnya dan mengusulkan pendekatan yang lebih sesuai, 3.
belum adanya prosedur desain dan rumusan perancangan praktis di lapangan, sehingga perlu disusun kedua hal tersebut sebagai pedoman dalam perancangannya. Selain itu, Sistem Pelat Terpaku dirancang untuk lebih praktis dan efisien,
dan dapat ditempatkan langsung pada tanah dasar atau dengan penggunaan urugan yang lebih tipis, sehingga beban yang dominan bekerja adalah beban sementara (beban lalu lintas). Jadi penekanan utamanya, Sistem Pelat Terpaku sebagai perkuatan pada perkerasan kaku guna mencegah kerusakan perkerasan akibat pengaruh rongga di bawah perkerasan, perbedaan penurunan, dan pengaruh lingkungan seperti temperatur. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mempelajari perilaku Perkerasan Sistem Pelat Terpaku (Nailed-slab System) pada lempung lunak akibat pembebanan, sehingga dapat diketahui bagaimana kontribusi tiang-tiang dalam meningkatkan kekakuan sistem ini. Pengujian dilakukan dengan uji pendahuluan dan uji skala penuh sebagai validasi perilaku yang teramati pada uji model dan perancangan yang diusulkan.
2.
Mempelajari sejauhmana kontribusi tiang-tiang dalam meningkatkan modulus reaksi tanah dasar ekivalen.
3.
Membuat suatu prosedur desain serta memformulasikan dan memvalidasi metode untuk perencanaan Sistem Pelat Terpaku. C. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi dengan hal-hal sebagai berikut, namun tetap fokus
pada upaya penyelesaian permasalahan yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya.
6
1. Pelat dimodelkan memanjang dan ditopang oleh tiang-tiang beton yang pendek pada media tanah lempung lunak, dan ujung tiang tidak mencapai tanah keras. 2. Kondisi batas (boundary condition) untuk uji model Pelat Terpaku adalah dinding batako dan lantai beton, sedangkan untuk uji skala penuh adalah tanah eksisting pada sisi terpendek dan dinding batako pada sisi terpanjang Pelat Terpaku. 3. Seluruh tiang dipasang pada posisi vertikal, pelat pada posisi horizontal, dan hubungan pelat dan tiang dibuat monolit. 4. Beban kerja berupa beban terpusat sentris dan eksentris, secara statis monotonik maupun repetitif. 5. Hanya ditinjau penurunan elastis, sementara penurunan akibat konsolidasi tanah di bawah sistem tidak ditinjau. 6. Hanya menggunakan standar minimum mutu beton untuk pelat perkerasan kaku sebesar K350 (setara fc’ = 29 MPa) dan fc’ = 17 MPa untuk tiang. 7. Tidak mengkaji masalah harga konstruksi Sistem Pelat Terpaku terhadap macam-macam konstruksi jalan lainnya. 8. Pengaruh potensi kembang-susut lempung tidak diamati. 9. Pengaruh temperatur diabaikan dan pengaruh gempa tidak dibahas. 10. Analisis numerik terbatas pada validasi parameter material dan metode perencanaan yang diusulkan terhadap pengamatan. D. Keaslian Penelitian mengenai Sistem Pelat Terpaku mulai intensif dilakukan setelah tahun 2003. Penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya masih terfokus pada tinjauan sebagai fondasi bangunan gedung. Pada Tabel 1.1 diberikan rangkuman penelitian-penelitian terkait Sistem Pelat Terpaku yang telah dilakukan. Kesamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian maupun aplikasi sebelumnya adalah Sistem Pelat Terpaku akan digunakan sebagai perkuatan pelat beton perkerasan kaku pada tanah lunak, serta beberapa kesamaan 7
lainnya seperti letak beban sentris dan eksentris, tipe beban monotonik, serta analisis modulus reaksi tanah dasar ekivalen, analisis balok di atas fondasi elastis (Beams on Elastic Foundation, BoEF), dan numerik elemen hingga. Adapun perbedaannya adalah 1.
bahwa pada penelitian ini akan digunakan tiang-tiang yang berada pada lempung lunak, dan dilakukan uji skala penuh dengan lebar pelat sama dengan lebar perkerasan (sekitar 6 m) dan diperkuat dengan beberapa baris tiang pendek serta dibebani dengan beban sebesar beban kendaraan (kurang lebih 10 kN hingga 160 kN). Ukuran tiang berdiamater 20 cm dengan panjang 150 cm. Media tanah yang digunakan adalah lempung Ngawi pada konsistensi lunak,
2.
selain itu, juga akan didesain bentuk hubungan antara pelat dan tiang menggunakan pelat penebalan, sehingga menghasilkan hubungan yang monolit,
3.
pada penelitian-penelitian terdahulu hanya terfokus pada pengamatan lendutan pelat akibat pembebanan, maka pada penelitian ini akan diamati pula respon tanah terhadap pembebanan yang bekerja,
4.
selain beban monotonik, juga dilakukan beban repetitif,
5.
pada penelitian ini akan dipelajari pula interaksi tanah-struktur Sistem Pelat Terpaku yang lebih komprehensif dengan melakukan analisis numerik 3D,
6.
dan akan dirumuskan prosedur dan metode perancangan Sistem Pelat Terpaku yang selanjutnya divalidasi dengan hasil uji skala penuh. Oleh karena itu, sejauh informasi yang telah diperoleh, maka penelitian ini
belum pernah dilakukan, baik secara perorangan maupun lembaga di Indonesia dan di luar negeri. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan tentang perilaku Sistem Pelat Terpaku pada perkerasan kaku untuk jalan di atas tanah lunak dan metode perancangannya. Tiang-tiang diharapkan berfungsi untuk manambah kekakuan sistem perkerasan kaku, sehingga penurunan lebih rata dan pemeliharaan kecil.
8
Tabel 1.1 Ringkasan penelitian dan aplikasi yang telah dilakukan terkait perkuatan perkerasan kaku No. Topik Sub Topik Referensi 1 Sistem perkerasan Studi parametrik sistem Pichumani, dkk. yang didukung perkerasan yang didukung (1974) oleh tiang-tiang oleh tiang-tiang untuk (pile-supported perkerasan lentur maupun pavement) perkerasan kaku 2 Analisis kinerja a). Timbunan di atas berbagai variasi individual pile cap. sistem timbunan di b). Timbunan di atas atas tiang-tiang individual pile cap dan (piledperkuatan sintetis embankment c). Timbunan di atas tiangsystem) tiang dengan pelat menerus bertulangan sedikit. Fondasi tiang berukuran normal mencapai tanah keras. Letak pilecap pada permukaan tanah dasar. 3 Uji beban fondasi Skala geometri 1:10. Tebal tiang dengan pile pelat fleksiglass 0,5 cm, 1,0 cap tipis pada cm, dan 1,5 cm. Panjang lempung lunak tiang 10 cm – 40 cm berdiameter 2,5 cm. Jarak antar tiang 5 cm – 10 cm. Sebagai fondasi gedung. Penentuan koefisien reaksi tanah dasar vertikal dan horizontal. Analisis menggunakan BoEF. 4 Pelat yang Skala 1:20. Tinjauan sebagai didukung oleh fondasi gedung kelompok tiang pada tanah lunak 5 Sistem tiang Fondasi konvensional dengan matras beton pada pendekatan closed to end tanah lunak bearing. Hubungan matras dan tiang mikro berupa penlubang. Tiang 10 cm 10 cm, panjang tiang mencapai 16 m. Matras beton 1 m 1 m.
Wong dan Poulos (2001)
Desrihadi (2001)
Hardiyatmo, dkk. (2002)
Simanjuntak, dkk. (2003)
9
Tabel 1.1 Lanjutan 6 Fondasi tiang Skala geometri 1:10 dengan dengan pile cap beban statis. Skala 1 : 2 tipis untuk dengan beban siklik. mengatasi masalah Hubungan pelat dan tiang penurunan pada monolit dan tidak monolit. tanah lunak Analisis BoEF dan elemen hingga 7 Pelat menerus di atas tiang-tiang untuk jalan raya
8 Sistem Pelat Terpaku untuk Perkuatan Pelat Beton Pada Perkerasan Kaku
9 Sistem Pelat Terpaku pada Lempung Kaku
Pemasangan pelat beton bertulang tebal 30 cm serta ditutup dengan perkerasan lentur. Solusi mushroom problem pada timbunan di atas tiang dengan individual pile cap. Fondasi tiang berukuran normal. Uji model di laboratorium, skala model 1:10 dan 1:2, beban dinamik, analisis tebal pelat menggunakan koefisien reaksi tanah dasar dinamik pada prosedur AASHTO 1986 Tiang tunggal pada lempung Kulon Progo (konsistensi kaku). Skala penuh (1:1). Panjang tiang 50 cm, 150 cm, dan 200 cm dengan diameter 20 cm. Tebal pile cap 15 cm. Hubungan pelat dan tiang menggunakan baut. 1. Penentuan nilai koefisien reaksi tanah dasar statis ekivalen berdasarkan metode Road Research Laboartory untuk pelat persegi 0,76 m 0,76 m dan 1 m 1 m. 2. Penentuan nilai koefisien reaksi tanah dasar statis ekivalen untuk pelat dia. 1,0 m dan analisis numerik.
Hardiyatmo dan Suhendro (2003)
Gue dan Tan (2005)
Hardiyatmo (2008)
Nasibu (2009)
Dewi (2009)
10
10 Sistem Pelat Terpaku pada Lempung Ekspansif
11 Metode Analisis Lendutan Sistem Pelat Terpaku
12 Pelat Terpaku pada pasir
Tabel 1.1 Lanjutan Satu baris kelompok tiang model, diameter 2 cm, dan panjang 10 cm, 15 cm, dan 20 cm. Spasi tiang 5d dan 6d. Ukuran pelat 75 cm 9 cm 1,5 cm. Penggunaan koefisien reaksi tanah dasar ekivalen pada analisis BoEF, dan pengamatan perilaku lendutan pelat terpaku akibat pengembangan tanah. Formulasi tambahan modulus reaksi tanah dasar akibat pemasangan tiang tunggal Kurva s/0 berdasarkan skala penuh tiang tunggal pada lempung kaku. Uji model dan parametrik, analisis BoEF dan FEM 3Dshell dan frame
Taa (2010)
Hardiyatmo (2011a) Hardiyatmo (2011b) Somantri (2013)
11