1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica L.) merupakan salah satu unggas yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan produk daging dan telur untuk memenuhi kebutuhan protein hewani pada manusia. Dengan ukuran tubuh yang kecil puyuh memiliki keistimewaan, pada umur 41 hari sudah bertelur, mampu menghasilkan telur 300 butir per tahun, pemeliharaan burung puyuh relatif mudah, konsumsi ransum sedikit, pertumbuhannya cepat, dewasa kelamin lebih awal, produksi telur yang relatif tinggi, interval generasi dalam waktu singkat, dan periode inkubasi relatif cepat (Abidin, 2009). Dari beberapa keistimewaan burung puyuh diatas, peternakan puyuh menjadi sangat relevan bagi peternak yang bermodal kecil. Kecilnya modal usaha dan tingginya hasil produksi, diharapkan peternak mampu mendapatkan keuntungan yang besar. Ransum merupakan faktor yang sangat penting dalam pemeliharaan, hal ini dikarenakan nutrien yang dibutuhkan puyuh harus tercukupi untuk hidup pokok dan produktivitas puyuh. Kriteria tingginya produktivitas dapat dicerminkan oleh tingginya efektifitas penyerapan nutrien pakan dan performans produksi yang ditampilkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas yaitu dengan cara mengoptimalkan penyerapan nutrien ransum dalam pencernaan. Penyusunan formulasi ransum yang efektif dan efisien dapat dilakukan dengan penambahan minyak ikan sebagai sumber asam lemak esensial dan L-karnitin sebagai feed additive dalam ransum. Minyak ikan merupakan sumber asam lemak tak jenuh dan sumber energi yang ekonomis dalam ransum unggas (Sarica et al., 2007). Selain itu minyak ikan befungsi untuk membantu penyerapan vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K), menyediakan asam lemak esensial, mengurangi sifat berdebu pada pakan dan menambah rasa (palatabilitas). Penggunaan minyak ikan tuna dan minyak ikan lemuru sebagai sumber omega-3 pada ransum diharapkan 1
2
mampu menyeimbangkan kandungan asam-asam lemak esensial sehingga dapat terabsorbsi dengan baik. Menurut Turner dan Bagnara (1976), minyak ikan yang mengandung PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) kaya akan asam arakhidonat yang berfungsi sebagai prekusor pembentukan prostaglandin. Prostaglandin berperan merangsang motilitas usus halus dan berperan dalam proses penyerapan nutrien ransum. Suplementasi minyak ikan dalam ransum merupakan salah satu metode untuk memenuhi kebutuhan asam lemak tak jenuh dan energi yang tinggi pada ransum unggas (King et al., 2013). Penambahan minyak ikan tuna dan minyak lemuru yang kaya akan PUFA pada ransum dapat dikombinasikan dengan suplementasi L-karnitin. L-karnitin berfungsi dalam membantu transport asam lemak ke dalam mitokondria sehingga metabolisme asam lemak lebih optimal (European Food Safety Authority, 2012). Menurut Cho et al. (1998) suplementasi L-karnitin dapat meningkatkan digestibilitas nutrien pada ternak monogastrik. Sinergisme antara penambahan minyak ikan tuna, minyak ikan lemuru dan L-karnitin pada ransum diharapkan dapat memperbaiki kinerja puyuh betina ditinjau dari efisiensi penyerapan nutrien ransum, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan nilai kecernaan. B. Rumusan Masalah Minyak ikan mengandung asam lemak yang sangat beragam dengan kandungan asam lemak jenuhnya rendah dan kandungan asam lemak tak jenuhnya tinggi, terutama asam lemak tidak jenuh rantai panjang yang mengandung 20 atau 22 atom karbon atau lebih (Deman, 1997). Beberapa dari asam lemak tidak jenuh rantai panjang dari minyak ikan ini, termasuk asam eikosapentaenoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA). EPA dan DHA terdapat dalam jumlah besar dalam ikan yang hidup di laut dalam dan dingin.
3
Elizabeth (1997) menyatakan bahwa kandungan asam lemak minyak ikan
tuna
meliputi
Eicosapentaenoic
Acid
(EPA)
sebesar
3,64%,
Docohexaenoic Acid (DHA) sebesar 14,64 %, asam Linolenat sebesar 0,71%, asam linoleat sebesar 2% dan asam arachidonat sebesar 1,41%. Asam arachidonat merupakan prekusor pembentukan prostaglandin. Prostaglandin berperan merangsang relaksasi usus halus dan berperan dalam proses penyerapan zat makanan. Selanjutnya Sudibya et al. (2007) menyatakan bahan minyak ikan tuna mengandung ME 8260 Kcal/Kg dan lemak kasar 5,8% sedangkan minyak ikan lemuru mengandung ME 8280 Kcal/Kg dan lemak kasar 6,0%. Suplementasi L-karnitin dapat meningkatkan digestibilitas nutrien pada ternak monogastrik. Dilaporkan bahwa suplementasi L-karnitin pada babi lepas sapih dapat memperbaiki digestibilitas nutrient, memperbaiki konversi pakan (Cho et al., 1998), menurunkan kandungan lemak karkas (Owen et al., 1996). Prinsip penentuan kecernaan zat-zat makanan adalah menghitung banyaknya zat-zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan banyaknya zat makanan yang dikeluarkan melalui feses. Kegunaan penentuan kecernaan adalah untuk mendapatkan nilai bahan makanan secara kasar, sebab hanya bahan makanan yang dapat dicerna yang dapat diserap oleh tubuh. Kecernaan suatu bahan pakan merupakan pencerminan dari tinggi rendahnya nilai manfaat dari bahan pakan tersebut. Apabila kecernaannya rendah, maka nilai manfaatnya rendah pula. Sebaliknya, apabila kecernaannya tinggi, maka nilai manfaatnya tinggi pula. Berdasarkan uraian diatas kiranya diperlukan sebuah kajian untuk memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh suplementasi minyak ikan dan L-karnitin dalam ransum basal terhadap kecernaan ransum burung puyuh pada periode starter.
4
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suplementasi minyak ikan dan L-karnitin dalam ransum basal terhadap kecernaan ransum burung puyuh pada periode starter.
5
HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa suplementasi minyak ikan dan L-karnitin dalam ransum mampu memperbaiki kecernaan ransum burung puyuh pada periode starter
5