HUKUM DAGANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
Panji Susilo (2012020338) 03 HUKMD 417
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN 2013
Kata pengantar Puji Syukur saya panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah HUKUM DAGANG pada semester 3, di tahun ajaran 2013, dengan judul “Kepailita dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”.
Saya sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, Saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan saya, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi pengetahuan bagi pembaca tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Penyusun
Daftar isi
Kata Pengantar
i
Bab I Kepailitan
A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L.
Pendahuluan Dasar hukum kepailitan Sejarah hukum kepailitan di Indonesia Pengertian kepailitan Syarat-syarat kepailitan dan pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit Pengertian utang dalam kepailitan Pihak-pihak yang terlibat dalam proses kepailitan Akibat hukum pernyataan pailit Verifikasi (pencocokan) piutang dan rapat verifikasi piutang Perdamaian (accord) Insolvensi Rehabilitasi
1 1 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7
Bab II Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
A. B. C. D.
Maksud dan tujuan PKPU Yang berhak mengajukan PKPU Akibat putusan PKPU Berakhirnya PKPU
8 8 8 9
Bab I KEPAILITAN A. Pendahuluan Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanam modal, penerbitan obligasi maupun cara lain yang diperbolehkan, telah menimbulkan banyak permasalahan penyelesaian utang piutang dalam masyarakat. Krisis moneter yang melanda negara asia termasuk Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan yang besar terhadap perekonomian dan perdagangan nasional. Kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usahanya sangat terganggu, bahkan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya juga tidak mudah, hal tersebut sangat mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utangnya. Keadaan tersebut berakibat timbulnya masalah-masalah yang berantai, yang apabila tidak segara diselesaikan akan berdampak lebih luas, antara lain hilangnya lapangan kerja dan permasalahan sosial lain yang mengakibatkan memburuknya pembangunan perekonomian nasional. Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan perekonomian nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang, yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah uatang piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif. Atas dasar itulah maka diberlakukan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 yang merupakan perubahan/ penyempurnaan / pembaharuan terhadap Undang-undang Kepailitan yang telah ada sebelumnya.
B. Dasar hukum kepailitan 1. 2.
Undang-Undang kepailitan No. 37 tahun 2004 Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 31. Peraturan perundang-undangan di luar Undang-Undang kepailitan seperti antara lain: a. KUHPerdata, misalnya pasal 1139, 1149, 1134, dan lain-lain; b. KUHPidana, misalnya pasal 396, 397, 398, 399, 400, 520, dan lain-lain; c. Undang-Undang PT No. 40 Tahun 2007, misalnya Pasal 93 ayat (1), Pasal 110 ayat (3), Pasal 3 ayat (2) huruf b,c dan d, Pasal 104, Pasal 115, dan lain-lain. d. Undang-Undang tentang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996. e. Peraturan Perundang-undangan di bidang Pasar Modal, Perbankan, Perusahaan BUMN dan lainlain.
C. Sejarah hukum kepailitan di Indonesia
Pada mulanya kepailitan terhadap pedagang (pengusaha) diatur dalam buku ketiga Wetboek van koophandel (W.v.K/KUH Dagang) yang berjudul van de voorzieningen in geval van overmogen van kooplieden (peraturan tentang ketidakmampuan pedagang) yang termuat dalam Pasal 749 sampai dengan Pasal 910 W.v.K/KUH dagang. Sedangkan kepailitan untuk bukan pedagang (pengusaha) diatur dalam Reglement op de rechtvordering atau biasa di singkat Rv (S.1847-53 juncto 1849-63), Buku Ketiga, Bab ketujuh yang berjudul van den Staat van Kennelijk Onvermogen (Tentang Keadaan Nyata-nyata Tidak Mampu) dalam Pasal 899 sampai dengan Pasal 915. Adanya dua buah peraturan kepailitan ini dalam pelaksanaannya telah menimbulkan banyak kesulitan, diantaranya ialah : 1. 2. 3. 4.
Banyak formalitas yang harus ditempuh Biaya tinggi Terlalu sedikit bagi kreditur untuk dapat ikut campur terhadap jalannya proses kepailitan Pelaksanaan kepailitan memakan waktu yang lama.
Atas dasar kesulitan-kesulitan tersebut maka disusunlah peraturan kepailitan yang lebih sederhana, dengan biaya yang tidak banyak dan lebih mudah dalam pelaksanaannya, yaitu dengan diundangkannya pada tahun 1905 Faillissementsverordening/Peraturan kepailitan (S.1905-217). Peraturan ini lengkapnya bernama verordening op het faillisement en de surseance van betaling voor de europeanen in nederlands indie (peraturan untuk kepailitan dan penundaan pembayaran untuk orang-orang eropa di hindia belanda). Peraturan kepailitan ini kemudian dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 november 1906 berdasarkan verordening ter invoering van de faillisementsverordening (S.1906-348). Dengan berlakunya peraturan kepailitan ini (S.1905-217 juncto S.1906-348) maka dicabutlah: 1. 2.
Seluruh buku ketiga WvK/KUHDagang Reglement op de Rechtsvordering/Rv buku ketiga, bab ketujuh, Pasal 899 sampai dengan Pasal 915.
Pada bulan juli 1997 terjadilah krisis moneter di Indonesia yang diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang AS. Hal ini telah mengakibatkan utang-utang para pengusaha Indonesia dalam valuta asing, terutama terhadap para kreditur luar negeri menjadi membengkak luar biasa, sehingga banyak sekali debitor tidak mampu membayar utang-utangnya. Masyarakat kreditor mulai mencari saranayang dapat digunakan untuk menagih tagihannya dengan memuaskan. Mengingat upaya restrukturisasi utang masih belum dapat diharapkan akan berhasil baik, sedangkan upaya melalui Peraturan Kepailitan (S.1905-217 juncto S.1906-348) yang berlaku dapat sangat lambat prosesnya dan tidak dapat dipastikan hasilnya, maka masyarakat kreditor dan IMF menghendaki agar Peraturan Kepailitan Indonesia secepatnya dapat diganti atau diubah sebagai sarana penyelesaian utang-utang pengusaha Indonesia kepada kreditornya. Atas dasar alasan tersebut maka pemerintah pada tanggal 22 april 1998 telah mengeluarkan Peratutan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang kepailitan. Perpu Kepailitan ini telah mengubah dan menambah ketentuan peraturan Kepailitan sebagaimana terdapat dalam S.1905-217 juncto S.1906-348. Kemudian pada tanggal 9 september 1998 Pepru No. 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan tersebut setelah diajukan ke DPR ditetapkan menjadi Undang-undang No. 4 Tahun 1998. Namun demikian ketentuan kepailitan
yang baru tersebut dalam prateknya masih dianggap belum juga memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum mayarakat. Maka pada tanggal 18 Oktober 2004 telah disahkan Undang-undang Nomor: 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sehingga peraturan kepailitan yang diatur dalam Undang-undang No. 4 tahun 1998 maupun yang terdapat dalam .1905-217 juncto S.1906-348 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
D. Pengertian Kepailitan Dalam Pasal 1 diktum 1 UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004, kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh curator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana di atur dalam UU ini. Kepailitan terjadi karena ada utang piutang. Tujuan utama kepailitan agar harta kekayaan debitur yang masih tertinggal oleh kurator dapat dibagi-bagikan kepada para kreditur dengan memperhatikan hak mereka masingmasing. Hubungan Kepailitan dengan pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPerdata ◊
Lembaga kepailitan merupakan realisasi dari pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata yang mengatur mengenai tanggung jawab debitur terhadap seluruh utang-utangnya.
◊
Pasal 1131 (jaminan umum) : segala harta kekayaan debitor akan menjadi jaminan umum bagi perutangannya dengan semua kreditor. (kedudukan sama)
◊
Pasal 1132 (jaminan khusus) : kreditur yang di utamakan, mereka yang memiliki hak yang dilahirkan karena piutang yang diistimewakan dari gadai, hipotek, maupun jaminan fidusia.
◊
Ada 2 macam kreditur dalam kepailitan : 1.
2.
Kreditur konkuren (dalam kepailitan) : mempunyai hak yang sama, mempunyai hak atas pelunasan hutang oleh debitur ketika jatuh tempo, debitur tidak menggunakan jaminan jadi kedudukannya sama. Kreditur preferent : kreditur yang mempunyai hak jaminan khusus.
E. Syarat-syarat kepailitan dan Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 “debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit oleh keputusan pengadilan, baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.” ◊
Syarat kepailitan : 1. 2.
Adanya debitur yang tidak membayar utang. Adanya lebih dari satu kreditur.
3. 4. 5. 6.
7.
◊
Adanya lebih dari satu utang. Minimal satu utang sudah jatuh tempo. Minimal satu utang sudah dapat ditagih. Permohonan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang yaitu : a. Pihak debitur b. Satu atau lebih kreditur c. Jaksa untuk kepentinagan umum d. Bank Indonesia jika debiturnya bank e. Bapepam jika debiturnya perusahaan efek f. Menteri keungan jika debiturnya perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau BUMN yang banyak bergerak dibidang kepentingan publik Pernyataan pailit diputus oleh Pengadilan Niaga
Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit : 1. 2.
Orang perorangan Badan hukum
F. Pengertian utang dalam kepailitan UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 pasal 1 ayat 6, utang yaitu kewajiban yang dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontijen yang timbul karena perjanjian atau UU dan wajib dipenuhi oleh debitor dan dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.
G. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses kepailitan 1.
2. 3. 4. 5.
Pihak Pemohon Pailit, yang dapat mengajukan permohonan kepailitan kepada pengadilan niaga, adalah : a. Pihak debitur itu sendiri b. Salah satu atau lebih dari para kreditur c. Pihak kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum d. Pihak bank Indonesia jika debiturnya adalah bank e. Pihak bapepam jika debiturnya adalah suatu perusahaan efek f. Menteri keuangan jika debitur merupakan perusahaan asuransi,dana pensiun, atau BUMN yang bergerak dibidang kepentingan publik Debitur pailit : yang dimohonkan pailit ke pengadialan yang berwenang , perseorangan/badan hukum. Hakim Pengadilan Niaga Hakim pengawas : hakim untuk mengawasi pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator. Kurator : merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam suatu proses perkara pailit, karena tugas umum kuratur adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan terhadap harta pailit.
6.
Pada umumnya kurator, advokat yang memiliki izin kurator yang sudah ikut sekolah dan ujian khusus dan disumpah. Panitia kreditur : pihak yang mewakili kreditur, sehingga panitia kreditur tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum para kreditur.
H. Akibat hukum pernyataan pailit 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
Terjadinya sitaan umum terhadap harta kekayaan debitur pailit. Kepailitan hanya terhadap harta kekayaan, tidak mengenai diri pribadi si debitur, misalnya debitur masih dapat melangsungkan pernikahan walaupun ia sudah dinyatakan pailit. Segala perikatan debitur pailit yang timbul setelah putusan pailit diucupkan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali jika perikatan itu menguntungkan. Harta pailit diurus dan dikuasi kurator untuk kepentingan semua para kreditor dan debitur, sedangkan jalannya kepailitan dipimpin serta diawasi oleh hakim pengawas. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Semua tuntutan atau gugatan yang bertujuan mendapatkan pelunasan dari harta pailit selama kepailitan harus diajukan dengan laporan untuk pencocokan utang. Kreditur yang dijamin dengan hak gadai, hak tanggungan, hak hipotik, jaminan fudisia dapat melaksanakan hak tanggungannya seolah-olah tidak ada kepailitan. Pihak kreditur yang mempunyai hak menahan barang milik debitur pailit sampai di bayar tagihannya(hakretensi), tidak kehilangan hak untuk menahan barang debitur pailit tersebut meskipun ada putusan pailit. Hak eksekusi kreditur yang dijamin sebagaimana disebut dalam pasal 55 ayat 1 UUK (kreditur separatis/kreditur dengan jaminan khusus) dan pihak ke 3 untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau kurator, ditangguhkan maksimum untuk waktu 90 hari setelah putusan pailit di ucapkan.
I. Verifikasi (pencocokan) piutang dan rapat verifikasi utang Pencocokan piutang adalah salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan piutang inilah nantinya ditentukan pertimbangan dan urutan hak dari masingmasing kreditur, yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak putusan pernyataan paiilit mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal ini, hakim pengawas dapat menetapkan: a. b. c.
Batas akhir pengajuan tagihan Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak. Hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan utang.
Rapat verifikasi adalah rapat pendaftaran utang-piutang, pada langkah ini dilakukan pendataan berupa jumlah utang dan piutang yang dimiliki oleh debitur. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masingmasing kreditur.
J. Perdamaian (Accord) Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang. Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh hakim pengawas dan panitera pengganti. Berita acara rapat tersebut harus memuat (pasal 154 UU No. 37 tahun 2004) : 1. 2. 3. 4. 5.
Isi perdamaian Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap; Suara yang dikeluarkan; Hasil pemungutan suara; dan Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat.
Namun demikian, pengadilan wajib menolak pengesahan perdamaian apabila terjadi hal-hal berikut (pasal 159 ayat 2 UU No.37 Tahun 2004) 1. 2. 3.
Harta debitur, termasuk benda yang akan dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda terhadap benda itu jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui dalam perdamaian. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin Perdamaian itu terjadi karena penipuan atau persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama.
K. Insolvensi Adalah suatu kejadian dimana harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang hasil penjualannya akan dibagikan kepada kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam akor. Dengan adanya insolvensi tersebut, maka kurator/balai harta peninggalan mulai mengambil tindakan yang menyangkut pembesaran harta pailit, yaitu : 1. 2. 3.
4.
Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan terhadap piutang-piutang si pailit yang mungkin ada ditangan pihak ketiga. Melanjutkan pengelolaan perusahaan si pailit apabila dipandang menguntungkan. Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor, dan jumlah tagihan yang disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut. Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan itu.
Dengan demikan: 1. 2.
Apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan berakhir. Debitur kemudian akan kembali dalam keadaan semula dan tidak lagi dibawah pengawasan kurator/balai harta peninggalan.
L. Rehabilitasi
Setelah berakhirnya kepailitan, para debitur dan ahli warisnya berhak untuk mengajukan permohonan rehabilitasi kepada pengadilan yang dulu menjatuhkan putusan pernyataan pailit tersebut. Rehabilitasi adalah usaha pemulihan nama baik kreditur, akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika tidak perdamaian di tolak maka rehabilitasi tidak ada.
Bab II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
A. Maksud dan Tujuan PKPU PKPU diatur dalam bab III UU No. 37 Tahun 2004 tentang UU kepailitan dalam pasal 222-294. Menurut pasal 222 UUK, debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon
penundaan kewajiban pembayaran utang,dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Maksud dari ketentuan pasal 222 UUK mengenai PKPU ini pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur konkuren. Tujuan PKPU adalah untuk memungkinakan seseorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.
B. Yang berhak mengajukan PKPU 1. 2. 3. 4. 5.
Debitor Kreditor Pihak bank Indonesia jika debiturnya adalah bank Pihak bapepam jika debiturnya adalah suatu perusaan efek Menteri keungan jika debiturnya merupakan perusahaan asuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan public.
C. Akibat Putusan PKPU 1. 2. 3. 4. 5.
SelamaPKPU berlangsung, terhadap debitor tidak dapat diajukan permohonan pailit Diangkatnya seorang hakim pengawas yang tugasnya mirip dengan hakim pengawas dalam kepailitan Diangkatnya seorang atau lebih pengurus yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kekayaan debitor. Debitor tetap dapat melakukan tindakan pengurusan dan pengalihan atas kekayaan asalkan mendapat persetujuan pengurus. Tindakan debitor atas kekayaannya tanpa persetujuan pengurus adalah tidak mengikat kekayaannya.
D. Berakhirnya PKPU 1. 2. 3.
Atas permintaan hakim pengawas Atas permintaan satau atau lebih kreditor Atas prakasa pengadilan niaga, dalam hal: a. Debitor, selama waktu PKPU bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya. b. Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan krediturnya. c. Debitor melakukan pelanggaran pasal 240 ayat 1 UUK. d. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau sesudah PKPU di berikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitor. e. Selama waktu PKPU, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkan PKPU; atau f. Keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap kreditor pada waktunya.
Apabila PKPU diakhiri berdasarkan pasal 225 ayat 1 UUK, maka debitor harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama, dengan demikian berlakulah ketentuan mengenai kepailitan.