1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan bukan bank, mempunyai peran yang penting bagi aktivitas perekonomian. Peran strategis bank dan lembaga keuangan bukan bank tersebut sebagai wahana yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien ke arah peningkatan taraf hidup rakyat. Bank dan lembaga keuangan bukan bank merupakan lembaga perantara keuangan (financial intermediaries) sebagai prasarana pendukung yang amat vital untuk menunjang kelancaran perekonomian (Triandaru dan Santoso, 2000). Bank pada dasarnya mempunyai fungsi mentransfer dana-dana (loanable funds) dari penabung atau unit surplus (lenders) kepada peminjam (borrowers) atau unit defisit. Dana-dana tersebut dialokasikan dengan negosiasi antara pemilik dengan pemakai dana melalui pasar uang dan modal. Salah satu kegiatan utama lembaga keuangan, termasuk bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat. Penerimaan utama dari bank diharapkan dari penyaluran kredit. Mengingat penyaluran kredit ini tergolong aktiva produktif atau tingkat penerimaannya tinggi, maka sebagai konsekuensinya penyaluran kredit mengandung resiko relatif lebih tinggi daripada aktiva lainnya. Ditinjau dari segi likuiditasnya penyaluran kredit mempunyai tingkat likuiditas lebih rendah daripada cadangan primer dan sekunder. Lebih lanjut, likuiditas penyaluran kredit juga bervariasi, yaitu tergantung pada jangka waktu kredit, kolektibilitas atau kemungkinan tertagihnya (Reksoprayitno, 1997). Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Kewajiban tersebut dapat berupa pokok pinjaman, bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Salah satu jenis kredit yang ditawarkan oleh bank
2
adalah kredit modal kerja. Kredit modal kerja adalah kredit yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah. Pertumbuhan kredit pada tahun 2006 berada jauh di bawah target awal 18%, kredit hanya tumbuh Rp. 78 triliun atau sekitar 10% dibandingkan dengan akhir tahun 2005. Rendahnya kucuran kredit membuat pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya 5,5%. Target pertumbuhan kredit tahun 2007 dipatok 1820%. Ini berarti nominal pertumbuhan kredit tahun 2007 ditargetkan sekitar Rp. 150 triliun. Dana perbankan sebesar Rp. 106 triliun untuk tahun 2005 akan dilaporkan untuk kredit sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Rp. 60,44 triliun. Selain itu, ada pengalokasian dana keuntungan BUMN sebesar 13% untuk pemberdayaan UMKM. Sampai pada akhir tahun 2004 ekspansi netto kredit perbankan kepada UMKM mencapai Rp. 72 triliun dari rencana bisnis perbankan sebesar Rp. 38,5 triliun, berarti angka realisasi kredit yang diberikan perbankan kepada UMKM mencapai 187% dari target, padahal tahun 2003 hanya tersalurkan 63,8% dari rencana bisnis sebanyak Rp. 42,3 triliun, sedangkan kredit bermasalah pada tahun 2004 hanya 3,44% (Hadinoto, 2007). PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk selanjutnya disebut Bank BNI sebagai salah satu lembaga perbankan milik pemerintah atau badan usaha milik negara (BUMN) ikut berperan aktif dalam melaksanakan serta menunjang kebijaksanaan program pemerintah untuk menumbuhkembangkan pengusahapengusaha baru dengan menyediakan fasilitas kredit kemitraan BUMN (KKB). Kredit kemitraan BUMN merupakan program kemitraan BUMN dengan usaha mikro, kecil dan koperasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan usaha mikro, kecil dan koperasi agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana yang berasal dari bagian laba BUMN, melalui pemberian pinjaman untuk usaha produktif dalam bentuk modal kerja maupun investasi kepada Mitra Binaan. Penyaluran kredit kemitraan BUMN hanya diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif dan tidak dimaksudkan untuk keperluan konsumtif. Pola penyaluran adalah langsung kepada end user (mitra binaan) dengan sasaran semua sektor usaha mikro, kecil dan koperasi yang
3
meliputi pertanian, perdagangan, industri, peternakan, perikanan dan jasa-jasa usaha mikro dan kecil lainnya. Sebagai BUMN, Bank BNI berkewajiban mendorong upaya pengembangan potensi usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri, sehingga dapat membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pola kemitraan antara BUMN dengan usaha kecil, sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) melalui pemanfaatan dana dari bagian laba usaha BUMN. Bank BNI juga diwajibkan untuk meningkatkan kepedulian terhadap pembinaan lingkungan masyarakat melalui program Bina Lingkungan, sebagaimana yang diatur di dalam surat Menteri Negara BUMN Nomor S-366/M-MBU/2002 tanggal 06 Mei 2002 tentang Program Bina Lingkungan. Dalam perkembangannya, Kementerian BUMN selanjutnya menerbitkan Surat Keputusan Menteri BUMN nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan sebagai landasan hukum pengganti yang menyempurnakan tata cara penyelenggaraan PUKK dan program Bina Lingkungan (PUKKBL) yang semula diatur dengan SK nomor 316/KMK.016/1994 dan SK nomor S-366/M-MBU/2002 tersebut. Dalam rangka mengoptimalkan penyaluran kredit kemitraan, BNI menjalin kerjasama dengan 17 perguruan tinggi. Bentuk kerjasamanya adalah pemberian fasilitas kredit kemitraan BNI kepada mitra binaan yang direkomendasikan oleh perguruan tinggi. Pihak perguruan tinggi melakukan verifikasi calon mitra binaan melakukan pembinaan, pelatihan dan pendampingan. Penandatanganan kerjasama ini dilakukan oleh Direktur Utama BNI dengan 17 rektor atau pimpinan perguruan tinggi. Perguruan tinggi memiliki kunci strategis dalam pengembangan usaha kecil, selain jaringannya dalam menjangkau keberadaan usaha kecil, perguruan tinggi merupakan gudang ilmu, sumber ilmu dan sumber pengembangan ilmu sehingga berpeluang untuk mengkombinasikan dengan Tri Dharma perguruan tinggi, seperti penerapan teknologi atau hasil penelitian untuk pemberdayaan masyarakat. Setelah bekerjasama dengan 17
4
perguruan tinggi ini, tidak tertutup kemungkinan BNI juga akan menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi lain dengan tujuan dapat mempercepat penyaluran kredit kemitraan ini. Perguruan Tinggi yang menandatangani kerjasama adalah Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Padjadjaran Bandung (UNPAD), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Andalas (Unand), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Jember, Universitas Tanjungpura Pontianak, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Universitas Lampung, Universitas Merdeka Malang, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Universitas Pancasila, Universitas Katolik Soegijapranata dan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang berdiri sendiri dan berbentuk usaha orang perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (Hadinoto, 2007). Peranan usaha kecil dalam perekonomian nasional memiliki nilai yang cukup strategis, bila ditinjau dari segi keberadaan dan fungsinya, terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2002, usaha mikro dan kecil berjumlah 39.869.505 (99.85%) yang tersebar di berbagai sektor, usaha menengah 57.861 (0,14%) dan korporasi 2.084 (0,01%) (Hadinoto, 2007). Apabila dilihat dari batasan omzet sejumlah 37,6 juta pengusaha kecil (96,81%) mempunyai omzet di bawah Rp. 50 juta sedangkan yang mempunyai omzet di atas Rp. 50 juta ada sejumlah 1,3 juta pengusaha kecil (3,19%). Kemudian dikaitkan dengan tingkat pendidikan, pengusaha kecil pada umumnya memiliki tingkat pendidikan masih rendah dimana 94,2 % berpendidikan paling tinggi Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP) dan hanya 5,8% berpendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) ke atas (Kadarisman, 2007). Data BPS pada tahun 2002 dalam Hadinoto (2007) menunjukkan bahwa usaha kecil mendominasi jumlah usaha nasional, usaha kecil menengah (UKM)
5
mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam produk domestik bruto (PDB). Peranan UKM dalam PDB mencapai 56,7% terdiri dari 41,1% usaha mikro dan kecil dan 15,6% usaha skala menengah dari total PDB nasional. Pada tahun 2003 jumlah UKM mencapai 42,4 juta unit dan mampu menyerap lebih dari 79 juta tenaga kerja. Angka ini setara dengan 99,5% dari total jumlah tenaga kerja. Dari jumlah total 79 juta tenaga kerja tersebut, 70,3 juta orang bekerja di usaha mikro dan kecil sementara 8,7 juta lainnya di usaha menengah. Di sisi lain, dengan semakin ketatnya persaingan usaha sebagai dampak globalisasi pasar, maka pembinaan dan pengembangan terhadap usaha kecil sangat diperlukan, agar usaha ini tidak terdesak dengan usaha besar dan investor mancanegara. Dalam rangka menumbuhkan pengusaha-pengusaha baru, sekaligus memberdayakan dan meningkatkan kesempatan dan kemampuan usaha kecil dalam perekonomian
nasional,
pemerintah
telah
menciptakan
berbagai
kebijaksanaan antara lain pembinaan dan pengembangan usaha kecil melalui inkubator bisnis. Model inkubator bisnis dan teknologi bekerjasama dengan perguruan tinggi diharapkan menjadi salah satu faktor kunci sukses, karena perguruan tinggi merupakan sumber dan pakar teknologi yang dapat membantu tumbuhnya pengusaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Disamping itu, kerjasama dengan perguruan tinggi merupakan wahana bagi pengembangan hasil-hasil penelitian yang dilakukan untuk menjadi produk komersial yang menguntungkan. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai fasilitator yang menumbuhkan embrio pembentukan inkubator dan pengembangannya di masa mendatang oleh dunia usaha dalam mempercepat tumbuhnya pengusaha kecil baru dan mandiri berbasiskan teknologi yang dapat menghasilkan produk bernilai tambah tinggi. Bila dilihat dari tantangannya, secara umum UKM mempunyai tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal usaha kecil melekat pada dirinya, yaitu kelemahan manajerial dan skala ekonomi terbatas. Sedangkan tantangan eksternal adalah sebagian berasal dari kemitraan yang dibangun dengan usaha
6
besar. Karakter usaha besar adalah standarisasi kegiatan dan mutu produk/jasa yang dihasilkan, maka bila usaha kecil ingin berkembang dan menjadi mitra usaha besar harus meningkatkan kemampuannya dalam menjamin mutu barang atau jasa. Masalah lain yang dihadapi oleh UKM adalah masih dirasakan tingginya suku bunga bank. Maka dari itu pemberdayaan UKM diharapkan dapat meningkatkan permodalan dan pengembangan manajemen yang baik, serta sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan profesional. Hal lainnya, UKM harus mampu memperluas pemasaran dan kemitraan dengan pengusaha besar dan BUMN. Meskipun UKM telah mendapatkan dana dari berbagai pihak, masih ada persoalan lain di antara sejumlah persoalan yang mempengaruhi UKM sulit maju dan bantuan dana yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara optimal ternyata tidak mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Juga belum terkoordinasinya peran pihak intermediasi secara terpadu antar lembaga dan instansi yang tekait dengan upaya pembinaan dan pengembangan UKM dalam memberikan solusi baru. Hal tersebut akan membuka peluang terjadinya tumpang tindih program dan nantinya berlanjut dengan ketidakefisienan dana yang dipakai, serta mengakibatkan UKM tidak maju, terutama yang berbasis hasil pertanian karena tidak mendapatkan bimbingan teknis yang diharapkan. Bukan hanya informasi teknis (bahan baku, kapasitas alat produksi, jenis produk, volume produksi dan harga jual) yang diperlukan untuk mendukung kegiatan produksi termasuk pengambilan keputusan, tetapi juga informasi bisnis itu sendiri, seperti soal pemasaran, pangsa pasar, promosi, label atau merek, mutu produk, persaingan, sasaran usaha dan perluasan usaha, perizinan dan fasilitas penelitian, serta pengembangan. Di samping itu juga perlu diperhatikan masalah yuridis (akte pendirian usaha dari notaris, bentuk badan hukum, serta jaminan nilai dan status). Program penyelenggaraan PUKKBL dilaksanakan melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN, dimana tiap BUMN diwajibkan menyisihkan 13% dari laba bersihnya untuk program kemitraan, yaitu meningkatkan
7
kemampuan usaha kecil menjadi tangguh, mandiri dan unggul, sehingga peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, ekspor dan pembentukan produk domestik bruto semakin meningkat (Kementrian BUMN, 2003). Dalam melaksanakan Surat Keputusan itu, tiap BUMN perlu melakukan penataan
pengelolaan,
yaitu
menyederhanakan
persyaratan
kredit
dan
mempercepat proses pemberiannya. Mengacu kepada Surat Keputusan tersebut, bentuk program kemitraan (Irmalia, 2006) yang dapat dilakukan adalah : 1. Pemberian pinjaman dalam bentuk modal kerja dan pinjaman khusus. 2. Pemberian hibah dalam bentuk pendidikan, pelatihan, pemagangan dan bantuan pemasaran produk mitra binaan. Program kemitraan ini dilakukan oleh BUMN (sebagai pembina), dalam hal ini Bank BNI dan usaha kecil sebagai mitra binaan bekerjasama dengan IPB merupakan instansi pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai lembaga pendamping, serta memberikan rekomendasi bagi kelompok usaha kecil yang akan menjadi calon mitra binaan. Fungsi dari lembaga pendamping (LP) sebatas mengorganisir mitra binaan atau kelompok usaha mikro dan kecil yang menjadi binaannya yaitu membantu pihak bank dalam pelaksanaan kegiatan seleksi, administrasi penyaluran dan kegiatan penagihan kredit. LP dirasakan perlu oleh pihak bank, dikarenakan jumlah tenaga/pegawai bank yang sangat terbatas, sehingga tidak memungkinkan untuk seluruhnya dikerjakan oleh orang bank dan selain itu dalam penilaian kelayakan usaha calon mitra binaan, pihak perguruan tinggi dirasakan lebih kompeten dalam menilai apakah mitra binaan tersebut layak atau tidaknya untuk diberikan kredit. Program kemitraan ini dapat dilakukan terus menerus sampai mitra binaan tersebut menjadi tangguh dan mandiri. Walaupun demikian kinerja dari program ini belum sepenuhnya seperti yang diharapkan. Dalam kajian ini, sebagai obyek kajian adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Unit Sentra Kredit Kecil Bogor sebagai pembina dengan mitra binaannya (industri kecil) dengan LP Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM).
8
B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal yang telah dijabarkan pada latar belakang, maka permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Pola-pola penyaluran kredit usaha kecil (KUK) apakah yang telah dilakukan oleh PT BNI (Persero) Tbk Unit SKC Bogor selama ini, baik yang melalui jalur perbankan maupun melalui jalur kemitraan ? 2. Langkah-langkah pendekatan yang bagaimanakah yang dapat menciptakan keberhasilan penyaluran KUK oleh Bank BNI melalui LP LPPM IPB ? 3. Bagaimana bentuk strategi penyaluran KUK dari program kemitraan Bank BNI melalui LP LPPM IPB ?
C. Tujuan Tujuan kajian ini secara umum adalah untuk menganalisa pola penyaluran kredit modal kerja kepada pengusaha kecil melalui program kemitraan BUMN dan strategi pengembangan kemitraan yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Unit Sentra Kredit Kecil Bogor dengan LP LPPM IPB dan secara khusus bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi pola penyaluran kredit modal kerja yang sesuai bagi PT BNI (Persero) Tbk Unit SKC Bogor melalui jalur perbankan maupun program kemitraan BUMN bekerjasama dengan LP LPPM IPB. 2. Mengidentifikasi bentuk strategi penyaluran KUK dan faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran proses penyaluran dan
pengembalian KUK
melalui program kemitraan, yang dilakukan bank BNI bekerjasama dengan LP LPPM IPB. 3. Menyusun strategi penyaluran KUK program kemitraan yang dilakukan oleh PT BNI (Persero) Tbk dalam mendukung kegiatan usaha mitra binaannya, dengan LP LPPM IPB.