I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pabrik pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah cair dalam jumlah yang besar, yaitu berkisar antara 600-700 liter/ton tandan buah segar (TBS) (Naibaho, 1999) atau sekitar 65 % dari TBS (Herawan, 2009). Saat ini diperkirakan jumlah limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) di Indonesia mencapai 28,7 juta ton (Isroi, 2008). Jumlah LCPKS yang besar dan kandungan bahan organiknya yang tinggi (80%) (DITJEN PPHP, 2006), menjadi peluang besar bagi industri ini dalam pemanfaatan limbah untuk menghasilkan produk lain, salah satunya adalah pemanfaatan LCPKS untuk menghasilkan biogas. Teknik pemanfaatan LCPKS untuk menghasilkan biogas yang up to date saat ini adalah teknik Reaktor Anaerobik Unggun Tetap (RANUT). Penggunaan RANUT untuk pengolahan LCPKS telah dilakukan pada skala prototip dengan kapasitas reaktor 10 M3 (Erwinsyah, dkk., 2008). Adapun limbah/bahan baku yang digunakan yaitu LCPKS yang berasal dari fat pit, dengan kadar COD 40.000-120.000 ppm dan TSS 15.000-40.000 ppm (Tobing dan Poeloengan, 2000). Dalam tangki RANUT, terjadi biodegradasi bahan-bahan organik mencapai + 90 % (Wulfert, dkk., 2000). Pencapaian efisiensi ini dapat menjadi pertimbangan untuk perancangan reaktor skala penuh.
Walaupun teknik RANUT memberi keuntungan dalam menghasilkan biogas, namun hasil penelitian mendapati bahwa karakteristik effluent RANUT belum memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan. Kadar COD pada efluen RANUT yaitu
1
Universitas Sumatera Utara
1500-4000 mg/L, pH 6,5 bahkan lebih, dan TSS di atas 250 mg/L (DITJEN PPHP, 2006; Wulfert, dkk., 2000). Suatu penelitian telah menggunakan RANUT dengan kapasitas tangki + 250 L, laju alir umpan 144 L/hari dan waktu retensi 1,7 hari. Efisiensi perombakan bahan organik optimum yang diperoleh adalah 90% dengan kandungan COD pada effluent 1173 mg/L, TSS 287 mg/L dan pH 6,8 (Yuliasari, dkk., 2001). Oleh sebab itu, perlu ada pengolahan lebih lanjut terhadap limbah cair effluent RANUT agar dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Salah satu teknik yang dapat diterapkan untuk pengolahan limbah cair effluent RANUT adalah teknik elektrokoagulasi. Elektrokoagulasi (EC) bukan merupakan teknologi terbaru. Pengolahan air menggunakan listrik pertama dilakukan di Inggris pada tahun 1889. Proses pengolahan air ”bilge” dari kapal-kapal telah dipatenkan pertama kali oleh A. E. Dietrich pada tahun 1906 (Hanupurti, 2008). Di Indonesia, penggunaan teknik elektrokoagulasi telah banyak dilakukan dalam penelitian untuk pengolahan berbagai limbah (tekstil, batik, pencucian jeans, rumah potong hewan, limbah domestik, limbah logam, lindi, dll) dan juga air (air sumur, air gambut) untuk penyisihan berbagai polutan dalam limbah tersebut, dengan efisiensi penyisihan yang bervariasi untuk setiap polutan, namun untuk COD, TSS, turbiditas dan warna memberikan efisiensi 70-95 %.
Sunardi (2007) telah menggunakan proses elektrokoagulasi untuk reduksi kadar Pb, Cd dan TSS pada limbah B3 dengan variasi tegangan listrik (6, 8, 10 dan12) Volt, dan kecepatan alir (6,720; 17,600; 19,140; 23,660 dan 37,300) mL/s, sedangkan waktu operasi tetap 60 menit dan pH 6,5. Diperoleh hasil terbaik yaitu pada tegangan
2
Universitas Sumatera Utara
12 volt dan kecepatan aliran 6,720 ml/det dengan efisiensi yaitu; Pb 99,845%, Cd 98,938% dan TSS 95,004 %. Kandungan material organik pada lindi sangat tinggi, dimana COD mencapai 1500-71000
mg/L.
Purbaningsih
(2009)
melakukan
penelitian
dengan
proses
elektrokoagulasi menggunakan elektroda besi (Fe) dan karbon untuk menurunkan kekeruhan, warna, COD dan chlorida (Cl-), dengan variasi jarak dan kuat arus dengan pengadukan dan tanpa pengadukan. Penurunan tertinggi dari tiap parameter adalah; kekeruhan 91,52% dalam kondisi basa (pH 11), warna 88,70%, COD 91,40% dan klorida 50,70%, dengan jarak elektroda 1,5 cm, kuat arus 4 A dan dengan pengadukan.
Simanjuntak (2007) melakukan penelitian untuk pengolahan limbah domestik dengan menggunakan elektroda Al, Fe, Zn, potensial listrik sebesar 8, 10, 12, 16, dan 20 volt, pada tiga pH, yakni 6, 7, dan 8, dan waktu kontak tetap, yakni 90 menit. Ia mendapati bahwa logam Fe paling efektif untuk penanganan warna, dengan efisiensi 93%-98%. Sedangkan untuk kekeruhan, Al adalah elektroda paling efektif dengan efisiensi 87%, dan potensial optimum sebesar 12 volt. Rentang pH 6-8 ternyata mempunyai pengaruh yang praktis sama terhadap penurunan warna. Sedangkan untuk penanganan kekeruhan, diperoleh bahwa pH yang optimum adalah 6. Berbagai penelitian juga mendapati bahwa aplikasi teknik ini lebih singkat dan berwawasan lingkungan karena pada proses ini tidak ada penambahan bahan kimia, proses ini lebih banyak melibatkan proses fisika. Selain itu teknik ini lebih ekonomis karena listrik yang digunakan relatif kecil. Dengan kelebihan dan pencapaian nilai efisiensi ini, maka dimungkinkan untuk aplikasi teknik ini pada skala yang lebih besar.
3
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas, dengan memvariasikan jenis material elektroda, tegangan, dan jarak elektroda, peneliti ingin menggunakan teknik elektrokoagulasi sebagai tahap lanjutan dari RANUT untuk mengolah effluent agar dapat memenuhi persyaratan baku mutu air limbah. Peneliti ingin mengetahui perubahan pH limbah dan efektifitas teknik ini dalam menurunkan kadar COD, TSS, warna, dan turbiditas. TSS, COD dan pH termasuk parameter yang dipantau pada baku mutu LCPKS, sedangkan parameter warna dan turbiditas diketahui bahwa keduanya memiliki keterkaitan dengan kadar TSS (Effendi, 2003).
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: a. Berapakah persentasi penurunan tertinggi kadar COD, TSS, warna, dan turbiditas, serta bagaimana perubahan pH akhir limbah pada pengolahan limbah cair effluent RANUT menggunakan teknik elektrokoagulasi? b. Berapakah tegangan dan jarak elektroda yang optimum, serta material elektroda manakah yang menghasilkan penurunan respon polutan tertinggi? c. Kombinasi level mana dari setiap faktor yang memberikan persentasi penurunan tertinggi terhadap parameter respon? d. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari interaksi antar perlakuan terhadap respon yang diamati dalam rancangan percobaan ini?
4
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit effluent RANUT menggunakan teknik elektrokoagulasi. Adapun tujuan khusus dilakukannya penelitian ini antara lain adalah: a. Untuk mengetahui persentasi penurunan kadar COD, TSS, warna, dan turbiditas, serta perubahan pH akhir limbah pada pengolahan limbah cair effluent RANUT menggunakan teknik elektrokoagulasi. b. Untuk mengetahui tegangan dan jarak elektroda yang optimum, serta material elektroda yang menghasilkan penurunan respon polutan yang tertinggi. c. Untuk menentukan kombinasi level dari setiap faktor yang memberikan persentasi penurunan tertinggi terhadap parameter respon. d. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dari interaksi antar perlakuan terhadap respon yang diamati dalam rancangan percobaan ini.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan khususnya pada bidang teknik pengolahan limbah. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi tambahan mengenai alternatif teknik pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit effluent RANUT yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Terakhir penulis berharap hasil penelitian ini bisa menjadi tambahan referensi dan tolak ukur peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
5
Universitas Sumatera Utara
1.5. Lingkup Penelitian Limbah cair yang diolah dalam penelitian ini adalah limbah cair pabrik kelapa sawit yang telah melewati proses anaerobik dalam Reaktor Anaerobik Unggun Tetap (RANUT). Pengolahan dilakukan dengan menggunakan teknik elektrokoagulasi. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan faktorial. Adapun Variabel bebas yang dipilih pada penelitian ini adalah: Jenis material elektroda : Al, Zn, Fe Tegangan
: (11; 12 ; 13) Volt
Jarak elektroda
: (1,0; 1,5; 2,0) cm
Sedangkan waktu retensi dibuat tetap 3 jam, dan pH dibuat 6.5. Percobaan dilakukan dalam reaktor batch dengan volume aktif reaktor 2000 mL. Variabel terikat sebagai respon yang diamati dari proses ini adalah penurunan kadar Chemical Oxygen Demand (COD) (HACH Method 8000), Total Suspended Solid (TSS) (SNI 06-24131991), warna (Method 8025), dan turbidity (Nephelometric), serta pH akhir limbah (pH meter SensIon156). Standar mutu limbah cair yang digunakan sebagai acuan dan uji kualitas proses adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/KepMenLH/10/1995, tentang Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Minyak Sawit (Tabel 2.2).
6
Universitas Sumatera Utara