HUMAN RESOURCE SCORECARD PADA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO
HUMAN RESOURCE SCORECARD ON DEVELOPMENT PLANNING AGENCY IN THE DISTRICT OF POHUWATO GORONTALO PROVINCE
Iskandar Ibrahim¹, Sangkala², Baharuddin³
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar
Alamat Korespondesni : Iskandar Ibrahim Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 081356667288 Email:
[email protected]
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis pengukuran kinerja sdm dengan menggunakan metode Human Resource Scorecard pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo dan (2) Untuk menganalisis dimensi Human Resources Scorecard yang paling dominan mempengaruhi kinerja SDM dalam mewujudkan visi dan misi (BAPPEDA) Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Tipe penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif (Mix Method). Sampel dalam penelitian ini adalah 31 pegawai Bappeda yang diambil dengan menggunakan teknik sampling Non Probability Sampling, yaknipurposive Sampling. Data dikumpulkan melalui kuisioner, wawancara dan studi dokumentasi. Data dianalisis dengan kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian berdasarkan pengukuran melalui dimensidimensi dalam Human Resource Scorecard yang terdiri dari dimensi HR Competensis, HPWS, HR Aligment, HR Efficiency dan HR Deliverable, menunjukkan bahwa Kinerja SDM sebagai faktorkunci dalam pencapaian visi organisasi, pada realitasnya masih belum maksimal. Sedangkan dimensi yang paling dominan mempengaruhi kinerja SDM Human Resources Scorecard dalam mewujudkan visi dan misi di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo adalah dimensi High Performance Work System (HPWS). Sedangkan dimensi Human Resource Deliverable agak lebih baik pencapaiannya disbanding keempat dimensi HRSc lainnya. Kata Kunci :Kinerja, human resource scorecard, manajemen SDM, kualitas pelayanan.
Abstract This research aimed (1) analyzes performance measurements using the method tbsp Human Resource Scorecard on Development Planning Agency (Bappeda) in the district of Gorontalo Province Pohuwato and (2) to analyze the dimensions of Human Resources Scorecard most dominant influence human performance in realizing the vision and mission (BAPPEDA) Pohuwato District, Gorontalo province. This type of research is a qualitative and quantitative approach (Method Mix). The sample in this study was 31 employees Bappeda taken using sampling techniques Non-Probability Sampling, Sampling yaknipurposive. Data were collected through questionnaires, interviews and documentary study. Data were analyzed by qualitative and quantitative. The results based on the measurement of these dimensions through the Human Resource Scorecard consisting of the dimensions of HR Competensis, HPWS, HR alignment, HR Efficiency and HR Deliverables, suggesting that human performance as faktorkunci in achieving the organization's vision, the reality is still not optimal. While the dimensions of the most dominant influence on the performance of HR Human Resources Scorecard in realizing the vision and mission BAPPEDA Pohuwato District, Gorontalo province is the dimension of High Performance Work System (HPWS). While the dimensions of Human Resource Deliverable somewhat better achievements than the other four dimensions HRSC. Keywords: performance, human resource scorecard, HR management, quality of service,
PENDAHULUAN Berbicara mengenai pengukuran (measurement) juga berarti menyinggung persoalan instrumen dan indikator. Instrumen berguna sebagai alat untuk melakukan pengukuran, sedangkan indikator berguna sebagai petunjuk atau parameter ukuran. Perpaduan antara instrumen dan indikator tersebut melahirkan suatu konsep pengukuran atas sesuatu yang hendak diukur pencapaiannya. Mengingat bahwa, yang hendak diukur adalah peran kontributif unsur-unsur SDM terhadap pencapaian visi dan misi serta strategi organisasi, maka lahirlah konsep Human Resource Scorecard, yang menurut Waplau (2001) sebagai alat untuk mengukur dan mengelola kontribusi strategis dari peran SDM dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan. Eksistensi konsep Human Resource Scorecard menjadi urgen, vital dan strategis sebab, suatu organisasi sangat membutuhkan kinerja segenap unsurunsur SDM yang bekerja padanya ataukah yang dipekerjakannya ataukah yang menggerakkan roda aktivitasnya. Organisasi tanpa peran SDM maka niscaya organisasi tersebut tidak akan memiliki nilai apapun. Unsur-unsur SDM organisasi membutuhkan penilaian melalui pengukuran nilai atas kemampuan, keterampilan/ keahlian (skill), kompetensi, pengalaman, prestasi kerja dan kontribusi terhadap organisasinya. Pengukuran nilai tersebut menggunakan kartu skor (Scorecard), sekaligus menjadi indikator peran dan kontribusi orang-orang di dalam organisasi terhadap pencapaian visi dan misi organisasinya. Di lingkungan organisasi Pemerintah Daerah ataupun instansi (sekretariat, dinas, kantor dan badan) atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD), pihak yang berwenang untuk menjelmakan diri sebagai Departemen SDM adalah Badan Kepegawaian Daerah (BKD), namun kewenangan atau wewenang tersebut bukanlah bersifat mutlak. Dalam struktur organisasi pemerintah daerah, kedudukan BKD tersebut adalah anggota dari Badan Pertimbangan Jabatan (BAPERJAKAT) bersama Asisten, Kepala Dinas Pendidikan, Inspektorat,
dan
diketuai oleh
Sekretaris
Daerah.
Namun demikian,
kedudukan
BAPERJAKAT tersebut adalah sebagai badan yang berwenang membahas secara tertutup pertimbangan-pertimbangan dan keputusan penempatan aparatur dalam jabatan yang difinalisasikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), dalam hal ini adalah Bupati. Pertanyaan yang timbul kemudian bahwa, siapa atau lembaga apa yang paling berwenang dalam mengatur perencanaan kebutuhan pegawai atau aparatur baik di setiap instansi/ SKPD (sekretariat, dinas, kantor dan badan) maupun secara keseluruhan dari satuan organisasi pemerintahan daerah (SOPD) ? Siapa atau lembaga apa yang paling berwenang dan berperan untuk mengukur kualitas kinerja SDM dan peran kontributifnya terhadap pencapaian visi dan misi organisasinya ? Jawaban atas pertanyaan tersebut pada dasarnya masih membingungkan,
sebab pada kenyataannya di lapangan, ada pegawai direkrut atau pemangku jabatan yang diangkat oleh Bupati atau Sekda, atau Kepala Instansi (Asisten, Kepala Dinas, Kepala Kantor atau Kepala Badan), bahkan ada yang diangkat oleh Camat dan Lurah. Ada unit kerja instansi yang jumlah pegawainya banyak dan ada pula yang sedikit; ada pemindahan atau pemutasian dari satu instansi ke instansi lainnya, adapula pergantian - pemberhentian pegawai atau pemangku jabatan. Di suatu unit kerja instansi, ada kegiatan perekrutan PNS atau penambahan pegawai baru, ada pula pegawai yang keluar atau pindah ke instansi lain, ada penangkatan pejabat baru namun ada pula pemberhentian atau pergeseran pejabat lama, ada kegiatan pengisian formasi jabatan dan ada pula seleksi pemangku jabatan; ada pengalokasian anggaran untuk berbagai kegiatan dan program, ada pengeluaran anggaran untuk belanja pegawai dan berbagai kebutuhan dalam pelaksanaan tugasnya. Adanya kebutuhan akan evaluasi atau pengukuran peran dan kontribusi pegawai (PNS) atau aparatur demikian, maka Human resource scorecard menjadi sangat vital dan strategis untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai peran kontributif setiap pegawai dalam unit kerja organisasinya, atau menurut Becker et al (2001) membantu manajer SDM memastikan semua keputusan sumber daya manusia mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha. Human Resources Scorecard menjabarkan visi, misi, strategi menjadi aksi human resources yang dapat diukur kontribusinya. Ia menjabarkan sesuatu yang tak berwujud/ intangible (leading/ sebab) menjadi berwujud/ tangible (lagging/ akibat). Ia menjadi suatu sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja organik yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi SDM, sehingga dalam pengkajiannya harus diketahui terlebih dahulu hubungan sebabnya kemudian menelaah akibatnya. Dasar pemikiran HRSc adalah 'Gets Managed, Gets Done", artinya apa yang diukur itulah yang dikelola barulah bisa diimplementasikan dan dinilai.
Penerapan Human resources scorecard di lingkungan
organisasi Pemerintahan Daerah memungkinkan untuk dilakukan sebab, setiap unit kerja atau SKPD (sekretariat, dinas, kantor dan badan) maupun secara keseluruhan dari satuan organisasi pemerintahan daerah (SOPD) memiliki kebijakan, visi dan misi, mempunyai sejumlah pegawai sebagai unsur-unsur SDM dengan beragam karakteristik (pendidikan, pelatihan, kemampuan, keterampilan, pengalaman, motivasi, kinerja, prestasi kerja) dan perilaku (disiplin, koordinasi dan kerjasama, sikap dan tindakan, persepsi atas tingkat kepuasan terhadap tugas pekerjaan).
Di lingkungan organisasi Pemerintahan Daerah terdapat sistem perencanaan dan penggunaan anggaran, pembiayaan program/ kegiatan dan belanja pegawai, pengelolaan SDM dan organisasi, pengawasan, pelaporan dan evaluasi, konpensasi berupa penggajian, penghargaan atau pemberian insentif, kesemuanya memungkinkan untuk penerapan Human resources scorecard tersebut. Sifat strategis dan prospektifnya penerapan Human resources scorecard di lingkungan organisasi Pemerintah Daerah juga karena adanya sistem penilaian kinerja pegawai yang disebut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 1979 sebagaimana diubah menjadi UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok - Pokok Kepegawaian. Implementasi DP-3 tersebut didukung Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai beserta petunjuk teknis pelaksanaannya berdasarkan SE-BAKN No.02/SE-BAKN/1980 tentang petunjuk pelaksanaan DP3. Saat ini, Pemerintah telah menetapkan PP No.14 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS, sebagai instrumen kebijakan untuk penilaian prestasi kerja PNS yang akan diberlakukan pada Tahun 2014. Permasalahan yang masih terjadi bahwa, pengukuran terhadap peran kontributif setiap PNS atau aparatur di lingkungan organisasi Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia termasuk di Provinsi Gorontalo khususnya di Kabupaten Pohuwato. Berpangkal tolak dari uraian latar belakang permasalahan tersebut, maka isu utama dalam penelitian ini adalah pentingnya pengukuran kinerja SDM dengan Human resources scorecard Tujuan penelitian ini adalah Untuk menganalisis pengukuran kinerja sdm dengan menggunakan metode Human Resource Scorecard pada Bappeda di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, dan Untuk menganalisis dimensi Human Resources Scorecard yang paling dominan mempengaruhi kinerja SDM dalam mewujudkan visi dan misi BAPPEDA di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif (Mix Method). Model kombinasi yang digunakan adalah dominant, less-dominant.. Tipe kuantatif digunakan untuk menyajikan data hasil kuisioner yang selanjutnya ditabulasi dalam table frekuensi kemudian dikategorikan menurut skala Likert. Tipe kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan makna angka-angka pada tabel frekuensi dan memadukan dengan hasil wawancara. (Creswell,2010).
Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan pegawai Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pohuwato. Sedangkan sampelnya sebanyak 31 orang yakni purposive Sampling adalah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbanganpertimbangan tertentu. Untuk pengambilan sampel dengan cara ini diperlukan mereka yang ahli yang akan menentukan anggota populasi yang akan menjadi anggota sampel. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dilapangan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh pegawai yang dipilih melalui pengukuran dimensi-dimensi human resources scorecard. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui kajian dokumen, kebijakan dan peraturan perundang-undangan, data dari instansi terkait serta data dan informasi lainnya yang relevan dengan kebutuhan data penelitian. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif (Mix Method). Data ini diolah dengan menggunakan Distribusi Frekuensi, yaitu data hasil kuisioner ditabulasi dan dimasukkan dalam tabel frekuensi, kemudian dihitung persentase dan dikategorikan dengan menggunakan skala Likert (Sugiyono,2001). HASIL Karakteristik Sampel Pada Tabel 1 memperlihatkan karakteristik pegawai yang menjadi sampel penelitian ini. Sebagian besar pegawai dilihat dari lama bekerja paling banyak adalah usia 3 - 5 tahun, yakni 45,1%. Jumlah pegawai lama menjabat paling banyak adalah 1 – 3 tahun yakni 64,52%. Sedangkan lama menjabat antara 3 – 5 tahun sebesar 45,1% dan lama menjabat 5 – 10 tahun sebesar 35,5%. Kemudian posisi paling banyak adalah staf yakni 64,52%, kepala sub bidang sebanyak 19,4%, kepala bidang sebanyak 9,68% dan kepala sub bagian 6,46%. Disamping itu untuk tingkat pendidikan paling banyak adalah SLTA/sederajat dan sarjana S-1 yakni sebanyak 45,1%, Diploma sebesar 6,46%, sedangkan S-2 hanya sebanyak 3,22. Analisis Dimensi Human Resource Scorecard Sehubungan dengan permasalahan penelitian ini, maka dapat diperoleh gambaran mengenai pengukuran kinerja SDM Human Resource Scorecard di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, sebagaimana diuraikan berikut:
Human Resource Competence Secara keseluruhan pengukuran dimensi HR Competence pada tabel 2 menunjukkan bahwa, 45,1% responden menyatakan baik dan cukup, dan 54,9% menyatakan kurang dan sangat kurang. Hal ini berarti bahwa, kondisi Human Resource Competence (HRC) dalam pengukuran peran kontributif SDM aparatur terhadap pencapaian visi dan misi di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato pada pengukuran Human resources scorecard adalah tidak optimal. High Performance Work System Secara keseluruhan pengukuran dimensi HPWS pada tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa, 38,7% responden menyatakan baik dan cukup, dan 61,3% menyatakan kurang dan sangat kurang. Hal ini berarti bahwa, kondisi High Performance System (HPWS) dalam pengukuran peran kontributif SDM aparatur terhadap pencapaian visi dan misi di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato adalah tidak optimal. Human Alighment Secara keseluruhan pengukuran dimensi HR Alighment pada Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa, 54,8% responden menyatakan baik dan cukup, dan 45,1% menyatakan kurang dan sangat kurang. Hal ini berarti bahwa, kondisi HR Aligment dalam pengukuran peran kontributif SDM aparatur terhadap pencapaian visi dan misi di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato adalah kurang optimal. Human Resource Efficiency Secara keseluruhan pengukuran dimensi HR Efficciency pada Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa, 48,3% responden menyatakan baik dan cukup, dan 51,7% menyatakan kurang dan sangat kurang. Hal ini berarti bahwa, kondisi HR Eficiency dalam pengukuran peran kontributif SDM aparatur terhadap pencapaian visi dan misi di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato adalah kurang optimal. Human Resource Deliverable Secara keseluruhan pengukuran dimensi Human Resource Deliverable pada Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa, 61,3% responden menyatakan baik dan cukup, dan 48,7% menyatakan kurang dan sangat kurang. Hal ini berarti bahwa, kondisi HR deliverable dalam pengukuran peran kontributif SDM aparatur terhadap pencapaian visi dan misi di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato adalah kurang optimal.
PEMBAHASAN Elemen penting dari pengukuran Human Resource Scorecard adalah: identifikasi Competence SDM, Human Resource Deliverable, penggunaan HPWS, Human Resource
System Alignment dan Human Resource Efficiency. Hal tersebut merefleksikan keseimbangan (balance) antara kontrol biaya dan penciptaan nilai (value creation). Kontrol biaya berasal dari pengukuran Human Resource Efficiency sedangkan penciptaan nilai (value creation) berasal dari pengukuran Human Resource Deliverable, kesejajaran sistem sumber daya manusia eksternal, dan HPWS. Dari uraian analisis hasil peneltian mmenunjukan bahwa hasil pengukuran kinerja SDM dari dimensi-dimensi Human Resource Scorecard menggambarkan bawah posisi Human Resource Deliverable (HR Deliverable) yang lebih baik pengukurannya dari dimensi lainya Berdasarkan hasil penelitian (Roog et.al,2001). HR deliverable atau hasil dari kinerja bagian SDM pada dasarnya menghasilkan iklim organisasi yang mendukung pelayanan orientasi pelayanan pelanggan serta meningkatkan karyawan motivasi dalam penelitiannya meliputi aspek : Komitmen dan konsistensi, Kerja sama dan koordinasi, Pemenuhan kebutuhan, Penghargaan jabatan/promosi karier serta Peningkatan tanggung jawab. Hasil pengukuran dimensi HR Deliverable disimpulkan lebih baik dan menonjol dibanding dimensi yang lain, hal ini cukup beralasan sebab iklim organisasi dan motivasi aparatur di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan yang baik. Namun demikian, iklim organisasi dan motivasi tersebut masih sulit dipertahankan dalam pengukuran HR Deliverable khususnya dan Human Resources Scorecard (HRSc) pada umumnya sebab masih cenderung ada konflik kepentingan secara laten dalam organisasi Pemda termasuk pada BAPPEDA Kabupaten Pohuwato. Selanjutnya terkait dengan pengukuran dimensi Human Resource Aligment (HR Aligment) di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato kurang optimal, terutama disebabkan oleh masih adanya kecenderungan pengabaian faktor kepuasan pegawai atau aparatur dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, seperti kurangnya penghargaan, kurangnya pendapatan dan pemberian insentif, terbatasnya akses untuk melanjutkan pendidikan dan Diklat jabatan, terbatasnya anggaran untuk program pengembangan SDM dan biaya operasional pelaksanaan berbagai kegiatan, serta masih adanya perilaku diskriminasi dalam pembagian tugas pekerjaan dan promosi jabatan/ karier yang terkadang membuat pegawai kecewa dan motivasi – kinerjanya menurun. Hallowel, Schledinger dan (Zornitsky,1996) mengungkapkan untuk menjamin pelaksanaan kegiatan SDM yang konsisten dan mendukung strategi organisasi perlu diadakan eksternal alignment atau fokus pada HR driver (hal-hal yang menghasilkan HR deliverable). Dalam hal ini kepuasan karyawan sangat penting, karena peningkatan kepuasan karyawan erat kaitannya dengan stabilitas karyawan dan kepuasan pelanggan eksternal. Kepuasan karyawan
yang dimaksud adalah mengacu pada reaksi afeksi (aspek emosional) terhadap berbagai aspek dalam pekerjaannya secara umum. Aspek kepuasan yang dimaksud yaitu: penggunaan kemampuan; prestasi, kegiatan, kemajuan, otoritas, kebijakan dan pelaksanaan dalam organisasi, kompensasi, rekan kerja, kreatifitas, kemadirian, nilai moral, penghargaan, tanggung jawab, keamanan, pelayanan sosial, kegiatan yang variasi dan kondisi kerja. Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa untuk mengukur HRSA berarti menilai sejauhmana sistem SDM memenuhi kebutuhan implementasi strategi organisasi atau disebut external alignment terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi penyimpangan dari implementasi strategi organisasi, dengan mengukur adanya kesesuaian antara pelaksana sumber daya manusia dengan sasaran organisasi, maka dilakukan pengukuran tentang kepuasan pegawai BAPPEDA Kabupaten Pohuwato, karena dimensi HR Alignment
SDM secara umum
memiliki pengukuran yang tepat untuk menciptakan nilai yang dapat memberikan kontribusi terhadap organisasi. Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa untuk mengukur HRSA berarti menilai sejauhmana sistem SDM memenuhi kebutuhan implementasi strategi organisasi atau disebut external alignment terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi penyimpangan dari implementasi strategi organisasi, dengan mengukur adanya kesesuaian antara pelaksana sumber daya manusia dengan sasaran organisasi, maka dilakukan pengukuran tentang kepuasan pegawai BAPPEDA Kabupaten Pohuwato. Kemudian terkait dengan pengukuran dimensi Human Resource Eficiency (HR Eficiency) di BAPPEDA Pohuwato juga masih kurang optimal, baik dari indikator memaksimalkan kinerja, pengembangan (investasi) modal SDM, pembiayaan untuk program SDM dan pemanfaatan, Pembiayaan untuk kegiatan operasional & pemanfaatan, serta loyalitas SDM, secara umum hal ini disebabkan oleh belum adanya integrasi antara rekrutmen dan seleksi aparatur dengan kesesuaian kebutuhan jumlah SDM aparatur pada setiap unit kerja SKPD atau instansi. Hampir tidak pernah ada evaluasi untuk mengoreksi tersebut, akibatnya tidaklah mengherankan jika di banyak instansi khususnya di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato, tidak sedikit pegawai yang hanya datang ke kantor mengisi absen lalu mondarmondir, main game, sibuk dengan HP, kumpul bersama bercerita hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, bahkan tidak sedikit pegawai yang lebih banyak berkantor di warung kopi, di pusat-pusat perbelanjaan, atau lebih banyak urusan bisnis di luar daripada melaksanakan tugas pokoknya. Menurut (Becker at.al,2001) dalam teorinya mengatakan bahwa dalam pengukuran dimensi HR Efficiency, untuk mengetahui efisiensi kegiatan dan proses SDM yang dapat
memberikan kontribusi langsung terhadap implementasi strategi organisasi, maka dilakukan pengukuran terhadap : Human Resource Return on investment (HR ROI) dengan membandingkan antara biaya dan manfaat potensial. Dalam pengukuran ini akan dukur pelaksanaan program pengembangan yang meliputi pelatihan manajemen dan pengembangan kompetensi individu sesuai kebutuhan pekerjaan dengan menggunakan rumus HR ROI. Menghitung Total Biaya SDM per karyawan dalam satu tahun. Untuk menghitung biaya SDM per karyawan adalah dengan membandingkan biaya SDM total dengan rata-rata jumlah karyawan dalam 1 tahun. Persentasi jumlah karyawan yang keluar (turn over percentage) dan kecenderungan untuk keluar dari perusahaan (turn over intention). Presentase karyawan yang keluar dari organisasi dihitung berdasarkan rata-rata jumlah karyawan yang keluar per tahun. Untuk mengukur kecenderungan karyawan untuk berhenti atau keluar dari organisasi. Terkait dengan pengukuran dimensi Human Resource Competence (HRC) yang kurang optimal di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato, terutama disebabkan oleh masih terbatasnya SDM aparatur yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh bidang tugas pekerjaan dan jabatannya. Walaupun PP No.101 Tahun 2001 tentang sasaran Diklat dan Peraturan Kepala BKN No. 5 Tahun 2008 tentang Kompetensi PNS, yang menghendaki perwujudan aparatur yang berkompetensi, namun dalam kenyataannya dari sekian banyak aparatur yang sudah pernah mengikuti Diklat, tidak mengalami perubahan yang berarti pada aspek kompetensinya. Hasil penelitian menunjukan bahwa problematika kurang optimalnya Human Resource Competence (HRC) lebih dipengaruhi adalah system penempatan aparatur yang lebih banyak sekedar mengisi formasi jabatan namun mengabaikan aspek kesesuaian pendidikan, latar belakang disiplin ilmu dan keahilan serta kemampuan kerja, akibatnya hanya menghasilkan aparatur atau pemangku jabatan yang tampilannya keren namun mutunya rendah, kurang mampu membuat program, tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di unit kerja atau instansinya. Sebagaimana dikemukakan (Becker at al,2001) bahwa yang perlu diperhatikan dalam pengukuran HR Competence adalah :Memiliki kompetensi (pengetahuan dan keterampilan), keahlian dalam melaksanakan kegiatan SDM , kemampuan mengelola perubahan, kemampuan mengelola budaya serta memiliki kredibilitas personal. Selanjutnya yang paling dominan dan paling rendah yang mempengaruhi pengukuran kinerja SDM dengan Human Resource Scorecard adalah dimensi High Performance Work System (HPWS) dimana lebih disebabkan oleh buruknya sistem SDM yang dilaksanakan oleh di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato. Dari hasil penelitian dari 5 indikator dalam dimensi tersebut diperoleh gambaran bahwa lemahnya sistem penilaian kinerja yang objektif di
BAPPEDA masih berpatokan kepada DP-3, sementara DP-3 tersebut masih lebih dominan bersifat asumsi atau interpretasi subyektif serta masih sangat rentan manipulasi atau rekayasa dan intervensi pihak yang tidak berwenang. Sistem penilaian kinerja berdasarkan DP-3 masih bersifat kovensional dan tradisional serta sudah kurang relevan dengan dinamika perkembangan tuntutan pemenuhan kebutuhan akan kualitas dan profesionalisme SDM aparatur pemerintah. Senada dengan yang dikemukan oleh Spencer, LM & Spencer SM (1993), karyawan perusahaan atau organisasi masa kini lebih tertarik pada manajemen dan penilaian kompetensi yang memfokuskan pada bagaimana mencapai kinerja yang diharapkan, penggunaan penilaian yang kualitatif, berorientasi pada masa depan, dan fokus pada pengembangan. Oleh karena itu sistem penilaian kinerja juga perlu disesuaikan dengan kompentensi yang sesuai dengan bidang usaha dan berdasarkan posisi atau jabatan dalam organisasi. Kualitas pelayanan internal pegawai di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato yang mendukung kinerja pegawai hasil penelitian menunjukan bahwa masih dipengaruhi oleh minimnya fasiltas, lingkungan kerja, hubungan keharmonisan dengan pimpinan dan sesama pegawai sehingga membutuhkan perhatian dari profesional SDM khususnya pimpinan dalam mengelola SDM organisasi. Hal ini berdasarkan penelitian (Hallowel, Schledinger dan Zornitsky,1996), yakni sebelum organisasi dapat memberikan pelayanan berkualitas bagi masyarakat, terlebih dahulu dimulai dengan melayani kebutuhan aparatur atau pegawai di lingkungan unit kerjanya. Dalam penelitiannya menemukan bahwa, kualitas pelayanan internal berkaitan dengan kapabilitas pelayanan. Kapabilitas pelayanan internal adalah salah satu hal penting untuk menunjang kepuasan kerja dan kegiatan organisasi lainnya. Sedangkan kepuasan kerja juga merupakan hal penting yang dapat memotivasi SDM untuk memberikan kualitas pelayanan dan kepuasan publik. Dalam merekrut aparatur yang memiliki orientasi publik yang ditempatkan di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato saat ini belum sepenuhnya menerapkan kompetensi yang sesuai serta belum terlalu terkait dengan pekerjaan, hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar pegawai memiliki kualifikasi pendidikan lulusan SLTA/sederajat yang membutuhkan petunjuk dan arahan pimpinan dalam penyesuaian kerja ataupun penguasaan terhadap apa yang dikerjakan. Indikator ini menjadi pertimbangan penting bagi profesional SDM khususnya Badan Kepegawain Daerah dalam melakukan rekrutmen, seleksi serta penempatan pegawai pada setiap instansi pemerintahan di Kabupaten Pohuwato. Karena untuk memperoleh aparatur atau PNS yang siap untuk merespon kebutuhan masyarakat atau publik dan kurang menyukai konflik dengan rekan kerja maupun manajemen adalah dengan
merekrut orang yang memiliki rasa empati tinggi. Empati ini merupakan salah satu dari 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan yang diungkapkan oleh (Ivancevich et.al,2002). Penghargaan non moneter yang berupa pujian dan ucapan serta apresiasi pimpinan terhadap pegawai sebagai bentuk penghargaan bertujuan untuk lebih memotivasi pegawai dalam melakukan tugas pekerjaan yang lebih baik atau fokus pada hal tertentu. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa indikator ini masih kurang merata dirasakan di BAPPEDA Pohuwato. Senanda dengan apa yang dikatakan oleh (Hallowel, Schledinger dan Zornitsky,1996) bahwa untuk memotivasi karyawan tidak hanya memberikan kompensasi secara moneter tetapi juga perlu insentif yang sifatnya non moneter (financial), seperti pemberian plakat, sertifikat, kartu ucapan dan sebagainya. Penghargaan non moneter ini umumnya bertujuan untuk lebih memotivasi karyawan dalam melakukan usaha lebih atau fokus pada hal tertentu. Model kompetensi dapat diterapkan dalam semua kegiatan SDM, mulai dari seleksi sampai dengan program pengembangan, dan dapat memotivasi karyawan untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk itu program pengembangan perlu disesuaikan dengan kompetensi berdasarkan posisi maupun jabatan. (spencer LM & Spencer SM,1993). Hasil penelitian pada indikator ini menjelaskan bahwa pengembangan kompetensi yang sesuai dibidangnya di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato belum optimal dilakukan dengan alasan tidak semua pegawai memiliki kesempatan yang sama seperti mengikuti DIKLAT serta mendapatkan bantuan fasilitas dan dana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena rendahnya dukungan anggaran pengembangan kompetensi yang disiapkan organisasi. Dari analisis dapat disimpulkan bahwa pengukuran dimensi HPWS di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato belum maksimal dilaksanakan, sehingga diperlukan perbaikan sistem SDM, terutama aspek mengembangkan penilaian kinerja yang objektif agar dapat meningkatkan kinerja dalam mewujudkan visi dan misi organisasi. Salah satu yang mempengaruhi rendahnya High Performance Work System (HPWS) sistem SDM disetiap organisasi disebabkan oleh masih besarnya kepentingan politik (atau dalam konsep yang dikemukakan oleh (Kartini Kartono,2002) disebut sebagai fenomena spoil system, patronage system dan nepotism system yang lebih dominan, dan sebaliknya masih mengesampingkan pendekatan merit system) dalam rekrutmen dan seleksi penempatan aparatur dalam jabatan. Terbukti dari hasil penelitian bahwa dimensi HPWS di BAPPEDA Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo merupakan dimensi yang paling dominan mempengaruhi kinerja SDM dalam mewujudkan visi misi dan strategi organisasi BAPPEDA.
Sejalan dengan pendapat (Becker at al,2001) bahwa faktanya, karakteristik kunci yang menonjol dari High Performance Work System (HPWS) bukan sekedar mengadopsi kebijakan dan praktik SDM yang tepat seperti akuisisi karyawan, pengembangan, kompesasi, dan manejemen kinerja tetapi juga cara praktik-praktik ini dijalankan. Dalam HPWS, kebijakan dan praktik SDM perusahaan atau organisasi harus memperlihatkan penyelarasan yang kuat dengan strategi kompetitif dan sasaran operasional perusahaan atau organisasi. Berdasarkan uraian tersebut diatas secara umum dikatakan bahwa kurang optimalnya pencapaian dimensi Human Resource Competence (HRC), High Performance System (HPWS), Human Resource Aligment (HR Aligment), Human Resource Eficiency (HR Eficiency) dan Human Resource Deliverable (HR Deliverable)) tersebut, secara nyata berimplikasi pada rendahnya pengukuran Human resources scorecard di lingkungan organisasi pemerintah daerah khususnya di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato. Hal tersebut dengan jelas mengindikasikan bahwa, organisasi birokrasi yang dibangun oleh pemerintah masih cenderung sebagai alat kepentingan kekuasaan dan mencerminkan kuatnya patologi birokrasi. Implikasi dari kondisi demikian, maka manajemen dan model pengembangan SDM apapun yang diterapkan di lingkungan organisasi pemerintah daerah, tidak akan pernah berhasil jika mental spoil system, patronage system dan nepotism system masih dominan. Pengukuran Human resources scorecard secara nyata masih menghadapi tantangan yang besar untuk diterapkan di lingkungan organisasi pemerintah daerah, sebab pengaruh patologi birokrasi masih sangat kuat. Hal ini tercermin dari besarnya intervensi politik terhadap eksistensi pejabat karier dan seleksi penempatan aparatur dalam jabatan, pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS. Oleh karena itu, reformasi birokrasi yang diprogramkan oleh pemerintah belumlah cukup, melainkan perlu ada revolusi dalam sistem pemerintahan (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Dari kelima indikator pengukuran kinerja SDM dimensi HR Competence dikaitkan dengan pendapat (Becker at al,2001). Disimpulkan walaupun merupakan lebih baik pengukurannya dibanding yang lain, akan tetapi secara umum masih kurang optimal karena dari semua jawaban responden atas kelima indikator HR competence belum mencapai > 75% diaplikasikan di BAPPEDA Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, sehingga dibutuhkan peran profesioanal SDM melalui Pemerintah/Kementerian PAN, BAPERJAKAT, BKD atau pengambil kebijakan di bidang pengembangan SDM aparatur, meningkatkan kemampuan aparatur terutama pimpinan instansi pemerintahan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pohuwato umumnya dan BAPPEDA pada khususnya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kami menyimpulkan bahwa Kinerja SDM sebagai faktor kunci dalam pencapaian visi organisasi, pada realitasnya masih belum maksimal, meskipun dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BAPPEDA tahun 2011 secara umum mengklaim bahwa sudah mendekati sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, namun capaian kinerja tersebut tidak berarti menggambarkan kemampuan kinerja SDM memberikan kontribusi positif dalam mewujudkan visi BAPPEDA Kabupaten Pohuwato, terbukti temuan berdasarkan hasil penelitian dari 5 (lima) indikator dalam pengukuran Human Resources Scorecard menunjukan bahwa kinerja SDM pada BAPPEDA di Kabupaten Pohuwato kurang optimal sehingga visi BAPPEDA Kabupaten Pohuwato sepenuhnya mampu diwujudkan secara nyata.
DAFTAR PUSTAKA Becker, Brian E., Mark A., Huselid & Dave, Ulrich. (2001). The Human Resource Scorecard : Mengaitkan Manusia, Strategi, & Kinerja, Penerbit Erlangga. Creswell, John W.. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarya: Pustaka Pelajar. Hallowel R. Schlesinger L.A, & Zornitsky J. (1996). Internal service Quality, Costumer and Job Statification : Lingkages and Implication for Management. Human Resource Planning. Ivancevich, Jhon M dan Lee Soo Hoon. (2002). Human Resources Management in Asia. McGraw Hill. Singapore. Kartono, Kartini. (2001). Sosiologi Politik, Graha Persada, Bandung Roeg, K.L,. Schmidt, D.B. Shull, C. And Schmitt, N. (2001) Human Resource practices, Organizational Climate, and Customer Statification. ”Journal of Management Vol. 27, 431-449 Spencer, L.M, & Spencer, S.M. (1993). Competence at work: Model for superior Performance, Canada Sugiyono, (2001). Metode Penelitian Bisnis, Penerbit CV Alfabeta: Bandung Tunggal, Amin Widjaja. (2003). Memahami Konsep Human Resource Scorecard. Jakarta Harvarindo Waplau, L.S. (2001). “Mengukur Strategi SDM dalam Pencapaian Strategi Perusahaan”, Manajemen,
Tabel 1 Karakteristik Responden
Karakteristik
Jumlah(N)
Lama bekerja a. 1 – 3 Tahun b. 3 – 5 Tahun c. 5 – 10 Tahun Lama Menjabat d. 1 – 3 Tahun e. 3 – 5 Tahun Lama Menjabat f. 1 – 3 Tahun g. 3 – 5 Tahun Posisi Kepala Sub Bagian Kepala Bidang Kepala Sub Bidang Staf Tingkat Pendidikan SMA Diploma S1 S2
Persentase
6 14 11
19,4 45,1 35,5
20 11
64,5 35,4
20 11
64,5 35,4
2 3 6 20
6.46 9.68 19.4 64.5
14 12 14 1
45,1 6,46 42,1 3,22
*Sumber : Hasil Olah Data Primer
Tabel 2 Pengukuran Dimensi Human Resources Scorecard (HRSc) Dimensi HRSc
Baik
Cukup
Kurang
HR Competence
5 16,1 4 12,9 6 19,3 6 19,3 7 22,6 6 19,3
9 29,0 8 25,8 11 35,5 9 29,0 12 38,7 10 32,3
10 32,3 12 38,7 8 25,8 9 29,0 8 25,8 9 29,0
HPWS HR Aligment HR Eficiency HR Deliverable Jumlah Rata-rata
*Sumber : Hasil Olah Data Primer
Sangat Kurang Total/Persen(%) 7 22,6 7 22,6 6 19,3 7 22,6 5 16,1 6 19,3
31 100 31 100 31 100 31 100 31 100 31 100