1
HUBUNGAN STATUS KESEHATAN, AKTIVITAS FISIK, DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEMANDIRIAN LANSIA DI DESA CINIRU, KECAMATAN CINIRU, KABUPATEN KUNINGAN
FIKA RAFIKA NURHALIMAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Status Kesehatan, Aktivitas Fisik, dan Dukungan Sosial dengan Kemandirian Lansia di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016
Fika Rafika Nurhalimah NIM I14120052
4
\\\\\\\\
5
ABSTRAK FIKA RAFIKA NURHALIMAH. Hubungan Status Kesehatan, Aktivitas Fisik, dan Dukungan Sosial dengan Kemandirian Lansia di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara status kesehatan, aktivitas fisik, dan dukungan sosial dengan kemandirian lansia di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Sejumlah 66 orang lansia diikutsertakan dalam penelitian ini dengan kriteria inklusi meliputi lansia dengan usia 65-80 tahun, tidak pikun, dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Cara pengambilan data menggunakan metode wawancara dengan alat bantu kuesioner. Hasil menunjukkan bahwa status kesehatan contoh tergolong tinggi, dan sebagian besar status gizi contoh (63.6%) tergolong normal. Sebagian besar contoh tergolong beraktivitas ringan, dan contoh memperoleh dukungan sosial yang tinggi serta kemandiran yang tinggi pula. Tidak terdapat hubungan signifikan (p>0.05) antara status kesehatan dengan aktivitas fisik. Tidak terdapat pula hubungan signifikan (p>0.05) antara status kesehatan, aktivitas fisik dan dukungan sosial dengan kemandirian lansia, namun terdapat hubungan signifikan (p<0.05) antara umur dengan kemandirian lansia. Kata Kunci: Aktivitas fisik, dukungan sosial, kemandirian lansia, status gizi, status kesehatan, umur
ABSTRACT FIKA RAFIKA NURHALIMAH. The correlation of health status, physical activity, and social support with independence in elderly in Ciniru Village, Ciniru Subdistrict, Kuningan. Supervised by SITI MADANIJAH. The study aimed to analyze the association between health status, physical activity, and social support with independence in elderly in Ciniru Village, Ciniru Subdistrict, Kuningan Regency. The design of this study was a cross sectional study. A number of 66 elderly were participated in this study. The criteria for inclusion were 65-80 years old, don’t suffered demensia, and prepare for participation this study. Data collected by interview method using questionnaire. The result showed that health status subject relatively high and mostly the samples of nutritional status are normal. Mostly those are included into light activity, samples getting high social support, and also high independence. Based on Spearman correlation, there was no significant correlation (p>0.05) between health status with physical activity. There was also no significant correlation (p>0.05) between health status, physical activity and social support with independence in elderly, but there was significant correlation (p<0.05) between age with independence in elderly. Keyword: Age, health status, independence in elderly, nutrition status, physical activity, social support
6
7
HUBUNGAN STATUS KESEHATAN, AKTIVITAS FISIK, DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEMANDIRIAN LANSIA DI DESA CINIRU, KECAMATAN CINIRU, KABUPATEN KUNINGAN
FIKA RAFIKA NURHALIMAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
8
10
11
PRAKATA Bismillahirahmanirahim. Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Status Kesehatan, Aktivitas Fisik, dan Dukungan Sosial dengan Kemandirian Lansia di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan akademik atas waktu, bimbingan, dukungan dan masukannya dalam penyusunan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku moderator seminar dan dosen penguji atas waktu dan masukannya dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Keluarga besar tercinta: Mamah (Unasih), Apih (Achmad), Teteh, Aa, keponakan, dan keluarga besar lainnya atas kasih sayang yang luar biasa, dukungan serta doa yang tiada hentinya kepada penulis. 4. Kepada masyarakat Desa Ciniru atas dukungan dan kerjasamanya selama pengambilan data penelitian. 5. Teman-teman HIMAGIZI khususnya BPH Kadiv periode 2014/2015 dan divisi PPG yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doanya kepada penulis. 6. Sahabat seperjuangan Ririn Apriani, S.Gz atas bantuan, dukungan dan motivasi selama pengambilan data penelitian sampai akhir penyusunan skripsi ini. 7. Sahabat tercinta: Fitriyani, Wilda, Yolandina, Meisya, Aulia Ratnadianti, S.Gz, Hanifah, Diva, Ghina, Ajeng, Novia, Wijiyanti, Jeallyza MA, S.Gz, Melda, Tiara (Aya), Iersa, NA Shofiyyatunnisaak, Seila Pramadania, S.Gz, dan Levita serta keluarga AKG 49 yang selalu memberikan semangat dan doa bagi kelancaran penyusunan skripsi ini. 8. Sahabat tersayang: Isti Suistiandari, Dara Fonna, S.T, dan Fida Zahra S yang selalu memberikan bantuan, dukungan serta doa bagi kelancaran penulisan skripsi ini. 9. Seluruh dosen, tenaga kependidikan dan tata usaha Departemen Gizi Masyarakat, seluruh kakak dan adik tingkat, serta seluruh teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan yang diberikan. Penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan yang penulis lakukan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dengan pahala dan kebaikan yang lebih besar dan semoga skripsi ini memberikan manfaat. Bogor, Juli 2016
Fika Rafika Nurhalimah
12
13
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
Vi
DAFTAR GAMBAR
Vi
DAFTAR LAMPIRAN
Vi
PENDAHULUAN
1
Latar belakang
1
Perumusan masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Hipotesis Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
4
METODE
6
Desain, Tempat, dan Waktu
6
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh
6
Jenis, dan Cara Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN
10 11
Karakteristik Contoh
11
Karakteristik Keluarga
12
Konsumsi Pangan Contoh
13
Status Kesehatan Contoh
15
Status Gizi Contoh
17
Aktivitas Fisik Contoh
17
Dukungan Sosial terhadap Contoh
19
Kemandirian lansia
22
Hubungan antar Variabel
23
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
33
14
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Jenis data, variabel dan cara pengumpulan data Kategori tingkat kecukupan zat gizi makro Kategori tingkat kecukupan zat gizi mikro Kategori status gizi lansia Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi mikro Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit Sebaran contoh berdasarkan frekuensi dan lama sakit Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan Sebaran contoh berdasarkan status gizi Alokasi waktu berdasarkan aktivitas fisik Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik Sebaran contoh berdasarkan anggota keluarga Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial Sebaran contoh berdasarkan kemandirian lansia Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan dengan aktivitas fisik Sebaran contoh berdasarkan umur dengan kemandirian lansia Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan dengan kemandirian lansia 22 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik dengan kemandirian lansia 23 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial dengan kemandirian lansia
7 9 9 10 11 12 13 14 15 16 16 17 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran hubungan status kesehatan, aktivitas fisik dan dukungan sosial dengan kemandirian lansia di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan.
5
DAFTAR LAMPIRAN 1
Kuesioner penelitian
31
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi lansia di dunia tumbuh lebih dari 795 000 setiap bulan dan diperkirakan lebih dari dua kali lipatnya pada tahun 2025. Jumlah penduduk lansia akan terdapat lebih dari 800 juta orang berusia diatas 65 tahun, dua per tiga dari populasi negara berkembang (Kinsella et al. dalam Papalia 2009). Menurut Kemenkes (2013) populasi lansia di Indonesia akan lebih tinggi dari pada populasi di wilayah Asia dan dunia pada tahun 2050. Tahun 2010 jumlah penduduk lansia mencapai 9.7% dengan usia harapan hidup 66.2 tahun. Peningkatan terjadi pada tahun 2013 mencapai 6.6% dari jumlah lansia 25 juta, dan usia harapan hidup 69 tahun. Menurut BPS (2000), jumlah lansia meningkat 9.99% dari seluruh penduduk Indonesia dengan usia harapan hidup 65-70 tahun. Jumlah ini akan terus meningkat dan pada tahun 2020 diproyeksikan jumlah lansia akan mencapai 11.34%. Penduduk lanjut usia dengan usia harapan hidup 70-75 tahun diperkirakan akan mencapai 30 juta orang pada tahun 2020. Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia disebabkan oleh keberhasilan pembangunan yang berdampak pada pelayanan kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik. Pertumbuhan lanjut usia ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari akibat dari proses transisi demografi yaitu perubahan tingkat kelahiran yang semakin tinggi karena angka kematian rendah. Peningkatan jumlah penduduk lansia di Indonesia ini dapat memberikan beban dan tantangan untuk pemerintah, yaitu pemerintah akan menghadapi triple burden. Triple burden adalah kondisi di mana angka kelahiran meningkat serta terjadi peningkatan angka beban tanggungan penduduk lansia produktif terhadap kelompok lansia tidak produktif (Kemenkes 2014). Lanjut usia merupakan seseorang yang sudah mengalami proses penuaan dan perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial yang akan memengaruhi fungsi dan kesehatan tubuhnya. Jumlah penduduk lanjut usia yang semakin bertambah harus menjadi perhatian khusus pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia harus merumuskan kebijakan dan program yang dikhususkan untuk kelompok lanjut usia. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya usia maka masalah kesehatan pada lansia akan bertambah. Menurut Tamher dan Noorkasiani (2009), umumnya lansia akan mengalami penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Perubahan tersebut dapat berpengaruh pada kesehatannya sehingga lansia sering mengalami sakit. Menurut Swamilaksita (2008), penurunan fungsi organ tubuh dan berbagai perubahan fisik merupakan proses dari pertambahan usia. Penurunan tersebut terjadi pada semua tingkat seluler, organ, dan sistem. Hal ini akan meningkatkan kejadian penyakit pada lansia. Kemunduran dan kelemahan yang dialami lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor gizi, dan pola hidup yang tidak sehat. Menurut Adriani dan Wirjatmadi (2012), masyarakat yang paling berisiko mengalami gangguan kesehatan adalah kelompok lanjut usia. Hal ini dapat mengakibatkan disabilitas fungsional fisik serta gangguan terhadap pola makannya. Oleh karena itu, pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan
2
dan mutu kehidupan lanjut usia sehingga akan terciptanya masa tua yang bahagia dan sehat. Lanjut usia merupakan masa tua yang akan dihadapi dan dijalani oleh semua manusia yang hidup. Memasuki masa tua dengan sejahtera dan sehat menjadi dambaan semua individu. Individu dengan menjalani masa tua yang aktif, sehat dan sejahtera tentu saja akan berdampak pada psikologisnya yang sehat. Berbeda dengan kondisi masa tua yang passive akan mengakibatkan emosional seseorang menurun. Hal tersebut dapat berdampak pada kesehatan fisiknya, sehingga mengakibatkan cepat stress dan kesehatan terganggu. Menurut Bruno et al. (1992), penuaan merupakan suatu fenomena yang normal dan pasti akan terjadi pada semua anggota penduduk. Hal ini terkait dengan kondisi fisiologi yang menurun dan disertai oleh meningkatnya penyakit, stress dan kecelakan. Kondisi tersebut mengharuskan adanya kesiapan lansia dalam menerima perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik, dan kehidupan sosialnya. Bahaya psikologis pada lansia memiliki dampak yang besar. Oleh sebab itu, pemerintah perlu menunjang kondisi hidup para lansia agar dapat menjalani masa tua dengan baik dan memuaskan, serta dipastikan lansia tidak tertekan dalam memasuki masa lansia. Memasuki usia lanjut tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak meliputi keluarga dan orang-orang di lingkungan sekitar. Dukungan tersebut membantu lansia dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi. Dukungan sosial ini dapat bersumber dari keluarga terdekat, bagi lansia dukungan keluarga adalah yang terpenting. Menurut Kaur et al. (2015), dukungan keluarga akan berpengaruh terhadap masalah kesehatan dan kejiwaan lansia, sehingga dukungan keluarga berperan penting bagi kualitas hidup lansia. Penuruan dan perubahan fisik yang terjadi dapat menyebabkan lansia memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap orang-orang disekitarnya. Ketergantungan lansia disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas fisik yang dapat membatasi kemandirian lansia dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Oleh sebab itu, lansia akan merasakan tidak berdaya dan tidak berharga lagi sehingga akan menimbulkan beban mental pada usia lanjut. Tuntutan profesi atau pekerjaan yang semakin bertumbuh cepat dan menyita hampir semua waktu sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan perhatian dan perawatan lebih kepada orang tuanya. Hal tersebut menyebabkan orang tua yang memasuki usia lanjut akan merasa terabaikan secara sosial, budaya dan psikologis, merasa terasingkan dan kesepian. Zaman moderen ini sudah banyak sekali lembaga-lembaga yang berperan dalam menjalankan dan mengambil alih fungsi-fungsi yang telah ditinggalkan atau diabaikan oleh keluarga. Bagaimanapun, terdapat perbedaan dalam perkembangan psikologis, kesehatan dan kemandirian lansia yang tinggal di suatu lembaga atau keluarga. Menurut Hilcoat (2014), tinggal bersama keluarga dan tinggal di lingkungan rumah merupakan lokasi yang ideal bagi seorang lansia dalam menjalankan hidupnya secara mandiri. Sedangkan, pribadi yang tinggal disuatu kelembagaan akan menyebabkan kemunduran dalam kemandirian dan lansia cenderung merasakan kesepian. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Status Kesehatan, Aktivitas Fisik, dan Dukungan Sosial dengan Kemandirian Lansia di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan”.
3
Perumusan Masalah Permasalahan yang terjadi telah dijelaskan di latar belakang, sehingga peneliti dapat merumuskan masalah pada penelitian yaitu : 1. Bagaimana status kesehatan dan status gizi penduduk lansia di Desa Ciniru? 2. Bagaimana aktvitas fisik para lansia di Desa Ciniru? 3. Bagaimana konsumsi pangan pada lansia di Desa Ciniru? 4. Bagaimana kondisi dukungan sosial tehadap lansia di Desa Ciniru? 5. Bagaimana hubungan umur, status kesehatan, aktifitas fisik serta dukungan sosial dengan kemandirian lansia?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status kesehatan, aktivitas fisik, serta dukungan sosial dengan kemandirian lansia di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan). 2. Mengidentifikasi status sosial ekonomi keluarga 3. Mengidentifikasi status kesehatan dan status gizi contoh. 4. Mengidentifikasi aktivitas fisik contoh 5. Mengidentifikasi tingkat kecukupan energi dan protein 6. Mengidentifikasi tingkat kecukupan kalsium dan fosfor 7. Mengidentifikasi dukungan sosial dan kemandirian lansia 8. Menganalisis hubungan status kesehatan dengan aktivitas fisik 9. Menganalisis hubungan umur, status kesehatan, aktifitas fisik serta dukungan sosial dengan kemandirian lansia.
Hipotesis 1. Terdapat hubungan positif antara status kesehatan dengan kemandirian lansia 2. Terdapat hubungan positif antara aktivitas fisik dengan kemandirian lansia 3. Terdapat hubungan positif antara dukungan keluarga dengan kemandirian lansia
Manfaat Penelitian Penelitian ini secara khusus diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya dukungan keluarga pada lansia.
4
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi terhadap warga dan pemerintah setempat tentang pentingnya status gizi, aktivitas fisik yang dapat memengaruhi status kesehatan dan akan berpengaruh terhadap kemandirian. Secara umum, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk semua pihak. Bagi perguruan tinggi diharapkan juga sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penggembangan penelitian, dan pengabdian masyarakat.
KERANGKA PEMIKIRAN Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini mengalami kemajuan diberbagai bidang. Kemajuan dibidang kesehatan akan berdampak pada meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan. Dampak dari pelayanan kesehatan yang membaik akan meningkatkan UHH, sehingga mengakibatkan meningkatnya penduduk lanjut usia dari tahun ke tahun (Bandiyah 2009). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi lansia dalam mempertahankan kemandiriannya diantaranya umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, serta adanya dukungan dari lingkungan setempat baik itu dari keluarga maupun masyarakat. Selain itu, keadaan umum seperti ekonomi, jumlah keluarga dan pendidikan contoh juga dapat mempengaruhi konsumsi pangan, dan status kesehatannya. Menurut Zaddana (2011), menyatakan bahwa konsumsi pangan adalah jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang tertentu dengan jumlah tertentu. Konsumsi makanan yang lebih beragam dapat memperbaiki kecukupan akan zat-zat gizi dan menunjukkan perlindungan terhadap serangan berbagai penyakit kronik yang berhubungan dengan proses penuaan (Wirakusumah 2001). Asupan zat gizi yang baik akan berhubungan dengan status gizi yang baik pula. Status kesehatan adalah kondisi kesehatan seseorang dan penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan kesehatan seseorang. Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh status gizi lansia, karena ketika status gizi lansia baik maka dapat dikatakan status kesehatannya tergolong baik. Secara teori lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup prima. Menurut Bean (2009), menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah semua kegiatan yang dilakukan baik itu pekerjaan rumah maupun hanya berjalan-jalan. Jumlah kalori yang dikeluarkan tergantung pada berat badan, jenis pekerjaan yang dilakukan dan lamanya waktu beraktivitas. Kondisi fisik lansia yang semakin menurun dengan bertambahnya usia mengakibatkan aktivitas fisik yang dilakukan semakin rendah. Dukungan sosial adalah salah satu cara individu membantu individu lain untuk kesulitan yang sedang dialami (Devoldre et al.2010). Menurut Kaur et al. (2015), dukungan keluarga akan berpengaruh terhadap masalah kesehatan dan kejiwaan lansia, sehingga dukungan keluarga berperan penting bagi kualitas hidup lansia. Menurut Hillcoat (2014), konsep nyata dari kemandirian adalah melakukan segala sesuatunya secara mandiri tanpa ada bantuan tangan dari orang lain.
5
Karakteristik individu : 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Berat Badan 4. Tinggi Badan \ 5. Pendidikan
Karakteristik Keluarga: 1. Jumlah keluarga 2. Pendapatan keluarga
Konsumsi Pangan
Asupan Energi dan Zat Gizi Tingkat Kecukupan Gizi
Status Gizi
Status Kesehatan Jenis penyakit Frekuensi penyakit Lamanya hari sakit
Aktivitas Fisik : Jenis Aktivitas Alokasi Waktu untuk aktivitas fisik 1.
Kemandirian lansia
Dukungan Sosial Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan status kesehatan, aktivitas fisik, dan dukungan sosial dengan kemandirian lansia di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru
6
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Desain tersebut dipilih untuk mengetahui hubungan status kesehatan, aktivitas fisik, dukungan sosial dengan kemandirian lansia. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa jumlah penduduk lansia di Desa Ciniru cukup tinggi sebanyak 162 jiwa dari jumlah penduduk 1498 jiwa, dan jumlah kepala keluarga sebanyak 449. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Februari hingga 5 Maret 2016.
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan. Penarikan contoh menggunakan non probability sampling yaitu pemilihan sampel tidak dilakukan secara acak. Penentuan populasi yang akan dijadikan contoh dalam penelitian ini atas dasar persyaratan inklusi yaitu lansia dengan usia 65-80 tahun, tidak pikun dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Adapun kriteria ekslusi yaitu lansia yang menderita pikun, tulang punggung yang bungkuk, kesulitan dalam mendengar dan kesulitan dalam berkomunikasi. Perhitungan jumlah minimal berdasarkan rumus Slovin yaitu: 𝑛=
N 1 + Nd2
Keterangan: n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi nd2 = Kelonggaran ketidaktelitian pengambilan sampel (10%) Hasil dari perhitungan jumlah contoh (n) berdasarkan rumus di atas adalah 62 orang. Contoh yang diambil pada penelitian ini sebanyak 66 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan sekunder. Jenis data primer meliputi data karakteristik individu (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, pendidikan), karakteristik keluarga (jumlah keluarga, pendapatan keluarga), aktivitas fisik (jenis aktivitas, alokasi waktu aktvitas fisik sehari), status kesehatan (jenis penyakit, frekuensi sakit dan lama sakit), serta konsumsi pangan. Pengumpulan data karakteristik individu, karakteristik keluarga, aktivitas fisik, status kesehatan, serta konsumsi pangan dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, sedangkan pengumpulan data berat badan, tinggi badan dilakukan dengan cara pengukuran langsung. Jenis data sekunder yaitu seluruh
7
data jumlah penduduk, dan jumlah penduduk lansia di Desa Ciniru. Data tersebut diperoleh dengan cara meminta kepada pemerintahan Desa Ciniru. No 1
2
3 4
5
6 7 8
Tabel 1 Jenis data, variabel dan cara pengumpulan data Variabel Jenis data Cara pengumpulan data Karakteristik individu Primer -Umur Wawancara dengan kuesioner -Jenis kelamin Wawancara dengan kuesioner -Pendidikan Wawancara dengan kuesioner -Pekerjaan Wawancara dengan kuesioner Karakteristik Keluarga Primer -Jumlah Keluarga Wawancara dengan kuesioner -Pendapatan perkapita Wawancara dengan kuesioner Konsumsi pangan Primer Kuesioner Foof Recall 2 x 24 jam Status gizi Primer Berat badan Pengukuran dengan timbangan digital ketelitian 0.1 kg Tinggi badan Pengukuran dengan stature ketelitian 0.1 cm Status kesehatan Primer -Jenis penyakit Wawancara dengan kuesioner -Frekuensi sakit Wawancara dengan kuesioner -Lama sakit Wawancara dengan kuesioner Aktivitas fisik Primer Kuesioner Recall activity 1x24 jam Kemandirian lansia Primer Kuesioner kemandirian lansia Rachmawati (2014) Dukungan sosial Primer Wawancara dengan kuesioner
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yaitu entry data dan mengkoding digunakan program Microsoft Excel dan Statistical Package for Sosial Science (SPSS). Pemasukan data, pengkodean, pengeditan dan pembersihan data dilakukan sebelum analisis dilakukan. Kenormalan data dilakukan diawal pengolahan untuk mengetahui uji lanjut yang digunakan untuk menganalisis hubungan yaitu menggunakan Uji Kolmogorov-smirnov. Analisis suatu data tergantung jenis data yang digunakan, seperti data karakteristik umum, faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian dianalisis dan diimplementasikan hasilnya secara deskriptif. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik individu dan keluarga (umur, jenis kelamin, jumlah keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan), aktivitas fisik, status kesehatan, status gizi, konsumsi pangan, dukungan sosial, dan kemandirian lansia. Analisis hubugan antarvariabel status kesehatan, aktivitas fisik, dan dukungan sosial menggunakan uji korelasi Spearman.
8
Data usia yang diperoleh melalui wawancara akan diklasifikasikan menjadi dua yaitu 65-74 tahun dan 75-90 tahun. Pengelompokan tersebut berdasarkan klasifikasi usia lanjut menurut WHO. Pengkategorian jenis kelamin dibedakan menjadi dua yaitu laki–laki dan perempuan. Besar keluarga dikelompokkan tiga kategori berdasarkan BPS (2004) yaitu keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga ≤4 orang, keluarga sedang jika jumlah anggota keluarga 5-7 orang, dan keluarga besar jika jumlah anggota keluarga ≥8 orang. Pengukuran kemandirian lansia menggunakan kuesioner yang digunakan dan dikembangkan dari Rachmawati (2014) tentang dukungan sosial dan kemandirian lansia. Variabel kemandirian lansia menggunakan skoring berdasarkan skala Likert. Kemandirian lansia dan dukungan sosial dibagi menjadi empat skala yaitu skor 1-4 (1= tidak pernah, 2= kadang-kadang, 3= sering, 4= selalu). Skor indeks di kategorikan berdasarkan Khomsan (2000) dengan kategori rendah (<60%), sedang (60-80%), dan tinggi (80%). Data pendapatan per kapita diperoleh dari penjumlahan pendapatan yang diperoleh oleh semua anggota keluarga yang sudah bekerja kemudian dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pendapatan per kapita yang didapat digolongkan menjadi tiga tingkatan berdasarkan Puspitawati (2010) yaitu, termasuk keluarga miskin jika pendapatan per kapita <1 Garis Kemiskinan (GK), hampir miskin jika pendapatan per kapita 1GK–2GK dan menengah ke atas jika pendapatan perkapita >2GK. Data Garis Kemiskinan yang digunakan pada penelitian ini adalah Garis Kemiskinan untuk Provinsi Jawa Barat bulan September 2015 yaitu 241 132. Data konsumsi pangan terdiri dari jenis, jumlah, dan frekuensi konsumsi pangan berupa makanan. Data konsumsi lansia diperoleh dengan wawancara menggunakan Food Recall 2x24 jam. Lansia diminta untuk mengingat kembali makanan dan minuman yang dikonsumsi satu hari sebelum waktu wawancara. Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh responden dikonversikan dari ukuran rumah tangga ke ukuran berat dengan menggunakan ukuran yang ada di Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) sehingga diperoleh konsumsinya sendiri (Supariasa et al. 2001). Setelah dikonversi, dihitung kandungan zat gizi energi, protein. Sebelum dilakukan perhitungan terhadap tingkat kecukupan zat gizi maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan konsumsi zat gizi terlebih dahulu. Berikut adalah rumus yang digunakan dalam menghitung konsumsi zat gizi : Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan : Kgij = Kandungan zat gizi–i dalam bahan makanan–j Bj = Berat makanan–j yang dikonsumsi (g) Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 g BDD bahan makanan–j BDDj = Bagian bahan makanan–j yang dapat dimakan Setelah mengetahui zat-zat gizi dari pangan yang dikonsumsi contoh, maka disesuaikan dengan AKG masing-masing zat gizi (zat gizi makro dan zat gizi mikro). AKG=Σ[(BBi/BBj) x zat gizi yang dianjurkan] Keterangan: BBi : berat badan sampel (kg) BBj : berat badan standar (kg)
9
Contoh dengan status gizi kurang, overweight dan obesitas harus menggunakan koreksi berat badan ideal menurut tinggi badan bukan dengan berat badan aktual. Setelah mengetahui zat-zat gizi dari pangan yang dikonsumsi subjek, maka tingkat kecukupan gizi (% AKG) dapat diketahui dengan membandingkan konsumsi zat gizi aktual dengan dengan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan menurut Tabel Angka Kecukupan Gizi 2013 dalam persen. Tingkat kecukupan gizi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994): TKGi = (Ki/AKGi) x 100% Keterangan: TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i AKGi = Angka kecukupan zat gizi i Tingkat kecukupan zat gizi makro seperti energi, protein, lemak dan karbohidrat dikategorikan menjadi empat kategori seperti yang tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Kategori tingkat kecukupan gizi makro Tingkat Kecukupan Kategori <70% Defisit tingkat berat 70-79% Defisit tingkat sedang 80-89% Defisit tingkat ringan 90-119% Normal >120% Kelebihan Sumber: Gibson (2005)
Tingkat kecukupan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral dikategorikan menjadi dua kategori yang tersaji pada Tabel 3. Tabel 3 Tingkat kecukupan gizi mikro Tingkat Kecukupan Kategori <77% Kurang ≥77% Cukup Sumber: Gibson 2005
Data tingkat aktivitas ditentukan berdasarkan hasil recall activity 1 x 24 jam. Rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut: PAL = Keterangan: PAL PAR
𝛴𝑃𝐴𝑅 𝑥 𝑎𝑙𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 \\\\\\\ 24 𝑗𝑎𝑚
= Physical Activity Level (Tingkat aktivitas fisik) = Physical Activity Ratio (Jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu.
Menurut FAO/WHO/UNU 2001, kategori tingkat aktivitas dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan (1.40 ≤ PAL ≤ 1.69), sedang (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99), dan berat (2.00 ≤ PAL ≤ 2.39).
10
Pengkategorian status gizi lansia berdasarkan IMT (Depkes 2003): Tabel 4 Kategori status gizi lansia Kategori Rujukan Kurus <18.5 Gizi Normal 18.5 – 25 Gemuk 25.1-27 Obesitas >27 Sumber: Depkes 2003 Data status kesehatan yang dikumpulkan dihitung dari skor morbiditas dari hasil mengalikan lama hari sakit dengan frekuensi sakit untuk setiap jenis penyakit. Skor morbiditas yang diperoleh akan dikategorikan berdasarkan interval kelas (Sugiono 2009), rendah (0-20), sedang (21-40) dan tinggi (41-60). Sedangkan status kesehatan berbanding terbalik dengan skor morbiditas. Status kesehatan yang tinggi akan menunjukkan skor morbiditas yang rendah. Kategori status kesehatan dibagi menjadi tiga, yaitu: rendah (41-60), sedang (21-40), dan tinggi (0-20). Definisi Operasional Aktivitas fisik merupakan semua kegiatan sehari-hari contoh yang mengeluarkan energi, dan terdapat berbagai kegiatan yang dilakukan. Berat badan merupakan massa tubuh dengan satuan kilogram, biasanya diukur menggunakan timbangan. Contoh merupakan seseorang yang berumur 60 hingga 70 tahun keatas yang bersedia sebagai contoh serta bersedia diwawancara, dan memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik individu merupakan keadaan individu berdasarkan umur, jenis kelamin, data tinggi badan, dan berat badan contoh. Kemandirian Lansia adalah perilaku seorang lansia yang mampu melayani dirinya sendiri memenuhi kebutuhan sehari-hari secara madiri. Lanjut usia merupakan usia yang sudah semakin bertambah dengan kategori usia 60-90 tahun. Status Gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh contoh yang dipengaruhi oleh asupan zat gizi masa lampau yang ditentukan berdasarkan IMT (kg/m2). Status kesehatan merupakan keadaan kesehatan tubuh contoh yang dilihat dari lama sakit, frekuensi sakit, jenis penyakit, dan tindakan pengobatan yang dilakukan. Tinggi Badan merupakan kondisi dari hasil pertumbuhan tubuh yang dapat diukur secara langsung dengan menggunakan microtoise ketelitian 0.1 Konsumsi Pangan adalah jumlah, jenis, dan frekuensi pangan yang dimakan oleh seseorang atau kelompok dalam waktu tertentu. Dukungan sosial adalah bantuan yang didapatkan oleh lansia dari keluarga, ataupun orang-orang disekitarnya berupa dukungan, materi, motivasi, informasi, dan perhatian. Dukungan Instrumental adalah bentuk dukungan yang diberikan melalui bantuan secara fisik (tenaga), materi (uang), dan bentuk fisik lainnya.
11
Dukungan Penghargaan Diri adalah bantuan dukungan yang diberikan melalui penghargaan diri atas apa yang dilakukan oleh seorang lansia, dukungan ini juga dapat melalui pemberian izin, dan memberikan motivasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Contoh Karakteristik contoh dalam penelitian ini diantaranya jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan. Contoh dalam penelitian ini merupakan masyarakat desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan. Tabel 5 menyajikan sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu Kategori Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Umur (Tahun) 60-74 (lanjut usia) 75-90 (Tua) Total Rata-rata ± SD Pendidikan Tidak Tamat SD SD SMP SMA D1 D2 Total Pekerjaan PNS Wirausaha Buruh Tani Pensiunan Petani Tidak Bekerja Total
n
%
30 36 66
45.5 54.5 100
31 35 6\6
47.0 53.0 100 71 ± 4.4
18 40 2 5 \0 1 66
27.3 60.6 3.0 7.6 0.0 1.5 100
1 2 2 9 25 27 66
1.5 3.0 3.0 13.6 37.9 40.9 100
12
Jumlah keseluruhan contoh pada penelitian ini adalah 66 orang lansia dengan sebaran contoh laki-laki sebanyak 30 orang dan perempuan 36 orang. Sebagian besar contoh (53.0%) tergolong lanjut usia tua dengan kisaran usia 7590 tahun (Tabel 5). Rata-rata usia contoh pada penelitian ini adalah 71± 4.4 tahun dengan rentang usia 65-80 tahun. Usia lanjut diatas 60 tahun akan terjadi proses penuaan secara alamiah, penuaan ini dapat menimbulkan masalah fisik, mental, sosial dan psikologis (Nugroho 2000). Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan tinggi akan memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Tabel 5 menunjukkan bahwa pendidikan tertinggi contoh adalah D2 namun sebagian besar contoh (60.6%) memiliki pendidikan terakhir SD. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan contoh tergolong rendah. Faktor yang memengaruhi contoh tidak meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi adalah jumlah sekolah yang masih terbatas, akses yang sangat jauh dan faktor ekonomi yang rendah. Dunia pendidikan zaman dulu masih belum dianggap penting sehingga banyak sekali orang tua yang tidak menamatkan dan melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi (Rachmawati (2014). Jenis pekerjaan contoh pada penelitian ini yaitu PNS, pensiunan, wirausaha, petani dan buruh tani. Sebagian besar contoh (40.9%) tidak bekerja di usia lanjut (Tabel 5). Sebaran contoh (37.9%) yang masih bekerja lebih memilih sebagai petani. Alasan contoh masih bekerja disebabkan oleh desakan ekonomi dan menyukai pekerjaan tersebut. Menurut Parry dan Taylor (2007), orientasi pekerjaan pada usia lanjut bukan karena uang, melainkan lansia tidak ingin duduk lama di rumahnya. Sedangkan, alasan lansia yang tidak bekerja di usia lanjut disebabkan oleh menurunnya kondisi fisik.
Karakteristik Keluarga Contoh Karakteristik keluarga contoh yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi besar keluarga contoh dan pendapatan keluarga. Besar keluarga dapat dikelompokan menjadi tiga berdasarkan BPS (2004) yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>8 orang). Jumlah anggota keluarga dapat menentukan jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga yang besar dapat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pangan keluarga. Apabila tidak mempunyai anggaran tetap maka akan terjadi ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan terhadap pangan. Tabel 6 menyajikan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Keluarga Kecil Keluarga Sedang Keluarga Besar Total
n 49 14 3 66
% 74.2 21.2 4.6 100
13
Sebagian besar keluarga contoh (74.2%) termasuk ke dalam kategori kecil, sedangkan 21.2% keluarga contoh termasuk ke dalam kategori keluarga sedang dan hanya 4.6% yang termasuk ke dalam keluarga besar (Tabel 6). Jumlah anggota\ keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan keragaman konsumsi pangan (Hardinsyah 2007). Pendapatan perkapita merupakan salah satu faktor penentu konsumsi pangan keluarga. Jumlah pendapatan yang diperoleh dapat menggambarkan besarnya daya beli seseorang terhadap pangan. Pendapatan perkapita ini ditentukan oleh pendapatan jumlah anggota keluarga dan besar keluarga dalam satu rumah. Status ekonomi suatu keluarga dapat ditentukan oleh pendapatan perkapita (BPS 2015). Kisaran pendapatan perkapita keluarga contoh adalah Rp 33 333–3 433 333 per bulan. Rata-rata pendapatan perkapita keluarga contoh sebesar Rp 462 558 ± Rp 668 480 per bulan. Tabel 7 menyajikan sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita Pendapatan Keluarga (Rp/kap/bulan) n Miskin (<241 132) 36 Hampir miskin (241 132- 482 264) 12 Menengah ke atas (>482 264) 18 Total 66 Sumber: BPS (2015) berdasarkan Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat
% 54.6 18.2 27.2 100.0
Sebagian besar keluarga contoh (54.6%) termasuk ke dalam keluarga miskin dengan pendapatan perkapita kurang dari Rp 241 132, sedangkan 18.18% keluarga contoh termasuk ke dalam keluarga hampir miskin dan hanya 27.2% keluarga contoh yang termasuk kedalam keluarga menengah keatas (Tabel 7). Lebih dari separuh contoh termasuk kedalam keluarga miskin, namun rata-rata pendapatan perkapita dari semua contoh berada diatas Garis Kemiskinan (GK). Pendapatan keluarga merupakan determinan dari perilaku konsumen, semakin tinggi pendapatan maka alokasi pendapatan untuk membeli pangan akan semakin tinggi (Hardinsyah 2007).
Konsumsi Pangan Contoh Konsumsi pangan adalah semua makanan yang kita makan dalam waktu sehari dengan jumlah tertentu. Menurut Hardinsyah, Briawan (1994), menyatakan konsumsi pangan adalah jumlah pangan yang dimakan seseorang atau sekelompok orang tertentu dengan jumlah tertentu. Konsumsi pangan dalam sehari dapat memenuhi kebutuhan zat gizi dalam sehari. Hal tersebut disebabkan oleh makanan mengandung zat-zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Menurut Almatsier (2002), apabila kita tidak mengonsumsi makanan dengan baik maka tubuh akan mengalami kekurangan zat gizi yang berasal dari makanan. Zat gizi tersebut akan memberikan energi terhadap tubuh kita, sehingga individu dapat beraktivitas fisik, dapat mengatur metabolisme tubuh, serta memperbaiki jaringan dan pertumbuhan. Asupan zat gizi yang lengkap akan berdampak pada kesehatan manusia, manusia yang sehat tentu dapat mempertahankan hidupnya. Ketersediaan bahan
14
pangan yang dapat dikonsumsi, tingkat daya beli keluarga, tingkat pengetahuan, dan pemahaman atas pangan dan gizi serta kesehatan yang baik merupakan beberapa faktor yang dapat memengaruhi tingkat konsumsi pangan seseorang (Rifai & Gulat 2003). Konsumsi makanan yang lebih beragam dapat memperbaiki kecukupan zat-zat gizi dan menunjukkan perlindungan terhadap serangan berbagai penyakit kronik yang berhubungan dengan proses penuaan (Wirakusumah 2001). Tabel 8 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Tingkat Kecukupan Gizi Energi Protein n % n % Defisit tingkat berat (<70) 24 36.4 30 45.5 Defisit tingkat sedang (70-79) 9 13.6 9 13.6 Defisit tingkat ringan (80-89) 5 7.6 10 15.2 Normal (90-119) 20 30.3 11 16.7 Kelebihan (>120) 8 12.1 6 9.1 Total 66 100 66 100 Rata-rata Energi (kkal) ± SD 1374 ± 478 Rata-rata Protein (g) ± SD 44 ± 16 Tabel 8 menunjukkan sebaran tingkat kecukupan energi dan protein. Sebagian besar contoh (36.4%) memiliki tingkat kecukupan energi (TKE) dalam kategori defisit tingkat berat, sedangkan 30,3% contoh memiliki kategori normal. Tingkat kecukupan protein (TKP) contoh sebagian besar (45.5%) termasuk kategori defisit tingkat berat. Rata-rata asupan energi contoh pada penelitian ini adalah 1374 ± 478 kkal per hari. Sedangkan, rata-rata asupan protein contoh sebanyak 44 ± 16 g/hari (Tabel 8). Menurunnya asupan makanan pada usia lanjut disebabkan oleh berbagai faktor. Sebagian contoh penelitian ini mengaku sudah mengurangi asupan makan dalam sehari, hal tersebut disebabkan oleh nafsu makan yang sudah menurun, dan gigi geligi yang sudah tidak lengkap. Hal ini sesuai dengan penelitian Morley (2001) bahwa hasil observasi pada usia tua ditemukan adanya penurunan dalam hal mengecap, seperti kurang rasa dan mencium bau, sehingga akan menurunkan sensor kenikmatan dari makanan. Hal tersebut akan menurunkan asupan makanan dan kebutuhan energi pada lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian Sekarayu (2014), bahwa tingkat kecukupan energi lansia rata-rata tergolong defisit. Tingkat kecukupan protein contoh tergolong defisit karena sumber protein yang dikonsumsi dalam sehari jumlahnya sedikit. Hasil dari observasi lapang, sebagian besar contoh belum menerapkan pola makan gizi seimbang. Menu makanan sehari-hari hanya terdiri dari nasi dan satu sumber protein saja baik itu hewani ataupun nabati dengan jumlah yang sedikit. Kalsium dan fosfor merupakan unsur yang berlebih di dalam tubuh manusia. Kalsium sebanyak 99% ditemukan di tulang dan 80-90% fosfor dengan jumlah sedikit bersumber di gigi (Theobald 2005). Anjuran untuk mengonsumsi asupan kalsium tergantung usia di mulai dari 1000-1500 mg. Sumber kalsium dari makanan adalah susu, produk dairy dan sayuran hijau muda atau tua. Berbeda dengan kalsium, sumber fosfor pada makanan sangat berlimpah. Hal tersebut
15
sama seperti protein dalam makanan dan penyerapannya hampir dua kali lebih efisien dibandingkan dengan kalsium (Bonjour et al. 2009). Sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan kalsium dan fosfor yang kurang. Rata-rata asupan kalsium contoh sebesar 38.8±18.0 mg dan fosfor sebesar 58.8±30.2 mg (Tabel 9). Asupan kalsium dan fosfor contoh yang kurang disebabkan oleh kurangnya asupan makanan sumber kedua zat gizi tersebut. Hasil dari recall 2 x 24 jam contoh tidak pernah mengonsumsi susu. Apabila contoh tidak dapat mencukupi asupan kalsium dan fosfor dalam jangka waktu yang lama, maka akan berdampak pada kesehatan tulangnya. Pada umumnya semakin tua umur seseorang maka akan mengalami pengeroposan tulang. Oleh karena itu, kesehatan tulang sangat berperan penting bagi lansia, karena ketika kesehatan tulang terganggu dapat mengganggu aktivitas lansia. Menurut Theobald (2005) asupan zat gizi kalsium dan fosfor yang cukup berperan penting dalam pencegahan osteoporosis. Kalsium dan fosfor merupakan zat gizi mikro yang berperan penting dalam kesehatan tulang. Tabel 9 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi mikro. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi mikro Kalsium Fosfor Tingkat Kecukupan Gizi n % n % Kurang 63 95.5 49 74.2 Cukup 3 4.5 17 25.8 Total 66 100 66 100 38.8±18.0 Rata-Rata Kalsium (mg) ± SD 58.8±30.2 Rata-Rata Fosfor (mg) ± SD
Status Kesehatan Contoh Menurut WHO sehat adalah keadaan jasmani, rohani, dan sosial yang sejahtera. Kesehatan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang terkadang tidak diketahui penyebabnya dan sulitnya mengukur apa yang mempengaruhinya. Status kesehatan adalah kondisi kesehatan seseorang dan penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan kesehatan seseorang. Menurut Sediaoetama (2006), salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai keadaan kesehatan gizi masyarakat secara tidak langsung yaitu morbiditas (angka sakit), mortalitas dan berat lahir bayi yang rendah. Jenis penyakit yang diderita oleh sebagian besar contoh selama 6-12 bulan terakhir adalah hipertensi (39.4%) (Tabel 10). Penyakit yang dimiliki oleh contoh biasanya tidak hanya satu jenis penyakit melainkan 2-3 jenis penyakit dapat terjadi bersamaan. Menurut Jauhari (2003), penyakit pada lansia biasanya mempunyai ciri khas seperti datang dan timbul serta penyakit yang diderita biasanya lebih dari satu penyakit. Menurut Depkes (2004), masalah kesehatan yang sering dirasakan oleh lansia diantaranya sakit tulang, sendi, sakit kepala, daya ingat menurun, sulit tidur dan sesak nafas. Kejadian penyakit-penyakit tersebut muncul karena dipengaruhi beberapa faktor seperti perilaku lansia (53%), lingkungan (19%), pelayanan kesehatan setempat (10%) dan keturunan (18%)
16
(Kemen PPPA 2010). Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit Jenis Penyakit n % Jenis Penyakit Ginjal 1 1.5 Jantung Dermatitis 1 1.5 Stroke Ringan Darah Rendah 1 1.5 Katarak Hipokalemia 1 1.5 Rheumatik Asam Urat 1 1.5 Paru-paru Patah Tulang 1 1.5 Maag Amandel 2 3.0 Hipertensi
n 2 2 3 4 7 14 26
% 3.0 3.0 4.5 6.1 10.6 21.2 39.4
Lama dan frekuensi sakit menunjukkan rata-rata berapa kali dan berapa lama terjadinya sakit dalam 6-12 bulan terakhir. Sebagian besar contoh (36.4%) mengalami sakit dengan frekuensi hanya satu kali dengan lama sakit 1-5 hari (72.7%) (Tabel 11). Contoh yang mengalami sakit dengan frekuensi sebanyak empat kali dalam satu tahun terakhir hanya sebagian kecil contoh (13.6%) saja. Frekuensi sakit yang hanya satu kali dapat menggambarkan bahwa contoh pada penelitian ini masih termasuk dalam kondisi sehat dan skor morbiditasnya rendah. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi dan lama sakit dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi dan lama sakit Kategori n Frekuensi sakit (kali/tahun) 1 24 2 21 3 12 4 9 Total 66 Lama sakit (hari) 1-5 48 6-10 15 >10 3 Total 66
% 36.4 31.8 18.2 13.6 100 72.7 22.7 4.5 100
Frekuensi dan lama sakit dapat menentukkan skor morbiditas. Oleh sebab itu, status kesehatan dapat ditunjukkan dari skor morbiditas contoh. Sebagian besar contoh (81.8%) memiliki status kesehatan yang tergolong tinggi (Tabel 12). Status kesehatan yang tinggi akan mengindikasikan bahwa contoh tersebut mempunyai kualitas hidup yang lebih baik. Kualitas hidup seseorang dapat didasarkan pada empat faktor meliputi biomedical, status kesehatan, kepuasan hidup serta kebahagian hidup (Drewnowski dan Evans 2001). Contoh juga mempunyai kebiasaan dalam mengobati penyakitnya adalah pergi ke dokter dan mengonsumsi obat-obatan dari warung. Sebagian besar contoh yang mempunyai hipertensi sudah rutin mengecek kesehatannya setiap tiga bulan sekali ke puskesmas. Hal tersebut sebagai salah satu upaya untuk mencegah kambuh pada contoh. Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan dapat dilihat pada Tabel 12.
17
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan Status Kesehatan n Rendah (41-60) 5 Sedang (21-40) 7 Tinggi (0-20) 54 Total 66
% 7.6 10.6 81.8 100.0
Status Gizi Contoh Status gizi adalah kondisi kesehatan seseorang atau kelompok yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan (Marjan 2013). Status gizi dapat ditentukan dari Indeks Masa Tubuh (IMT). Indeks masa tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan atau kelebihan berat badan (Supariasa 2001). Sebaran contoh penelitian berdasarkan status gizi dapat diketahui melalui Tabel 13. Sebagian besar contoh (63.6%) termasuk ke dalam kategori normal, kemudian kategori kurus (27.3%), dan 9.1% termasuk kategori obesitas. Hal ini sesuai dengan penelitian Yulizawaty (2013) menyatakan status gizi lansia yang tinggal bersama keluarganya sebagian besar (34.8%) berstatus gizi normal. Status gizi yang masih tergolong kurus dapat disebabkan oleh asupan makan yang kurang. Seseorang yang memiliki status gizi yang obesitas atau gemuk disebabkan oleh mengonsumsi makanan yang berlebih dan kurangnya melakukan aktivitas fisik (Marjan 2013). Tabel 13 menyajikan sebaran contoh berdasarkan status gizi. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi n Kurus <18.5 18 Gizi Normal 18.5-25 42 Gemuk 25.1-27 0 Obesitas >27 6 Total 66
% 27.3 63.6 0.0 9.1 100
Sumber Status Gizi: Depkes 2003
Aktivitas Fisik Contoh Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sehari hari dan biasanya menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan kegiatan fisik. Menurut Bean (2009) aktivitas fisik adalah semua kegiatan yang dilakukan baik itu pekerjaan rumah maupun hanya berjalan-jalan. Aktivitas fisik terbagi menjadi tiga kategori, diantaranya aktivitas fisik berat, sedang, dan ringan. Aktivitas fisik yang berat adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus sehingga mengakibatkan denyut nadi dan napas yang lebih cepat dari biasanya. Aktivitas fisik kategori sedang yaitu minimal dilakukan lima hari atau lebih dengan melakukan total waktu aktivitas 150 menit dalam satu minggu (Riskesdas 2013).
18
Aktivitas ringan adalah kegiatan yang dilakukan tanpa mengakibatkan denyut nadi dan napas cepat, serta tidak terlalu membuang energi. Tabel 14 Alokasi waktu aktivitas fisik contoh Alokasi Waktu (Jam) Kategori Jenis Aktivitas Laki-laki Perempuan 7.2±1.1 7.7±1.6 Ringan Tidur (tidur siang dan malam) 4.9±2.3 5.5±2.8 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk 4.4±2.2 4.0±1.7 Duduk sambiil menonton TV 0.5±0.2 0.6±0.2 Mandi (mencuci muka, tangan, rambut) 1.5±1.1 1.3±1.0 Sedang Beribadah, berhias 1.0±0.5 0.6±0.3 Makan dan minum 0.3±0.4 0.0±0.1 Jalan santai 0.2±0.4 0.4±0.6 Berjalan 0.0±0.2 0.1±0.2 Berbelanja (membawa beban) 0.0±0.0 0.0±0.1 Mengupas sayuran 0.1±0.4 0.9±1.1 Mengolah adonan masakan 0.1±0.3 0.0±0.0 Mengendarai kendaraan 0.1±0.4 0.5±1.4 Berat Menjaga anak 0.1±0.2 1.2±1.0 Melakukan pekerjaan rumah 0.0±0.2 0.3±0.4 Mencuci Baju 0.0±0.0 0.0±0.0 Setrika pakaian (duduk) 2.0±2.1 0.7±1.4 Kegiatan berkebun 0.5±1.2 0.1±0.3 Menanam 0.2±0.6 0.0±0.0 Memotong kayu bakar 0.4±0.9 0.1±0.3 Mengambil kayu bakar 0.3±0.9 0.0±0.0 Memancing dg jala 0.3±0.8 0.0±0.0 Memotong rumput/jerami 0.1±0.3 0.0±0.1 Memberi makan Hewan 0.0±0.0 0.0±0.0 Olahraga Sumber: WHO/FAO/UNU 2001 Aktivitas ringan yang sering dilakukan oleh contoh adalah tidur malam dan siang. Alokasi waktu laki-laki sebesar 7.2±1.1 dan perempuan sebesar 7.7±1.6. Pembagian alokasi waktu tidur malam dan siang hari lebih banyak waktu untuk tidur malam. Sebagian besar contoh tidak suka melakukan tidur siang, disebabkan contoh pada siang hari terkadang masih bekerja di ladang/hutan. Selain tidur, alokasi waktu untuk aktivitas ringan diantaranya duduk, tidurtiduran, menonton tv dan mandi. Hal ini sesuai dengan Riskesdas (2013), bahwa proporsi aktivitas ringan lebih banyak terjadi pada perempuan. Menurut Jerome et al. (2006) bahwa usia tua akan lebih banyak melakukan aktivitas ringan dibandingkan dengan usia muda yang cenderung masih dapat melakukan aktivitas yang lebih aktif. Alokasi waktu yang terbanyak untuk aktivitas sedang yaitu beribadah,dan berhias pada contoh laki-laki (1.5±1.1), dan perempuan (1.3±1.0). Sedangkan, alokasi waktu untuk makan dan minum pada contoh laki-laki sebanyak 1.0±0.5,
19
dan perempuan sebanyak 0.6±0.3. Contoh yang melakukan aktivitas sedang seperti jalan santai dan berjalan sangat jarang dilakukan, alokasi waktu untuk kegiatan tersebut hanya sedikit. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi fisik lansia yang menurun dan cepat lelah. Alokasi waktu untuk jalan santai pada contoh lakilaki sebanyak 0.3±0.4 dan perempuan 0 jam. Alokasi waktu berjalan pada contoh laki-laki sebanyak 0.2±0.4 dan perempuan 0.4±0.6. Alokasi waktu terbanyak untuk aktivitas fisik berat dilakukan oleh contoh laki-laki sebagian besar adalah kegiatan berkebun (2.0±2.1), sedangkan perempuan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membersihkan rumah (1.2±1.0). Aktivitas fisik seperti memasak untuk keluarga lebih banyak dilakukan oleh contoh perempuan yaitu sebanyak 0.9±1.1 Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik Aktivitas Fisik n Ringan 46.0 Sedang 17.0 Berat 3.0 Total 66
% 69.7 25.7 4.6 100
Tabel 15 menunjukkan sebagian besar contoh (69.7%) tergolong beraktivitas ringan. Aktivitas ringan yang sering dilakukan contoh adalah tidur, duduk, menonton tv, dan berbaring. Hal tersebut dapat disebabkan oleh fisik lansia yang semakin menurun, sehingga aktivitas fisiknya semakin terbatas. Menurut Drewnowski, dan Evans (2001), gaya hidup seperti perilaku duduk, berbaring, menonton tv dan tidur akan meningkat pada usia lanjut. Hal tersebut disebabkan oleh penuaan yang mengarah pada tingkat aktivitas ringan dan membatasi aktivitas fisik yang terlalu berat. Terdapat sebagian kecil contoh yang tergolong mempunyai aktivitas fisik yang berat. Aktivitas berat yang dilakukan contoh yaitu membawa beban (pakan ternak, dan kayu bakar), berkebun, dan menanam pohon di hutan dengan waktu yang cukup lama. Aktivitas berat yang dilakukan contoh disebabkan kondisi fisik dan kesehatannya baik, serta adanya tuntutan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dukungan Sosial terhadap Contoh Dukungan sosial adalah salah satu cara individu membantu individu lain untuk kesulitan yang sedang dialami (Devoldre et al.2010). Konsep dari dukungan sosial ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap individu akan saling membantu. Dukungan sosial ini dapat bersumber dari keluarga terdekat. Menurut Kaur et al. (2015), dukungan keluarga akan berpengaruh terhadap masalah kesehatan dan kejiwaan lansia, sehingga dukungan keluarga berperan penting bagi kualitas hidup lansia. Selain itu, dukungan dari lingkungan sekitar sangat dibutuhkan oleh lansia seperti adanya Posbindu disuatu pedesaan. Hal tersebut sangat membantu lansia agar tetap bergerak aktif, kondisi kesehatan yang terpantau, dan dapat meningkatkan kehidupan sosialnya. Sebagian besar contoh (21.21%) dalam penelitian ini tinggal bersama anak, menantu, cucu dan isteri atau suami, dan hanya tinggal bersama
20
pasangannya saja (tabel 15). Hasil observasi dilapangan lansia yang tinggal bersama keluarga lebih cenderung bahagia, dibandingkan dengan yang tinggal sendiri atau tinggal bersama pasangannya. Hal tersebut disebabkan lansia merasa tidak diperhatikan oleh anggota keluarganya dan tidak mendapatkan dukungan dalam bentuk apapun (Al-Kandari 2011). Menurut Rinajumita (2011), contoh yang tidak mendapatkan dukungan sosial disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah lansia yang berstatus janda atau duda, tinggal sendiri, dan tinggal bersama pasangannya. Sebaran contoh yang tinggal sendiri pada penelitian ini disebabkan oleh lansia yang berstatus janda, dan sudah tidak tinggal bersama anak-anak. Tabel 16 menyajikan sebaran contoh berdasarkan lansia tinggal bersama anggota keluarga. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan anggota keluarga Anggota keluarga contoh Anak Cucu Isteri atau suami anak dan menantu Anak, menantu, dan cucu Anak, dan isteri/suami Anak, menantu, cucu, dan isteri/suami Tinggal sendiri Total
n 5 5 14 5 10 10 14 3 66
% 7.7 7.6 21.2 7.3 15.2 15.2 21.2 4.6 100
Tabel 16 menunjukkan bahwa peran keluarga sangat penting bagi kehidupan lansia. Keluarga yang dimaksud adalah semua anggota keluarga yang terdiri dari pasangan hidup (jika masih hidup), anak atau menantu, serta cucu. Masing-masing anggota keluarga mempunyai peran yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan bahwa contoh yang tinggal bersama anggota keluarga yang lebih lengkap (anak, menantu, cucu, dan isteri/suami) cenderung ditanggung oleh anakanaknya. Hal tersebut terjadi karena anak dan menantu mempunyai peran dalam perlindungan orang tuanya yang sudah lansia. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, lansia yang ditanggung oleh anaknya mempunyai kondisi ekonomi yang baik sehingga mampu memenuhi kebutuhan orang tuanya. Adapun kondisi sebaliknya yaitu lansia yang masih menanggung kebutuhan anak-anaknya. Penelitian ini menunjukkan bahwa lansia yang tinggal bersama anak atau cucunya saja cenderung lansia yang menanggung kebutuhan mereka dan lansia menjadi tulang punggung keluarganya. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang masih belum mendapatkan pekerjaan tetap, sehingga tidak mendapatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Kemen PP dan PA (2010), sang anak yang masih tinggal bersama orang tuanya dan belum memiliki pendapatan cenderung belum mampu hidup sendiri, sehingga secara ekonomi lansia berperan dalam menanggung kebutuhan anaknya. Berbeda halnya dengan lansia yang tinggal bersama pasangannya. Lansia yang tinggal bersama pasangannya (suami atau isteri) akan memberikan peran timbal balik yaitu saling melindungi dan saling membantu untuk terus menjaga kualitas hidupnya (Kemen PP dan PA 2010). Pada penelitian ini lansia yang
21
tinggal bersama pasangannya saja karena tidak satu rumah lagi bersama anakanaknya, sehingga lansia tersebut tidak menanggung kebutuhan anaknya, melainkan lansia ditanggung oleh anak-anaknya dengan cara mengirimkan sedikit uang setiap bulannya. Adapun contoh yang tinggal bersama pasangannya tidak ditanggung anggota keluarganya disebabkan lansia yang mandiri dalam segi ekonomi karena mempunyai simpanan pensiunan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terdapat sedikit contoh yang sudah tidak tinggal bersama anggota keluarganya. Contoh yang tinggal sendiri sudah menanggung kebutuhannya secara mandiri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia yang tinggal sendiri merupakan lansia yang berstatus janda yang mempunyai pensiunan dari suaminya. Menurut Kemen PP dan PA (2010) penduduk lansia di Indonesia sebanyak 58 % menyandarkan hidupnya pada pendapatannya sendiri, 27% menerima dukungan dari anak dan menantunya, dan 19% menyandarkan hidupnya dari pensiunan dan pendapatan sendiri. Dukungan sosial ini terbagi menjadi empat sub variabel yaitu dukungan emosi, dukungan isntrumental, dukungan informasi dan dukungan penghargaan diri. Dukungan sosial pada penelitian ini difokuskan pada dukungan instrumental dan penghargaan diri. Sebagian besar (56.1%) dukungan instrumental pada contoh tergolong sedang (Tabel 17). Contoh pada penelitian ini masih mendapatkan perhatian dari anggota keluarganya dan siap membantu ketika mendapat kesulitan. Hal tersebut selaras dengan Rachmawati (2014) bahwa lansia yang tinggal dengan keluarga (55%) masuk dalam kategori sedang. Dukungan penghargaan diri pada contoh sebagian besar (56.1% ) tergolong tinggi (Tabel 17). Hal tersebut disebabkan oleh lebih dari setengah contoh masih mendapatkan penghargaan dari anggota keluarga, masih didukung dalam menjalani aktivitas sehari-harinya serta memberikan keleluasaan menjalani apa yang disukai. Rata-rata skor contoh dari dukungan instrumental dan penghargaan diri sebesar 74.43±11.39 dan 74.15±25.50, tergolong sedang. Menurut Rachmawati (2014) bahwa dukungan penghargaan diri pada lansia yang tinggal bersama keluarga termasuk dalam kategori sedang (45%). Tabel 17 menyajikan sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial Dukungan Sosial Dukungan Instrumen Rendah (<60) Sedang (60-80) Tinggi (>80) Total Rata-Rata Dukungan Penghargaan Diri Rendah (<60) Sedang (60-80) Tinggi (>80) Total Rata-Rata
n
%
9 13.6 37 56.1 20 30.3 66 100 74.43±11.39 19 28.8 10 15.2 37 56.1 66 100 74.15±25.50
22
Kemandirian Lansia Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup seharihari, kemandirian menuntut hidup mandiri di masyarakat tanpa atau sedikit bantuan orang lain (Rinajumita 2011). Menurut Hillcoat (2014), konsep nyata dari kemandirian adalah melakukan segala sesuatunya secara mandiri tanpa ada bantuan tangan dari orang lain. Seseorang yang mandiri terlihat dari cara mereka melakukan aktivitasnya sendiri dan percaya diri untuk menyatakan bahwa kemandirian itu menolak bantuan. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kemandirian lansia Kemandirian Lansia n Rendah <60 1 Sedang (60-80) 26 Tinggi >80 39 Total 66 Rata-rata
% 1.5 39.4 59.1 100 80±8
Tabel 18 menunjukkan sebagian besar contoh (59.1%) termasuk ke dalam kategori kemandirian lansia yang tinggi. Separuh contoh dengan kategori kemandirian lansia yang sedang sebanyak 39.4%, dan hanya sebagian kecil contoh (1.5%) termasuk ke dalam kategori rendah. Hampir seluruh contoh yang tergolong mandiri pada penelitian ini masih dapat memenuhi kebutuhannya dan melakukan aktivitas sehari-hari diantaranya dapat makan dan minum sendiri, menyediakan makanan dan minuman sendiri, memilih pakaiannya, mandi, berpindah/berjalan dan masih mampu melakukan aktivitas sosial (pengajian, dan gotong royong di desa). Menurut Matsui dan Capezuti (2014) kemandirian lansia dapat diukur dari perilaku lansia dalam memilih dan memahami perawatan yang terbaik bagi dirinya. Contoh dengan kemandirian yang tinggi mempunyai kondisi kesehatan yang baik, karena dengan kondisi kesehatan yang baik contoh dapat melakukan aktivitasnya dengan mandiri. Hasil dari penelitian ini ditunjukkan bahwa terdapat contoh dengan kemandirian lansia yang rendah, artinya contoh tidak dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri. Contoh dengan kemandirian yang rendah tidak dapat melakukan aktivitas seperti menyediakan makanan dan minum, berpindah atau berjalan harus didampingi, tidak dapat memilih pakaian, dan sudah tidak aktif dalam dunia sosial. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi fisik yang sudah menurun sehingga aktivitas contoh terbatas. Selain itu, contoh menderita beberapa penyakit diantaranya sesak nafas, hipertensi, dan jantung yang sering kambuh dan dapat disimpulkan bahwa status kesehatannya buruk. Akibat kondisi fisik yang sudah menurun contoh tidak mampu berdiri terlalu lama, dan keseimbangan tubuhnya sudah menurun. Akibat hal tersebut contoh kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan cenderung bergantung kepada anggota keluarganya. Menurut Pratikwo (2006) kondisi kesehatan yang menurun serta keterbatasan fisik dapat berpengaruh pada kemandirian lansia karena akan memiliki ketergantungan terhadap orang lain.
23
Hubungan antar Variabel Uji Hubungan Status Kesehatan dengan Aktivitas fisik Hubungan antara status kesehatan dengan aktivitas fisik contoh dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Sebagian besar contoh dengan status kesehatan rendah (60%) akan cenderung memiliki aktivitas fisik yang ringan. Namun, sebagian besar contoh yang memiliki status kesehatan tinggi (68.5%) juga memiliki aktivitas yang ringan (Tabel 19). Sebaran data cenderung terkumpul pada kategori aktivitas ringan. Hasil uji korelasi Spearman terhadap hubungan status kesehatan dengan aktivitas fisik didapatkan nilai signifikansi p=0.666 yang menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara status kesehatan dengan aktivitas fisik (p>0.05) (Tabel 19). Status kesehatan contoh pada penelitian tergolong tinggi, namun aktivitas fisiknya tergolong ringan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kondisi lingkungan tempat tinggal dan faktor usia. Pada dasarnya, aktivitas fisik pada usia lanjut akan mengalami kemunduran. Menurut Taylor (2012), semakin bertambahnya usia dan memasuki usia lanjut biasanya aktivitas fisik akan berkurang, berbeda dengan usia muda yang masih bergerak aktif. Hal ini tidak sejalan dengan Mathieson et al. (2002) menyatakan status kesehatan berhubungan signifikan dan berpengaruh terhadap aktivitas fisik. Apabila status kesehatan tidak baik, maka aktivitas fisik menjadi terbatas sehingga meningkatkan kelemahan pada lansia. Menurut Kokkinos (2012), aktivitas fisik yang kurang akan meningkatkan kematian, sehingga secara langsung dapat memperburuk status kesehatan. Adanya usaha dalam meningkatkan aktivitas fisik seperti olah raga dapat meningkatkan derajat kesehatan pada lansia. Lansia dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik yang sedang selama >30 menit setiap hari untuk mendapatkan manfaat bagi kesehatan (Jerome et al.2006). Tabel 19 menyajikan sebaran contoh berdasarkan status kesehatan dengan aktivitas fisik. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan dengan aktivitas fisik Aktivitas Fisik Status Kesehatan Ringan Sedang Berat Total n % n % n % n % Rendah 3 60.0 2 40.0 0 0.0 5 100 Sedang 6 85.7 1 14.3 0 0.0 7 100 Tinggi 37 68.5 14 25.9 3 5.6 54 100 Total 46 69.7 17 25.8 3 4.5 66 100 p 0.666 r 0.054
Uji Hubungan Umur dengan Kemandirian Lansia Hubungan antara umur dengan kemandirian lansia dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Tabel 20 menunjukkan terdapat satu orang contoh dengan kategori lanjut usia tua memiliki kemandirian yang rendah. Sebagian besar contoh dengan kategori usia lanjut masih cenderung memiliki kemandirian yang tinggi
24
(70.9%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tua umur seseorang maka akan menurunkan kemandirian. Hasil uji korelasi Spearman didapatkan nilai signifikansi p=0.044 yang menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara umur dengan kemandirian lansia (p<0.05) (Tabel 20). Hubungan antara umur dengan kemandirian lansia menunjukkan hubungan yang negatif (r= -0.249) yang berarti bahwa kenaikan satu satuan umur contoh akan menurunkan tingkat kemandirian lansia. Hal tersebut dapat terjadi karena umur yang semakin bertambah akan menurunkan kondisi fisiknya, sehingga akan meningkatkan kelemahan pada lansia. Menurut Paul et al. (2012) bahwa variabel biologis yang sangat sensitif dan berkontribusi terhadap kemandirian adalah umur. Hal tersebut disebabkan oleh semakin tua umur seseorang maka akan mencapai puncak kelemahan, sehingga akan cenderung membutuhkan orang lain. Hal tersebut selaras dengan Rachmawati (2014) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan kemandirian lansia dan berpengaruh negatif. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan umur dengan kemandirian lansia Kemandirian Lansia Umur Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n % Lanjut usia 0 0 9 29 22 70.9 31 100 Lanjut usia tua 1 2.9 17 48.6 17 48.6 35 100 Total 1 1.5 26 39.4 39 59.1 66 100 p 0.044* r -0.249
Uji Hubungan Status Kesehatan dengan Kemandirian Lansia Hubungan antara status kesehatan dengan kemandirian lansia dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Tabel 21 menunjukkan bahwa sebaran data berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian kecil contoh (60%) yang status kesehatannya rendah cenderung memiliki kemandirian yang tinggi. Menurut teori contoh dengan status kesehatan yang rendah akan memiliki kemandirian lansia yang rendah pula. Sebaran data cenderung terkumpul pada kategori kemandirian lansia yang tinggi. Hasil uji korelasi Spearman terhadap hubungan antara status kesehatan dengan kemandirian lansia didapatkan nilai signifikansi p=0.389 yang menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara status kesehatan dengan kemandirian lansia (p>0.05) (Tabel 21). Terdapat sebagian kecil contoh (20%) yang memiliki status kesehatan yang rendah. Kesehatan yang rendah disebabkan oleh kondisi fisik yang menurun karena faktor usia. Usia yang semakin tua akan menyebabkan rentan terserang berbagai penyakit. Penyakit yang diderita contoh lebih dari satu, sehingga aktivitas contoh terbatas dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Oleh sebab itu, contoh dengan kondisi kesehatan yang buruk akan cenderung bergantung pada orang lain. Berbeda halnya dengan sebagian contoh (60%) yang memiliki status kesehatan yang rendah tetapi masih mandiri. Hal tersebut disebabkan oleh penyakit yang diderita contoh tidak terlalu mengganggu
25
aktivitasnya, dan adanya desakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari agar contoh dapat bertahan hidup. Tidak adanya hubungan pada penelitian ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang memengaruhinya adalah kondisi sosial ekonomi. Hasil observasi bahwa lansia yang merasakan sakit masih harus tetap aktif beraktivitas dan mandiri melakukan pekerjaannya disebabkan adanya desakan ekonomi. Menurut Paul et al. (2012), tingkat pendapatan dan pendidikan akan berkontribusi terhadap proses penuaan. Selain itu, jenis penyakit yang diderita contoh selama satu tahun terakhir merupakan penyakit kronik yang sering kambuh tetapi dapat disembuhkan secara cepat. Hal tersebut tidak terlalu mengganggu contoh dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Hal ini tidak selaras dengan penelitian Rianjumita (2011), bahwa terdapat hubungan antara status kesehatan dengan kemandirian lansia. Kondisi status kesehatan lansia yang sehat akan lebih mandiri dan dapat beraktivitas lebih banyak. Menurut Paul et al. (2012), komponen kesehatan merupakan faktor utama yang berhubungan dengan penuaan aktif atau kemandirian lansia. Secara teori lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup prima. Lansia dengan status kesehatan yang baik dapat melakukan aktivitas fisik seperti mengurus keperluannya sendiri, bekerja dan melakukan kegiatan sosial (Rinajumita 2011). Tabel 21 menyajikan sebaran contoh berdasarkan status kesehatan dan kemandirian lansia. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan dengan kemandirian lansia Kemandirian lansia Status Kesehatan Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n % Rendah 1 20.0 1 20.0 3 60.0 5 100 Sedang 0 0.0 4 57.1 3 42.9 7 100 Tinggi 0 0.0 21 38.9 33 61.1 54 100 Total 1 1.5 26 39.4 39 59.1 66 100 p 0.389 r 0.108
Uji Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kemandirian Lansia Hubungan antara aktivitas fisik dengan kemandirian lansia dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil dari penelitian ini didapatkan data bahwa sebagian besar contoh (52.2%) dengan aktivitas fisik ringan cenderung memiliki kemandirian yang tinggi. Sedangkan sebagian kecil contoh (2.2%) dengan akivitas fisik ringan cenderung memiliki kemandirian yang rendah (Tabel 22). Kondisi tersebut disebabkan oleh kondisi fisik contoh yang sudah menurun karena kondisi kesehatannya yang buruk. Akibat hal tersebut aktivitas fisik contoh menjadi terbatas, sehingga contoh hanya dapat melakukan kegiatan yang ringan seperti duduk, tidur, dan berbaring. Sebaran data cenderung terkumpul pada kategori kemandirian lansia yang tinggi. Hasil uji korelasi Spearman didapatkan nilai signifikansi p=0.090 yang
26
menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan kemandirian lansia (p>0.05). Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kemandirian lansia dapat disebabkan oleh faktor usia. Sebaran data terkumpul pada kategori aktivitas ringan, karena semakin tua umur seseorang maka aktivitasnya akan menurun. Aktivitas fisik yang ringan tidak menjadi alasan untuk lansia tidak mandiri. Kemandirian lansia pada penelitian ini diukur dengan melihat perilaku contoh dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari secara mandiri seperti makan, minum, mandi, berpindah/berjalan, serta memilih pakaiannya sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Penelitian ini selaras dengan Rinajumita (2011) bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas dengan kemandirian (p>0.05). Sedangkan, menurut Kaur et al. (2015), lansia yang beraktivitas dengan mandiri akan mempunyai kualitas hidup yang baik. Lansia yang lebih aktif untuk beraktivitas terutama dalam hal sosial ternyata lebih mandiri jika dibandingkan dengan lansia yang kurang aktif. Oleh karena itu, lansia haruslah melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dan meminimalisir bantuan dari orang lain. Kemandirian merupakan suatu sikap yang harus ada disetiap individu (Jihadah dan Alsa 2002). Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik dengan kemandirian lansia Kemandirian lansia Aktivitas Fisik Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n % Ringan 1 2.2 21 45.6 24 52.2 46 100 Sedang 0 0.0 4 23.5 13 76.5 17 100 Berat 0 0.0 1 33.3 2 66.7 3 100 Total 1 1.5 26 39.4 39.4 59.1 66 100 p 0.090 r 0.211
Uji Hubungan Dukungan Sosial dengan Kemandirian Lansia Hubungan antara dukungan sosial dengan kemandirian lansia dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Sebagian besar contoh (61.3%) dengan dukungan sosial yang sedang cenderung memiliki kemandirian yang tinggi. Sebagian besar contoh (60.7%) dengan dukungan sosial yang tinggi cenderung memiliki kemandirian yang tinggi. Terdapat sebagian kecil contoh dengan dukungan sosial yang rendah cenderung memiliki kemandirian yang sedang, dan tinggi dengan persentase berturut-turut yaitu 57.1%, dan 42.9% (Tabel 23). Sebaran data cenderung terkumpul pada kategori kemandirian yang tinggi. Dukungan sosial yang tinggi yang diperoleh contoh berupa sikap dihargai, diberikan motivasi dalam menjalankan kegiatannya diluar rumah, serta contoh merasa aman dan dilindungi karena disedikannya sumberdaya fisik oleh anggota keluarganya berupa tempat tinggal, sarana dan prasarana untuk berkreasi, dan adanya dukungan ekonomi. Akibat dari diberikannya dukungan sosial yang optimal oleh keluarga maka akan meningkatkan kemandirian. Contoh yang mendapatkan dukungan sosial yang rendah disebabkan oleh beberapa hal seperti contoh yang tidak mendapatkan perhatian dari anak-anaknya
27
karena hanya tinggal bersama pasangannya, tidak diperbolehkan pergi bekerja, dan tidak diperhatikan lagi oleh anggota keluarganya. Akibat dari dukungan yang rendah dapat menurunkan nilai kemandirian lansia. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat contoh yang memperoleh dukungan sosial yang sedang dan kemandiriannya rendah. Hal tersebut disebabkan oleh contoh yang tidak diperbolehkan pergi bekerja oleh anaknya, tidak mendapatkan motivasi dari anggota keluarganya, pekerjaan dirumah sudah diambil alih perannya oleh anakanak dan perhatian yang didapatkan contoh sudah menurun. Hasil menunjukkan bahwa terdapat sebagian kecil contoh (42.9%) tergolong menerima dukungan sosial yang rendah tetapi mempunyai kemandirian yang tinggi. Kondisi tersebut disebabkan contoh mempunyai peran sebagai tulang punggung keluarga, sehingga harus tetap bekerja diusia lanjut. Meskipun tidak mendapatkan dukungan dari anggota keluarganya karena anak-anak yang tidak peduli dengan apa yang dilakukan orang tuanya. Kondisi ekonomi yang rendah menjadi salah satu faktor lansia pada penelitian ini masih bekerja. Hasil dari uji korelasi Spearman didapatkan nilai signifikansi p=0.486 yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan (p>0.05) antara dukungan sosial dengan kemandirian lansia (Tabel 23). Menurut Matsui dan Capzuti (2014), kemandirian dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi usia, ras, dan tingkat pendidikan, sedangkan faktor eksternal meliputi dukungan sosial, status perkawinan, dan aspek kebudayaan. Tingkat penghasilan akan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh seseorang. Tingkat pendidikan lansia yang tinggi biasanya akan mempunyai penghasilan yang tinggi pula, berbeda dengan contoh yang berpendidikan rendah. Akibat dari rata-rata penghasilan lansia yang rendah menyebabkan masih banyak lansia yang bekerja. Hal tersebut disebabkan oleh adanya desakan ekonomi (Affandi 2009). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Rachmawati (2014), bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif pada dukungan sosial dengan kemandirian. Semakin baik dukungan sosial yang diberikan maka semakin tinggi pula kemandirian contoh. Lansia yang mendapatkan dukungan sosial secara optimal mampu melakukan aktivitasnya sendiri, karena lebih percaya diri. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan dukungan sosial dengan kemandirian lansia Kemandirian lansia Dukungan Sosial Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n % Rendah 0 0.0 4 57.1 3 42.9 7 100 Sedang 1 3.22 11 35.5 19 61.3 31 100 Tinggi 0 0.0 11 39.3 17 60.7 28 100 Total 1 1.5 26 39.4 39 59.1 66 100 p 0.486 r 0.870
28
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini menggunakan 66 contoh yang terdiri dari contoh laki-laki sebanyak 30 orang, dan perempuan 36 orang. Rata-rata contoh hanya menamatkan sekolah sampai jenjang SD dan tergolong pendidikan yang rendah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh status ekonomi contoh yang rendah. Sebagian besar contoh yang tidak bekerja di usia lanjut disebabkan oleh melemahnya kondisi fisik. Tidak dapat dipungkiri juga alasan ekonomi menjadi tuntutan bagi contoh agar tetap bekerja. Sebagian besar contoh memiliki status kesehatan yang tergolong baik dan status gizi yang normal. Akan tetapi hal tersebut tidak sesuai dengan tingkat kecukupan gizi contoh yang tergolong defisit berat, dan tingkat kecukupan kalsium dan fosfor tergolong kurang. Hal tersebut disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah kondisi gigi geligi contoh yang mulai tidak lengkap. Dukungan sosial yang diterima contoh tergolong tinggi. Oleh karena itu, contoh dengan dukungan yang optimal dapat menjalankan aktivitas dan memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status kesehatan dengan aktivitas fisik, namun terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara umur dengan kemandirian lansia. Selain itu, uji korelasi spearman digunakan untuk melihat hubungan antara status kesehatan, aktivitas fisik, dan dukungan sosial dengan kemandirian lansia. Hasil dari uji hubungan tersebut menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan (p>0.05) antara status kesehatan, aktivitas fisik dan dukungan sosial dengan kemandirian lansia. Saran Hasil dari penelitian, perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemahaman kepada lansia terkait dengan pentingnya gizi seimbang dan meningkatkan pelayanan kesehatan untuk lansia dilingkungan pedesaan. Perlu juga dukungan sosial terutama dukungan keluarga yang harus tetap diberikan kepada lansia, sehingga lansia tetap dapat mempertahankan kemandiriannya. Saran kepada pemerintah Desa yaitu perlu dibangun posbindu sebagai sarana untuk memantau kesehatan para lansia dan sebagai sarana dalam meningkatkan aktivitas fisik, sosial dan kognitif lansia. Perlu diadakannya kegiatan-kegiatan yang melibatkan peran lansia di masyarakat desa. Hal tersebut dapat meningkatkan dan mempertahankan kemandirian lansia. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya yang sejenis perlu adanya penambahan subjek pada penelitian ini yaitu lansia yang tinggal di panti wredha, sehingga dapat terlihat perbedaan antara kemandirian lansia antara panti dan keluarga. Selain itu, dapat melihat perbedaan konsumsi pangan lansia di panti dan keluarga. Hal tersebut bertujuan agar kita dapat mengetahui pengaruh kemandirian lansia terhadap konsumsi pangan serta dapat mengetahui faktorfaktor apa saja yang memengaruhi konsumsi pangan lansia di panti dan keluarga.
29
DAFTAR PUSTAKA [Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan RI. 2013. Gambaran kesehatan lanjut usia di Indonesia. Jakarta (ID): Bakti Husada. [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Situasi dan Analisis Lanjut Usia. Jakarta (ID): Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Adriani M dan Wirjatmadi B. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group. Al-Kandari YY. 2011. Relantionship strength of social support and frequency of social contact with hypertension and general health status among older adults in the mobile care unit in Kuwait. Journal Cross Cult Gerontol.26: 175-187. Badan Pusat Statistika (BPS). 2000. Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000. Jakarta Badan Pusat Statistika (BPS). 2015. Garis Kemiskinan Jawa Barat [terhubung berkala]. https://www.bps.go.id/linkTabelDinamis/view/id/123 (12 mei 2016). Bandiyah Siti. 2009. Lanjut usia dan keperawatan Geriatrik. Yogyakarta (ID): Nuha Medika. Bean A. 2009. The Complete Guide to Sport Nutrition Ed; 6th. London: A & C Black Publishers Bonjour JP, Gueguen L, Shearer MJ, Weaver M. 2009. Minerals and vitamins in bone health: the potential value of dietary enhancement. Br. J. Nutr, 101(11): 1581-1596. Bruno JV, Jean LA, Philip JG. 1992. Diseases and aging: patterns of morbidity with age; relationship between aging and age-associated diseases. Am J Clin Nutr 1992;55:1225S-30S. USA: American Society for Clinical Nutrition Chumlea WC, Roche AF, Mukherjee D. 1988. Nutritional Assessment of the Elderly through Anthropometry. Di dalam Fatimah. 2010. Model prediksi tinggi badan lansia etnis jawa berdasarkan tinggi lutut, panjang depa, dan tinggi duduk [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Devoldere I, Davis MH, Verhofstadt LL, Buysee A. 2010. Emphaty and social support provision in couples: social support and the need to study the underlying processes. Journal of Psychology;144(3):259-284. Drewnowski A, Evans JW. 2001. Nutrition, physical activity, and quality of life in older adults: summary. J Gerontol Biol Sci Med Sci, Vol. 56A (Special Issue II):89-94 Fatmah (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta (ID): Erlangga
30
Fauziah S. 2012. Konsumsi pangan, aktivitas fisik, status gizi dan status kesehatan lansia di panti Sosial Tresna Wredha Salam Sejahtera Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Gibson. 2005. Principal of Nutritional Assessment. Oxford (UK): Oxford University Press. Hardinsyah dan Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan (Assessment and Planning Food Consumption). Dictates Department of Community Nutrition and Family Resources. Faculty of Agriculture. Bogor: IPB. Hardinsyah. 2007. Review faktor determinan keragaman konsumsi pangan. Jurnal Gizi dan pangan. 2(2): 55-74. Hillcoat S, Nalletamby. 2014. The meaning of “independence” for older people in different residential settings. J Gerontol Biol Sci Med Sci. doi:10.1093/gerontob/gbu008 Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ed-5. Istiwidayati dan Soedjarwo, penerjemah: Sijabat RM. Jakarta (ID): Erlangga, terjemahan dari: Developmental psychology: A life Span-Approach. Jayana R. 2013. Hubungan konsumsi pangan sumber protein dan iodium dengan status iodium siswa SD di daerah pantai kabupaten Karawang. Skripsi. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia IPB. Jerome GJ, Glass TA, Mielke M, Xue Q, Anderson RE, Fried LP. 2006. Physical activity participation by presence and the women’s health and aging studies. J of Gerontol. Vol.61A, No.11, 1171-1176. Jihadah A, Alsa A. 2002. Kemandirian remaja akhir di tinjau dari urutan kelahiran dan status sosial ekonomi orangtua. 8:31-38. Kaur H, Kaur H, Venkateashan M. 2015. Factor determining family support and quality of life of elderly population. Journal Medical Science and Public Health: 4(8). Kementrian PP & PA. 2010. Peraturan Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Jakarta (ID): Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga. Institut Pertanian Bogor. Khulaifah S, Haryanto J, Nihayati HE. 2013. Hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian lansia dalam pemenuhan activity daily living di Dusun Sembayat Timur, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga. Kokkinos P. 2012. Physical activity, health benefits, and mortality risk. Internasional Scholarly Research Network Cardiology. doi;10.5402/2012/718789
31
Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia. Jakarta (ID): Komisi Nasional Lanjut Usia Marjan AQ. 2013. Hubungan antara pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan kejadian osteoporosis pada lansia dip anti wredha bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Matsui M, Capezuti E. 2014. Differences in perceived autonomy among American and Japanese olders adults. J of gerontol nurs. 40(5):35-45. Morley J. 2001. Descreased food intake in the elderly. J Gerontol Bol Sci Med Sci.56A (Special Issue II): 81-88 Norhasanah. 2015. Analisis faktor-faktor yag memengaruhi status gizi dan kesehatan lansia perempuan pada panti sosial dan lembaga sosial masyarakat di Banjarmasin [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nugroho W. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Papalia DE, Olds SW. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta (ID): Kencana Parry J, Taylor RF. 2007. Orientation, opportunity and autonomy: why people work after state pension age in three areas of England. J Ageing and society. Vol.27:579-598. doi: 10.1017/S0144686X0700606X. Paul C, Riberio O, Teixeira L. 2012. Ative Ageing: An empirical approach to the WHO model. J Gerontol Biol Sci Med Sci, ID: 382972, doi:10.1155/2012/382972 Pratikwo S, Pietjo H, Widjarkom. 2006. Analisis faktor nilai hidup, kemandirian, dan dukungan keluarga terhadap perilaku sehat lansia di keluarahan medono kota pekalongan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 1(2):72-81. Rachmawati T. 2014. Dukungan sosial dan kemandirian lansia yang tinggal dan tidak tinggal di panti [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rifai A, Gulat MEM. 2003. Identifikasi Tingkat Konsumsi Pangan Masyarakat di Kabupaten Pelalawan [internet]. Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru (ID). SAGU, Maret 2003, Vol. 2 No. 3: 34-44 ISSN 1412-4424; [diunduh 2016 Mei 20]. Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/article.php?article=32207&val=2286 Rinajumita. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian lansia di wilayah kerja puskesmas lampasi kecamatan payakumbuah utara. No BP: 0910335128. Padang (ID): Program studi ilmu kesehatan masyarakat Riset Kesehatan Dasar RI (Riskesdas RI). 2013. Riskesdas Dalam Angka. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Sekarayu IR. 2014. Hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status kesehatan dan status gizi pada lansia di Kota Bandung
32
[skripsi]. Bogor (ID): Depertemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Supariasa IDN. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Kedokteran EGC. Swamilaksita Prita D. 2008. Konsumsi dan persepsi manfaat minuman probiotik pada lansia di kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tamher, Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta (ID): Salemba Jakarta. Taylor D. 2012. Physical activity is medicine for older adults. Postgrad Med J 2014;90:26-32. doi: 10.1136/postgradmedj-2012-131366 Theobald H.E. 2005. Dietary calcium and health. Nutrit, Bull, 30(3): 237-277. Yulizawaty R. 2013. Keterkaitan konsumsi pangan, status gizi, dan status kesehatan lansia di kota Bandung [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zaddana C. 2011. Keadaan sosial ekonomi, pola konsumsi makan, status gizi, tingkat stress dan status kesehatan lansia wanita peserta pemberdayaan lansia di bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
33
HUBUNGAN STATUS KESEHATAN, AKTIVITAS FISIK, DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEMANDIRIAN LANSIA DI DESA CINIRU, KECAMATAN CINIRU, KABUPATEN KUNINGAN
KODE :
1. 2. 3. 4.
Tanggal Wawancara Enumerator Nomor Responden Nama Responden
: ____________________2016 : _________________________ : _________________________ : _________________________
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
34
PERSETUJUAN RESPONDEN HUBUNGAN STATUS KESEHATAN, AKTIVITAS FISIK, DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEMANDIRIAN LANSIA DI DESA CINIRU, KECAMATAN CINIRU, KABUPATEN KUNINGAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk berperan serta dalam penelitian dengan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian dengan sejujurnya. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sukarela tanpa tekanan dari pihak manapun. Untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Kuningan, Februari 2016 Responden
(........................)
35
KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN STATUS KESEHATAN, AKTIVITAS FISIK, DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEMANDIRIAN LANSIA DI DESA CINIRU, KECAMATAN CINIRU KABUPATEN KUNINGAN Departemen Gizi Masyarakat Fakultas, Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Assalamualaikum wr wb, Saya Fika Rafika Nurhalimah, mahasiswi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor akan melakukan penelitian tentang Hubungan Status Kesehatan, Aktivitas Fisik, dan Dukungan Sosial dengan Kemandirian Lansia di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai bagian dari skripsi yang sedang saya kerjakan. Demi tercapainya hasil yang diinginkan, dimohon kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk ikut berpartisipasi dalam mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Saya sangat menghargai kesediaan dan kejujuran Saudara/i dalam mengisi kuesioner ini dan akan menjamin kerahasiaan data maupun identitas Saudara/i. Atas kesediaannya, saya ucapkan terima kasih. I.
KARAKTERISTIK INDIVIDU
KARAKTERISTIK INDIVIDU 1. No. Responden : 2. Enumerator : 3. Nama Lengkap : 4. Jenis Kelamin : 5. Usia : 6. Berat Badan (kg) : 7. Tinggi Badan (cm) : 8. Tinggi lutut (cm) : 9. Panjang Depa : (cm) 10. IMT (kg/m2) : 11. Status Gizi : 12. Alamat/Asal :
13. Pendidikan Terakhir (tahun) 14. Pekerjaan (isi lengkap, mis. dagang/warung, guru...)
: a. SD b. SMP/Sederajat c.SMA/Sederajat d. D1 e. D2 f. D3 g. D4 h. SI i. S2 : a. TNI/PNS b. Wirausaha (pedagang) c. Buruh d. Pensiunan e. Petani f. Tidak bekerja
Diisi petugas
36
II.
KARAKTERISTIK KELUARGA
KARAKTERISTIK KELUARGA 1. Jumlah keluarga : a. Keluarga kecil (1-4 orang) b. Keluarga sedang (5-7 orang) c. Keluarga bsar (>7 orang). 2. Pendapatan keluarga
3. Sumber pendapatan keluarga
: a. <500.00 /bulan b. 500.000 -1.000.000/bulan c. 1.000.000 – 1.500.000/bulan d. 1.500.000 – 5.000.000/bulan f. > 5.000.000/bulan a. Suami b. Istri c. Anak d. Kerabat e. Lainnya, (Sebutkan)
4. Dengan siapa anda bp/ibu tinggal di rumah?
a. b. c. d.
Anak, (Pria/wanita) Menantu, (Pria/wanita) Cucu Lainnya, …….
5. Apakah keluarga yang tinggal bersama anda mendukung aktivitas anda di rumah? 6. Jika Ya, dukungan seperti apa yang diberikan ?
a. Ya b. Tidak
a. (……..) b. (…….)
Diisi petugas
Rp. Rp. Rp. Rp Rp..
37
III. FAKTOR TERKAIT
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
A. FAKTOR PENYEBAB BEKERJA Apa alasan anda masih a. Sebagai sumber pendapatan bekerja di usia lanjut keluarga ini? b. Terlanjur menyukai pekerjaan tersebut c. Sebagai aktualisasi diri (emosi) d. Memenuhi kebutuhan seharihari Apakah keluarga a. Ya mendukung pekerjaan b. Tidak anda ? Jika Ya, dukungan a. Moral, sebutkan…. tersebut dalam bentuk b. Materil, sebutkan apa? Bagaimana akses anda a. Jarak dari rumah ke tempat menuju tempat bekerja bekerja (……….. km) ? b. Transportasi yang anda gunakan (………) Bagaimana anda a. Diantar dan atau dijemput, bepergian ? (sebutkan…) b. Sendiri B. FAKTOR DIRI Apakah anda dapat a. Ya makanan dan minuman b. Tidak secara mandiri/tanpa dibantu? Apakah anda mampu a. Ya mengambil air minum b. Tidak dan makanan sendiri? Apakah anda mampu a. Ya untuk berjalan b. Tidak mengambil makanan dan minuman yang ada di dapur? Apakah ada kendala a. Ya fisik untuk memegang b. Tidak peralatan makan dan minum anda? Apakah ada kendala a. Ya fisik saat mengonsumsi b. Tidak makanan ?
Diisi petugas
Diisi petugas
38
C. FAKTOR SARANA DAN PRASARANA 1. Apakah jarak a. Ya (…… m) tempat tidur b. Tidak menuju lantai cukup tinggi? 2. Jika Ya, apakah a. Ya jarak tersebut b. Tidak mempersulit anda untuk beraktivitas? 3. Apakah jarak dari a. Ya (……m) kamar menuju b. Tidak toilet cukup jauh? 4. Apakah jarak dari a. Ya kamar menuju b. Tidak toilet/kamar kecil membuat anda malas pergi ke toilet? 5. Apakah jarak a. Ya simpan peralatan b. Tidak makan di rumah anda terlalu tinggi? 6. Jika ya, apakah a. Ya, sebutkan…… ada kendala fisik b. Tidak untuk mengambil peralatan tersebut? 7. Jika Ya, apakah a. Ya ada anggota b. Tidak keluarga yang membantu? 8. Apakah di rumah a. Ya, sebutkan…… anda tersedia b. Tidak peralatan untuk membuat kreasi (alat jahit, benang sulam, dsb)? 9. Apakah anda a. Ya senang b. Tidak membersihkan rumah? 10. Jika Ya, apakah a. Ya tersedia peralatan b. Tidak untuk membersihkan rumah?
Diisi petugas
39
1.
2.
3.
4.
5.
D. FAKTOR KONSUMSI PANGAN Apakah anda yang a. Ya mengolah b. Tidak makanan untuk keluarga ? Jika Ya, apakah a. Ya ada anggota b. Tidak keluarga yang membantu anda? Apakah anda a. Ya selalu membeli b. Tidak sumber pangan ? Jika Ya, membeli a. Tukang sayur keliling sumber pangan b. Pasar dari mana? Jika Tidak, sumber a. Kebun/ladang/sawah pangan yang ada b. Hutan diperoleh dari mana ?
Diisi petugas
40
IV. Recall 2x24 Jam Hari/Tanggal : A. Makanan Waktu
Menu
Bahan pangan
Jumlah yang dikonsumsi Keterangan URT
Berat (g)*
Pagi
Selingan I
Siang
Selingan II
Malam
URT (Ukuran Rumah Tangga) = piring, piring kecil, mangkok, gelas, cangkir, bungkus, sendok makan, sendok teh, tusuk, bungkus, potong, porsi, buah *Berat (g) = tidak perlu diisi oleh responden
41
Hari/Tanggal : B. Makanan Waktu
Menu
Bahan pangan
Jumlah yang dikonsumsi Keterangan URT
Berat (g)*
Pagi
Selingan I
Siang
Selingan II
Malam
URT (Ukuran Rumah Tangga) = piring, piring kecil, mangkok, gelas, cangkir, bungkus, sendok makan, sendok teh, tusuk, bungkus, potong, porsi, buah *Berat (g) = tidak perlu diisi oleh responden
42
V. Status Kesehatan Contoh
Jenis Penyakit
Lama Sakit
Frekuensi Sakit
Jenis Perawatan
STATUS KESEHATAN : 1. …….. 2. ………. 3. ………… 4. …………. 5. ……………
: 1. 2. 3. 4. 5.
…….. ………. ………… …………. ……………
1. 2. 3. 4. 5.
…….. ………. ………… …………. ……………
:
: 1. Dokter 2. Obat Warung 3. Sebutkan…..
Diisi petugas
43
VI. Aktivitas Fisik Recall 1x24 jam Recall aktivitas fisik Hari dan Tanggal: _________/______________ Waktu 04.00 – 04.30 04.30 – 05.00 05.00 – 05.30 05.30 – 06.00 06.00 – 06.30 06.30 – 07.00 07.00 – 07.30 07.30 – 08.00 08.00 – 08.30 08.30 – 09.00 09.00 – 09.30 09.30 – 10.00 10.00 – 10.30 10.30 – 11.00 11.00 – 11.30 11.30 – 12.00 12.00 – 12.30 12.30 – 13.00 13.00 – 13.30 13.30 – 14.00 14.00 – 14.30 14.30 – 15.00 15.00 – 15.30 15.30 – 16.00 16.00 – 16.30 16.30 – 17.00 17.00 – 17.30 17.30 – 18.00 18.00 – 18.30 18.30 – 19.00 19.00 – 19.30 19.30 – 20.00 20.00 – 20.30 20.30 – 21.00 21.00 – 21.30 21.30 – 22.00 22.00 – 22.30 22.30 – 23.00 23.00 – 23.30 23.30 – 00.00 00.00 – 00.30 00.30 – 01.00 01.00 – 01.30 01.30 – 02.00 02.00 – 02.30 02.30 – 03.00 03.00 – 03.30 03.30 – 04.00
Jenis Aktivitas
Lama (menit)
44
VII.
Dukungan Sosial
1 2 3 Dukungan Instrumen Saya selalu diantar/dijemput bekerja/berkebun/berpergian Saya selalu memiliki seseorang yang selalu membantu melakukan pekerjaan dirumah Saya mempunyai seseorang yang bersedia menyiapkan makanan Saya memiliki alat untuk berkreasi atau membuat kerajinan Saya memiliki seseorang yang selalu memberikan dukungan materil (tenaga, ekonomi) Saya memiliki seseorang yang siap membantu ketika mendapat kesulitan Dukungan Penghargaan Apakah keluarga anda selalu mendukung pekerjaan anda dirumah Apakah keluarga anda selalu memberikan dukungan ketika anda ingin melakukan pekerjaan diluar rumah (berkebun/bekerja/berpergian) Saya tidak pernah dilarang untuk pergi berkebun/bekerja Keluarga saya siap menemani saya pergi berkebun/bekerja /berpergian Ket: 1. Tidak pernah, 2. Kadang-kadang, 3. Sering, 4. Selalu
4
45
VIII. Kemandirian Lansia Item Pertanyaan No 1. Pergi ke kamar mandi sendiri 2.
Mandi Sendiri
3.
6.
Makan dan minum sendiri/tanpa bantuan orang lain Berpakaian dan memilih pakaian sendiri Membersihkan rumah sendiri (nyapu, ngepel, menyetrika baju) Ke toilet sendiri
7.
Menyiapkan makanan untuk keluarga
8.
Bepindah sendiri
9.
Pergi ke tempat kerja sendiri
4. 5.
1
2
3
4
10. Menolak bantuan dari orang lain meskipun itu adalah bantuan dari keluarga (financial, fisik, tenaga) 11. Mampu berpergian walaupun tidak ada yang menemani 12. Melakukan hal yang bermanfaat (pengajian, arisan, kerja bakti dll) 13. Apa anda memiliki kesulitan tidur 14. Mudah terjatuh 15. Apakah anda selalu berolahraga *Keterangan : 1= Tidak Pernah, 2= Kadang-kadang, 3= Sering, 4= Selalu : Berikan tanda √ pada kotak yang tersedia (Diisi oleh petugas)
46
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 17 Desember 1993. Penulis merupakan anak ke tujuh dari tujuh bersaudara pasangan Achmad dan Unasih. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu SD Negeri Ciniru dari tahun 2000 hingga 2006, tahun 2006 hingga 2009 melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Ciniru, dan tahun 2009 hingga 2012 melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Kuningan. Penulis diterima masuk melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) undangan ke Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi, yaitu sebagai Anggota Divisi Peduli Pangan dan Gizi HIMAGIZI periode 2013/2014 dan Ketua Divisi Peduli Pangan dan Gizi HIMAGIZI periode 2014/2015. Penulis juga mengikuti beberapa kepanitian di bidang gizi diantaranya menjadi Panitia Nutrition Fair 2015 yang diselenggarakan oleh HIMAGIZI serta Panitia Gizi Bakti Masyarakat (GBM) periode 2012/2013 yang diselenggarakan oleh Divisi Peduli Pangan dan Gizi HIMAGIZI. Penulis juga aktif menjadi anggota Badan Konsultasi Gizi (BKG) periode 2014 hingga 2016. Penulis dan tim mendapatkan hibah dana dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) untuk Program Kreativitas Mahasiswa-Masyarakat (PKM-M) dengan judul “Kakashi” klub edukasi gizi bersifat holistik dan berbasis young nutrition leader untuk menuju Indonesia yang lebih sehat. Program tersebut diselenggarakan di SD Negeri Carangpulang 01 pada tahun 2014. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Tempur Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah dan mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo.