BAB II KONSTITUSI SEBAGAI JAMINAN PELINDUNGAN HAK-HAK DASAR (BASIC RIGHTS) WARGA NEGARA 2.1 Teori Dasar Pembentukan Konstitusi Sebagai Pelindung Hak-Hak Dasar Warga Negara 2.1.1 Hak Asasi Manusia Sebagai Dasar Pembentukan Konstitusi Hak Asasi Manusia (HAM) adalah satu kata yang pertama dan utama yang diucapkan dan dijadikan alasan oleh seluruh umat manusia untuk mendukung kebebasan dari segala penindasan. Perjuangan penegakan hak-hak dasar warga negara sudah sejak lama didengungkan sejak manusia memakai senjata demokrasi dan hak-hak asasi manusia untuk lepas dari belenggu penjajahan. Seiring berjalannya proses tersebut, konsepsi penegakan HAM dari abad ke-20 sampai sekarang terus mengalami perkembangan. Dari mulai pemikiran melepas pengaruh penjajahan sampai dengan penegakan hak-hak untuk menikmati suatu produk hukum yang aman, konsep HAM terus bertunas seakan pula konsep ini bermetamorfosis menjadi konsep yang baru seiring dengan perkembangan zaman. Namun dibalik perubahanperubahan tersebut, konsep HAM ini-baik itu merupakan konsep yang konvensional maupun yang berwujud sebagai konsep yang baru, konsep Hak Asasi Manusia tetaplah sebuah konsep yang melekat, alamiah dan tetap ada di dalam setiap kehidupan umat manusia, yang jika hak itu ditiadakan maka secara alamiah pula umat manusia akan terus memperjuangkannya.97
97
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi: Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, cet. 2, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), 209.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Meminjam istilah Jimly98 bahwa pemajuan penegakan konsep HAM sekarang ini mengalami pergeseran dimensi yaitu dimensi konseptual dan prosedural. Dimensi konseptual dan prosedural pengertian penegakan HAM berkisar dari pemahaman bagaimana melepas belenggu penjajahan yang mengekang seluruh peri kehidupan manusia, yang menjadikan manusia laiknya benda mati, sampai dengan pemahaman akan dampak kemajuan tekhnologi dan informasi yang mendukung kemajuan hidup manusia. Pemahaman akan konsep HAM haruslah berkembang tidak hanya terkait dengan masalah politik, tetapi juga masalah ekonomi dan hubungan industrial. Jimly mengatakan bahwa pemahaman konsep HAM modern akan bergeser menjadi pemahaman akan penegakan hak konsumen dari eksploitasi kalangan produsen.99 Namun seiring dengan pencapaian pemahaman penegakan HAM tersebut, penerapan konseptual dan prosedural HAM ini tidak bisa serta merta dilaksanakan. Oleh sebab itu pemikiran untuk menegakkan HAM selalu dipertanyakan dari teori sampai pada praktek. Selain itu perdebatan HAM juga berkisar dari penerapan HAM sebagai konsep yang universal. Sejak dibuatnya pernyataan Umum Hak Asasi Manusia Tahun 1948, konsep HAM ini tidak sepenuhnya diterima sebagai konsep yang umum. Adanya double standard pemahaman konsep HAM oleh negara-negara barat yang tak lain karena kepentingan semata membuat pemahaman akan konsep ini menjadi bergeser. Namun di lain pihak pendapat yang moderat lebih realistis melihat bahwa konsep HAM patut terima namun dalam implementasi penerapannya harus pula melihat kemampuan negara tersebut untuk menyerap pemahaman akan konsep HAM. Karena tidak semua negara dapat melakukan perkembangan ketatanegaraan yang sama baik itu kondisi, teknis dan kecepatannya. 100 Kembali kepada sistem ketatanegaraan Indonesia, dorongan untuk membuat ketentuan-ketentuan yang terkait dengan kemaslahatan umat manusia ini juga demikian besar, begitupula dengan dorongan untuk memasukkan konsep HAM di dalam suatu peraturan yang sepakati sebagai pedoman dasar bernegara yaitu konstitusi. Namun ada pertanyaan mendasar yang terlintas bahwa benarkah konsep HAM yang di junjung tinggi itu merupakan dasar yang utama dari pembentukan 98
Ibid.
99
Ibid, 211.
100
Ibid, 217-218.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
sebuah konstitusi negara? Ada banyak teori yang bisa dikemukakan dan banyak pula perdebatan mengenai hal ini. Namun setidaknya jawaban standar yang dapat menjelaskan hal ini adalah pendapatnya Eric Barendt bahwa pertama-tama harus dilihat terlebih dahulu pengertian akan konstitusi itu sendiri yaitu:101
”...the constitution of a state is the written document or text which outline the powers of its parliament, government, courts, and other important national institutions. Almost every country in the world has a documentary constitution of his type. Some of them also set out fundamental rights, such as the right to freedom of speech and the right to a fair trial. It is characteristic of documentary constitutions, particularly those guaranteeing fundamental rights, that they impose constraints on the powers of the legislature and the government.”
(Sebuah konstitusi tertulis yang menegaskan kekuasaan dari parlemen, pemerintah, peradilan, dan lembaga negara lainnya. Namun dalam pembentukannya, dokumentasi tertulis ini mempunyai bentuk atau tipe masing-masing negara. Salah satu karakteristik pembentukan konstitusi sebuah negara adalah dengan mencantumkan ketentuan jaminan akan hak-hak dasar warga negara. Dengan begitu cantuman akan HAM di dalam konstitusi merupakan batasan akan kekuasaan dari parlemen dan pemerintah.) Dari pendapat Barendt tersebut dapat dilihat bahwa dari pengertiannya, konstitusi sejak awal pembentukannya telah mencantumkan fundamental right di dalamnya. Keinginan untuk mencantumkan hak-hak warga negara tersebut pastinya seiring dengan prediksi bahwa akan ada kekuasaan yang tak terbatas dari institusi-institusi negara tersebut, terutama pemerintah. Sehingga pencantuman jaminan penegakan hak-hak dasar itu berfungsi untuk membatasi kekuasaan negara. Namun secara umum konstitusi itu sebaiknya berisi hal-hal pokok seperti jaminan akan perlindungan hak asasi manusia dan warga negara, penetapan susunan keegaraan yang bersifat fundamental, dan adanya pembagian tugas dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental. 102
101
Eric Barendt, An Introduction To Constitutional Law, (United States: Oxford University Press, 1998), 1-3. 102
Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, (Bandung:Alumni,1984), 1.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Sedangkan dalam teori konstitusi modern dikatakan bahwa sebuah konstitusi itu sebaiknya sependek mungkin dan mengatur sedikit mungkin ketentuan hukum103. Sebagaimana dikatakan oleh K.C Wheare104 bahwa: ”One essential characteristic of the ideally best form of Constitution is that it should be as short as possible.” Dalam hal ini K.C Wheare hanya mengatakan bahwa teknis penyelenggaraan suatu kostitusi sebaiknya berisi peraturan yang mengatur ketentuan hukum secara optimal. Di lain pihak, jika dikaji secara filosofis, seperti pendapat Hans Kelsen105 dikatakan bahwa sebenarnya hak itu adalah sebuah wujud kepentingan yang meskipun tidak diatur di dalam sebuah peraturan ataupun konstitusi sebagai peraturan tertinggi sekalipun, hak itu tetap ada sebagai wujud kepentingan yang diakui dan dilindungi. Dalam hal ini Kelsen menyebutkan hak itu sebagai norma hukum dengan kata lain bahwa seseorang yang menuntut seseorang yang lain untuk berbuat sesuatu karena kepentingan, belum tentu pula orang tersebut memiliki hak. Hak tidak lain adalah suatu norma yang diberikan wujud perlindungan sehingga tanpa diperjuangkan oleh kepentingan pun hak itu seharusnya menjadi suatu norma dan sebagai hukum itu sendiri.
106
Lebih rinci mengenai hak yang dijamin oleh konstitusi ini John Rawls107
mengatakan untuk ‘menangkap’ hak tersebut, konstitusi harus bisa menegakkan kesetaraan hak-hak tersebut pada saat di jamin di dalam konstitusi. Terutama hak untuk ikut serta dalam urusan publik dan ukuran-ukuran yang diambil untuk mempertahankan nilai keadilan dari kebebasan-kebebasan itu. Karena yang terpenting adalah bagaimana konstitusi dapat menterjemahkan hak itu untuk semua pihak sehingga mendapatkan putusan akhir sebagai tindakan yang mewakili keadilan.
103
K.C Wheare, Modern Constitutions, 3rd edition, (London, Oxford University Press, 1975),
104
Ibid.
34.
105
Hans Kelsen, Teori Hukum dan Negara: Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik (General Theory of Law and State), diterjemahkan oleh H. Somardi Jakarta: Bee Media Indonesia, 2007, 100. 106
Ibid. 100-102.
107
John Rawls, Teori Keadilan: Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara ( A Theory of Justice ), diterjemahkan oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, 280-288.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
2.2 Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia Di Dalam Konstitusi 2.2.1 Materi Muatan HAM Dalam UUD1945 Perumusan HAM di dalam UUD 1945 sebenarnya sudah mulai diperjuangkan sejak sebelum zaman kemerdekaan terutama sejak berdirinya Serikat Dagang Islam sampai dengan perdebatan dalam sidang Badan Pekerja Untuk Usaha Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia (BPUPKI).108 Namun, konsep HAM pada waktu itu banyak ditentang oleh pendiri negara sebagai paham barat yang cenderung mendukung paham individualisme dan liberalisme. Di lain pihak Sumobroto dan Marwoto109 mengatakan UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup di kalangan masyarakat. HAM yang tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafah dasar dan pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila. Penegakan HAM di Indonesia sejalan dengan implementasi dari nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.110 Selanjutnya, Dahlan Thaib mengatakan bila dikaji baik dalam Pembukaan, Batang Tubuh maupun Penjelasan akan ditemukan setidaknya ada 15( lima belas) prinsip hak asasi manusia, yakni sebagai berikut:(1)Hak untuk menentukan nasib sendiri; (2)Hak akan warga negara; 3)Hak akan kesamaan dan persamaan di hadapan hukum;(4)Hak
untuk
bekerja;(5)Hak
akan
hidup
layak;(6)Hak
untuk
berserikat;(7)hak untuk menyatakan pendapat; (8)hak untuk beragama;(9)hak untuk membela negara;(10)hak untuk mendapat pengajaran;(11)hak akan kesejahteraan sosial; (12)hak akan jaminan sosial; (13)hak atas kebebasan dan kemandirian peradilan;(14)hak mempertahankan tradisi budaya;(15)hak mempertahankan bahasa daerah. Tetapi jika merujuk kepada pendapat Harun Al Rasyid, UUD 1945 justru tidak memberikan jaminan akan tegaknya HAM. Pada saat perdebatan antara pihak Soekarno-Soepomo dan Hatta-Yamin pada risalah pembentukan pasal 28 UUD 1945 ketentuan HAM akhirnya harus dikaji kembali dengan penetapan Undang-Undang. Dengan kata lain hak tersebut akan ada jika telah ditetapkan oleh Undang-Undang.
108
109
110
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, op. cit., 627. Majda El Muhtaj, op. cit.,96. Ibid.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Sebaliknya, Jika tidak, maka selamanya hak itu tidak akan ditegakkan.111 Sebenarnya ide untuk mengkaji ketentuan HAM sudah mulai terbentuk pada saat terbentukanya Panitia IV yang mengkaji tentang perincian hak asasi manusia. Berbagai macam sosialisasi dan kajian literatur tentang HAM telah dilakukan dari mulai sosialisasi kepada cendikiawan, sarjana dan tokoh masyarakat. Namun akhirnya segala usaha tersebut tidak jadi terwujud karena tidak adanya kata sepakat dari anggota MPRS dan akhirnya panitia tersebut dibubarkan pada tahun 1973 dengan ketetapan No. V/MPR/1973. 112
2.2.4
Materi Muatan HAM Dalam Konstitusi RIS 1949 Berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1945, Konstitusi RIS 1949
memberikan pembedaan dalam perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan Hak Asasi Warga Negara (HAW).Hak Asasi Manusia diatur sebanyak 15 Pasal, sedangkan Hak Asasi Warga Negara diatur sebanyak 5 pasal.113 Sedangkan menurut Jimly, ketentuan HAM di dalam Konstitusi RIS 1949 dengan UUDS 1950 hampir sama. Jimly merangkum semua ketentuan tentang HAM dalam kategori ketentuan mengenai hak kebebasan yang diatur sebanyak 22 butir pasal, larangan atas pelanggaran HAM tersebut sebanyak delapan pasal, serta adanya kewajiban dan tanggung jawab negara sebanyak 11 pasal.114
Tabel 2.1 Materi Muatan Hak-hak Penduduk/Warga Negara dalam Konstitusi RIS 1949115 PASAL
ISI
PROFIL HAM
20
Hak penduduk atas kebebebasan berkumpul dan berapat secara
Hak kebebasan berkumpul (The right to
damai diakui dan sekadar perlu dijamin dalam peraturan-
association)
peraturan undang-undang
22 Ayat (1)
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan
Hak turut serta dalam pemerintahan
dengan langsung atau dengan perantaraan wakil-wakil yang
(The
dipilih dengan bebas menurut cara yang ditentukan oleh
government)
rights to
take
part in the
undang-undang
111 112
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, op. cit., 632-633. Ibid.
113
Majda, op. cit., 102.
114
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, op. cit., 637-638. El-Muhtaj, op. cit., 103.
115
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
22 ayat (2)
23
27 Ayat (1)
Setiap warga negara dapat diangkat dalam jabatan tiap-tiap
Hak akses dalam pelayanan publik (The
jabatan pemerintah
right to equal access to public service)
Setiap warga negara berhak dan berkewajiban turut serta
Hak mempertahankan negara (The right
dengan sungguh dalam pertahanan kebangsaan
to national defence)
Setiap
warga
negara,
dengan
menurut
syarat-syarat
kesanggupan, berhak atas pekerjaan yang ada
Hak mendapatkan pekerjaan (The right to work, to free choice of employment, to just and favourable condition)
Sumber: Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, cet. 1 (Jakarta: Prenada Media,2005), 104.
Sependapat dengan Jilmy, Majda melihat bahwa yang perlu dicermati di dalam Konstitusi RIS ini adalah adanya kewajiban asasi manusia dan negara. karena hak dan kewajiban sangatlah terkait satu sama lain maka selain warga negara, negara pun juga haruslah mempunyai kewajiban sebagai konsekuensi dari korelasi tersebut.116 Adapun tabel kewajiban asasi penguasa ini perlu ditampilkan karena akan menjadi dasar yang perlu dipegang jika saja mekanisme constitutional complaint itu telah ada di masa itu.
Tabel 2.2 Kewajiban-kewajiban Asasi Penguasa/Pemerintah dalam Konstitusi RIS 1949117 PASAL
ISI
24 Ayat (1)
Penguasa tidak akan mengikatkan keutungan atau kerugian kepada termasuknya warga negara dalam sesuatu golongan rakyat.
35
Penguasa sesanggupnya memajukan kepastian dan jaminan kepastian dan jaminan sosial, teristimewa pemastian dan penjaminan syarat-syarat perburuhan dan keadaan-keadaan perburuhan yang baik, pencegahan dan pemberantasan pengangguran serta penyelenggaraan persediaan untuk hari tua dan pemeliharaan janda-janda dan anak-anak yatim piatu.
36 Ayat (1)
Meninggikan kemakmuran rakyat adalah suatu hal yang terus menerus diselenggarakan oleh penguasa, dengan kewajibannya senantiasa menjamin bagi setiap orang derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia untuk dirinya serta keluarganya.
38
Penguasa melindungi kebebasan mengusahakan kebudayaan serta kesenian dan ilmu pengetahuan. Dengan menjunjung asas ini maka penguasa memajukan sekuat tenaganya perkembangan kebangsaan dalam kebudayaan serta kesenian dan ilmu pengetahuan.
39 Ayat (1)
Penguasa wajib memajukan sedapat-dapatnya perkembangan rakyat baik ruhani maupun jasmani, dan dalam hal ini teristimewa berusaha selekas-lekasnya menghapuskan buta huruf.
39 Ayat (2)
Dimana perlu,penguasa memenui kebutuhan dan pengajaran umum yang diberikan atas dasar
116
Ibid.
117
Ibid, 105.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
memperdalam keinsyafan kebangsaan, mempererat perasaan peri kemanusiaan, kesabaran dan penghormatan yang sama terhadap keyakinan agama setiap orang dengan memberikan kesempatan dalam jam pelajaran agama sesuai dengan keinginan orang tua murid-murid.
39 Ayat (4)
Terhadap pengajaran rendah, maka penguasa berusaha melaksanakan dengan lekas kewajiban belajar yang umum.
40
Penguasa senantiasa berusaha dengan sungguh memajukan kebersihan umum dan kesehatan rakyat.
41 Ayat (1)
Penguasa memberi perlindungan yang sama kepada segala perkumpulan dan persekutuan agama yang diakui.
41 Ayat (2)
Penguasa mengawasi supaya segala persekutuan dan perkumpulan agama patuh taat kepada undangundang, termasuk aturan-aturan hukum yang tak tertulis.
Sumber: Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, cet. 1 (Jakarta: Prenada Media, 2005), 105.
Adapun ketentuan kewajiban dan tanggung jawab negara yang di kelompokkan oleh Jimly sebagai berikut:118 No.
Pasal
ISI
1.
Pasal 41
Kewajiban atas perkembangan rakyat baik jasmani maupun rohani.
2.
Pasal 41
Kewajiban pemberantasan buta huruf
3.
Pasal 41
Kewajiban pengajaran kebangsaan
4.
Pasal 41
Kewajiban atas pelajaran umum
5.
Pasal 41
Kewajiban melaksakan persamaan hak murid
6.
Pasal 42
Kewajiban atas kebersihan umum dan kesehatan umum
7.
Pasal 36
Kewajiban atas pemenuhan jaminan sosial
8.
Pasal 37
Kewajiban atas pemenuhan kemakmuran rakyat
9.
Pasal 37
Kewajiban atas memberikan kesempatan untuk turut serta dalam perkembangan kemakmuran
10.
Pasal 37
Kewajiban atas pencegahan monopoli
11
Pasal 25
Kewajiban memperhatikan perbedaan dalam kebutuhan masyarakat dan kebutuhankebutuhan golongan rakyat.
2.2.5
Materi Muatan HAM Dalam UUDS 1950
Menurut catatan Soepomo119,terdapat tiga perbedaan mendasar Konstitusi RIS 1949 dengan UUDS 1950 dalam hal penegasannya tentang HAM, yaitu:120
118 119
120
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, op. cit., 638-639. Majda, op cit., 108. Ibid.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
1. hak dasar mengenai kebebasan agama atau keyakinan, dan sebagainya tertuang sebagai pada Pasal 18 Konstitusi RIS. Oleh Pasal 18 UUDS 1950, mengenai kebebasan bertukar agama atau keyakinan tidak ditegaskan lagi. 2. Di dalam Pasal 21 UUDS 1950 diatur perihal hak berdemonstrasi dan hak mogok. Selain itu mengenai masalah perekonomian, dalam UUDS 1950 diatur benar mengenai masalah organisasi-organisasi yang bergerak dibidang ekonomi supaya tidak merugikan kepentingan masyarakat dan kepentingan nasional sebagaimana dimuat pada pasal 33 UUD 1945, diadopsi ke dalam Pasal 38 UUDS 1950. Adapun dalam Pasal 37 ayat (3) melarang organisasi-organisasi yang bersifat monopoli partikelir yang merugikan perekonomian negara. Karena permasalahan hak warga negara mengenai perekomian cenderung di perhatikan di dalam konstitusi tersebut, maka ditegaskan pula bahwa hak milik berfungsi sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Ayat (3), hak milik itu adalah fungsi sosial. Dengan ketentuan ini semakin jelas bahwa UUDS 1950 tidak hanya mengandalkan hak-hak asasi secara individual, tetapi juga lebih fokus kepada fungsi dan manfaat sosial.121 Pencantuman hak-hak asasi manusia sebagai pribadi, keluarga, warga negara, dan kewajiban asasi, baik oleh pribadi, warga negara maupun negara dalam UUDS 1950, dinilai sangat sistematis. Bahkan, dengan masuknya beberapa pasal perubahan atas Konstitusi RIS 1949, dapat dikatakan bahwa UUDS 1950 membuat terobosan baru dalam jaminan HAM yang sebelumnya belum pernah diatur dalam HAM PBB Tahun 1948 dan Konstitusi RIS 1949. Todung Mulya Lubis juga mengatakan bahwa HAM dalam UUDS 1950 jauh lebih luas dengan yang dimuat dalam Konstitusi RIS 1949. Adapun Todung mengatakan bahwa:122
“The Provisional Constitution not only adopted all human rights provisions from 1949 Constitution but also enlarged upon them, causing political figures like Supomo, for One, to argue that the Provisional constitution went too far in recognizing human rights. Indeed, this constitution was the most liberal that Indonesia ever had ,
121
Ibid, 109.
122
Ibid.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
if liberalism is to be measured by the number of human rights provisions.” Menurut Todung bahwa UUDS 1950 tidak hanya mengadopsi ketentuan HAM di dalam Konstitusi RIS 1949, tetapi juga mengembangkannya dengan baik meskipun Konstitusi RIS dirasa paling liberal dalam sejarah pembuatan konstitusi dan itupun jika paham liberalisme diatur di dalam ketentuan HAM.
Adapun pencantuman pasal-pasal HAM dalam UUDS 1950 dapat dilihat tabel 2.3
TABEL 2.3 Materi Muatan HAM dalam UUDS 1950123 No.
PROFIL HAM
PASAL-PASAL DALAM UUDS 1950
1.
1 DAN 35
2.
7
Hak menentukan nasib sendiri (the right to self-determination)
Hak diakui sebagai pribadi oleh UU (the right to be recognized as a person under the law)
3.
7
Hak persamaan dihadapan hukum (the right to equality before the law)
4.
7
Hak perlindungan yang sama menentang diskriminasi (the right to equal protection
5.
7
Hak atas bantuan hukum (the right to legal assistance )
6.
8
Hak keamanan pribadi (the right to personal security)
7.
8 dan 26
against discrimination)
Hak atas kepemilikan (the rights to property)
8.
9
Hak atas kemerdekaan bergerak (the right to freedom of movement)
9.
10
Hak untuk tidak diperbudak (the right not to be subjected to slavery, servitude, or
10.
11-16
bondage)
Hak atas perlakuan hukum (the rights to due proceed of law) a. Hak untuk tidak dianiaya (the right not to be subjected to torture, or to cruel inhuman or degrading treatment or punishment) b.
Hak untuk tidak ditangkap tanpa perintah yang sah (the rights not to be arrested without warrant)
11.
17
12.
18 dan 43
123
c.
Hak atas peradilan yang tidak memihak (the right to impartial judiciary)
d.
Hak atas dianggap tak bersalah (the right to presumsion of innocence)
Hak atas rahasia pribadi (the right to privacy)
Hak atas agama (the right to religion)
Ibid, 111.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
13.
19
Hak atas kebebasan berpendapat (the right to association)
14.
20
Hak atas berkumpul (the right to association)
15.
21
Hak atas demonstrasi dan mogok (the right to demonstrate and strike)
16.
22
Hak atas pengaduan kepada pemerintah (the right to petition the government)
17.
23 dan 36
18.
24
Hak atas pertahanan negara (the right to national defence)
19.
28
Hak atas kerja (the right to work)
20.
28
Hak atas upah yang adil (the right to a just and fair wage)
21.
29
Hak membentuk serikat kerja (the right to form a labour union)
22.
30
Hak atas pendidikan (the right to education)
23.
31
Hak atas kerja-kerja social (the right to do social works)
24.
36 dan 39
25.
37-38
26.
40
27.
42
Hak atas partisipasi pemilihan umum (the right to participate in the general election)
Hak atas jaminan sosial (the right to social security)
Hak atas kesejahteraan sosial (the right to social welfare)
Hak atas kebebasan kebudayaan dan ilmu pengetahuan (the right to culture and scientific freedom)
Hak atas jaminan kesehatan (the right to health care)
Sumber: Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, cet. 1 (Jakarta: Prenada Media, 2005), 111.
2.2.4 Materi Muatan HAM Pasca-Kembali ke UUD 1945 Selanjutnya menurut Todung Mulya Lubis pula, dengan kembalinya kepada UUD 1945 jaminan konstitusi atas HAM menjadi tidak sempurna dan tidak tegas. Selanjutnya dikatakan: 124
“How committed is the 1945 Constitution to human rights?How many article does the 1945 Constitution have on human rights? The answer is, not very many. It is a very short and simple constitution consisting of thirty-seven articles, and only six explicity deal with human rights. It is for this reason that 1945 Constitution has not generally been considered favorable to human rights. The refusal to return to this constitution by a majority of the Konstituante was partly because of the inadequate human rights provisons”.
Jadi pada saat pasca kembalinya ke UUD 1945, Todung mengatakan bahwa dari 37 pasal di UUD 1945 hanya 6 pasal yang menerangkan mengenai hak asasi manusia. Sehingga dapat diterima jika konstituante menolak kembali kepada UUD 1945 karena tidak cukupnya ketentuan hak asasi manusia tersebut.
124
Ibid, 112.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
2.2.5
Materi Muatan HAM Dalam Perubahan Kedua UUD 1945 Dengan memasukkan materi Hak Asasi Manusia dalam satu bab yaitu Bab
XA sebanyak 10 pasal, Perubahan Kedua UUD 1945 telah membuat suatu kemajuan penting dalam perjuangan HAM dalam konstitusi.125 Selain itu, penegasan muatan HAM dari teks pasal UUD 1945 seperti pasal 27 Ayat (1)126, dan (2)127 dan Pasal 28128 masih diadopsi. Namun jika dicermati, materi muatan HAM dalam Perubahan Kedua ini tidak memiliki kejelasan. Adanya pasal-pasal yang saling tumpang tindih, yaitu:129 1. Ketidakjelasan makna penegakan HAM dari bab Pasal 27 Ayat (3) dengan Bab XII Pasal 30 Ayat (1) tentang hak atas pembelaan negara. Hal yang sama juga terjadi pada Bab XA Pasal 28D dengan Bab X Pasal 27 Ayat (1) tentang hak atas equity before the law (persamaan di hadapan hukum).Begitu juga pada Bab XA Pasal 28 F dengan Pasal 28 Tentang hak berserikat dan berkumpul. 2. Bab XA Pasal 28 C yang menggabungkan hak atas kebutuhan dasariah dengan hak mendapatkan pendidikan dan seni budaya. Begitu juga halnya dengan Bab XA Pasal 28 E yang menggabungkan hak beragama dengan hak mendapatkan pekerjaan dan hak atas kewarganegaraan. Hal senada juga diungkapkan oleh Saldi Isra, bahwa materi muatan HAM juga tidak jelas pembagiannya apakah menurut kategori hak sipil dan hak ekonomi, 125
Ibid.
126
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat(1). Berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahannya itu dengan tidak ada kecualinya.” 127
Ibid, pasal 27 ayat (2) Berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” 128
Ibid, pasal 28. Berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” 129
Muhtaj, op. cit., 115.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
sosial, dan budaya, ataukah mendefinisikannya dengan menggunakan pembagian atas derogable rights dan nonderogable rights, atau merumuskannya dengan cara memuat hak-hak individual, komunal, dan vulnerable rights.130
Tabel 2.4 Materi Muatan HAM dalam Perubahan Kedua UUD 1945 No.
BAB/Pasal
ISI
1
BAB X/27 Ayat (3)
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara
2
BAB XA/28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya
3
BAB XA/28B
(1)
setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2)
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
4
Bab XA/28C
(1)
setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memproleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
(2)
setiap orang berhak unuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
(1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
5.
Bab XA/28D
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (2)
Setiap orang berhak bekerja dan mendapat imbalan dan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja
(3)
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan
(4)
6.
Bab XA/28E
(1)
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2)
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya
(3)
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
7.
Bab XA/28F
Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki segala jenis saluran yang tersedia.
8.
Bab XA/28G
(1)
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
130
Ibid.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
(2)
Setiap orang berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suak politik dari negara lain.
9.
Bab XA/28H
(1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan
(2)
Setiap orang berhak mendapat kemudahan ddan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
(3)
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(4)
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun
10.
Bab XA/28I
(1)
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, danhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2)
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3)
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia dan tanggung jawab negara, terutama pemerintah
(5)
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan
11.
Bab XA/28J
(1)
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(2)
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
12
Bab XII/30 Ayat (1)
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara
Sumber: Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, cet. 1 (Jakarta: Prenada Media, 2005), 114.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
BAB III PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN HAK-HAK DASAR WARGA NEGARA SEBELUM DIBENTUKNYA MAHKAMAH KONSTITUSI 3.4 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia adalah lembaga mandiri yang kedudukannya
setingkat
dengan
lembaga
negara
lainnya
yang
berfungsi
melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi Hak Asasi Manusia. Komnas HAM ini bertujuan :131 a.
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
b.
Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Komnas HAM didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993
tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Pada tanggal 7 Juni 1993 Presiden Republik Indonesia, Soeharto dengan Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, membentuk KomNas HAM. Pemerintah menunjuk Ali Said sebagai ketua KomNas HAM tersebut dan memilih para anggotanya. Adapun Keputusan Presiden ini
131
Tentang Komisi Nasional Hak
, 5 Februari 2008.
Asasi
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Manusia,
merupakan tindak lanjut dari Lokakarya tentang HAM yang diprakarsai oleh Departemen Luar Negeri Republik Indonesia dan Perserikatan Bangsa Bangsa yang diadakan di Jakarta pada 22 Januari 1991. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 mengatur mengenai tujuan, fungsi, keanggotaan, asas, kelengkapan, serta tugas dan wewenang Komnas HAM132 Di samping itu kewenangan Komnas HAM pula melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan dikeluarkannya UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Dalam melakukan penyelidikan ini Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat. Sejak berdirinya pada 1993 hingga awal Juni 2004 kegiatan Komnas HAM dilaksanakan oleh Subkomisi133 yang dibentuk berdasarkan fungsi Komnas HAM, yakni Subkomisi Pengkajian dan Penelitian, Subkomisi Penyuluhan, Subkomisi Pemantauan, dan Subkomisi Mediasi. Kemudian, Sidang Paripurna Komnas HAM dalam rapatnya 2-3 Juni 2004 memutuskan melakukan restrukturisasi Subkomisi Komnas HAM. Subkomisi yang direstrukturisasi tidak lagi didasarkan pada fungsi Komnas HAM melainkan pada kategori HAM dan kelompok dalam masyarakat yang perlindungan hak asasi manusianya perlu mendapat perhatian khusus.134 Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pengkajian dan penelitian, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan kegiatan yaitu : a.
pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;
132
Ibid.
133
Subkomisi menurut struktur baru ini adalah 1.Subkomisi Hak Sipil dan Politik;2.Subkomisi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya;3.Subkomisi Perlindungan Kelompok Khusus. Menurut struktur baru tersebut masing-masing subkomisi melaksanakan keempat fungsi Komnas HAM yakni pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi. 134
Ibid.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
b.
pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan
rekomendasi
mengenai
pembentukan,
perubahan,
dan
pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia; c.
penerbitan hasil pengkajian dan penelitian;
d.
studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia;
e.
pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia; dan
f.
kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
Untuk
melaksanakan
fungsi
Komnas
HAM
dalam
penyuluhan,
Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan : a.
penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia;
b.
upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan nonformal serta berbagai kalangan lainnya; dan
c.
kerja sama dengan organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
Untuk
melaksanakan
fungsi
Komnas
HAM
dalam
bidang
pemantauan,
Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan : a.
pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut;
b.
penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia;
c.
pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
d.
pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;
e.
peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;
f.
pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan;
g.
pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempattempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan; dan
h.
pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak. Sehubungan dengan fungsi-fungsi Komnas HAM dalam menegakkan hak-
hak dasar masyarakat khususnya dan hak asasi manusia pada umumnya. Adapun pelaksanaan fungsi Komnas HAM dalam mediasi,yaitu135 : a.
perdamaian kedua belah pihak;
b.
penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;
c.
pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;
d.
penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan
e.
penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Selain itu instrumen acuan yang digunakan dalam melaksanakan fungsi,
tugas, dan wewenang guna mencapai tujuannya Komnas HAM menggunakan
135
Antonius Sujata, Reformasi dalam Penegakan Hukum, (Jakarta: Djambatan, 2000), 58.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
sebagai acuan instrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik nasional maupunInternasional. Instrumen nasional meliputi: a.
UUD 1945 beserta amendemennya;
b.
Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
c.
UU No 39 Tahun 1999;
d.
UU No 26 tahun 2000;
e.
Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait.
Instrumen Internasional meliputi: a.
Piagam PBB, 1945;
b.
Deklarasi Universal HAM 1948; Adapun jika dilihat dari fungsi mediasi lembaga KomNas HAM tersebut,
maka salah satu tugas KomNas HAM untuk menyampaikan kepada pemerintah terkait kasus pelanggaran HAM supaya ditindak lanjuti oleh pemerintah, merupakan salah satu upaya mekanisme yang dapat ditempuh oleh masyarakat untuk memperoleh kembali hak-hak asasinya yang nyata-nyata merupakan suatu hak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Meskipun konsep yang diusung oleh KomNas HAM ini adalah konsep yang sangat luas dan umum yaitu mengenai Hak Asasi Manusia, yang melekat pada diri setiap pribadi manusia.136 Namun instrumen yang digunakan adalah menggunakan undang-undang dan konsitusi. Sehingga jika ada seseorang atau sekelompok masyarakat yang ingin mengajukan gugatan atas pelanggaran hak-hak asasi maupun hak-hak warga negara, sepanjang hak tersebut di atur di dalam konstitusi, maka masyarakat dapat mengajukan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Kegiatan KomNas HAM ini meskipun merupakan salah satu mekanisme bagi masyarakat untuk melakukan perlindungan HAM, tetapi tugas Komnas HAM adalah hanya sebagai perantara dalam memberikan pendapat, pertimbangan, ataupun saran
136
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, op.
cit., 616.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
kepada pemerintah terkait pelaksanaan akan hak-hak asasi manusia tersebut.137 Sehingga, jika terjadi suatu gugatan atas pelanggaran HAM, Komnas HAM dapat membawa kasus tersebut sebagai bahan untuk mediasi, ataupun saran kepada Pengadilan HAM maupun rekomendasi kepada pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat. Dan kasus yang di bawa ke Pengadilan HAM harus kasus yang termasuk kedalam pelanggaran HAM yang berat meliputi kejahatan genocide dan kejahatan terhadap kemanusiaan.138 Pengertian kejahatan genocide adalah perbuatan yang mempunyai tujuan untuk merusak dalam keseluruhan ataupun sebagian kelompok bangsa, etnis, rasial, atau agama yang meliputi pembunuhan anggota kelompok dan menyebabkan lukaluka pada tubuh atau mental para anggota kelompok, penganiayaan yang menyebabkan luka fisik pada sebagian atau keseluruhan tubuh anggota kelompok, mencegah kelahiran dan memindahkan paksa anak-anak ke kelompok yang lain.139 Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan meliputi pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyisaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebagsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid. 140
137
Republik Indonesia, Keputusan Presiden Tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kepres Nomor 50 Tahun 1993, Lembaran Lepas 1993, pasal 5 butir c. 138
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengadilan Hak asasi Manusia, UU No. 26, LN No. 208 Tahun 2000, TLN. No. 4026, pasal 7. Pengertian kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan terdapat pada Rome Statute of The International Criminal Court. 139
Ibid.
140
Ibid.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Namun selain kejahatan Ham berat, tidak menutup kemungkinan pula Komnas HAM dan Peradilan HAM sebagai mekanisme alternatif bagi masyarakat untuk membawa kasus pelanggaran hak-hak dasar oleh pemerintah kepada masyarakat. Pada tahun 1997, pengaduan pelanggaran HAM di Komnas HAM pada umumnya menyangkut pejabat pemerintahan. 141 dan pada tahun 1998 Komnas HAM menerima laporan sebanyak 3.633 buah disertai dengan polling Kompas tanggal 1718 Oktober 1998 bahwa Komnas HAM merupakan lembaga yang paling di percayai masyarakat dalam menangani pelanggaran hak-hak dasar masyarakat.142 Untuk itu meskipun Peradilan HAM hanya mencakup pelanggaran HAM berat, diharapkan dapat mengurangi pelangaran-pelanggaran hak-hak dasar di dalam kehidupan bermasyarakat. 3.2 Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Pentingnya fungsi peradilan yang merupakan sarana penegakan dan pembuktian pelanggaran hak-hak dasar masyarakat karena peradilan tersebut mempunyai batu uji yang digunakan sebagai acuan dalam memproses kasus pelanggaran hak-hak dasar masyarakat. Di dalam Peradilan Tata Usaha Negara, batu uji digunakan untuk menentukan objek sengketa gugatan Tata Usaha Negara. Pengertian objek gugatan Tata Usaha Negara dapat dilihat dalam UndangUndang PTUN yaitu:143 ”Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.” Selain itu objek gugatan juga terdiri dari sikap yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.144 Objek gugatan ini tidak ada wujudnya, tetapi suatu sikap tidak 141
Ibid, 60.
142
Ibid.
143
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 5, LN No. 77 Tahun 1986, TLN. No.3344, pasal 1 angka 3.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
mengeluarkan Keputusan yang telah dimohonkan kepadanya sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, dan terhadap sikap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara Tersebut dijadikan sebagai obyek Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara.145 Mengenai keharusan dalam bentuk tertulis ini terdapat banyak kelemahannya, sebagaimana dikemukakan oleh Lintong Oloan Siahaan, Pemerintah sering menghindari PTUN dengan tidak mengeluarkan putusan-putusan tertulis, mereka mengeluarkan putusan-putusan lisan dan yang demikian itu tidak dapat di gugat di Peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini sering dilakukan dalam kasus-kasus penting yang menyangkut politik.146 Kelemahan PTUN tersebut bisa mengakibatkan distorsi antara kewenangan pemerintah dalam menerapkan kewenangannya sesuai dengan pasal 4 ayat (1) UUD tahun 1945 dengan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dari terbitnya keputusan tidak tertulis/lisan tersebut. Dari sini dapat dilihat bahwa di dalam PTUN tidak adanya kemungkinan untuk mengusung pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, jika objek gugatan sengeta TUN ternyata keputusan tidak tertulis. Maka akan dipersoalkan mekanisme hukum yang menjadi pemecahannya terlebih jika keputusan tersebut melanggar hak-hak konstitusional warga negara. Contoh kasus yang dapat dijadikan kajian mengenai hal ini adalah Kasus Ujian Nasional. Penggugat yang mengaku menjadi korban ujian nasional menggugat pemerintah dalam gugatan No. 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST147 salah satunya karena pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum Asas-asas Umum Pemerintahan (AAUPB) yang baik, sebagai berikut.148 1.
Asas Kepastian Hukum; bahwa pemerintah tidak memberikan gambaran utuh mengenai penentu kelulusan dan UN Ulangan, maka pemerintah telah
144
Soemayono dan Anna Erliyana, Tuntunan Praktik Beracara Di Peradilan Tata Usaha Negara, cet.1, (Jakarta: PT Primamedia Pustaka, 1999), 11. 145
Ibid.
146
Lintong Oloan Siahaan, Wewenang Peradilan Tata Usaha Negara Menunda Berlakunya Keputusan Pemerintah, (Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2000), 40. 147
Penggugat terlampir dalam lampiran perkara.
148
Salinan Putusan No. 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST, Tentang Kasus Ujian Nasional.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
melakukan pelanggaran terhadap asas kepastian hukum, baik formil maupun materiil. 2.
Asas persamaan; bahwa pemerintah tidak menerapkan asas persamaan hak untuk memperoleh pendidikan bagi warga negara Indonesia, terutama terhadap peserta didik yang biasa-biasa saja prestasinya dengan peserta didik yang memiliki prestasi di satuan pendidikan. Hal ini disebabkan adanya program belajar selama 3 tahun, dimana satuan pendidikan hanya mengacu pada hasil Ujian Nasional semata tetapi tidak mempertimbangkan prestasi-prestasi di satuan pendidikan.
3.
Asas Kejujuran dan Keterbukaan (Fairplay) bahwa pemerintah dalam tindakannya melaksanakan ujian Nasional tidak mendengarkan keluhan, masukan dan usulan dari berbagai pihak.
4.
Asas Kepantasan dan Kewajaran; bahwa selisih nilai 0, 26 dan tidak adanya ujian UN ulangan atau susulan mengindikasikan tidak adanya kepantasan dan kewajaran.
5.
Asas Pertanggungjawaban; bahwa pemerintah harus bertanggungjawab penuh atas segala macam pemulihan terhadap para korban UN. Dari gugatan tersebut dapat dilihat bahwa adanya suatu tuntutan yang
menyangkut gugatan hak warga negara (citizen law suit) namun objek gugatannya adalah asas-asas umum pemerintahan yang baik yang seharusnya di tujukan kepada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang juga objek gugatannya harus berdasarkan Keputusan Badan atau Pejabat TUN. Namun suatu hal yang menarik, dari gugatan hak warga negara ini, majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat atas pelanggaran asas-asas umum pemerintahan yang baik yang seharusnya masuk kepada kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tetapi jika gugatan ini ingin dimasukkan ke PTUN, penggugat harus mengetahui objek gugatan yang terkait mengenai Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik (AAUPB) . Produk hukum apa yang melanggar AAUPB di dalam kasus Ujian Nasional Tersebut. Produk hukum yang menjadi objek gugatan tentunya berkaitan dengan sebuah Ketetapan atau yang berkaitan dengan pengertian objek gugatan di dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang PTUN.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Namun Terbatasnya kewenangan lembaga-lembaga yang terkait dengan perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia dan hak-hak dasar warga negara pelanggaran tidak hanya terjadi dengan peraturan perundang-undangan, tetapi juga tindakan lisan pemerintah dan peraturan kebijakan yang merupakan kewenangan diskresi pemerintah.
3.3 Mekanisme Class Action (Actio Pauliana) Gugatan Class Action yang biasa disebut gugatan dengan banyak orang, disebutkan menurut Henry Campbell Black yang dikutip oleh E. Sundari dikatakan bahwa sekelompok besar orang tersebut mempunyai satu kepentingan dalam satu perkara dan dapat menuntut atau dituntut oleh anggota kelompok maupun pihak yang mewakili kelompok tersebut.149 Gugatan ini sudah mulai dikenal setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UndangUndang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.150 Di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, gugatan perwakilan ini diatur dalam Bab Ketiga Paragraf 4 pasal 37 ayat (1) yang berisi tentang ”Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat”. Berdasarkan prinsip tidak bolehnya menolak perkara di pengadilan, maka gugatan citizen lawsuit yang digabungkan dengan class action atau actio popularis bisa diterima di pengadilan biasa. (Putusan kasus UN dan Nunukan di PN JakPus).151 Begitu pula dengan konsep negara hukum bahwa salah satu ciri bahwa suatu negara telah mengaku sebagai negara yang berdasarkan hukum adalah dengan mengakui bahwa prinsip peradilan di negara tersebut adalah bersifat bebas dan tidak 149
E. Sundari, Pengajuan Gugatan Secara Class Action: Suatu Studi Perbandingan dan Penerapannya di Indonesia, edisi 1, ( Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2002), 8. 150
Seri Bahan Bacaan Kursus Hak Asasi Manusia Untuk , 10 Mei 2008. 151
Putusan Kasus Ujian Nasional dan Kasus Nunukan.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Pengacara,
memihak.152 Sehingga pernyataan bahwa hakim boleh menolak perkara karena alasan hukum tidak ada atau tidak jelas diatur, tidaklah dapat diterima.153 Hakim dianggap mengetahui hukum dan dituntut untuk menggali hukum itu sendiri sesuai dengan keyakinan hakim berdasarkan doktrin ilmu hukum “curia ius novit” yang berarti hakim dianggap mengetahui hukum itu sendiri.154 Hal ini ditegaskan pula di dalam Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa:155
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Begitupun jika ada perkara yang ditolak oleh hakim, maka putusan tersebut ditolak dengan alasan undang-undang mengatur penolakan tersebut. Antara lain mengenai kompetensi hakim, hubungan darah, dan perkara sudah pernah diperiksa (ne bis in idem).156 Mengenai gugatan class action, persoalan persona standi in judicio dari pihak yang maju ke pengadilan masih belum jelas diatur karena mekanisme class action ini tergolong merupakan dimensi baru dalam hukum perdata di Indonesia.157 Di dalam pihak yang berperkara.158 Oleh sebab itu penentuan legitimasi pada kelompok ataupun perorangan secara tidak jelas akan mengakibatkan gugatan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima atau N.O ( Niet Ontvankelijk Verklaard).
152
Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, op. cit., 69.
153
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, cet.3, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), 38-39. 154
Ibid, 39.
155
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 4, LN No. 9 Tahun 2004, TLN. No. 4359, pasal 16 ayat (1). 156
Abdul Kadir Muhammad., op. cit., 39.
157
E. Sundari, Pengajuan Gugatan Secara Class Action ( Suatu Studi Perbandingan dan penerapannya di Indonesia, edisi 1, ( Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2002), 8. 158
Ibid.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Tabel. 3.1 Perbandingan Legal Standing mekanisme Class Action pada hukum perdata Indonesia dengan negara Common law Class action hukum perdata Indonesia
Faktor
Class action common
Pembanding
law
Anggota, para pihak
Kuasa hukum para pihak
Kuasa hukum para pihak
Legal Standing
Badan hukum atau korporasi
3.3.1
Hubungan Class Action dengan Actio Popularis
Menurut Gokkel, actio popularis adalah gugatan yang dapat diajukan oleh setiap warga negara atas nama kepentingan umum yang diatur oleh negara.159 Jika diperbandingkan, gugatan class action dengan gugatan actio popularis maka samasama merupakan gugatan yang mewakili kepentingan orang banyak. Perbedaannya dilihat dari legal standing penggugat. Jika pada mekanisme class action, penggugat harus merupakan anggota dari kelompok yang dirugikan, tetapi di dalam mekanisme actio popularis, setiap warga negara berhak menjadi penggugat dengan mengatasnamakan kepentingan umum.160
Tabel 3.2 Perbedaan kepentingan antara class action dengan actio popularis Class Action
Actio Popularis
Kepentingan yang sama
Kepentingan Umum
159
E. Sundari, op. cit., 15-16.
160
Ibid, 17.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Sehubungan dengan perbandingan tersebut, adapun prinsip dasar dari pengajuan gugatan kelompok (class action) ini adalah gugatan yang dilakukan oleh banyak orang atau sekelompok orang dan harus mengalami kerugian yang sama. Cakupan kewenangan Peradilan Umum dalam hal ini, adalah memeriksa kasus tersebut apakah benar telah terjadi suatu kerugian massal yang disebabkan oleh tindakan suatu pihak atau dengan terbitnya suatu produk hukum. Namun disisi lain kelemahan mekanisme ini jika ada tindakan tersebut berupa tindakan lisan pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan kerugian pada hak-hak warga negara tetapi kerugian itu tidak bisa secara tegas-tegas di temukan oleh warga negara, misalnya kerugian secara moril dan psikologis, maka gugatan tersebut tidak dapat di tempuh. Kecuali ada kerugian yang nyata di derita oleh warga negara dan tegas ditemukan dalam tindakan tersebut. Namun jika merujuk pada di kabulkannya gugatan Citizen Law Suit Kasus Ujian Nasional ( lebih lanjut di jelaskan pada Bab IV) maka majelis hakim dapat mengkatagorikan unsur kerugian moril atau psikologis menjadi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana diterapkan dalam prinsip gugatan perdata.
3.3.2
Hubungan Class Action dengan Citizen Law Suit Dalam negara common law seperti Inggris, prinsip actio popularis sama dengan
citizen law suit dalam pengertian setiap warga negara berhak melakukan gugatan terlepas warga negara tersebut mendapat kerugian atau tidak. Misalnya gugatan pencemaran akan adanya pencemaran lingkungan. 161 Di Belanda, badan hukum yang diberi hak untuk mengajukan gugatan mewakili kepentingan orang banyak dinamakan gugatan groep acties.
162
Dalam
prinsip gugatan groep acties, badan hukum dapat mengajukan gugatan atas kepentingan orang banyak jika di dalam anggaran dasar organisasi tersebut turut pula memperjuangkan kepentingan masyarakat banyak. Namun jika terdapat ganti rugi, badan hukum tersebut tidak diperkenankan untuk menuntutnya. 163
161
E. Sundari, op. cit., 18.
162
Paulus Efendi Lotulung, Penegakan Hukum Lingkungan oleh Hakim Perdata, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), 53. 163
Ibid.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
3.3.3. Perbandingan Hak Gugat Pada Mekanisme Groep Acties Dengan Hak Gugat pada mekanisme Constitutional Complaint Dalam pembahasan sebelumnya mengenai perkembangan gugatan hak-hak dasar masyarakat terus berkembang atas nama kepentingan umum. Hak gugat dalam groep acties diberikan kepada badan hukum non pemerintah (Non Government Organism) dengan syarat organisasi non pemerintah tersebut berbadan hukum dan mencantumkan kepentingan yang sama dengan pengadilan di dalam anggaran dasar perusahaan. Begitu pula dengan ketentuan hukum Indonesia, mengenai hak gugat ini, Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan (UUPLH) mengatur mengenai hak gugat ini, kepada organisasi lingkungan atas nama kepentingan lingkungan hidup. 164 Perkembangan syarat hak gugat atas nama kepentingan umum ini dapat dibedakan dengan adanya pengertian “groep acties” dengan “algemeen belang acties”. Menurut M.J.P Verburgh: Gugatan groepacties adalah gugatan yang digeneralisir oleh sekelompok orang dengan kepentingan sekelompok orang tersebut masih bisa pula di individualisir sesuai kepentingan masing-masing. Sedangkan algemeen belang acties gugatan yang dikatagorikan kepnetingan “umum” dalam arti bagian dari hidup setiap orang atau anggota masyarakat. 165 Pengertian algemeen belang acties ini mendekati pengertian constitutional complaint bahwa kepentingan secara umum yang merupakan bagian dari hidup setiap anggota masyarakat. Sedangkan di dalam constitutional complaint, instrument yang digunakan adalah hak-hak dasar yang terdapat di dalam konstitusi. Hak-hak dasar bersifat individualisir, sedangkan kepentingan umum lebih bersifat generalisir. Tetapi dilain pihak, hak-hak dasar ini secara generalisir siapapun individunya sebetulnya mempunyai konsep hak yang sama. Dengan kata lain hak-hak dasar di dalam konstitusi tidak seharusnya digeneralir ataupun diindividualisir, karena hakhak tersebut ada dan melekat pada setiap manusia terlepas apakah manusia tersebut sebagai individu-individu tertentu ataupun sebagai kelompok masyarakat.
164
E.Sundari, op. cit., 18-19.
165
Lotulung, op. cit., 53-54.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Mengenai kepentingan individualisir ini dapat dilihat dari pengertian pengaduan konstitusional individual yang dibuka melawan undang-undang di Mahkamah Konstitusi Jerman, pengaduan individual tidak dibandingkan dengan keputusan administrasi negara ataupun putusan pengadilan yang menegaskan keputusan administrasi negara tersebut.
166
Adapun hubungan keterkaitan konsep
groep acties dengan mekanisme constitutional complaint ini digambarkan pada tabel sebagai berikut.
Gambar 3.1 Hubungan konsep HAM di dalam mekanisme groep acties dengan constitutional complaint Hak Asasi Manusia
Groep acties
Constitutional Complaint
Algemeen belang acties
Kepentingan umum
Mekanisme penegakan hak-hak dasar
Constitutional rights
Individualisir
Generalisir Konstitusi
Undang-undang
3.3.4 Mekanisme Constitutional Complaint Di Mahkamah Konstitusi Federal Jerman Pada
awalnya
Mahkamah
Konstitusi
Federal
Jerman
(Bundesvervassungsgericht/BverfG) dibentuk bersamaan dengan lahirnya Basic Law Tahun 1949.167 Berbeda dengan Amerika, lahirnya Basic Law ini merupakan tonggak sebagian besar negara-negara yang mengedepankan prinsip rule of law pada sistem 166 167
Siegfried Bross, op. cit., 18-19. Jimly Asshiddiqie, Peradilan Konstitusi di Sepuluh Negara, op cit., 37.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
ketatanegaraannya. Karena meskipun Mahkamah Konstitusi sebenarnya mempunyai kewenangan yang besar mengingat Mahkamah Konstitusi mempunyai kekuasaan menguji (review power) atas segala hal yang ditetapkan oleh konstitusi, namun paham konstitusionalisme ini baru terwujud pada saat Basic Law di tetapkan.168 Dalam kewenangannya, Mahkamah Konstitusi Federal Jerman memiliki kompetensi, antara lain: 169 1.
Pengujian
konstitusional
(Constitutional
review)
digunakan
untuk
menyelesaikan perselisihan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga tinggi negara. Kategori ini termasuk kewenangan untuk menyelesaikan sengketa kewenangan antara Pemerintah Federasi dengan negara bagian (federal states) atau perselisihan yang melibatkan organ-organ tinggi dalam pemerintah federal saja. 2. Judicial review, masing-masing digunakan ketika Mahkamah melaksanakan pengujian norma hukum secara konkrit (concrete norm control), atau pada saat organ tersebut melakukan pengujian undang-undang secara umum (abstract norm control). Khusus terhadap pengujian norma hukum secara abstrak, permohonan model ini biasanya sudah harus diajukan kepada Mahkamah Konstitusi paling lambat 30 hari setelah rancangan undangundang diadopsi secara final oleh Parlemen, namun belum diundangkan. 3. Permohonan konstitutional (Constitutional Complaint) adalah hak secara perorangan ataupun kelompok, ketika pemohon mendalilkan bahwa hak konstitusional yang bersangkutan, seperti tercantum dalam Basic Law tahun 1949 telah dilanggar oleh aneka produk hukum atau putusan peradilan umum (ordinary judges). 4. Menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum, seperti ditentukan dalam Article 41 II Basic Law. Berdasarkan kewenangan Mahkamah Konstitusi Jerman diatas, maka secara umum kewenangan Mahkamah Konstitusi Jerman untuk memutus perkara pelanggaran hak-hak asasi manusia diatur dalam Pasal 93 huruf 4a Basic Law 1949. Ketentuan ini mengatakan:170 168
Ibid.
169
Ibid, 48. Ibid, 72.
170
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
“On complaint of unconstitutionality which may be entered by any person who claims that one of his basic right or one of his rights under paragraph (4) of Article 20 or under Article 33, 38, 101, 103,or 104 has been violated by public authority.” Bahwa gugatan dari ketentuan yang tidak konstitusional diajukan oleh pemohon berdasarkan hak dasarnya pada pasal 20 ayat 4 atau pasal 33,38,101,103, atau 104 telah di langgar oleh otoritas publik.
3.3.5 Subjek dan Objek Gugatan Permohonan Constitutional Complaint di Mahkamah Konstitusi Jerman Menurut Konstitusi Federal Jerman, setiap warga negara mempunyai hak untuk mengajukan permohonan sejauh warga negara tersebut mampu membuktikan bahwa hak nya di jamin oleh konstitusi. 171 Di Jerman Istilah Constitutional complaint merupakan istilah yang mempunyai pengertian cukup luas. Constitutional Complaint di Jerman mempunyai arti gugatan perorangan yang didalilkan perorangan tersebut terjadi jika ada suatu legislasi melakukan pelanggaran terhadap hak konstitusionalnya. Tak cuma itu pula perorangan tersebut dapat mengajukan gugatannya kepada tindakan aparatur negara dan kepada Putusan final Mahkamah Agung yang diduga melanggar kaidah-kaidah basic law.172 Menurut Schnutsz Rudolf Durr, Jerman telah melakukan constitutional complaint dengan tipe full individual complaint. Sebagaimana dikatakan bahwa telah ada dua tipe constitutional complaint setidaknya di beberapa negara yang telah membuka akses mekanisme tersebut. 173
171
Siegfried Bross, op. cit., 25.
172
Jimly Asshiddiqie dan Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi di Sepuluh Negara, cet. 1 (Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MK-RI, 2006), 72-73. 173
Schnutsz Rudolf Durr, Individual Access to Constitutional Courts in European Transitional Countries, (Bogor: Asia-Europe Foundation (ASEF), Hanns Seidel Foundation (HSFIndonesia) The Habibi Center, 2005) 59.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
“We can find one of the two types of individual complaints, namely the “full” constitutional complaint (eg Germany, Spain) both against normative, general acts (laws, possibly decrees) and individual acts (addressed only to specific persons) as opposed to the “normative” individual complaints (Azerbaijan, Latvia, Georgia, Russia) directed only against general acts.” Duur mengatakan bahwa terdapat dua tipe yang dinamakan gugatan individu tersebut. Yaitu keluhan konstitutional (Constitutional Complaint) “secara penuh” (misalnya Jerman dan Spanyol) yang melawan ketentuan peraturan perundangundangan, tindakan-tindakan aparatur negara secara tertulis (dapat berupa peraturan, maupun keputusan-keputusan), tindakan aparatur negara secara lisan ( tindakan lisan pejabat negara) dan normatif individual complaint (Negara Azerbaijan, Latvia, Georgia, Russia) yang hanya melawan peraturan dan kebijakan pemerintah. Ketika Jerman membuka mekanisme constitutional complaint secara penuh tersebut dengan baik, seperti actio popularis, mekanisme tersebut menjadi perkara yang serius di Mahkamah Konstitusi Jerman. Mahkamah Konstitusi Federal Jerman menerima sekitar 5000 pemohon setiap tahun dan hanya 2% sampai dengan 3% yang diterima sebagai perkara yang layak di proses.174 Full Constitutional complaint ini kadang menjadi sumber konflik dengan Peradilan biasa karena Mahkamah Konstitusi tidak hanya melakukan legislatif review tetapi juga judicial review. Faktor yang penting untuk menentukan apakah Mahkamah Konstitusi layak melakukan full constitutional complaint ataukah hanya normative constitutional complaint adalah efisiensi dari peradilan biasa dalam mewujudkan basic rights warga negaranya. Jika Peradilan biasa tidak bisa mengadili perkara human rights dengan baik maka Mahkamah Konstitusi dengan mekanisme full constitutional complaint bisa menjadi pilihan efektif untuk melindungi hak-hak dasar warga negara.175 Di Korea Selatan juga menggunakan istilah constitutional complaint dalam arti full individual complaint
Pengaduan tidak hanya mengenai keberlakuan
Undang-Undang yang melanggar hak-hak konstitutional warga negara, tetapi juga 174
Ibid, 60.
175
Ibid.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
diarahkan kepada tindakan pejabat publik khususnya aparat penyidik, karena aparat penyidik tersebut diperkirakan telah menyalahgunakan kewenangan diskresi pada saat proses penyidikan terhadap tersangka atau terdakwa. Mahkamah Konstitusi Korea Selatan hanya dapat menerima pengaduan konstitutional (constitutional complaint) setelah yang bersangkutan menempuh seluruh upaya hukum biasa guna memperoleh kembali hak-haknya.176 Pengaduan konstitusional di Mahkamah Konstitusi Jerman, merupakan upaya hukum khusus dan tidak mengikat Mahkamah Konstitusi sebagai tingkat pengadilan tertinggi dalam sebuah jalur peradilan. Mahkamah Konstitusi mempunyai fungsi perlindungan hukum yang berbeda dalam arti bukan merupakan lanjutan dari tingkat pengadilan perkara selanjutnya. Mekanisme ini digunakan sebagai upaya hukum terakhir dan hanya tersedia sebagai pendukung (subsider), kecuali terjadi suatu kerugian yang benar-benar membahayakan kelangsungan hidup pemohon.
177
Dan
umumnya mekanisme Constitutional Complaint ini menerima pemohon yang mengajukan gugatan atas perlakuan langsung dan nyata-nyata terjadi saat itu oleh aparatur negara yang langsung di rujuk oleh pemohon kepada Basic Law.178 Untuk itu ada beberapa ketentuan mengenai mekanisme Constitutional Complaint ini yang perlu diperhatikan mengingat mekanisme ini merupakan salah satu yang terbesar di Mahkamah Konstitusi Jerman yaitu:179 1) fungsi pengaduan konstitusional ini diupayakan sebagai mekanisme terakhir yang harus ditempuh dan hanya disediakan sebagai upaya pendukung (subsider); 2) pengaduan ini pula tidak diberi sarana untuk naik banding; 3) putusan pengadilan umum tetap berjalan dikala pengaduan konstitusional di ajukan. Kecuali jika ada kerugian yang berarti dari sang pemohon yang mengajukan pengaduan tersebut, maka diadakan sebuah putusan pengadilan acara cepat. 176
Ibid.
177
Jimly Asshiddiqie, Peradilan Konstitusi di Sepuluh Negara, op cit., 72.
178
Ralf Rogoswki & Thomas Gowron., ed. Constitutional Court in Comparison; The U.S. Supreme Court and The German Federal Constitutional Court, (New York: Oxford Berghahn Books, 2002), 129. 179
Siegfried Bross, op., cit, 23-24.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Untuk itu menurut Hukum Republik Federal Jerman, syarat sebuah pengaduan konstitusional dapat diterima meliputi hal-hal sebagai berikut.180 1) Menurut pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Tentang Mahkamah Konstitusi Jerman (BvefGG), setiap orang berhak untuk mengajukan permohonan. Dalam hal ini adalah warga negara Jerman yang hak-haknya dijamin oleh konstitusi. Namun kata setiap orang ini patut pula di pertanyakan karena di pasal yang lain, warga negara asing tidak diberi hak yang sama dalam konstitusi Jerman. Seperti kebebasan untuk berpindah tempat (Pasal 11) dan kebebasan untuk berserikat dan berkumpul (Pasal 8 dan 9). Namun dilain hal, warga negara asing dapat disamakan kedudukannya dengan warga negara Jerman dalam hal ketentuan di bawah konstitusi. 2) Badan hukum swasta mempunyai legal standing dalam mengajukan permohonan gugatan pelanggaran hak-hak dasar, sepanjang badan hukum tersebut dapat menerapkan hak-hak dasar warga negara. 3) Badan hukum publik dapat mempunyai legal standing jika badan hukum itu dapat membuktikan bahwa ada kerugian yang diderita dari tugasnya layaknya badan hukum swasta dirugikan. Karena pada dasarnya badan hukum publik tidak mempunyai hak-hak dasar karena badan hukum terbut berperan dalam melaksanakan kekuasaan negara. 4) Lembaga-lembaga tertinggi negara juga mempunyai legal standing yang disebut sebagai hak-hak dasar acara. 5) Partai politik mempunyai legal standing sepanjang partai-partai politik itu dirugikan oleh lingkup hubungan Hukum Administrasi Negara. 6) Gereja dan persekutuan keagamaan mempunyai kemampuan untuk mengemban hak-hak dasar. Begitu juga dengan perkumpulan keagamaan lain yang mempunyai status badan hukum umum. Ketentuan ini diatur dalam pasal 140 Konstitusi Federal Jerman junto pasal 137 ayat 5 Konstitusi Kerajaan Weimar. Adapun subjek pengaduan dalam mekanisme ini adalah segala hal yang menyangkut bagian-bagian dari hak-hak asasi atau hak-hak yang disetarakan dengan hak asasi. Termasuk tindakan penguasa negara Jerman baik secara langsung maupun tidak langsung. Sepanjang tindakan ini menimbulkan dampak hukum pada lingkup 180
Ibid, 25-29.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
ketatanegaraan Jerman. Selain itu dari subjek pengaduan ini bahwa ada ketentuan hukum lain yang dapat dijadikan rujukan sebagai subjek pengaduan. Antara lain:181 1. Perjanjian Hukum Internasional yang diratifikasi oleh Jerman dapat dijadikan subjek banding, namun mengingat sedikit peran Jerman dalam berpartisipasi dalam pembentukan hukum ini maka hukum internsional tidak digunakan sebagai subjek banding. 2. Norma-norma Peradilan Tata Usaha Negara Jerman (Pasal 47)
Sedangkan ketentuan hukum yang tidak bisa dijadikan subjek aduan maupun subjek banding, yaitu:182 1. tindakan tindakan kenegaraan dari instansi bukan Jerman; 2. peraturan-peraturan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan tindakan-tindakan hukum MEE itu sendiri. Mengenai batas waktu pengaduan, bahwa Di Jerman, batas waktu untuk mengajukan pengaduan konstitusional terhadap satu keputusan adalah satu bulan, dan untuk undang-undang adalah satu tahun Sejak undang-undang tersebut di sahkan. Tindakan hukum untuk memulihkan kerugian yang diderita oleh pemohon, tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi, jika sebelumnya pemohon tidak melakukan upaya hukum biasa yang tersedia dalam sistem peradilan umum. Hal ini di tegaskan oleh Siegfried Bross, bahwa selain untuk meringankan beban mahkamah Konstitusi dalam penumpukan perkara, melainkan juga perlu dipertimbangkan lagi bahwa Mahkamah Konstitusi tidak seharusnya memproses isu yang sederhana. Mengingat mekanisme ini merupakan upaya hukum yang luar biasa dan bukan untuk mengakhiri jalar tingkatan pengadilan biasa. Oleh sebab itu, permohonan baru dapat diterima oleh mahkamah setelah seluruh upaya hukum biasa guna memulihkan hak bagi yang bersangkutan selesai ditempuh. Tetapi, dalam sistem Peradilan Konstitusi Jerman yang berlaku dewasa ini, ketentuan tersebut dapat dikesampingkan, dengan satu syarat jika kerugian serius benar-benar telah membahayakan keberadaan yang
181
Ibid, 30-31.
182
Ibid, 32.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
bersangkutan. Sebagai contoh disebutkan oleh Bross isu iklan kampanye partai politik di radio atau televise, demonstrasi atas dasar kesempatan, dan deportasi seorang warga negara asing.183 Permohonan individual dapat dipergunakan oleh perorangan atas sekelompok warga masyarakat untuk mendalilkan dugaan pelanggaran hak konstitusional yang dialaminya kepada Mahkamah Konstitusi. Karena itu, tuntutan biasanya diarahkan kepada pasal-pasal ataupun ayat-ayat dari suatu undang-undang. Sehingga tak mengherankan pada beberapa kasus, mekanisme gugatan konstitutional ini bisa muncul bersamaan dengan mekanisme judicial review.
184
dapat muncul bersamaan
dalam arti seseorang dapat mengajukan ada tindakan aparatur pemerintah yang melanggar hak-hak dasarnya di dalam konstitusi, namun setelah diproses ternyata tindakan aparatur negara tersebut telah sesuai dengan peraturan perundangundangan, sehingga seharusnya peraturan perundang-undangan itulah yang harus di uji melalui judicial review, Namun masalah ini tentu akan berlanjut pula akan dampak pengujian judicial review yang ternyata menghasilkan putusan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut bertentangan dengan konstitusi. Oleh sebab itu dampak dari adanya Constitutional Complaint ini begitu luas, karena di Jerman pun pada awalnya prasyarat untuk mengajukan Constitutional Complaint ini terbatas pada produk legislatif saja, namun seiring dengan perkembangan, dapat pula diterapkan kepada putusan pengadilan yang melanggar Basic Law. Alasan mengapa ketentuan ini dapat berkembang bisa masuk akal karena secara otomatis jika peraturan perundang-undangan yang disinyalir melanggar kaidah Basic Law kemudian di putus oleh Pengadilan biasa (Ordinary Court) bahwa peraturan perundangan tersebut tidak bertentangan peraturan diatasnya, maka putusan majelis hakim akan hal ini secara tidak langsung “melegalkan” tindakan aparatur yang melanggar hak-hak dasar pemohon tersebut. Sehingga akhirnya putusan pengadilan pun dalam hal ini terlibat untuk menjadi objek gugatan dalam Consitutional Complaint.
183
Ibid, 37.
184
Ralf Rogoswki & Thomas Gowron, op cit., 130.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukanlah pengaturan dengan benar masalah ketentuan dan prosedur untuk memasuki gugatan konstitusional tersebut.185 Karena di Jerman, pemohon dapat medalilkan bahwa keberadaan suatu legislasi telah mengusik hak konstitusionalnya. Permohonan secara individual ini juga dapat ditujukan kepada tindakan langsung aparatus negara. Disamping putusan final Mahkamah Agung yang diduga melanggar kaidah-kaidah Basic Law. Selain
itu
Mahkamah
Konstitusi
Jerman
juga
berwenang
untuk
menyelesaikan permohonan yang diajukan oleh warga terhadap pelanggaran Hak Asasi manusia (Verfassungsbeschwerde).186 Setiap warga yang merasa hak-hak dasarnya dilukai dapat mengajukan tuntutan hak-haknya. Tuntutan ini dapat diajukan baik secara individu, maupun secara komunal oleh suatu perkumpulan. Tuntutan ini dapat diajukan untuk memprotes undang-undang, putusan pengadilan atau tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah yang dirasakan telah mengoyak hak-hak asasi manusia (HAM) orang tersebut. Tidak hanya perbuatan yang dilakukan oleh organorgan negara saja melainkan pula apabila organ-organ negara tersebut tidak melaksanakan tugasnya berkaitan dengan penjamin terhadap hak-hak dasar warganya. Organ-organ tersebut meliputi lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Protes terhadap Konstitusi oleh warga dapat diterima, apabila hak-hak mendasar atau HAM yang dilukai tersebut memiliki beban tersendiri atau apabila pemohon tersebut melalui kasus tersebut mendapat kerugian yang sangat besar. Agar suatu proses yang diajukan oleh pemohon tersebut dapat diterima untuk proses lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi Federal Jerman (BverfG), maka BverfG harus melakukan pemeriksaan tersendiri sebelum putusan dijatuhkan. Dalam Protes HAM oleh warga ini, BverfG hanya menguji kepatuhan dari organ negara terhadap hak-hak dari
warganya.Permasalahan-permasalahan
hukum
lainnya
beserta
dengan
pemeriksaan terkait harus dilaksanakannya diserahkan kepada pengadilan umum yang lain. Apabila dalam pengadilan umum ini tidak ditemukan adanya pelanggaran HAM, maka putusan yang dihasilkan oleh pengadilan tersebut mengikat BverfG. 185
Ibid.
186
Laporan Kajian Perbandingan Lembaga Mahkamah Konstitusi, (Depok Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2005), 71-74.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
Protes HAM oleh warga terdiri atas beberapa hal, yakni:187 1) Protes terhadap Undang-Undang atau peraturan lain yang dihasilkan oleh Negara Jerman. 2) Protes terhadap Undang-Undang atau peraturan lainnya dari negara bagian Jerman, sepanjang Mahkamah Konstitusi negara bagian tidak memiliki wewenang untuk mengadili permohonan tersebut. 3) Protes terhadap Keputusan Dinas Pemerintah 4) Protes terhadap Putusan dari Pengadilan 5) Protes terhadap tindakan atau tidak dilaksanakannya tindakan oleh organ yang bersangkutan. Contoh Kasus Kasus Pelanggaran HAM oleh Negara188 Dari semua kasus yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi Jerman, sebagian besar merupakan kasus pelanggaran Hak-hak Dasar Warga. Mayoritas kasus tersebut tidak membawa kemenangan untuk pemohon. Kasus ini, meskipun pada akhirnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi Jerman, sangat terkenal, dalam kasus No. -2 BVR 1436/02- Seorang guru muslim Jerman keturunan Irak mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi Jerman, berkaitan dengan putusan yang ia terima di Bundesverwaltungsgerich (Mahkamah Administrasi Negara). Dalam putusannya, Bundesverwaltungsgericht tidak mengabulkan permohonannya agar ia tetap dapat mengenakan pakaian muslimah (jibab) pada saat ia mengajar di sekolah. Pengajuan permohonan ini bertalian dengan Undang-undang di negara bagian BadenWuertemberg Jerman, yang melarang pengajar untuk menggunakan jilbab di sekolah. Alasan pemohon, larangan tersebut bertentangan dengan kebebasan beragama dan menjalankan perintah agama. Mahkamah Konstitusi Jerman memutuskan tidak mengabulkan permohonan dari si pemohon, dengan alasan seorang pengajar disebutkan akan melanggar kewajibannya sebagai pengajar, apabila ia mengajar dengan menggunakan busana yang menggunakan simbol-simbol tertentu, yang mana simbol tersebut akan menyebabkan konflik berat dalam hubungan persekolahan. Pemakaian busana 187
Ibid.
188
Ibid, 35-36.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009
muslim sewaktu mengajar melanggar ketentuan netralitas dari seorang pegawai negeri. Hak mendasar dilindungi bagi seorang pegawai negeri, sepanjang tidak menimbulkan pertentangan politis, dan tidak menjadikan halangan bagi pegawai negeri untuk menjalankan fungsinya tersebut.
Pemeriksaan constitutional..., Rike Yolanda Sari, FHUI, 2009