I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia bermuara pada pembangunan usaha tani dengan berbagai kebijakan yang memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung usahatani yang menggerakkan peran serta petani. Pembangunan pertanian ini dilaksanakan secara terus menerus guna meningkatkan produksi pertanian dan pemerataan pendapatan petani. Pertanian diarahkan untuk menjadi subyek atau pelaksana dari pembangunan pertanian tersebut, sehingga kemauan dan kemampuan petani dalam mengembangkan teknik-teknik baru akan menjadi lebih besar. Kebijakan pembangunan pertanian mendasarkan diri pada berbagai wawasan yang salah satunya adalah wawasan ekonomi. Wawasan ini dimaksudkan bahwa setiap kegiatan pembangunan pertanian haruslah ditujukan pada tercapainya peningkatan kesejahteraan ekonomi bagi petani dan masyarakat pada umumnya. Dalam hubungannya dengan ini maka para petani perlu terus dibina agar dapat mengembangkan usahataninya dengan prinsip-prinsip bisnis (agribisnis) untuk lebih mengembangkan produktivitas usahataninya dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Menurut Soekartawi (1989), dalam menentukan komoditas yang diusahakan, pemerintah telah menetapkan kebijakan dalam memilih urutan jenis tanaman pertanian atau hortikultura yaitu: 1. Mengutamakan urutan jenis tanaman pertanian/hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, dalam rangka peningkatan pendapatan, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. 2. Mengutamakan jenis tanaman yang dapat memberi kesempatan tenaga kerja lebih banyak. 3. Mengutamakan jenis tanaman yang mempunyai prospek pasar dan pemasaran yang baik. 4. Mengutamakan jenis tanaman yang dapat mempertinggi nilai gizi masyarakat.
1
Hortikultura mempunyai kedudukan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan bahan pangan pelengkap serta bagi peningkatan perekonomian masyarakat. Di Indonesia, meskipun sumbangan usahatani tanaman hortikultura belum dapat disejajarkan dengan usahatani tanaman pangan atau tanaman perkebunan, namun di masa mendatang hortikultura diharapkan dapat diandalkan sebagai salah satu sumber pendapatan negara dari sektor pertanian. Pengembangan hortikultura merupakan salah satu bagian dari pembangunan pertanian
di
Indonesia
yang
diarahkan
untuk
meningkatkan
pendapatan,
kesejahteraan, taraf hidup, serta kemampuan dan kapasitas petani. Hortikultura meliputi tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obatobatan. (Wijayanti, 2001). Cabai adalah komoditas holtikultura penting di Indonesia yang mempunyai prospek cerah dalam upaya meningkatkan taraf hidup petani, tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang luas, sehingga dapat dibudidayakan pada berbagai ekosistem yang berbeda, termasuk di lahan pasir pantai. Sementara itu, nilai komersial cabai merah yang cenderung semakin meningkat, juga mulai memberikan intensif bagi petani untuk membudidayakan di daerah pesisir pantai. Posisi cabai merah dalam pola konsumsi makanan menyebabkan komoditas ini dikategorikan sebagai tanaman sayuran. Nilai ekonomi tinggi dari komoditas cabai merah juga tercermin dari luas areal tanaman yang menempati urutan pertama diantara komoditas sayuran utama, diikuti oleh bawang-bawangan, mentimun, kubis, tomat dan kentang (Adiyoga, 1996). Cabai merah merupakan salah satu jenis cabai yang memiliki peranan yang sangat penting. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah dengan potensi hortikultura cabai merah yang besar. Daerah sentra produksi cabai merah di DIY ada di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon progo. Komoditas unggulan ini banyak dibudidayakan di sepanjang pesisir pantai Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon progo. Produksi tanaman cabai merah selama tahun 2011 mencapai 144.101 kuintal. Komoditi ini juga sudah memilki daerah pemasaran yang stabil sehingga dapat menjamin pendapatan masyarakat petani cabai di Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta. bps, 2013).
2
Tabel 1.1. Luas Panen dan Produksi cabai merah setiap kecamatan di Kabupaten Bantul tahun 2012 dan tahun 2013 Tahun 2012 Kecamatan Luas Panen Produksi (hektar) (kuintal) Srandakan 15 474 Sanden 47 582 Kretek 125 3.888 Pundong 0 0 Bambanglipuro 0 0 Pandak 1 71 Bantul 0 0 Jetis 2 101 Imogiri 0 0 Dlingo 0 0 Pleret 0 0 Piyungan 3 71 Banguntapan 1 62 Sewon 0 0 Kasihan 0 0 Pajangan 0 0 Sedayu 1 2 Jumlah 195 5.251 Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2013
Tahun 2013 Luas Panen Produksi (hektar) (kuintal) 8 229 121 9.338 148 296 1 2 14 60 0 0 1 2 1 34 0 0 0 0 0 0 8 438 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0 303 10.402
Di Kabupaten Bantul sentra produksi cabai merah terdapat di Kecamatan Kretek dan Sanden. Rata-rata petani di Bantul menanam cabai secara tumpang sari dengan bawang merah. Sebagian petani menanam cabai di lahan sawah dan ada juga yang menanam di lahan pasir pantai. Luas areal cabai merah di Bantul rata-rata 800 ha/th. Produksi cabai merah di Kabupaten Bantul pada tahun 2011 mencapai 5.251 kuintal (Bantulkab, 2013). Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam sistem agribisnis adalah kegiatan pemasaran, hal ini disebabkan oleh berbagai karakteristik yang dimiliki oleh produk pertanian yaitu: diproduksi musiman, selalu segar (freshable), mudah rusak, jumlahnya banyak tetapi nilainya relatif sedikit, lokal dan spesifik (tidak dapat diproduksi di semua tempat). Karakteristik tersebut menyebabkan hubungan yang saling mempengaruhi antara produk pertanian dengan kegiatan pemasaran. Dengan adanya kegiatan pemasaran, sebuah produk pertanian dapat
3
memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding produk yang sama tanpa kegiatan pemasaran. Menurut Carthy (1981), kegiatan pemasaran merupakan bagian integral dari dinamika ekonomi, baik secara domestik maupun internasional. Pengertian pemasaran dapat terbagi menjadi dua konsep yaitu konsep pemasaran secara mikro dan makro. Pemasaran secara mikro didefinisikan sebagai kinerja dari kegiatankegiatan dalam penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen yang sekaligus dapat mencapai tujuan dari pelaksanaan pemasaran. Sedangkan definisi pemasaran makro adalah proses sosial yang langsung berhubungan dengan aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen dan secara efektif dapat memenuhi penawaran dan permintaan yang sekaligus memnuhi tujuan masyarakat. Dalam pemasaran komoditas pertanian, seringkali dijumpai rantai pemasaran yang panjang. Beberapa sebab rantai pemasaran hasil pertanian panjang dan produsen (petani) sering dirugikan, antara lain: a). pasar yang tidak bekerja secara sempurna, b). lemahnya informasi pasar, c). lemahnya posisi produsen (petani) untuk melakukan penawaran demi mendapatkan harga yang lebih baik (Rosita, 2002). B. Perumusan Masalah Produsen (petani) dalam memasarkan cabai merah pada umumnya melalui perantara pemasaran. Setiap perantara selalu ingin memperoleh biaya pengganti dan keuntungan sebagai imbalan jasa yang telah dilakukannya. Selisih harga cabai di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen yang cukup tinggi adalah akibat dari banyaknya perantara/saluran pemasaran. Sampai saat ini saluran pemasaran dan marjin pemasaran cabai merah belum diketahui dengan pasti, untuk itu perlu adanya penelitian analisis pemasaran cabai yang mencakup bentuk saluran pemasaran, marjin pemasaran, dan faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran, serta efisiensi pemasaran.
4
C. Tujuan Penelitian 1. Mengukur tingkat marjin pemasaran cabai merah di Kabupaten Bantul. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran cabai merah di Kabupaten Bantul. 3. Mengukur tingkat efisiensi pemasaran cabai merah di Kabupaten Bantul. D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk memperluas wawasan dan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi
masyarakat,
penelitian
ini
berguna
sebagai
informasi
untuk
mengembangkan usahatani cabai merah dengan mengetahui sistem pemasaran untuk meningkatkan pendapatan petani 3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan petimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan masalah pemasaran cabai merah. 4. Bagi pihak yang berminat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan atau informasi untuk penelitian lebih lanjut
5