I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan pondasi utama dalam kehidupan ini karena hanya bidang pertanian yang mampu memberikan pangan kepada seluruh penduduk dunia. Tidak hanya memberikan pangan, pertanian juga memberikan bahan baku industri baik industri pangan maupun non pangan. Sangat banyak industri yang berbahan baku hasil pertanian. Industri berbahan baku hasil pertanian yang sering dijumpai adalah industri makanan. Industri ini dapat dijumpai dari industri skala kecil misalnya industri rumah tangga hingga industri skala besar misalnya perusahaan makanan berskala internasional.
Pengolahan hasil pertanian menjadi makanan
terjadi diberbagai kalangan masyarakat, sebagian besar berada terjadi pada masyarakat pedesaan. Banyak masyarakat yang melakukan usaha dengan cara mengolah hasil pertanian menjadi berbagai macam olahan makanan. Usaha seperti ini tergolong mudah dilakukan dan dapat diterima dengan baik oleh pasar karena kebutuhan manusia akan makanan tidak akan pernah berhenti. Keadaan demikian membuktikan bahwa pertanian dapat menunjang segala aspek kehidupan salah satunya bidang ekonomi. Pertanian memiliki lingkup yang luas, dalam arti luas pertanian diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan
usaha
untuk
memperbaharui,
memperbanyak
(reproduksi)
dan
mempertimbangkan faktor ekonomi. Dalam proses produksi pertanian dikenal dengan agroindustri yaitu kegiatan mengubah bentuk hasil pertanian sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia dengan lebih baik. Kegiatan tersebut terdapat beberapa tingkatan dari yang sederhana hingga yang dilakukan dengan mesin. Berdasarkan skala usahanya dapat berupa industri kecil termasuk industri rumah tangga, industri menengah, dan industri besar (Suratiyah, 2011). Pengembangan sektor pertanian dan agroindustri di Indonesia belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Manfaat pengembangan sektor pertanian primer (pemasok bahan baku) dan agroindustri belum sampai secara maksimal ke rumah tangga pertanian. Sektor agroindustri memiliki peran yang lebih besar dalam meningkatkan output, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja dibanding sektor 1
pertanian primer (pemasok bahan baku). Dalam hal penyerapan tenaga kerja agroindustri makanan memiliki peran yang lebih tinggi dibandingkan agroindustri non makanan. Pengembangan agroindustri belum mampu meningkatkan pendapatan golongan rumah tangga buruh tani dan petani. Manfaat pengembangan agroindustri lebih banyak mengalir ke rumah tangga non pertanian di kota, sebaliknya buruh tani dan petani menerima pendapatan yang kecil (Susilowati, 2006). Agroindustri yang terjadi di sebagian besar penduduk Indonesia adalah industri skala kecil menengah. Industri kecil menengah umumnya mempunyai banyak kendala dalam pertumbuhan dan perkembangannya, mulai dari masalah permodalan, peralatan proses produksi, manajemen, pasar dan sebagainya. Meskipun terdapat berbagai kendala pada industri kecil namun perkembangan industri kecil menggunakan sumber daya lokal akan membantu penciptaan kesempatan kerja (job creation), khususnya bagi angkatan kerja yang berpendidikan rendah dan kurang mempunyai keahlian dan keterampilan (Meliani, 2007). Dalam berbagai industri kecil atau skala rumah tangga di Indonesia terdapat berbagai macam jenis mulai dari pangan hingga non pangan. Keduanya cenderung memanfaatkan potensi lokal untuk memperoleh suatu produk misalnya singkong. Industri makanan memberikan nilai tambah untuk komoditas pertanian khususnya yang memiliki nilai jual rendah misalnya singkong atau ubi kayu (Deptan, 2013). Industri rumah tangga berbahan baku singkong sudah sangat banyak di Indonesia. Salah satu industri pangan yang berbahan baku singkong adalah lanting. Daerah sentra produksi lanting adalah Kabupaten Kebumen, kabupaten ini selain dikenal dengan burung waletnya juga dikenal dengan camilan khasnya yaitu lanting. Lanting merupakan camilan yang berbahan baku singkong berbentuk angka delapan atau angka nol memiliki rasa yang gurih selain itu teksturnya renyah, lanting kini telah dikembangkan dengan berbagai rasa antara lain rasa bawang, pedas manis, keju, jagung bakar, dan lainnya. Menurut sejarahnya, lanting hanyalah salah satu produk yang dihasilkan oleh suatu budaya. Budaya menciptakan camilan berbahan baku singkong yang diwariskan secara turun temurun (Anonim, 2012). Lanting telah menopang perekonomian warga Kebumen selama bertahuntahun. Mulai dari petani singkong di daerah pegunungan hingga pelaku industri kecil yang menjadi produsen lanting serta tenaga kerja misalnya ibu rumah tangga yang
2
terlibat di dalamnya. Saat ini, industri kecil lanting terus berkembang dan tersebar di sejumlah kecamatan. Merujuk data di Bidang Industri Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi (Disperindagkop) Kebumen, tabel 1.1 menggambarkan jumlah industri rumah tangga lanting di Kabupaten Kebumen. Namun diperkirakan jumlah pengusaha lanting lebih banyak dari data tersebut karena belum semua perajin telah mengajukan izin usahanya ke Disperindagkop (Anonim, 2012).
Tabel 1.1 Daftar Industri Rumah Tangga Lanting di Kabupaten Kebumen No Kecamatan Jumlah Industri Lanting (unit) Persentase (%) 1. Kuwarasan 184 63,23 2. Buayan 42 14,43 3. Adimulyo 35 12,03 4. Karanganyar 9 3,09 5. Bonorowo 5 1,72 6. Kutowinangun 4 1,37 7. Prembun 3 1,03 8. Mirit 3 1,03 9. Gombong 2 0,69 10. Sempor 2 0,69 11. Petanahan 1 0,34 12. Rowokele 1 0,34 Jumlah 291 100,00 Sumber : Disperindakop Kabupaten Kebumen, 2012
Berdasarkan data industri lanting pada tabel 1.1, industri lanting paling banyak terdapat di Kecamatan Kuwarasan. Berdasarkan data Disperindakop Kabupaten Kebumen pada tahun 2012, rincian jumlah pengrajin lanting di Kecamatan Kuwarasan disajikan dalam tabel 1.2.
3
Tabel 1.2 Daftar Industri Rumah Tangga Lanting di Kecamatan Kuwarasan, Kabupaten Kebumen No Desa Jumlah Industri Lanting (unit) Persentase (%) 1. Lemahduwur 121 65,76 2. Maduresa 33 17,93 3. Harjadawa 17 9,24 4. Kalipurwa 3 1,63 5. Kuwarasan 3 1,63 6. Gumawang 2 1,09 7. Ori 2 1,09 8. Pondok Gebang Sari 1 0,54 9. Banjareja 1 0,54 10. Tambaksari 1 0,54 Jumlah 184 100,00 Sumber : Disperindakop Kabupaten Kebumen, 2012
Berdasarkan tabel 1.1 tersebut diketahui bahwa sentra industri lanting terbesar di Kabupaten Kebumen adalah di Kecamatan Kuwarasan. Pada tabel 1.2 dapat terlihat bahwa sentra industri lanting di Kecamatan Kuwarasan berada di Desa Lemahduwur. Industri rumah tangga lanting di Desa Lemahduwur sudah ada sejak puluhan tahun silam. Industri ini sudah menjadi tradisi turun temurun, telah diwariskan kepada dua generasi. Pada awalnya penduduk Desa Lemahduwur dalam kesehariannya memproduksi minyak klentik atau minyak kelapa tradisional sebagai penopang kehidupan mereka, namun karena semakin lama mengalami kerugian akhirnya beberapa penduduk beralih memproduksi lanting. Produksi lanting diadopsi penduduk Desa Lemahduwur dari penduduk Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen yang telah terlebih dahulu memproduksi lanting. Semakin lama sebagian besar penduduk Desa Lemahduwur banyak yang ikut memproduksi lanting meskipun proses pembuatannya rumit, memerlukan waktu lebih lama dan semua alat produksi masih tradisional dikerjakan dengan tenaga manusia. Pada saat itu lanting sangat diterima baik dan diminati oleh pasar maka usaha lanting dapat berkembang dengan baik. Hingga pada saat ini lanting sebagai industri rumah tangga yang pokok di Desa Lemahduwur bahkan desa ini menjadi desa sentra industri rumah tangga lanting terbesar di Kabupaten Kebumen. Lanting sudah menjadi budaya pada desa ini, secara tidak langsung norma adat yang berlaku di desa ini adalah setiap penduduk desa harus bisa atau mengetahui pengolahan singkong menjadi lanting. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
4
lanting sudah melekat sangat kuat pada kehidupan masyarakat setempat hingga menjadi suatu budaya, gengsi atau harga diri dalam jiwa masyarakat. Produksi lanting di Desa Lemahduwur berlangsung setiap hari, sebagian penduduk telah menggantungkan hidupnya pada lanting. Meskipun produksi lanting sudah berlangsung puluhan tahun namun sebagian besar produsen lanting atau biasa disebut pengrajin lanting di desa belum berorientasi keuntungan dengan baik. Produksi lanting terus dijalankan meskipun terkadang mereka harus menanggung kerugian karena pengrajin tidak ingin menganggur dan kehilangan pasar. Fenomena Desa Lemahduwur menjadi sentra industri rumah tangga lanting serta lanting sudah menjadi budaya dan gengsi pada kehidupan masyarakat desa ini maka sangat menarik untuk dilakukan penelitian mengenai industri lanting yang terjadi di Desa Lemahduwur. Penelitian ini akan menganalisis finansial industri rumah tangga lanting tersebut meliputi kelayakan usaha, nilai tambah, dan faktorfaktor harga input variabel dan input tetap yang mempengaruhi keuntungan usaha.
B. Rumusan Masalah Desa Lemahduwur, Kecamatan Kuwarasan sudah menjadi sentra industri rumah tangga lanting sejak puluhan tahun yang lalu. Industri rumah tangga lanting mampu menopang perekonomian masyarakat sekitar industri karena aktivitas industri melibatkan banyak peran serta masyarakat sebagai mitra maupun tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya, industri rumah tangga lanting belum ada panduan dan bimbingan dari pihak pemerintah terkait, pengrajin lanting hanya menjalankan sesuai dengan kemampuannya. Sebuah industri tidak mungkin terlepas dari kendala atau hambatan misalnya masalah permodalan, tenaga kerja atau sumberdaya manusia, teknologi dan pemasaran. Tidak terkecuali industri rumah tangga lanting yang sudah berlangsung bertahun-tahun dan dilakukan turun temurun. Mengingat pula lanting sudah menjadi budaya yang diwariskan pada desa ini sehingga dapat dikatakan produksi lanting harus berjalan untuk menjaga budaya, pengrajin lanting tidak menjalankan industrinya dengan berorientasi keuntungan yang baik. Oleh karena itu, berdasarkan uraian tersebut maka muncul beberapa pertanyaan sebagai berikut :
5
1. Apakah industri rumah tangga lanting layak untuk dikembangkan? 2. Berapa besar nilai tambah singkong pada industri rumah tangga lanting? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keuntungan industri rumah tangga lanting dan bagaimana mempengaruhinya?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu adanya penelitian mengenai “Analisis Finansial Industri Rumah Tangga Lanting di Desa Lemahduwur, Kecamatan Kuwarasan, Kabupaten Kebumen”.
C. Tujuan 1. Menganalisis kelayakan industri rumah tangga lanting. 2. Mengetahui besarnya nilai tambah singkong pada industri rumah tangga lanting. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan industri rumah tangga lanting serta cara mempengaruhinya.
D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas kemampuan analisis khususnya mengenai analisis industri rumah tangga lanting, serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana (S1) Pertanian di Fakulas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2. Bagi responden, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan usahanya. 3. Bagi pemerintah, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan dan kebijakan pemerintah. 4. Bagi pihak lain, diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
6