1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan tumbuhan karena di dalam biji terdapat embrio yang merupakan calon individu baru. Kemampuan biji untuk berkecambah menjadi hal yang menentukan keberhasilan suatu jenis tumbuhan untuk mempertahankan keberadaannya di muka bumi. Bagi manusia, biji juga memiliki arti ekonomis. Biji merupakan sumber pangan yang penting karena dalam biji tersimpan karbohidrat dan juga protein. Biji juga dapat menjadi sumber bahan obat dan industri karena kandungan senyawa tertentu di dalamnya. Di dalam siklus hidupnya, setiap tumbuhan berbiji memiliki mekanisme pengaturan perkecambahan yang khas, salah satu diantaranya adalah dengan adanya dormansi biji.
Dormansi biji didefinisikan sebagai penghambatan
perkecambahan biji viable (biji yang mampu hidup) pada kondisi lingkungan yang mendukung perkecambahan (Bewley 1997). Dormansi biji merupakan bentuk adaptasi tumbuhan yang bertujuan untuk meningkatkan keberlangsungan hidup generasi selanjutnya melalui optimalisasi pengaturan perkecambahan (Kermode, 2005). Salah satu tumbuhan yang mengalami dormansi biji adalah flamboyan [Delonix regia (Hook) Raf.]. Flamboyan masuk dalam The IUCN Red List of Threatened Species Version 2011.2 dengan status vulnerable. Pada tahun 2013 statusnya berubah menjadi near threatened (IUCN 2.3), dan pada tahun 2014 statusnya menjadi least concern (LC) (Anonim, 2015). Flamboyan merupakan anggota ordo Fabales, famili Fabaceae, subfamili Caesalpinoideae. Di beberapa
2
negara, flamboyan banyak dieksploitasi dimana kayu tumbuhan tersebut digunakan sebagai bahan bakar. Tingginya eksploitasi umumnya tidak diimbangi dengan upaya perbanyakan tumbuhan sehingga berdampak pada menurunnya populasi. Flamboyan memiliki banyak kegunaan juga sebagai bahan obat, sumber pangan karena tinggi kandungan proteinnya, dan pewarna alami (Marfo et al., 1989; Adje et al., 2008; Kale et al., 2009; Chitra et al., 2010). Perbanyakan flamboyan dapat dilakukan dengan stek batang (Anonim, 2015) maupun melalui kultur jaringan (Rehman et al., 1992); meskipun demikian metode perbanyakan yang paling banyak dilakukan dan dinilai lebih efektif adalah perbanyakan dengan biji (Anonim, 2015). Dormansi merupakan aspek yang sangat menarik untuk dikaji mengingat kompleksnya pengaturan yang terjadi di dalam biji. Pengaturan pengendalian dormansi dan perkecambahan biji melibatkan aspek fisik, hormonal, fisiologis dan biokimia, bahkan pengaturan di tingkat gen (Bewley, 1997; Nonogaki, 2006; Nonogaki et al., 2010). Beberapa aspek yang belum dipahami secara jelas antara lain pengendalian imbibisi biji sebagai proses awal terjadinya perkecambahan yang melibatkan adanya struktur khusus pada kulit biji yang bervariasi untuk setiap jenis biji, pengaturan keseimbangan hormon endogen biji yang mengendalikan perkecambahan, serta pengaturan aspek fisiologis dan biokimia yang penting bagi keberhasilan perkecambahan. Informasi tersebut dapat bersifat khas untuk setiap jenis biji sehingga kelengkapan informasi pengendalian dormansi dan perkecambahan pada jenis biji yang berbeda perlu untuk diperoleh.
3
Secara umum, dormansi dibedakan atas dormansi embrio (embryo dormancy), dormansi karena kulit biji yang keras (coat-enhanced dormancy), dan dormansi kombinasi (dormansi karena kulit biji dan embrio). Sampai saat ini, ada 17 famili yaitu 1 dari monokotil dan 16 dari dikotil yang diketahui mengalami dormansi karena kulit biji keras (Turner et al., 2009). Biji tumbuhan dari daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia umumnya memiliki dormansi karena kulit biji keras atau dormansi kombinasi (Bewley, 1997). Dormansi karena kulit biji umum dijumpai pada jenis polong-polongan (legum). Dari 3 subfamili anggota Leguminoceae yaitu Papilionideae, Mimosoideae, dan Caesalpionioideae, tidak semua subfamili memiliki tipe dormansi karena kulit biji (Finch-Savage & Leubner-Metzger, 2006). Tahap dormansi berakhir ditandai dengan adanya perkecambahan biji. Perkecambahan diawali dengan terjadinya imbibisi air pada biji dan diakhiri dengan keluarnya radikula dari kulit biji (Bewley, 1997). Pengendalian dormansi dan perkecambahan biji dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Foley, 2001). Faktor genetik yang berperan dalam pengendalian dormansi contohnya adalah struktur biji (Bentsink & Koornneef, 2008). Secara umum, biji terdiri atas 3 bagian utama yaitu kulit biji (testa), endosperm, dan embrio. Ketiga bagian biji tersebut dapat bertindak sebagai penyebab dormansi.
Testa dan endosperm
umumnya bertindak sebagai hambatan fisik keluarnya radikula dari kulit biji. Selsel penyusun kulit biji yang berdinding tebal (makrosklereid dan osteosklereid), adanya pigmentasi (warna) kulit biji,
serta kandungan senyawa inhibitor
perkecambahan menjadi penyebab hambatan perkecambahan karena kulit biji
4
(Foley, 2001; De Souza & Marcos-Filho, 2001; Mavi, 2010; Ertekin & Kirdar, 2010a; Wasala et al., 2011; Moise et al., 2005; Finkelstein et al., 2008). Endosperm di sekitar embrio dapat bertindak sebagai hambatan fisik perkecambahan. Komposisi senyawa penyusun endosperm mempengaruhi sifat fisik endosperm tersebut. Sebagai tempat cadangan makanan, endosperm umumnya tersusun atas polisakarida, fruktan dan pati. Jenis polisakarida yang umum dijumpai pada biji legum adalah galaktomannan (Buckeridge et al., 2000a; Buckeridge, 2010).
Endosperm yang keras sehingga sulit ditembus radikula,
dapat dijumpai pada biji Vigna radiata, Sesbania virgata, Coffea arabica, Lycopersicon esculentum, Arabidopsis thaliana, dan juga Delonix regia (Giorgini & Comoli, 1996; Nonogaki et al., 1998; Toorop et al., 2000; Bewley et al., 2000; Banik et al., 2001; Potomati & Buckeridge, 2002; Lisboa et al., 2006; Schroeder et al., 2009; Tamaki et al., 2010; Wasala et al., 2011). Embrio dapat berperan sebagai penyebab dormansi biji karena adanya senyawa inhibitor perkecambahan pada embrio, dan/atau karena embrio belum matang (immature). Inhibitor yang terkandung dalam biji dapat terkandung di dalam embrio maupun kulit biji. Senyawa kimia yang dapat bertindak sebagai inhibitor perkecambahan biji antara lain polifenol (termasuk di dalamnya asam fenolat dan turunannya, tanin, flavonoid, alkaloid, dan terpenoid (Moise et al., 2005). Biji dengan embrio yang belum dewasa umumnya memerlukan proses pematangan (after ripening) agar mampu berkecambah, contohnya biji bunga matahari (Helianthus annuus) (Bazin et al., 2011).
5
Faktor lain
yang telah diketahui mempengaruhi dormansi dan
perkecambahan biji adalah hormon. Ada 5 kelompok hormon yang diketahui berperan dalam dormansi dan perkecambahan, yaitu asam absisat (ABA), gibberellin (GA), etilen, brassinosteroids (BRs), dan asam jasmonat (JAs) (Finkelstein et al., 2008; Linkies & Leubner-Metzger, 2012). Asam absisat (ABA) dan asam jasmonat diketahui mengendalikan status dormansi biji dan menghambat perkecambahan. Hormon GA, etilen, dan brassinosteroids diketahui mendorong terjadinya perkecambahan (Penfield & King, 2009; Brady & McCourt, 2003).
Perubahan sifat biji dari dorman menjadi non-dorman
dipengaruhi oleh keseimbangan hormon endogen dalam biji tersebut (Penfield & King, 2009; Brady & McCourt, 2003). Pengaturan keseimbangan hormon dalam biji merupakan aspek yang kompleks, tidak hanya melibatkan pengaturan biosintesis tiap jenis hormon tetapi juga interaksi antar hormon yang pada akhirnya mempengaruhi status dormansi suatu biji. Selain faktor hormon, aktivitas sejumlah enzim yang berperan dalam perkecambahan juga menjadi faktor penting yang harus dipelajari. Sejumlah enzim yang berperan dalam pelunakan endosperm dan perombakan cadangan makanan telah banyak dilaporkan, misalnya pada biji tomat (Lycopersicon esculentum), lettuce (Lactuca sativa), tembakau (Nicotiana plumbaginifolia), A. thaliana dan Lepidium sativum (Nonogaki et al., 2000; Muller et al., 2006), namun belum ada laporan tentang hal tersebut pada biji flamboyan. Biji flamboyan (D. regia) memiliki endosperm yang tersusun atas galaktomanan (Buckeridge et al., 2000b; Adetogun & Alebiowu, 2009; Kale et
6
al., 2009; Tamaki et al., 2010; Betancur-Ancona et al., 2011; Soumya et al., 2013).
Enzim-enzim yang telah diketahui berperan dalam perombakan
galaktomannan adalah endo-ß-mannanase (MAN), β-1,4-mannosidase, dan β-1,4glukosinase (Buckeridge, 2010; Rodriguez-Gacio et al., 2012). Enzim utama yang dianggap sebagai enzim kunci dalam pelunakan endosperm adalah endo-ßmannanase (MAN). Penelitian dan informasi tentang peran enzim tersebut pada biji flamboyan sejauh ini belum dipublikasikan. Usaha pemecahan dormansi biji flamboyan telah dilakukan, dan diketahui bahwa perlakuan penipisan kulit biji (skarifikasi) secara mekanis dan perendaman biji dalam air bersuhu tinggi dapat memacu perkecambahan (Hassanein, 2010). Penelitian tentang perubahan ultrastruktur biji, profil hormon endogen biji, dan aktivitas endo-ß-mannanase pada biji flamboyan sejauh ini belum ditemukan sehingga perlu dilakukan penelitian terkait aspek tersebut di atas. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam meningkatkan pemahaman akan mekanisme proses perkecambahan khususnya pada biji yang mengalami dormansi karena kulit biji keras. B. Permasalahan Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. (a) Bagaimana pengaruh pematahan dormansi secara fisik dan hormonal terhadap perkecambahan biji flamboyan ? (b) Bagaimana peran bagian-bagian biji (kulit biji, endosperm dan embrio) dalam dormansi dan perkecambahan biji flamboyan ?
7
2. Bagaimana peran hormon giberellin dan asam absisat dalam dormansi dan perkecambahan biji flamboyan ? 3. Terkait
dengan
kandungan
endosperm
biji
flamboyan
berupa
galaktomannan yang diduga kuat menjadi faktor yang berperan dalam perkecambahan, maka bagaimana aktivitas endo-ß-mannanase sebagai enzim pemecah galaktomannan dalam perkecambahan biji flamboyan ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. (a) Mengetahui pengaruh pematahan dormansi secara fisik dan hormonal terhadap perkecambahan biji flamboyan. (b) Mengetahui peran bagian-bagian biji (kulit biji, endosperm, dan embrio) dalam dormansi dan selama perkecambahan biji flamboyan. 2. Mengetahui peran hormon gibberellin dan asam absisat dalam dormansi dan perkecambahan biji flamboyan. 3. Mengetahui aktivitas enzim endo-ß-mannanase dalam endosperm dan embrio selama proses perkecambahan biji flamboyan. Mengingat peristiwa dormansi dan perkecambahan merupakan peristiwa yang kompleks, maka manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah meningkatnya pemahaman tentang proses perkecambahan khususnya pada biji yang mengalami dormansi karena kulit biji keras.
Peningkatan pemahaman
tentang pengendalian dormansi dan perkecambahan biji diyakini dapat menjadi
8
dasar bagi pengembangan dalam bidang modifikasi genetik dan pemuliaan tanaman. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pematahan dormansi karena kulit biji keras sudah banyak dilakukan. Biji dorman berkulit keras yang sudah berhasil dipecahkan dormansinya antara lain biji Albizia saman (Jolaosho et al., 2006); Astragalus cyclophyllon (Keshtkar et al., 2008); Medicago rigidula, M. polymorpha, M. rotata, M. orbicularis, M. turbinata, M. scutellata, Trifolium spumosum, T. cherleri, T. lappaceum, T. scabrum, T. strictum., T. spumosum, T. spadieceum, T. angustifolium, T. Badium (Fabaceae) (Can et al., 2009); Tamarindus indica, Prosopis africana, Parkia biglobossa, Albizzia lebbeck (Ajiboye et al., 2009); Swartzia madagascariensis (Leguminoceae) (Amri, 2010); Tamarindus indica (Ajiboye, 2010); Bauhinia variegata (Leguminoceae – Fabaceae) (Hassanein, 2010); Pedicularis olympica (Scrophulariaceae) (Kirmizi et al., 2010); Trifolium resupinatum ssp. typicum fiori et paol (Fabaceae) (Ates, 2011), dan Andrographis paniculata (Acanthaceae) (Kumar et al., 2011). Penelitian tentang pematahan dormansi biji flamboyan masih jarang ditemukan. Hassanein (2010), melaporkan tentang pengaruh beberapa perlakuan pematahan dormansi biji flamboyan (D. regia) pada media perkecambahan dalam polybag berupa pasir, tanah, atau campuran keduanya. Sejauh ini belum ada laporan tentang penelitian aspek lain dalam pematahan dormansi dan
9
perkecambahan biji flamboyan, misalnya respon biji flamboyan terhadap pemberian hormon eksogen dan profil hormon endogennya. Beberapa peneliti telah melaporkan kandungan polisakarida sebagai cadangan makanan dalam endosperm biji flamboyan. Tamaki et al. (2010), melaporkan bahwa biji flamboyan memiliki endosperm yang beratnya 28% dari total berat biji.
Dari endosperm tersebut diketahui bahwa kandungan
polisakaridanya sebesar 73% (w/w) dari berat endosperm; dan jenis polisakarida yang
ditemukan berupa galaktomannan. Dari segi ekonomi, galaktomannan
merupakan polisakarida yang banyak dipakai dalam industri pangan dan obatobatan, terutama digunakan sebagai bahan pengikat (binder) (Kale et al., 2009). Berdasarkan hal tersebut, secara aplikatif, flamboyan sangat penting untuk dibudidayakan
dan
dikembangkan
pemanfaatannya
karena
kandungan
galaktomannan pada endospermnya yang cukup tinggi. Penelitian tentang aktivitas endo-ß-mannanase terkait proses pematahan dormansi biji sudah relatif banyak dilaporkan. Penelitian aktivitas endo-ßmannanase pada biji Sesbania virgata (Leguminoceae) menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas endo-ß-mannanase selama perkecambahan memudahkan keluarnya radikula dengan jalan melunakkan endosperm (Lisboa et al., 2006). Pada biji Cucumis sativus (Cucurbitaceae), pelunakan endosperm juga menjadi faktor penting dalam perkecambahan (Salanenka et al., 2009). Aktivitas endo-ßmannanase terkait proses perkecambahan juga sudah dilaporkan pada biji tomat (Lycopersicon esculentum – Solanaceae), Arabidopsis thaliana (Brassicaceae), Nicotiana tabacum (Solanaceae), dan Lepidium sativum (Brassicaceae) (Nonogaki
10
et al., 2000; Lee et al., 2002; Iglesias-Fernandes et al., 2011a). Sejauh ini belum ada publikasi tentang aktivitas enzim yang berperan dalam pelunak endosperm pada biji flamboyan. Penelitian tentang dormansi biji umumnya menitikberatkan pada aspek praktis tentang metode pemecahan dormansi. Masing-masing jenis biji diketahui memiliki mekanisme yang berbeda dalam pemecahan dormansinya. Satu metode pemecahan dormansi biji efektif bagi jenis biji tertentu dan tidak efektif bagi jenis biji yang lain. Hal ini yang menyebabkan perlunya pemahaman yang lebih mendasar tentang proses yang terjadi pada saat pemecahan dormansi. Perubahan di tingkat struktur maupun fisiologis di dalam biji yang menyebabkan terjadinya perkecambahan perlu terus diteliti agar seluruh aspek dapat dipahami secara lebih menyeluruh. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji dormansi dan perkecambahan biji flamboyan [Delonix regia (Hook) Raf.] ditinjau dari aspek fisiologis dan biokimia. Penelitian yang dilakukan meliputi uji pematahan dormansi secara fisik dan hormonal, tahap analisis peranan bagian biji (kulit, endosperm, dan embrio) dalam pengendalian dormansi dan perkecambahan; analisis profil hormon endogen biji saat dorman dan selama proses perkecambahan; dan analisis aktivitas enzim endoß-mannanase selama proses perkecambahan biji flamboyan.