1
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN AKTIVITAS KOGNITIF TERHADAP KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA KECAMATAN BOJA Mega Nurul Laili Purwita Sari*) Gipta Galih Widodo, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB**), Faridah Aini, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB**) *) Mahasiswa Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Beberapa faktor resiko yang berkaitan dengan demensia adalah aktivitas fisik dan aktivitas kognitif, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat penyakit (hipertensi, Diabetes millitus) dan riwayat demensia keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara aktifitas fisik dan kognitif terhadap kejadian demensia pada lansia di kecamatan Boja. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi semua lanjut usia yang tercatat di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal pada tahun 2015 bulan Agustus dengan jumlah 4.450 jiwa. Teknik sampling yang digunakan adalah multistage sampling dengan jumlah sampel sebanyak 98 orang. Analisis dengan menggunakan uji chi square. Alat ukur Aktivitas fisik lansia dengan kuisioner PASE (Physical Activities Scale for the Elderly), demensia dengan AD8(Eight-item Interview to Differentiate Aging and Dementia). Hasil penelitian di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal memiliki aktivitas fisik yang rendah sejumlah 57 lansia (58,2%), lansia memiliki aktivitas kognitif yang rendah sejumlah 59 lansia (60,2%) dan yang mengalami demensia yaitu 51 lansia (52,0%). Dari hasil uji statistik menggunakan chi square diketahui ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian demensia pada lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal dengan nilai p value 0,005 (α = 0,05 dan OR = 3,568) dan ada hubungan yang signifikan antara aktivitas kognitif dengan kejadian demensia pada lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal dengan nilai p value 0,001 (α = 0,05 dan OR = 4,388) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan perlu adanya peningkatan program aktivitas fisik dengan setiap minggu ada kegiatan senam lansia dan aktivitas kognitif dengan mengadakan games sederhana seperti teka-teki silang dan games gambar pada lansia secara rutin guna mencegah terjadinya kejadian demensia . Kata kunci : aktivitas fisik, aktivitas kognitif, demensia Daftar Pustaka : 34 kepustakaan (2001 -2014)
2
ABSTRACT Some of the risk factors associated with dementia are physical activities and cognitive activities, age, sex, education level, history of disease (hypertension, diabetes mellitus) and a history of dementia in family. The purpose of this study is to knowthe corelation between physical and cognitive activities to the incidence of dementia in the elderlies in Boja district. This type of research was a descriptive correlation with cross sectional approach using questionnaires a data collecting tool. The population in this study was all elderliesin BojaDistrict Kendal in August 2015 as many as 4,450 elderlies. Thesampling technique used multistage sampling with total samples of 98 people. The results of researchin Boja District, Kendalhave low physical activities as many as 57 elderlies (58.2%), the elderlies have low cognitive activities as many as 59 elderlies (60.2%) and those with dementia are 51 elderlies (52.0%). From the statistical test used chi square,there is a significant corelation between physical activities and dementia in the elderlies in Boja District, Kendal with p value 0.005 (OR = 3.568) and significant corelation between cognitive activities and dementia in the elderlies in Boja district, Kendal with p value 0.001 (OR = 4.388) Based on the results of the research programs should to improve physical activities and cognitive activities in the elderlies are needed to be done to prevent the incidence of dementia Keywords: physical activity, cognitive activity, dementia References : 34 literatures (2001-2014)
PENDAHULUAN Meningkatnya populasi lansia akan menimbulkan masalah – masalah penyakit pada usia lanjut, salah satunya yaitu demensia. Menurut Departemen kesehatan tahun 1998, terdapat 7,2 % populasi usia lanjut 60 tahun keatas untuk kasus demensia. Sebanyak 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan akan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai 45 % pada usia diatas 85 tahun (Nugroho, 2008). di Indonesia sendiri prevalensi demensia adalah 606.100 orang dengan insiden 191.400 orang (Access Economics, 2006). Demensia merupakan penyakit degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif karena kematian prematur sel – sel dalam ganglia basalis, kehilangan sel di korteks, daerah yang berkaitan dengan berfikir, memori, persepsi, dan kurangnya neurotransmitter dalam otak (kimberly, 2011). Faktor penyebab demensia adanya faktor genetik, radikal bebas, toksin amiloid, pengaruh logam alumunium, akibat infeksi virus, trauma kepala dan pengaruh lingkungan lainya (Nugroho, 2006). komponen utama patologi penyakit demensia alzheimer adalah plak senilis dan neuritik, neurofibrillary
tangles, hilangnya sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano bodies. Plak neuritik mengandung b-amyloid ekstraselular yang dikelilingi neuritis distrofik. Plak neuritik juga mengandung protein komplemen, mikroglia, sitokinin-sitokinin dan protein fase akut, sehingga komponen inflamasi yang mengakibatkan alzheimer. pada demensia vaskular akibat multiple infark dan abnormalitas substansia alba. abnormalitas substansia alba ini juga dapat timbul pada suatu kelainan genetik yang disebut cerebral autosomal dominant artheriopathy with subaortical infac and leukoencephalopathy/ CADASIL (Setiati, 2006). Beberapa faktor resiko yang berkaitan dengan demensia adalah aktivitas fisik dan aktivitas kognitif, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat penyakit (hipertensi, Diabetes millitus) dan riwayat demensia keluaga (Lumbantobing, 2006). Salah satu faktornya aktivitas fisik dan kognitif yang dapat menstimulasi faktor tropik dan pertumbuhan neuron yang memungkinkan faktor-faktor ini yang menghambat fungsi kognitif dan demensia (Yaffe dkk, 2004). Aktivitas fisik dapat meningkatkan vaskularisasi di otak, peningkatan level
3
dopamin, dan perubahan molekuler pada faktor neutropik yang bermanfaat sebagai fungsi neuroprotective (Hillsdon, 2005). Menurut Fatmah (2010) aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental. Efek aktivitas fisik termasuk mobilitas, ada hubungannya efek secara langsung pada saraf, sehingga berdampak langsung pada fungsi kognitif, sehingga apabila terdapat gangguan gerak, maka dapat mengakibatkan penurunan gangguan fungsi kognitif dam demensia yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mengalami gangguan (Yaffe et al, 2005). Pada latihan atau aktivitas fisik beberapa sistem molekul yang dapat berperan dalam hal yang bermanfaat pada otak. Faktor – faktor neurotropik kebanyakan yang berperan dalam efek yang bermanfaat tersebut. Faktor neurotrofik itu terutama Brain-derived neurotropic factor (BDNF), karena dapat meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan beberapa tipe dari neuron. BDNF berperan sebagai mediator utama dari efikasi sinaptik, penghubungan sel saraf, plastisitas sel saraf dan memediasi manfaat jangka panjang dari exercise terhadap otak. Proses-proses ini penting untuk menghambat hipertrofi jaringan otak yang dapat menyebabkan degenerasi neuronal yang berdampak terhadap kognitif dan demensia (Cotman, 2004). Aktivitas kognitif adalah aktifitas yang melibatkan kegiatan berfikir. Di Kanada, Hultsch, et al (2005), dengan menggunakan analisis structural equation modelling, mendapatkan asosiasi antara aktifitas intelek dengan lebih kecilnya probabilitas penurunan fungsi kognitif, demikian sebaliknya bahwa rendahnya aktifitas intelek meningkatkan probilitas penurunan fungsi kognitif (Hultsch DF, 2001 ). Aktifitas kognitif dianggap dapat memelihara cognitive reseve, konsep cognitive reseve merujuk pada kemampuan menoleransi perubahan degenerative jaringan otak agar tidak muncul gejala klinis (Wang, 2007). Konsep ini disongkong meta analisis Meng & D’Arcy (2012) yang menunjukkan bahwa pendidikan dapat menurunkan risiko demensia melalui mekanisme peningkatan cognitive reseve (Meng, 2012). Aktivitas
kognitif Terdiri dari 2 macam aktivitas yaitu leisure time activity (aktivitas waktu luang) terdiri dari membaca koran, menulis, menonton televisi(berita), mengisi teka-teki silang dan hoby activity terdiri dari bermain catur, bermain music (Logan & Gottlieb et al, 2013). Berdasarakan penelitian Verghese, dkk (2003) dilaporkan bahwa demensia berhubungan dengan berkurangnya partisipasi dalam mengisi waktu senggang. Jenis aktifitas tersebut melibatkan fungsi kognitif dan fisik. Penelitian selama satu tahun tentang kaitanya latihan fisik terhadap fungsi kognitif pada kelompok usia berisiko (70-89) oleh Williamson dkk (2008) di Amerika serikat menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai kognitif yang berasosiasi dengan peningkatan fungsi fisik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan undang – undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan yaitu kesehatan lanjut usia diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuan lanjut usia tetap produktif dan juga lanjut usia yang mandiri, sehat, sejahtera lahir dan batin (Depkes, 2006). METODE PENELITIAN Desain penelitian ini dekskripstif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yaitu hubungan aktivitas fisik dan aktivitas kognitif terhadap kejadian demensia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. Pendekatan yang digunakan dengan Cross Sectional, yaitu penelitian ini akan mengetahui hubungan aktivitas fisik dan aktivitas kognitif terhadap kejadian demensia, yang dilakukan dengan cara pemberian kuesioner dan observasi pada saat yang sama (point time approach) atau dengan pendekatan cross sectional tanpa dilakukan tindak lanjut atau pengulangan pengukuran. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 Januari – 20 januari 2016 di Kecamatan Boja Kabupaten Semarang. Alat pengumpul data menggunakan kuisioner Physical Activities for the Elderly (PASE) untuk aktivitas fisik dan kognitif dan AD8 (Eightitem Interview to Differentiate Aging and Dementia) untuk kejadian demensia.
4
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan aktifitas fisik dengan kejadian demensia pada lansia di Kecamatan Boja serta mengetahui hubngan aktifitas kognitif dengan demensia pada lansia di Kecamatan Boja.analisa data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square melalui program SPSS16.0 for windows pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) , karena kedua variabel merupakan data berskala kategorik. Uji Chi-square dilakukan untuk mencari hubungan aktifitas fisik dan kognitif terhadap demensia. HASIL A. Analisis Univariat 1. Aktivitas Fisik pada Lansia
Frekuensi 57 41 98
Persentase (%) 58,2 41,8 100,0
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, memiliki aktivitas fisik yang rendah, yaitu sejumlah 57 lansia (58,2%). 2. Aktivitas Kognitif pada Lansia
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Aktivitas Kognitif pada Lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Januari 2016 Aktivitas Kognitif Rendah Tinggi Jumlah
Frekuensi 59 39 98
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Demensia pada Lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Januari 2016 Kejadian Demensia Demensia Tidak Demensia Jumlah
Frekuensi 51 47
Persentase (%) 52,0 48,0
98
100,0
Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal lebih banyak yang mengalami kejadian demensia, yaitu sejumlah 51 lansia (52,0%). B. Analisis Bivariat
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Aktivitas Fisik pada Lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Januari 2016 Aktivitas Fisik Rendah Tinggi Jumlah
3. Kejadian Demensia pada Lansia
Persentase (%) 60,2 39,8 100,0
Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa sebagian besar lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, memiliki aktivitas kognitif yang rendah, yaitu sejumlah 59 lansia (60,2%).
Analisis bivariat pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan aktivitas kognitif terhadap kejadian demensia pada lansia di kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. Untuk mengetahui hubungan ini digunakan uji Chi Square dimana hasilnya disajikan berikut ini. 1. Hubungan Aktivitas Kejadian Demensia
Fisik
dengan
Tabel 4.7 Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Demensia pada Lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Januari 2016 Kejadian Demensia Tidak Aktivitas Demensia Demensi Total Fisik a Rendah Tinggi Total
f
%
37 14 51
64,9 34,1 52,0
f
%
f
OR
pvalue
%
20 35,1 57 100 3,568 0,005 27 65,9 41 100 47 48,0 98 100
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa lansia dengan aktivitas fisik rendah sebagian besar mengalami kejadian demensia sejumlah 37 dari 57 lansia (64,9%), sedangkan lansia dengan aktivitas fisik tinggi sebagian besar tidak mengalami kejadian demensia sejumlah 27 dari 41 lansia (65,9%). Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan Chi Square dengan p-value 0,005 (α = 0,05). maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian
5
demensia pada lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. Lansia yang melakukan aktivitas fisik rendah memiliki resiko 3,5 kali lipat mengalami demensia dibandingakan dengan lansia yang melakukan aktivitas fisik tinggi sisanya dikontrol variabel lain. 2. Hubungan Aktivitas Kognitif dengan Kejadian Demensia Tabel 4.8 Hubungan antara Aktivitas Kognitif dengan Kejadian Demensia pada Lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Januari 2016 Aktivitas Kognitif
Kejadian Demensia Tidak Demensia Total Demensia f
%
f
%
f
%
Rendah Tinggi Total
39 12 51
66,1 30,8 52,0
20 27 47
33,9 69,2 48,0
59 39 98
100 100 100
OR
pvalue
4,388 0,001
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa lansia dengan aktivitas kognitif rendah sebagian besar mengalami kejadian demensia sejumlah 39 dari 59 lansia (66,1%), sedangkan lansia dengan aktivitas kognitif tinggi sebagian besar tidak mengalami kejadian demensia sejumlah 27 dari 39 lansia (69,2%). Berdasarkan uji Chi Square dengan p-value 0,001 (α = 0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas kognitif dengan kejadian demensia pada lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. Lansia yang melakukan aktivitas kognitif rendah memiliki resiko 4,3 kali lipat mengalami demensia dibandingkan dengan lansia yang melakukan aktivitas kognitif yang tinggi sisanya dikontrol oleh variabel lain. PEMBAHASAN Gambaran Aktivitas Fisik pada Lansia di Kecamatan Boja
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, memiliki aktivitas fisik yang rendah, yaitu sejumlah 57 lansia (58,2%). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden mempunyai aktivitas fisik yang tergolong rendah dalam kehidupan kesehariannya. Aktivitas fisik yang tergolong rendah tersebut dapat dilihat dari hasil lembar observasi yang diberikan kepada responden untuk di isi sesuai dengan jenis kegiatan yang sering atau selalu dilakukan oleh responden saat ini. Berdasarkan hasil observasi tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden tidak pernah melakukan kegiatan senam yaitu sebanyak 64 responden (65,3 %). Sebagian besar responden merasa malas dan tidak mau melakukan senam dikarenakan merasa malu atau tidak ada yang mengajak mereka melakukan senam bersama-sama dengan lansia lainnya. Selain itu berdasarkan hasil wawancara sekilas dengan responden menyatakan bahwa di desa tempat tinggal mereka tidak pernah atau jarang dilakukan senam bersama-sama dengan lansia lainnya dan hal tersebut juga tidak terprogram di dalam agenda posyandu lansia di desa mereka. Menurut Tilarso (2008), menyatakan bahwa senam lansia dirancang khusus untuk membantu para lansia agar dapat mencapai usia lanjut yang sehat, bahagia dan sejahtera. Gerak-gerakannya ringan dan mudah dilakukan, tidak memberatkan lansia. Aktivitas olahraga ini akan membantu tubuh agar tetap bugar dan segar karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas di dalam tubuh. Jadi senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah secara terencana diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga melatih kemampuan daya ingat lansia. Setiap orang yang melakukan senam, peredaran darah akan lancar dan jumlah volume darah juga akan meningkat, 20% darah terdapat di otak, sehingga melalui senam lansia akan terjadi proses endorfin hingga terbentuk hormon norepinefrin yang dapat menimbulkan rasa gembira, rasa sakit hilang, adiksi (kecanduan gerak) dan menghilangkan depresi. Mengikuti senam lansia efek minimal yang di dapat adalah lansia merasa senantiasa bergembira,
6
berbahagia, bisa tidur lebih nyenyak dan pikiran pikiran tetap segar (Tilarso, 2008). Olahraga yang bersifat aerobik seperti senam merupakan usaha-usaha yang akan memberikan perbaikan pada fisik atau psikologis. Faktor fisiologi dan metabolik yang dikalkulasi termasuk penambahan selsel darah merah dan enzim fosforilase (proses masuknya gugus fosfat kedalam senyawa organik, bertambahnya aliran darah sewaktu latihan, bertambahnya sel-sel otot yang mengandung mioglobin dan mitokondria serta meningkatknya enzim-enzim untuk proses oksigenasi jaringan (Kusmana, 2006). Berdasarkan hasil penelitian pada responden yang mempunyai aktivitas fisik yang rendah selain dilihat dari aktivitas fisik berupa kegiatan senam juga dapat dilihat dari aktivitas olah raga lainnya seperti bersepeda, badminton/tenis meja. Dari hasil peneltian diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka tidak pernah (87,8 %) melakukan aktivitas fisik berupa bersepeda dan 62,2 % responden juga menyatakan bahwa mereka tidak pernah melakukan olah raga badminton/tenis meja. ibu rumah tangga sebagian besar responden lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan-kegiatan dialam rumah seperti sering (82,7 %) mengerjakan pekerjaan rumah dan kadang-kadang berkebun (72,4 %). Berdasarkan hasil penelitian dan uraian diatas menunjukkan bahwa walaupun sebagian responden melakukan beberapa aktivitas fisik akan tetapi secara keseluruhan aktivitas fisik responden tergolong dalam kategori rendah. Rendahnya aktivitas fisik pada sebagian besar responden dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor umur responden yang memang sudah tergolong lansia sehingga kemampuan gerak responden menjadi lebih terbatas. Hal ini sesuai dengan penelitian Gruccione (2005) yang menyatakan bahwa bertambah tua atau lansia selalu berhubungan dengan penurunan tingkat aktivitas fisik. Hal ini disebabkan oleh 3 hal, yaitu : (1) perubahan pada struktur dan jaringan penghubung (kolagen dan elastin) pada sendi, (2) tipe dan kemampuan aktivitas pada lansia berpengaruh sangat signifikan terhadap struktur dan fungsi jaringan pada sendi, (3) patologi dapat mempengaruhi
jaringan penghubung sendi, sehingga menyebabkan functional limitation atau keterbatasan fungsi dan disability. Faktorfaktor lain yang dapat mempengaruhi penurunan tingkat aktivitas fisik lansia adalah genetik, kebiasaan hidup sebelumnya, trauma atau kecelakaan, dan lain-lain. Gambaran Aktivitas Kognitif pada Lansia di Kecamatan Boja Berdasarkan hasil peneltian diketahui bahwa sebagian besar lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, memiliki aktivitas kognitif yang rendah, yaitu sejumlah 59 lansia (60,2%). Aktivitas kognitif yang tergolong rendah pada sebagian besar responden tersebut dapat dilihat dari hasil kuesioner yang diberikan oleh peneliti untuk mengukur aktivitas koginif responden menurut jenisjenis aktivitas yang dilakukan oleh responden. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa sebagian besar responden yang mempunyai aktivitas kognitif rendah menyatakan bahwa mereka tidak pernah (87,8 %) bermain catur dalam seminggu ini. Selain itu sebagian besar responden juga menyatakan bahwa mereka jarang menulis (41,8 %) dan mengisi TTS (teka teki silang) (29,6 %) dan bahkan sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka tidak pernah (48,0 %) bermain musik. Aktivitas kognitif merupakan variabel yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif, di samping social engagement buruk. Aktivitas kognitif yang dicatat di penelitian ini meliputi frekuensi bermain catur, membaca buku/koran/majalah, menulis, mengisi tekateki silang, bermain musik dan berpatisipasi dalam kelompok diskusi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden jarang bahkan tidak pernah melakukan aktivitas kogintif sesuai dengan alat ukur peneliti untuk mengukur tingkat aktivitas kogintif responden sehingga hal terebut akan berakibat pada buruknya fungsi kognitif pada sebagian besar responden. Studi menunjukkan bahwa aktivitas mental merangsang neurogenesis dan sinaptogenesis, meningkatkan reaktivitas sinaps hipokampus, memperbaiki vaskularisasi otak dan mengurangi deposisi beta amiloid di otak. Peranan aktivitas
7
kognitif sudah lama menjadi kajian, pada umumnya menunjukkan manfaat protektif terhadap risiko penurunan fungsi kognitif. Analisis Hall, et al. (2009) atas data Bronx Study dari 488 sukarelawan sehat menunjukkan bahwa untuk setiap hari tambahan aktivitas kognitif dalam seminggu akan menunda munculnya tanda penurunan daya ingat selama 0,18 tahun, sedangkan analisis Pillai, et al. (2011) atas data kelompok yang sama menyimpulkan bahwa kegiatan mengisi teka-teki silang bisa menunda penurunan daya ingat sampai 2,54 tahun. Gambaan Kejadian Demensia pada Lansia di Kecamatan Boja Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal lebih banyak yang mengalami kejadian demensia, yaitu sejumlah 51 lansia (52,0%). Kejadian demensia yang terjadi pada sebagian besar responden tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami perubahan/gangguan ingatan (85,7 %) dalam mengambil keputusan (masalah membuat keputusan, keputusan keuangan yang buruk, masalah dengan berfikir), dan sebagian besar responden (69,4 %) menyatakan bahwa mereka mengulangi hal yang sama berulangulang (Pertanyaan, cerita dan pernyataan) serta mengalami kesulitan belajar bagaimana menggunakan alat-alat dan gedjet ( komputer, remote tv ataupun megicom) (94,9 %). Selain itu indicator yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami dimensia adalah banyaknya responden (69,4 %) yang lupa bulan dan tahun yang benar dan semua responden menyatakan kesulitan mengingat janji dengan orang lain. Hal tersebut merupakan indikator kuat yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami dimensia. Tamher dan Noorkasiani (2009) menyatakan bahwa salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada lansia adalah intellectual impairment (gangguan intelektual atau demensia). Demensia merupakan keadaan menurunnya kemampuan intelektual seseorang yang dapat mengakibatkan kemunduran fungsi kognitif (Zulsita, 2010).
Demensia merupakan penyakit degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif karena kematian prematur sel – sel dalam ganglia basalis, kehilangan sel di korteks, daerah yang berkaitan dengan berfikir, memori, persepsi, dan kurangnya neurotransmitter dalam otak (kimberly, 2011). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Demensia di Kecamatan Boja
Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai 2 = 7,853 dengan p-value 0,005 (α = 0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian demensia pada lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa lansia dengan aktivitas fisik rendah sebagian besar mengalami kejadian demensia sejumlah 37 lansia (64,9%). Aktivitas fisik mempunyai pengaruh yang bermanfaat pada fungsi kognitif usia paruh baya. Aktivitas fisik merupakan sebagai pencegahan terhadap gangguan fungsi kognitif dan demensia (Singh-Manoux dkk, 2005). Menurut penelitian yang banyak melakukan aktivitas fisik maupun olahraga di dalamnya memiliki memori atau daya ingat yang lebih tinggi daripada seseorang yang jarang melakukan aktivitas fisik. Hal ini mendukung penelitian tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik berperan dalam fungsi kognitif. Kaitannya dalam aktivitas fisik, terdapat unsur gerak. Bergerak berfungsi untuk menyiapkan otak untuk belajar secara optimal. Dengan bergerak, aliran darah ke otak lebih tinggi sehingga suplai nutrisi lebih baik. Otak membutuhkan nutrisi terutama berupa oksigen dan glukosa. Glukosa bagi otak merupakan bahan bakar utama supaya otak dapat bekerja optimal. Setiap kali seseorang berpikir, akan menggunakan glukosa. Kurangnya suplai oksigen ke otak dapat menimbulkan disorientasi, bingung, kelelahan, gangguan konsentrasi, dan masalah daya ingat. Aktivitas fisik akan memberi otak suplai nutrisi yang diperlukan. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik seperti jalan kaki, lari kecil berpengaruh pada lobus
8
frontalis otak, area yang berperan pada konsentrasi mental, perencanaan, dan pengambilan keputusan. Aktivitas fisik ringan seperti berjalan kaki dapat membantu tubuh mencegah penurunan daya kerja otak pada lanjut usia. Semakin lama dan seringnya kegiatan berjalan kaki ini dilakukan maka ketajaman pikiran juga akan semakin membaik. Aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari dapat menstimulasi otak. Seseorang yang mendapat latihan fisik memperlihatkan kebugaran motorik, kinerja akademik, dan sikap yang lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang tidak mendapatkan latihan fisik. Penelitian tentang otak juga mendukung pentingnya beraktivitas fisik yang berkualitas. Fokus mental dan tingkat konsentrasi seseorang akan meningkat secara bermakna sesudah aktivitas fisik secara terstruktur . Penelitian menunjukkan bahwa otak seseorang pun mampu membentuk sel saraf (neuron) baru, proses tersebut disebut dengan neurogenesis. Neuron baru tersebut bertahan hidup dan mengintegrasikan diri mereka ke dalam struktur otak. Untuk bertahan hidup dan menjadi struktur aktif otak, neuron baru memerlukan dukungan tidak hanya dari selsel penyokong saraf (sel glia) dan nutrisi melalui darah, tetapi yang lebih penting adalah dukungan dari hubungan dengan saraf lain (sinapsis). Tanpa hubungan ini saraf akan mati. Daerah yang paling aktif mengalami neurogenesis adalah hipokampus, suatu daerah yang terletak di otak bagian dalam, yang terlibat dalam proses belajar dan memori. Latihan fisik dalam lingkungan yang kondusif menyebabkan pembentukan koneksi sinaptik (antar sel saraf) dalam jumlah besar. Latihan fisik akan memperkuat area otak seperti ganglia basalis, serebellum, dan korpus kalosum. Lari-lari kecil dan melakukan aktivitas fisik lainnya berpengaruh baik pada fungsi kognitif karena dapat meningkatkan nerve growth factor dan regenerasi sel otak. Hubungan Aktivitas Kognitif dengan Kejadian Demensia di Kecematan Boja Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa lansia dengan aktivitas
kognitif rendah sebagian besar mengalami kejadian demensia sejumlah 39 lansia (66,1%), sedangkan lansia dengan aktivitas kognitif tinggi sebagian besar tidak mengalami kejadian demensia sejumlah 27 lansia (69,2%). Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai 2 = 10,371 dengan p-value 0,001 (α = 0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas kognitif dengan kejadian demensia pada lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. Menurut Potter dan Perry (2005), terdapat 3 perubahan yang terjadi pada seorang lansia, yaitu perubahan fisiologis, perubahan perilaku psikososial dan perubahan kognitif. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek, sulit berkonsentrasi, melambatnya proses informasi sehingga dapat mengakibatkan kesulitan berkomunikasi (Mubarok, Nurul & Bambang, 2010). Seiring bertambahnya usia, tubuh akan mengalami proses penuaan, termasuk otak. Otak akan mengalami perubahan fungsi, termasuk fungsi kognitif berupa sulit mengingat kembali, berkurangnya kemampuan dalam mengambil keputusan dan bertindak (lebih lamban). Fungsi memori merupakan salah satu komponen intelektual yang paling utama, karena sangat berkaitan dengan kualitas hidup. Banyak lansia mengeluh kemunduran daya ingat yang disebut sebagai mudah lupa (Sitanggang, 2002). Studi menunjukkan bahwa aktivitas kognitif dapat menghasilkan reorganisasi jaringan neurokognitif, menekan efek merugikan dari hormon stres ke otak. Terlibat dalam aktivitas kognitif dapat memperbaiki kompensasi otak terhadap patologi dengan cara meningkatkan cadangan otak sehingga dapat melindungi/memperlambat onset klinis gangguan kognitif dan demensia. Demensia merupakan kemunduran progresif kapasitas intelektual yang disebabkan oleh gangguan pada otak (Sitanggang, 2002). Gerakan-gerakan pada senam vitalisasi otak dapat memberikan stimulus pada otak yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori,
9
pemecahan masalah dan kreativitas), menyelaraskan kemampuan braktivitas dan berpikir pada saat yang bersamaan, meningkatkan keseimbangan dan harmonisasi antara kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan. meningkatkan daya ingat (Markam 2005). Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan aktivitas kognitif seperti bermain catur, membaca buku / koran / majalah, dan mengisi TTS ( teka-teki silang) apabila dilakukan dengan rutin. Dengan melakukan aktivitas kognitif tersebut maka gejala pikun pada lansia dapat dikurangi sehingga lansia menjadi lebih produktif. Oleh sebab itu, aktivitas kognitif bisa menjadi salah satu alternatif untuk membantu mengoptimalkan fungsi otak lansia (Supardjiman, 2005). Penurunan fungsi kognitif dengan gejala sindroma demensia, akan berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari lansia yang bersangkutan. Lansia dengan demensia sering lupa makan dan minum, atau makan dan minum diluar jam makan, serta kurang memperhatikan kualitas makanannya (misalnya makanan yang sudah berjamur). Kebutuhan dasar lain seperti kebutuhan eliminasi, keamanan dan keselamatan, komunikasi dan sebagainya juga akan mengalami hal yang serupa (Steven, 2002). Kesimpulan 1. Lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, memiliki aktivitas fisik yang rendah, yaitu sejumlah 57 lansia (58,2%). Aktivitas fisik yang tidak pernah dilakukan yaitu senam sebanyak 64 responden (65,3%). Lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal. 2. Lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, memiliki aktivitas kognitif yang rendah, yaitu sejumlah 59 lansia (60,2%). Aktivitas kognitif yang tidak pernah dilakukan yaitu bermain catur sebanyak (87,8%). Lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal lebih banyak yang mengalami kejadian demensia, yaitu sejumlah 51 lansia (52,0%). 3. Ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian demensia pada lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten
Kendal dengan nilai p value 0,005 (α = 0,05) dan nilai OR = 3,568 memiliki resiko mengalami demensia 3x lipat. 4. Ada hubungan yang signifikan antara aktivitas kognitif dengan kejadian demensia pada lansia di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal dengan nilai p value 0,001 (α = 0,05) dan nilai OR = 4, 388, aktivitas kognitif rendah memiliki resiko 4x lipat beresiko mengalami demensia . Saran 1. Bagi masyarakat a. Perlu bagi masyarakat khususnya lansia untuk selalu melakukan aktivitas fisik dan aktivitas kognitif secara rutin dan kader – kader posyandu lansia tetap mengaktifkan program kesehatan lansia dengan bekerja sama dengan pihak puskesmas dengan mengadakan senam lansia setiap minggu guna mencegah terjadinya kejadian demensia khususnya di kecamatan Boja. b. Perlu dibuat kegiatan untuk merangsang kemampuan daya ingat lansia, misalnya mengadakan games sederhana seperti mencocokan gambar, teka-teki silang dan sebagainya. 2. Bagi institusi pendidikan Perlu meningkatkan peran dalam berkolaborasi dengan masyarakat (komunitas) dalam mengurangi dan mencegah demensia pada lansia dan optimalkan kegiatan yang ada di masyarakat khususnya aktivitas fisik dan aktivitas kognitif. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Melalui penelitian ini diharapkan peneliti selanjutnya meneliti beberapa faktor yang terkait dengan kejadian demensia. Untuk peneliti selanjutnya yang berminat mengangkat tema yang sama diharapkan mempertimbangkan variabelvariabel lain yang juga mempengaruhi demensia seperti penyakit diabetes mellitus, hipertensi, asupan zat gizi, kebiasaan merokok dan infeksi virus. Dan di harapkan peneliti selanjutnya lebih baik dari penelitian sebelumnya.
10
DAFTAR PUSTAKA Alzheimer’s Association. 2007. Alzheimer’s Facts and Figures 2007. Diunduh dari : www.dementia-in-europe. Ambardini, Rachmah Laksmi. 2009. Aktivitas Fisik pada Lanjut Usia. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Lembaga Pengabdian Masyarakat. Barnes L.L., Mendes de aleon CF, et al. 2004. Sosial Resources and Cognitive Decline in a Population of Older African Americans and Whites. Neurology. Dharmojo, Boedhi. 2014. Geriatrik Ilmu Kesehatan Lanjut Usia edisi 3. Jakarta: EGC. Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga Lumbantobing. 2011. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Mardjono M., Sidharta P. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika McGuire, L.C., et al. 2007. Cognitive Functioning in Late Life: The Impact of Moderate Alcohol Consumption. Ann Epidemiol. Purnakarya I. 2008. Analisa Pola Makan dan Faktor Lainya yang Berhubungan dengan Kejadian Demensia pada Lansia di Wilayah Jakarta Barat (Tesis). Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI. Depok. Stanley, M. & Beare, P.G. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik (edisi 2). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Setiati S, Harimurti K, Govinda A. 2006. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya dalam Sudoyo, Aru W. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Badan Penerbit Kedokteran Universitas Indonesia. Tilarso, H. 2008. Latihan Fisik dan Usia Tua. Majalah Cermin Dunia Kedokteran, no 48, Jakarta
Verghese J, dkk. 2004. Leisure Activities and the Risk of Dementiain the Elderly: N Engl J Med. Yaffe, K., Barnes, D., Nevitt, M., Lui, Y.L and Covinsky, K., 2004. A Propective Study of Physical Activity and Cognitive Decline in Elderly Women. Arch Intem Med, 161 (14): 1703-1708.